Anda di halaman 1dari 23

KEBIJAKAN PENGELUARAN PEMERINTAH

Disusun oleh:
Banon Keke Irnowo (8)
Rizky Mukhlisin (26)

Kelas 7D
Program Diploma IV Akuntansi – Kurikulum Khusus
Tahun Pelajaran 2013/2014

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap anggota masyarakat menginginkan kemakmuran material dan spiritual
dalam arti dapat terpenuhi keinginan atau kebutuhannya yang selalu berkembang, maka
bagi masyarakat sebagai keseluruhan menghendaki keamanan (termasuk kestabilan),
keadilan dan kemakmuran, disini pemerintah dalam kegiatannya ditujukan untuk
mencapai tujuan tersebut agar keinginan masyarakatnya terpenuhi. Dalam
pelaksanaannya digunakan barang-barang dan jasa dengan berbagai bentuk termasuk
berupa uang. Penggunaann uang untuk melaksanakan fungsi pemerintah inilah yang
dimaksudkan dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat juga
diartikan sebagai penggunaan uang dan sumberdaya suatu negara untuk membiayai
suatau kegiatan negara atau pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam
melakukan kesejahteraan.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat. Konsep
perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran menyatakan bahwa
Y = C + I + G + X-M.
Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional, sekaligus
mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan variable-variabel di ruas kanan disebut
permintaan agregat. Variable G menyatakan pengeluaran pemerintah (Government
expenditures), I investment, X-M adalah net ekspor. Dengan membandingkan nilai G
terhadap Y serta mengamatinya dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar
kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan permintaan agregat atau
pendapatan nasional. Dengan ini, dapat dianalisis seberapa penting peranan pemerintah
dalam perekonomian nasional.
Pengeluaran pemerintah biasanya direncanakan jauh lebih dulu. Jadi pemerintah
membuat daftar anggaran yang akan dikeluarkan setiap tahunya, yang di Indonesia
dijabarkan dalam Anggaram Perencanaan Belanja Negara (APBN).
Pengeluaran pemerintah sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran
negara/pusat dan pengeluaran daerah, yang masing-masing mempunyai struktur
pengeluaran tersendiri dan berbeda. Dalam makalah ini akan dibatasi penjabaran tentang
hanya pengeluaran pusat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kebijakan pengeluaran pemerintah?
2. Sebutkan macam-macam pengeluaran pemerintah pusat?
3. Apa pengaruh kebijakan pengeluaran terhadap perekonomian?
4. Kebijakan pengeluaran yang diterapkan pemerintah Indonesia?
5. Bagaimana kebijakan pengeluaran di negara lain?
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pembahasan yang akan kami uraikan dalam makalah ini hanya
terbatas pada Kebijakan Pengeluaran Pemerintah Pusat dan pelaksanaannya.

BAB II
TEORI PENGELUARAN PEMERINTAH
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator
besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin
besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah
yang bersangkutan.
Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos
utama yang dapat digolongkan sebagai berikut : (Boediono,1999)
a) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.
b) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.
Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi,
di mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara
tidak langsung.
c) Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan
pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat
pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya
pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan
masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman
pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai
status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara
administrasi keduanya berbeda.

a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah


Model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap
pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap
lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan
fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada
tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih
diperlukan untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin
meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.
Sebenarnya peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta.
Semakin besarnya peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan pasar yang
terjadi.
Musgrave memiliki pendapat bahwa investasi swasta dalam presentase
terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi pemerintah dalam presentase
terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow
mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke
pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program
pelayanan kesehatan masyarakat.

b. Teori Adolf Wagner


Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan
pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut
dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin
meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat
sebagai suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian
apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah
pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur
hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan
dan sebagainya.
Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin
meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan
keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnya fungsi
perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan. Hukum Wagner dapat
diformulasikan sebagai berikut:
PPkP < PkPPn < .. < PkPPn
PPK1 PPK2 PPKn
PPkP : Pengeluaran pemerintah per kapita
PPK : Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk
1, 2, ... n : jangka waktu (tahun)

Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut


organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai
individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain. Kurva diatas
menunjukkan secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat.

c. Teori Peacock dan Wiseman


Teori mereka didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran
pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan
mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak
menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan
pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Dalam keadaan normal
meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu
juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa
masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak.
Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan
pemungutan pajak secara semena-mena.
Dalam teori Peacock dan Wiseman terdapat efek penggantian (displacement
effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan
pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-
mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri.
Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.
Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP
bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah
pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir.
Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah
terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan
sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah
yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek
konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan
bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak
menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang. Adanya dampak eksternal tadi
digambarkan dalam bentuk kurva dibawah ini

Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase


terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun
t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian
meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada
tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan setelah
perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman
pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan.
Berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah
versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, seperti kurva di bawah,
tetapi berbentuk seperti tangga.

Pengeluaran pemerintah menurut teori Wagner, Sollow, dan Musgrave


digambarkan dalam bentuk kurva yang eksponensial, sedangkan teori Peacock dan
Wiseman mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah jika digambarkan dalam kurva
seperti bentuk tangga. Hal ini dikarenakan adanya kendala toleransi pajak. Ketika
masyarakat tidak ingin membayar pajak yang tinggi yang ditetapkan pemerintah,
maka pemerintah tidak bisa meningkatkan pengeluarannya, walaupun pemerintah
ingin senantiasa menaikkan pengeluarannya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebijakan Pengeluaran Pemerintah


Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara,
belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih. Sementara itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun
2008 Tentang Anggaran Pendapatan danBelanja Negara Tahun 2009, yang dimaksud
belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai
belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah.
Belanja negara mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai
sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional sebagaimana yang direncanakan setiap
tahun dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Pertama, sasaran-sasaran indikatif
yang tercantum di dalam RKP dijabarkan secara operasional dalam bentuk program-
program dan berbagai kegiatan pembangunan dengan rencana pembiayaan yang lebih
konkrit dan realistis sesuai dengan kemampuan pengerahan sumber-sumber keuangan
negara. Kedua, sebagai salah satu piranti utama kebijakan fiskal, anggaran belanja
negara mempunyai pengaruh yang cukup kuat di dalam mempengaruhi, baik arah dan
pola alokasi sumber daya ekonomi antar bidang, antar sektor, dan antar kegiatan
dalam masyarakat, maupun distribusi hasil pembangunan. Ketiga,anggaran belanja
negara mempunyai pengaruh yang relatif signifikan terhadap arah perkembangan
ekonomi di berbagai bidang, baik produksi dan kesempatan kerja, maupun distribusi
pendapatan dan pemerataan pembangunan, serta stabilitas ekonomi nasional.

B. Macam Pengeluaran Pemerintah


Kita dapat mengelompokkan berbagai pengeluaran negara berdasarkan
organisasi, program-program atau tujuan-tujuan pengeluaran yang akan dilakukan.
Mengenai macam pengeluaran negara ini, Suparmoko (1984) menjelaskan bahwa
pengeluaran Negara dapat ditinjau dari berbagai segi seperti berikut ini:
a. Pengeluaran yang merupakan investasi, yaitu yang menambah kekuatan dan
ketahan ekonomi pada masa yang akan datang
b. Pengeluaran yang secara langsung dapat memberikan kegembiraan dan
kesejahteraan kepada masyarakat
c. Pengeluaran yang merupakan penghematan untuk pengeluaran yang akan datang
d. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak dan
penyebaran tenaga beli yang lebih luas
Jenis pengeluaran menurut Ani Sri Rahayu, S.IP, M.AP (2010) dapat
dikelompokkan berdasarkan macam-macamnya seperti berikut:
a. Pengeluaran yang sebagian atau seluruhnya bersifat self liquiditing, yaitu
pengeluaran yang mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang
menerima barang-barang/jasa-jasa yang diberikan pemerintah. Misalanya,
pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara atau proyek-proyek produktif
barang ekspor
b. Pengeluaran yang reproduktif, yaitu pengeluaran yang mewujudkan keuntungan-
keuntungan secara ekonomis bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkan
penghasilan masyarakat, yang kemudian dengan memfungsikan pajak pada
akhirnya akan dapat menaikkan penerimaan Negara.
c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing dan tidak produktif yaitu pengeluaran
yang dapat langsung menghibut atau kegembiaraan dan kesejahteraan
masyarakat, antara lain bidang-bidang rekreasi, pendirian monument, objek
turisme dan sebagaimnya. Pengadaan objek-objek tadi dapat pula menaikkan
pendapatan nasional sebagai akibat dari jasa objek tersebut.
d. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan,
misalnya biaya untuk pembiayaan pertahanan/perang, meskipun pada saat
pengeluarannya penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik
e. Pengeluaran yang merupakan penghematan untuk masa yang akan dating,
misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim. Jika hal ini tidak dilakukan lebih
dini, kebutuhan pemeliharaan (pendidikan dan kesejahteraan ) anak-anak yatim
itu akan lebih besar pada usia tua.

Menurut organisasi, pengeluaran negara digolongkan menjadi 3, yakni :


a. Pemerintah Pusat
Dalam pemerintah pusat, terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yaitu dana yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi 2
yang meliputi pengeluaran untuk belanja dan pengeluaran untuk pembiayaan.
Pengeluaran untuk belanja antara lain digunakan untuk belanja pemerintah pusat
seperti, belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dll. Juga untuk dialokasikan ke
daerah untuk dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Sedangkan pengeluaran untuk pembiayaan meliputi pengeluaran untuk obligasi
pemerintah, pembayaran pokok pinjaman luar negeri, dan lain-lain.
b. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kota/Kabupaten)
Jika pada pemerintah pusat terdapat APBN, maka di pemerintah propinsi terdapat
APBD yang merupakan hasil dari dana alokasi APBN dari pemerintah pusat dan
hasil dari pungutan pajak dari masyarakat. Dana APBN digunakan untuk
pengeluaran untuk belanja meliputi belanja operasi dan belanja modal. Belanja
operasi berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan,
belanja perjalanan dinas, belanja pinjaman, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, dan belanja operasi lainnya. Sedangkan belanja modal seperti
belanja aset tetap, belanja aset lain-lain, dan belanja tak terduga.

C. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perekonomian


Dalam pengeluaran negara, dapat menimbulkan dampak atau pengaruh
terhadap perekonomian. Ada beberapa sektor perekonomian yang umumnya
terpengaruh oleh besar atau kecilnya pengeluaran negara, antara lain :
a. Sektor Produksi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap
sektor produksi barang dan jasa. Dilihat secara agregat pengeluaran negara
merupakan faktor produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi yang lain
(man, machine, material, method, management).
Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan berpengaruh
secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah.
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak
langsung terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan SDM yang
lebih berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas produksi akan meningkat.

b. Sektor Distribusi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap
sektor distribusi barang dan jasa. Misalnya, subsidi yang diberikan oleh masyarakat
menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati barang/jasa yang
dibutuhkan, misalnya subsidi listrik, pupuk, BBM, dan lain-lain.
Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan SD-SLTA membuat
masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang lebih baik (paling tidak
sampai tingkat SLTA). Dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan masyarakat
tersebut dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Apabila
pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut, maka distribusi
pendapatan, barang, dan jasa akan berbeda. Hanya masyarakat mampu saja yang akan
menikmati tingkat kehidupan yang lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu
tidak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya.

c. Sektor Konsumsi Masyarakat


Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap
sektor konsumsi masyarakat atas barang dan jasa. Dengan adanya pengeluaran
pemerintah untuk subsidi, tidak hanya menyebabkan masyarakat yang kurang mampu
dapat menikmati suatu barang/jasa, namun juga menyebabkan masyarakat yang sudah
mampu akan mengkonsumsi produk/jasa lebih banyak lagi.
Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan menyebabkan harga
BBM naik, dan kenaikan harga BBM akan menyebabkan konsumsi masyarakat
terhadap BBM turun.

d. Sektor Keseimbangan Perekonomian


Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur
alokasi dan tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat
pengeluaran negara yang tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat
mengatur tingkat employment (menuju full employment). Apabila target penerimaan
tidak memadai untuk membiayai pengeluaran tersebut, pemerintah dapat
membiayainya dengan pola defisit anggaran.

D. Kebijakan Pengeluaran Pemerintah Pusat


Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, Pemerintah telah menempuh
berbagai kebijakan di bidang belanja pemerintah pusat beserta penyediaan
anggarannya dalam APBN. Kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat
tersebut diarahkan antara lain untuk menunjang kelancaran kegiatan penyelenggaraan
operasional pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, mendukung stabilitas
dan kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan
dan memperluas lapangan kerja, serta mengurangi kemiskinan.
Dalam pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, diatur bahwa anggaran belanja pemerintah pusat dikelompokkan
menurut fungsi , jenis belanja dan organisasi.

1. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi


Pengelompokan menurut fungsi yang meliputi 11 fungsi menggambarkan
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan untuk pertumbuhan kesejahteraan rakyat. Sebelas fungsi
Pemerintah tersebut, adalah:
(1) fungsi pelayanan umum,
(2) fungsi pertahanan,
(3) fungsi ketertiban dan keamanan,
(4) fungsi ekonomi,
(5) fungsi lingkungan hidup,
(6) fungsi perumahan dan fasilitas umum,
(7) fungsi kesehatan,
(8) fungsi pariwisata dan budaya,
(9) fungsi agama,
(10) fungsi pendidikan, dan
(11) fungsi perlindungan sosial.

TABEL 1
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI 2008-2014
(TRILIUN RUPIAH)
N 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Fungsi
o LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN APBN
Pelayanan
1 534,6 417,8 471,6 508,9 647,7 720,1 794,8
Umum
2 Pertahanan 9,2 13,1 17,1 51,1 61,2 81,8 86,3
Ketertiban dan
3 7,0 7,8 13,8 21,7 29,1 36,5 38,0
Keamanan
4 Ekonomi 50,5 58,8 52,2 87,2 105,6 122,9 128,3
Lingkungan
5 5,3 10,7 6,5 8,6 8,8 12,4 12,2
Hidup
Perumahaan dan
6 12,4 14,6 20,1 22,9 26,4 30,7 31,5
Fasilitas Umum
7 Kesehatan 14,0 15,7 18,8 14,1 15,2 17,5 13,1
Pariwisata dan
8 1,3 1,4 1,4 3,6 2,5 2,5 2,0
Budaya
9 Agama 0,7 0,8 0,9 1,4 3,4 4,1 4,4
10 Pendidikan 55,3 84,9 90,8 97,9 105,2 118,5 131,3
Perlindungan
11 3,0 3,1 3,3 3,9 5,1 7,4 8,0
Sosial
xx Fungsi Tidak Ada 0,0 0,0 0,9 62,3 0,3 0,0 0,0
Total 693,3 628,7 697,4 883,6 1010,5 1154,4 1249,9
Sumber: Kementerian Keuangan RI

Dalam periode 2008–2014, sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat


dialokasikan untuk melaksanakan fungsi pelayanan umum, yaitu mencapai rata-rata
sebesar 64,8 persen dari total realisasi belanja pemerintah pusat setiap tahunnya.
Sementara itu, sekitar 35,2 persen dari realisasi anggaran belanja pemerintah pusat
selama periode tersebut digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi lainnya.
Perkembangan belanja pemerintah pusat menurut fungsi disajikan dalam Tabel 1 dan
Grafik 1.
Sumber: Kementerian Keuangan RI
2. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis
Sesuai dengan Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis terbagi atas:
(1) belanja pegawai;
(2) belanja barang;
(3) belanja modal;
(4) pembayaran bunga utang;
(5) subsidi;
(6) belanja hibah;
(7) bantuan sosial; dan
(8) belanja lain-lain.

Tabel 2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis 2008-20014


(Triliun Rupiah)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014


No Uraian % % % % % % %
LKPP thd LKPP thd LKPP thd LKPP thd LKPP thd APBNP thd APBN thd
Total Total Total Total Total Total Total
Belanja
1 112,8 16,3 127,7 20,3 148,1 21,2 175,7 19,9 197,9 19,6 233,0 19,5 263,0 21,0
Pegawai
2 Belanja Barang 56,0 8,1 80,7 12,8 97,6 14,0 124,6 14,1 140,9 13,9 206,5 17,3 188,9 15,1
3 Belanja Modal 72,8 10,5 75,9 12,1 80,3 11,5 117,9 13,3 145,1 14,4 192,6 16,1 229,5 18,4
Pembayaran
4 88,4 12,8 93,8 14,9 88,4 12,7 93,3 10,6 100,5 9,9 112,5 9,4 121,2 9,7
Bunga Utang
5 Subsidi 275,3 39,7 138,1 22,0 192,7 27,6 295,4 33,4 346,4 34,3 348,1 29,1 333,7 26,7
6 Belanja Hibah 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,3 0,0 0,1 0,0 2,3 0,2 3,5 0,3
7 Bantuan Sosial 57,7 8,3 73,8 11,7 68,6 9,8 71,1 8,0 75,6 7,5 82,5 6,9 73,1 5,8
Belanja Lain-
8 30,3 4,4 38,9 6,2 21,7 3,1 5,5 0,6 4,1 0,4 19,3 1,6 36,9 3,0
lain
1010, 1249,
Total 693,3 100,0 628,9 100,0 697,5 100,0 883,8 100,0 100,0 1196,8 100,0 100,0
6 8
Sumber: Kementerian Keuangan RI

Dalam periode 2008–2014, secara nominal belanja pemerintah pusat


menunjukkan pertumbuhan rata-rata 11,4 persen, yaitu dari Rp693,3 triliun dalam
tahun 2008 menjadi Rp1.249,8 triliun dalam APBN tahun 2014. Dilihat dari
komposisi menurut jenis, belanja yang mengalami peningkatan adalah belanja barang
dan belanja modal, sementara yang mengalami penurunan adalah belanja subsidi.
Proporsi belanja barang terhadap total belanja pemerintah pusat meningkat dari 8,1
persen dalam tahun 2008, menjadi 15,1 persen dalam APBN tahun 2014. Sedangkan,
proporsi belanja modal terhadap total belanja pemerintah pusat mengalami
peningkatan dari 10,5 persen dalam tahun 2008, menjadi 18,4 persen dalam APBN
tahun 2014. Sementara itu, subsidi menurun dari 39,7 persen dalam tahun 2008
menjadi 26,7 persen dalam APBN tahun 2014. Perkembangan belanja pemerintah
pusat menurut jenis disajikan dalam Tabel 2 dan Grafik 2.
Sumber: Kementerian Keuangan RI

3. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi


Secara umum, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dibagi menjadi
dua
bagian kelompok besar, yaitu:
(1) Anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran kementerian negara/lembaga
(BA K/L) dengan Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran (Chief
Operational Officer); dan
(2) Anggaran yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA
BUN) yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
(Chief Financial Officer).

Tabel 3. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi 2008-20014


(Triliun Rupiah)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

NO Organisasi % % % % % % %
LKPP thd LKPP thd LKPP thd LKPP thd LKPP thd APBNP thd APBN thd
Total Total Total Total Total Total Total

Kementeria
1 433,4 62,5 321,9 51,2 364,7 52,3 465,7 52,7 521,5 51,6 574,5 48,0 637,4 51,0
n/Lembaga
NonKemen
2 terian/Lem 260,0 37,5 306,9 48,8 332,7 47,7 418,0 47,3 489,1 48,4 622,3 52,0 612,1 49,0
baga
1010, 1249,
Total 693,4 100,0 628,8 100,0 697,4 100,0 883,7 100,0 100,0 1196,8 100,0 100,0
6 8
Sumber: Kementerian Keuangan RI

Dalam periode 2008-2014, proporsi belanja K/L terhadap belanja pemerintah


pusat cenderung meningkat, yaitu dari 37,5 persen dalam tahun 2008, menjadi 49,0
persen dalam APBN 2014, sejalan dengan peningkatan belanja pemerintah pusat, dari
sebesar Rp693,4 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp1.249,8 triliun pada APBN
2014. Kecenderungan tersebut utamanya disebabkan oleh semakin meningkatkanya
alokasi anggaran untuk pelaksanaan program-program pembangunan (yang
dialokasikan melalui K/L), dan juga diikuti oleh kebijakan untuk mengendalikan
besaran subsidi BBM .Perkembangan mengenai besaran beserta proporsi belanja K/L
dan belanja non-K/L dalam kurun waktu 2008-2014, dapat diikuti pada Tabel 3 dan
Grafik 3.

Sumber: Kementerian Keuangan RI


E. Proyeksi Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat
Secara umum, proyeksi kebijakan belanja pemerintah pusat dalam periode
2015—2017 sebagai berikut.
1. Mendukung pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan yang efektif dan efisien,
antara lain melalui pemantapan penerapan performance based budgeting (PBB) dan
medium term expenditure framework (MTEF) dalam rangka penguatan kualitas
belanja (quality of spending), termasuk perbaikan sistem penganggaran multiyears.
2. Mendukung pelaksanaan program-program pembangunan untuk mencapai sasaran
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
3. Mempertahankan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen terhadap total
belanja negara dalam rangka penyediaan pendidikan yang berkualitas, mudah, dan
murah.
4. Memberikan dukungan terhadap kegiatan konservasi lingkungan (pro environment),
dan pengembangan energi terbarukan.
5. Melanjutkan kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat
sasaran.
6. Melaksanakan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

F. Kebijakan Pengeluaran Pemerintah di Negara lain

Malaysia

Kebijakan anggaran pemerintah Malaysia adalah kebijakan defisit anggaran.


Pemerintah Malaysia mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memaksimalkan
fungsi pengeluaran negara.

Pengeluaran pemerintah Federal Malaysia dibagi dalam dua kelompok


pengeluaran, yaitu pengeluaran operasional (operating expenditure) dan pengeluaran
pembangunan (development expenditure).

1. Pengeluaran Operasional
Tabel. 4 Pengeluaran Operasional Sumber: Malaysia Treasury (Data Diolah)

Pengeluaran operasi setiap tahunnya berkisar antara 20 hingga 22 persen


terhadap GDP. Hal ini menunjukkan bahwa belanja operasional pemerintah
berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi.

Dari tahun ke tahun, porsi terbesar dari operating expenditure digunakan


untuk belanja pegawai (emoluments). Belanja pegawai meliputi gaji dan insentif bagi
PNS dan militer.

Sementara itu belanja


subsidi menduduki
peringkat kedua
pengguna porsi
belanja operasional.
Belanja subsidi
meliputi bermacam-
macam subsidi,
insentif serta bantuan
social. Subsidi
diberikan untuk bahan
bakar dan subsidi bahan pangan. Sedangkan bantuan social meliputi bantuan untuk
ekonomi lemah, bantuan pendidikan dan pensiunan militer. BElanja subsidi terus
meningkat dari tahun ke tahun, dengan persentase dari keseluruhan belanja
operasional berturut-turut dari 2011 (19,9%), 2012 (24,4%) dan 2013 (24,6%),
komponen subsidi BBM adalah yang terbesar dalam beban subsidi.

2. Pengeluaran Pembangunan
Tabel. 5 Pengeluaran Pembangunan Sumber: Malaysia Treasury

Pengeluaran pembangunan Malaysia dibagi dalam 4 sektor utama, sektor


ekonomi, sektor pelayanan sosial, sektor keamanan dan administrasi umum.

Pengeluaran pembangunan Malaysia dibandingkan dengan GDP, menunjukkan tren


yang terus menurun tiap tahunnya. Dapat disimpulkan bahwa pembangunan di
Malaysia memberikan efek yang cukup baik terhadap pertumbuhan ekonominya.

Pembangunan sector ekonomi menempati porsi tertinggi, hal ini sesuai dengan
rencana pem-bangunan di bidang ekonomi, yaitu ETP (Eco-nomic Transf-ormation
Prog-ramme) yang memfokuskan pembangunan pada 12 industri strategis (National
Key Economic Areas). Dengan ETP, Malaysia menargetkan tumbuhnya perekonomian
dan penciptaan lapangan kerja yang luas.

Pembangunan pada sektor lainnya, sektor sosial, keamanan dan administrasi


dimasukkan dalam rencana pembangunan di bidang pemerintahan yang disebut GTP
(Government Transformation Programme). Target dari GTP adalah perbaikan sarana
transportasi, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan taraf hidup standar,
mengurangi kejahatan dan korupsi, serta perbaikan infrastruktur pedesaan.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, kebijakan dan alokasi
anggaran belanja negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat,
menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung akselerasi pembangunan
untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui kebijakan dan
alokasi anggaran belanja negara, pemerintah dapat secara langsung berperan aktif
dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran program pembangunan di segala bidang
kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi
antarkegiatan, antarprogram, antarsektor dan antarfungsi pemerintahan, mendukung
stabilitas ekonomi, serta menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata.
Dalam kurun waktu 2008–2014, belanja pemerintah pusat secara nominal
mengalami peningkatan, yaitu Rp693,4 triliun pada tahun 2008, menjadi Rp1.010,6
triliun pada tahun 2012, dan mencapai Rp1.249,9 triliun pada APBN tahun 2014.

B. SARAN
Pemerintah harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas belanja
khususnya untuk memperbaiki efektivitas belanja pemerintah pusat. Hal tersebut perlu
dilakukan mengingat sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat merupakan
belanja yang bersifat wajib, seperti belanja pegawai, belanja barang operasional,
pembayaran bunga utang, dan subsidi. Akibat dari besarnya belanja wajib tersebut,
maka ruang gerak yang tersedia bagi Pemerintah untuk melakukan intervensi fiskal,
dalam bentuk stimulasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, baik untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja produktif maupun
mengentaskan kemiskinan, menjadi relatif terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Case, Fair, Oster. Principles of Macroeconomics. Ninth Edition. New Jersey: Pearson
Education. 2002.
Fuad, Noor, dkk. Keuangan Publik Teori dan Aplikasi. Lembaga Pengkajian
Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah. Badana Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Departemen Keuangan RI. 2006
Sri Rahayu, Ani S.IP, M.AP. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: Bumi Aksara. 2010
Madjid, Noor Cholis Kebijakan Fiskal dan Penyusunan APBN. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Anggaran dan Perbendaharaan, BPPK, Kementerian
Keuangan. 2012.
Prasetya, Ferry S.E.MAppEc.Modul Ekonomi Publik Bagian V: Teori Pengeluaran
Pemerintah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya Malang. 2012
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2014.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited Tahun 2012 Republik Indonesia
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tanggal 5 April tentang
Keuangan Negara.

http://www.kemenkeu.go.id/
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/2010/
http://www.treasury.gov.my

Anda mungkin juga menyukai