Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ikbal Hakim (1192090049)

Jurusan/Kelas : PGMI/I-B
Dosen : Drs. Anas Salahudin, M.Pd.
Tugas : Resume BAB VIII – Akal dan Hati pada Zaman Pascarmodern

Filsafat ini memiliki ciri khas yaitu mengkritik filsfat modern. Kritikan ini
terlihat dalam istilah dekonstruksi seperti yang digunakan oleh para tokoh
pascamodern. Apa yang di dekonstruksi? Tentu saja itu adalah Rasionalisme yang
digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan barat. Tokoh tokoh pada
filsafat ini diantaranya adalah Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein, dan
Nietshze. Dan Nietszhe inilah tokoh pertama yang menyatakan ketidakpuasanya
terhadap dominasi rasio pada tahun 1880-an.
Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada dipinggir jurang
kehancuran kerena telah mendewakan rasio dan Capra menyatakan bahwa budaya
barat benar-benar telah hancur pada tahun 1990-an, disebabkan apa? Mendewakan
rasio.
Mengapa Rasionalisme perlu didekonstruksi? Karena filsafat ini keliru dan
juga keliru dalam cara menggunakanya, pendewaan. Pendewaan ini
mengakibatkan kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan norma yang
berdasarkan agama dalam memandang kenyataan kehidupan. Manusia modern
cenderung menolak keterkaitan antara substansi jasmani dan rohani. Memilih
sains dan teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan,
sehingga sadar ataupun tidak manusia kehilangan kemerdekaanya. Padahal
kemerdekaan itulah tadinya yang menjadi tujuan utama dikembangkanya sains
dan teknologi, sehingga menghasilkan kegelapan spiritual dan kehilangan waktu
untuk merenungkan hidupnya dan alam semesta, masnusia kehilangan tujuan
hidup yang sebenarna, manusia kehilangan segala-galanya.
Menjelang berakhirnya abad ke-20, terjadi perkembangan baru yang mulai
menyadari bahwa manusia selama ini telah salah dalam menjalani kehidupanya,
manusia mulai merindukan dimensi spiritual yang telah hilang dalam
kehidupanya.
Capra dalam bukunya The Turning Point: Science, Society and The Rising
Culture (Titik Balik Peradaban) mengatakan jika pada dua dasawarsa terakhir
abad ke-20, kita menemukan krisis global yang serius, yaitu krisis kompleks dan
multi dimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan dan mata
pencaharian, kualitas lingkungan, hubungan sosial politik, sisuakm ekonomi,
teknoligi, dan politik. Kirisis ini dalam dimensi intelektual, moral, dan spiritual
yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Untuk pertama kalinya
kita dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia. Negara-negara industri
diserang penyakit-penyakit kronis dan merendahkan martabat manusia yang lebih
tepat disebut “penyakit-penyakit peradaban”.
Capra melihat dunia saat ini banyak sekali terdapat kontradiksi, inilah
yang disebut kekacauan, tanda kehancuran budaya. Manusia, untuk mencapai
tujuanya menggunakan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin berkembang
karena adanya pandangan bahwa ukuran keberhasilan seseorang adalah sejauh
mana ia mampu mengumpulkan materi dan simbol-simbol lahiriah yang bersifat
formal, mengabaikan nilai-nilai spiritual.
Habermas mengatakan bahwa Nietzsche adalah titik balik kesadaran
manusia akan rasionalitasnya. Bertrand Russel pada tahun 1945 mengatakan
bahwa ia tidak menyukainya. Kenyataannya filsafat Nietzsche bukan menghilang,
melainkan mendapat pengikut sedemikian banyak dalam pegangan dekonstruksi
pada hususnya dan posmodern pada umumnya. Berdasar uraian ini jelas bahwa
diramal pada abad 19 jika budaya Barat akan hancur (oleh Nietzsche), pada abad
20, budaya Barat benar-benar hancur.
Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa
budaya Barat disusun dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu
paradigma sains yang dicetuskan oleh Descartes dan Newton. Paradigma ini
hanya melihat alam ini pada bagian yang empirik saja, tidak menyeluruh. Capra
mengusulkan harus ada paradigma tunggal yang mampu melihat alam sebagai
sesuatu yang wholeness untuk mendesains kembali budaya Barat. Menurutnya
filsafat China mampu melihat itu. Namun menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir,
penulis buku yang saya resensi ini, jawabanya harus dengan paradigma Islam,
kenapa? Filsafat China, belum pernah mampu membangun satu masyarakat atau
negara yang sesuai dengan isi filsafat itu. Sedangkan Islam, ajaranya dapat
melihat dunia sebagai suatu keseluruhan, dibuktikan dengan terbentuknya
masyarakat Medinah pada zaman nabi, Abu Bakar, dan Umar; kemudian muncul
lagi zaman Umar bin Abdul Aziz, dan sekali lagi pada zaman Makmun di
Baghdad.

Anda mungkin juga menyukai