Anda di halaman 1dari 2

NASIB SI PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

Sebelumnya, izinkan penlis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya


kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dari-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini sehingga dapat dibaca oleh rekan-rekan semua. Disini
penulis ingin menceritakan terlebih dahulu sekolah tempat penulis mengabdikan,
mengekspresikan dan mempertanggungjawabkan diri penulis sebagai tenaga
pendidik di salah satu sekolah dasar di Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten
Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Sekolah ini sering disebut orang-orang disekitar sini dengan sebutan SD 14
Panai Tengah, dimana sekolah ini termasuk di dalam salah satu kategori SD yang
tertinggal yang ada di Indonesia, khususnya Sumatera Utara. Kenapa penulis
katakan demikian. Karena sekolah ini letaknya sangat jauh dari Ibukota Sumatera
Utara yaitu Kota Medan. Jaraknya berkisar 378 Km, yang jika ditempuh
menggunakan kendaraan pribadi lambat perjalanan + 9 jam.
Disini tenaga pendidik ada 12 orang. 8 PNS dan 4 honor. Jika dirincikan
yang PNS tersebut yaitu kepala sekolah 1 orang. Kemudian 6 orang guru kelas
dan yang terakhir 1 orang guru agama. Guru disini masih sering mengeluh perihal
kurikulum yang sedang digunakan di Indonesia ini, yaitu Kurikulum 13 (K-13).
Guru disini masih minim sekali pengetahuan perihal kurikulum tersebut, karena
jarang diadakannya pelatihan mengenai K-13 di Kecamatan ini, terkhusus lagi di
SD 14 ini. Apa yang menyebabkan ini terjadi? Kenapa sistem pendidikan di
Indonesia belum bisa merata? Apa dampaknya untuk tenaga pendidik yang berada
di sekolah terpencil, terkhusus di SD 14 ini? Itu akan penulis ulas disini,
mengingat ini adalah penulis yang mengalaminya dan mungkin dari rekan-rekan
yang membaca ada juga yang mengalami hal seperti ini.
Pertanyaan pertama. Apa yang menyebabkan guru minim pengetahuan
mengenai K-13?, yang paling pertama sekali disini ialah kurangnya kesadaran
guru akan pentingnya kurikulum tersebut. Terbukti dengan masih banyaknya guru
yang menggunakan model pengajaran konvensional dengan K-13 ini, padahal
seyogyanya K-13 harus dilakukan dengan model-model pengajaran yang lebih
menekankan siswa yang berperan aktif didalam proses belajar-mengajar. Kedua
karena jarang sekali diadakannya pelatihan-pelatihan mengenai K-13 di
Kecamatan ini khususnya sehingga pengetahuan guru hanya sebatas itu-itu saja.
Tidak ada inovasi guru untuk membuat pembelajaran lebih menarik.
Pertanyaan kedua. Kenapa sistem pendidikan di Indonesia belum bisa
merata?, Pertama, tidak meratanya pendidikan di Indonesia di sebabkan oleh
pergantian kurikulum yang tidak konsisten. Contohnya saja penggunakan
kurikulum CBSA, KBK, KTSP dan K2013. Di tengah-tengah ketidak
merataannya pendidikan di indonesia pemerintah tiba-tiba saja mengeluarkan
kebijakan pergantian kurikulum menjadi K2013 padahal saat itu fasilitas yang ada
di setiap daerah berbeda-beda, ada yang sudah maju dan ada pula yang masih
sekedarnya. Kedua, seperti yang di jelaskan di atas bahwa fasilitas juga menjadi
faktor penting di dalam pemerataan tingkat pendidikan di Indonesia, karena
dangan fasilitas yang baik dan mendukung akan mempermudah para pengajar
menyampaikan materi pembelajaran dan ini juga mempermudah para siswa untuk
mengerti tentang materi yang di sampaikan. Tapi, di Indonesia setiap daerahnya
belum tentu memiliki buku pelajaran dan referensi yang sama, bahkan masih ada
sekolah-sekolah yang buku-bukunya tidak lengkap. Ketiga, selain penerapan
kurikulum dan fasilitas yang kurang lengkap, ada satu masalah lagi yang bisa
dianggap krusial dalam hal pemerataan tingkat pendidikan di Indonesia yaitu
kualitas pengajar.
Pertanyaan ketiga. Apa dampaknya untuk tenaga pendidik yang berada di
sekolah terpencil, terkhusus di SD 14 ini, banyak dampak yang terjadi salah
satunya yaitu menyebabkan secara terpaksa para pengajar yang belum siap
mengajar sudah di jadikan pengajar, tentu saja ini sangat menghambat kemajuan
pendidikan di daerah tersebut.
Akhir kata penulis ingin menyampaikan pesan untuk pemerintah
perhatikanlah sekolah dan tenaga pendidik yang ada di sekolah terpencil, mereka
sangat membutuhkan adanya pendampingan (pelatihan) agar dapat menjadi guru
yang kreatif serta inovatif yang dimana pada akhirnya akan menjadi guru yang
disenagi oleh siswanya. Untuk tenaga pendidik, terkhusus di daerah terpencil,
teruslah belajar baik dari dunia maya maupun dunia nyata, jadikan teman
seprofesi Anda teman untuk saling bertukar fikiran. Sekian.

Anda mungkin juga menyukai