Anda di halaman 1dari 20

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH AIK

NAMA : FAKHRUR RODHI


NIM : 20161330014

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“Hakikat IPTEKS Dalam Pandangan Islam”.
Makalah ini dibuat guna memenuhi sebagian syarat untuk mendapatkan nilai mata
kuliah AIK 4. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan semua yang membaca. Amin

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selain diciptakan sebagai ‘abdullah ia juga diutus sebagai khalifatullah
yang notabene adalah tujuannya untuk menjadi pemimpin di dunia beserta isinya ini sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, baik itu yang tersurat dalam Al Qur’an
dan Al Hadits mupun yang tersirat dalam Sunnatullah (fenomena alam). Dengan kata lain
dalam Islam harus ada keserasian antara imtaq yang berorientasi kepada ‘abdullah yaitu
zikir dan iptek yang berorientasi kepada khalifatullah yaitu fikir.
Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Banyak
disebutkan dalam Al Qur’an ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk senantiasa
mencari ilmu. Allah senantiasa meninggikan derajat orang-orang yang berilmu,
sebagaimana telah dijelaskan dalam surat al-Mujadalah ayat 11:
11 :‫يرفع هللا الذين ءامنوا منكم والذين أوتو العلم درجات (المجادلة‬.........
Yang terpenting adalah ilmu itu tujuannya tidak boleh keluar dari nilai-nilai islami
yang sudah pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada kemaslahatan manusia. Seluruh
ilmu, baik ilmu-ilmu teologi maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk
mendekatkan diri kepada Allah, dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi dari
konsep ilmu dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu itu
adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat, artinya penemuan sesuatu yang
sebelumnya tidak diketahui orang. Dijelaskan dalam surat al-'alaq
)5 :‫علّم اإلنسان مالم يعلم (العلق‬
Jadi pada hakikatnya umat Islamlah yang paling berkewajiban untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai tanda ketaatannya terhadap
Allah SWT.
Namun satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat Islam seluruh
dunia saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek, padahal untuk kebutuhan
kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar,
terlebih-lebih iptek dapat membantu dan mempermudah manusia dalam memahami
(mema’rifati) kekuasaan Allah dan melaksanakan tugas kekhalifahan.
Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali kepada
ajaran Islam yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar
ketertinggalannya dalam hal iptek, karena sebenarnya dalam sejarah dijelaskan bahwa
umat Islam pernah memegang kendali dalam dunia intelektual, jadi sangat mungkin jika
saat ini umat Islam bangkit dan meraih kembali kejayaan Islam tersebut.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEKS pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan

iii
pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi
Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib
ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari
Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEKS dalam kehidupan sehari-hari.
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar
manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEKS, didasarkan pada ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEKS jika
telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEKS dan telah
diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia
menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan IPTEKS modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Pandangan Islam tentang IPTEKS?
2. Zaman kejayaan Islam dalam bidang IPTEKS
3. Sebab-sebab kemajuan umat Islam dalam bidang IPTEKS
4. Sebab-sebab kemunduran umat Islam dalam bidang IPTEKS
5. Upaya-upaya kebangkitan umat Islam dalam bidang IPTEKS
6. Konsep IPTEKS dalam Pandangan Islam
7. Hubungan ilmu, agama dan budaya
8. Perintah menuntut ilmu
9. Keutamaan orang yang berilmu
10. Kedudukan orang yang berilmu dalam Islam
11. Dalil Naqli (ayat al-Qur’an dan Hadist) dalam bidang Teknik Elektro

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memahami pandangan islam tentang IPTEKS.
2. Untuk memahami sejarah umat Islam dalam perkembangan IPTEKS
3. Untuk memahami perlunya dalam menuntut ilmu dalam Islam

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat – ayat dalam Al-Qur’an berkaitan dengan hakikat IPTEKS dalam


pandangan Islam

1. Surat Ar-Rahman: 33
‫ت‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َّ ‫ار ال‬ِ ‫ط‬ َ ‫ط ْعت ُ ْم أ َ ْن ت َ ْنفُذُوا ِم ْن أ َ ْق‬ ِ ْ ‫َيا َم ْعش ََر ْال ِج ِِّن َو‬
َ َ ‫اْل ْن ِس ِإ ِن ا ْست‬
َ ‫س ْل‬
‫طان‬ ُ ‫ض فَا ْنفُذُوا ۚ ََل ت َ ْنفُذُونَ ِإ ََّل ِب‬ ِ ‫َو ْاْل َ ْر‬
 Terjemahan ayat
“Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan.”

 Penjelasan
Ayat tersebut berisi anjuran bagi siapapun yang bekerja di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, untuk berusaha mengembangkan kemampuan sejauh-
jauhnya sampai-sampai menembus (melintas) penjuru langit dan bumi. Namun al-
Qur’an memberi peringatan agar manusia bersifat realistik, sebab betapapun
baiknya rencana, namun bila kelengkapannya tidak dipersiapkan maka kesia-siaan
akan dihadapi. Kelengkapan itu adalah apa yang dimaksud dalam ayat itu dengan
istilah sulthan, yang menurut salah satu pendapat berarti kekuasaan, kekuatan
yakni ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa penguasaan dibidang ilmu dan
teknologi jangan harapkan manusia memperoleh keinginannya untuk menjelajahi
luar angkasa. Oleh karena itu, manusia ditantang dianjurkan untuk selalu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Tafsir Al- Mishbah oleh M. Quraish Shihab


Ayat diatas menegaskan bahwa mereka tidak dapat menghindar dari
pertanggungjawaban serta akibat-akibatnya. Allah menentang mereka dengan
menyatakan : hai kelompok jin dan manusia yang durhaka, jika karena sanggup
menembus keluar menuju penjuru-penjuru langit dan bumi guna menghindar dari
pertanggungjawaban / siksa yang menimpakanmu itu, maka tembuslah keluar.
Tetapi sekali-kali kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan,
sedangkan kamu tidak memiliki kekuatan! Maka nikmat tuhan kamu berdua yang
manakah yang kamu berdua ingkari?
Peringatan diatas yang merupakan salah satu bentuk nikmat Allah SWT dan
karena itu pertanyaan yang menggugah atau mengandung kecaman tersebut
diulangi lagi.

v
2. Surat Al-Mulk: 19

َّ ‫صافَّات َو َي ْق ِبضْنَ ۚ َما ي ُْم ِس ُك ُه َّن ِإ ََّل‬


ۚ ‫الر ْح َٰ َم ُن‬ َّ ‫أ َ َولَ ْم َي َر ْوا ِإلَى‬
َ ‫الطي ِْر َف ْوقَ ُه ْم‬
‫صير‬ َ ‫ِإنَّهُ ِب ُك ِِّل‬
ِ َ‫ش ْيء ب‬
 Terjemahan ayat
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang
mengembangkan dan mengatup sayapnya diatas mereka? Tidak ada yang menahan
di (udara) selain Yang Maha Pemurah Dia Maha Melihat Segala Sesuatu”.

 Penjelasan
Ayat diatas menceritakan tentang bagaimana burung bisa terbang
mengembangkan sayapnya. Itu karena burung dilengkapi dengan organ-organ
tertentu, misalnya sayap, bulu-bulu yang dapat menahan angin dan badan yang
lebih ringan dari pada tenaganya, tentu hal serupa juga tidak mustahil bagi manusia
untuk bisa terbang, Bila dilengkapi dengan organ-organ yang mampu
menerbangkannya. Hai ini pernah dicoba oleh manusia terdahulu ketika mereka
mencoba terbang seperti burung. Mereka membuat sayap kemudian diikatkan pada
kedua tangannya, lalu terbang dari atas, namun sayang mereka tidak bisa terbang
ke atas karena tidak seimbang antara berat badannya dan kekuatan sayapnya.
Tetapi berkat akal pikirannya manusia akhirnya mampu membuat pesawat
udara dan alat-alat lain yang dapat menerbangkan dirinya bahkan benda-benda
yang jauh lebih berat. Maha Besar Allah yang telah manusia dan dilengkapi dengan
akal pikiran.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri


Ayat diatas menegaskan bahwa terbangnya burung dengan kekuasaan
Allah, menunjukkan bahwa dia Maha Melihat setiap perkara yang kecil dan yang
besar. Kemudian Allah berfirman “ dan apakah mereka tidak memperhatikan
burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas
mereka?” yakni, terkadang burung mengepakkan sayapnya di udara dan terkadang
melipatnya dan mengembangkan-nya. “ tidak ada yang menahannya , “ yakni di
udara, “ selain Yang Maha Pemurah”. karena rahmat dan kelembutannya, dia
menundukkan udara untuk burung-burung agar dapat terbang menembusnya.

3. Surat Al-Hadid: 25

ُ َّ‫وم الن‬
‫اس‬ َ ُ‫اب َو ْال ِميزَ انَ ِل َيق‬َ َ ‫ت َوأ َ ْنزَ ْلنَا َم َع ُه ُم ْال ِكت‬
ِ ‫سلَنَا بِ ْالبَيِِّنَا‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫لَقَ ْد أ َ ْر‬
َّ ‫اس َو ِليَ ْعلَ َم‬
‫َّللاُ َم ْن‬ ِ َّ‫شدِيد َو َمنَافِ ُع ِللن‬ َ ‫ْط ۖ َوأ َ ْنزَ ْلنَا ْال َحدِيدَ ِفي ِه بَأْس‬ ِ ‫بِ ْال ِقس‬
‫ي َع ِزيز‬ ٌّ ‫َّللا قَ ِو‬ ِ ‫سلَهُ ِب ْالغَ ْي‬
َ َّ ‫ب ۚ ِإ َّن‬ ُ ‫ص ُرهُ َو ُر‬ ُ ‫يَ ْن‬

vi
 Terjemahan ayat
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.

 Penjelasan
Dalam ayat tersebut, Allah menganugerahkan besi sebagai karunia yang
tidak terhingga nilai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari- hari. kita bisa
saksikan betapa besi banyak memberikan manfaat kepada manusia. Dengan besi,
manusia bisa menciptakan berbagai macam keperluan rumah tangga, kendaraan
laut, darat, udara dan sebagainya. Dengan besi pula manusia dapat membina
kekuatan bangsa dan negaranya, karena dari besi dibuat segala alat perlengkapan
pertahanan dan keamanan negeri, seperti senapan, kendaraan perang dan
sebagainya. Karena besi, bangunan-bangunan pencakar langit didirikan.
Tentu besi itu hanya salah satu contoh saja dari sekian banyak anugerah
Allah yang telah diberikan kepada manusia untuk keperluan hidupnya, seperti
emas, perak, tembaga, timah, baja dan lainnya. Kesemuanya itu tersedia di dalam
perut bumi, tinggal bagaimana manusia bisa mengeksploitasi dengan tidak merusak
lingkungan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri


Ayat diatas menegaskan bahwa para nabi diutus dengan membawa
mukjizat, keadilan dan kebenaran. Allah berfirman “ sesungguhnya kami telah
mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata” yaitu dengan
membawa mukjizat, argumentasi-argumentasi yang akurat dan bukti-bukt nyata. “
dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab, yaitu dalil naqli yang benar. “
dan neraca “ yang dimaksud adalah keadilan sebagaimana yang ditafsir oleh
Mujahid, Qatadah dan lainnya. Kitab dan neraca keadilan itulah yang merupakan
sumber kebenaran yang diakui oleh akal sehat lagi lurus. Dan lawannya adalah
berbagai pendapat serta pandangan yang tidak benar.

vii
B. Hadist yang berkaitan dengan hakikat IPTEKS dalam pandangan Islam
1. Bintang – bintang di langit
Nabi bersabda:

‫اء أ َ َمنَة النُّ ُج ْو ُم‬ِ ‫س َم‬ ِ ‫س َما َء أَتَى النُّ ُج ْو ُم َذ َه َب‬


َّ ‫ت فَ ِأ َذا ِلل‬ َّ ‫عد ُْونَ َما ال‬ َ ‫ت ُ ْو‬
‫ص َحابِى أ َ َمنَة أَن ََاو‬ ْ َ ‫ص َحابِى أَتَى َذ َه ْبتُ فَ ِأ َذا أ‬ ْ َ ‫َب فَ ِأ َذا يُ ْو َعد ُْونَ َما أ‬ َ ‫ص َحابِى َذه‬ ْ َ ‫تَىأ‬
‫ص َحا ِبى‬ ْ َ ‫يُ ْو َعد ُْونَ َما أ ُ َّمتِى ِِل ُ َّمتِى أ َ َمنَة َوأ‬
 Terjemahan

“ Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, jika bintang mati, maka


datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku adalah pengaman
bagi sahabatku, jika aku mati, maka datanglah kepada para sahabat sesuatu yang
mengancam mereka. Sahabatku adalah pengaman umatku, jika mereka mati, maka
datanglah kepada umatku sesuatu yang mengancam mereka.” (HR. Imam Muslim).

 Penjelasan
Dalam hadits ini hanya mambahas satu larik saja , yaitu sabda Nabi :
“bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang mati, maka datanglah pada
langit sesuatu yang mengancamnya.”
Maksud dari kematian bintang adalah meredup dan memudarnya sinar bintang.
Sedang maksud dari “sesuatu yang mengancam langit” adalah tersingkap, terpecah,
terbuka, dan perubahan langit menjadi sesuatu yang tidak terurus, ditelantarkan,
dan dipenuhi asap dan kabut.

2. Pembelahan Bulan
Nabi Bersabda :

ُ ‫اق ْالقَ َم ِر َك َر َمة ِل َر‬


ِ‫س ْو ِل للا‬ ُ َ‫اِ ْن ِشق‬
 Terjemahan

“ Terbelahnya bulan merupakan karamah Rasulullah “. (HR. Imam Al-Bukhori ).


 Penjelasan
Hadits ini diriwayatkan oleh oleh Imam Al Bukhori dalam Shahihnya
kitab Al-Maghazy. Maksud dari hadits ini adalah terbelahnya bulan ini adalah
peristiwa . ini merupakan representasi dari salah satu kemukjizatan indrawi yang
muncul sebagai penguat bagi Rasulullah dalam menghadapi kaum kafir dan
musyrik Mekah dan pengingkaran mereka atas kenabian Nabi SAW.
Mukjizat adalah peristiwa adikodrati yang keluar dari ketentuan Sunnatullah. Oleh
karena itu, aturan-aturan duniawi tidak mungkin bisa memahami terjadinya
mukjizat. Seandainya mukjizat pembelahan bulan menjadi dua ini tidak disebutkan

viii
dalam Al-Qur’an dan sejarah Rasulullah, tentu kaum muslimin sekarang tidak akan
mengimaninya. Jadi, fungsi hadits di atas adalah untuk menguatkan bahwa
Rasulullah benar-benar mempunyai mukjizat yaitu salah satunya membelah bulan
jadi dua.

3. Siklus Hujan
Nabi Bersabda :

‫ع ٍام‬ َ ‫ع ٍام ِبأَقَ َّل َم‬


َ ‫ط ًرا ِم ْن‬ َ ‫َما ِم ْن‬
 Terjemahan
“Tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya daripada tahun yang lain”
 Penjelasan
Al – Baihaqi meriwayatkan hadis ini dalam As-Sunan Al-kubra dari Ibnu
Mas’ud Ra, dari Rasulullah dengan teks hadis “tidak ada tahun yang lebih sedikit
curah hujannya daripada tahun yang lain”.
Kendati nash hadis berhenti (mauquf) pada Ibnu Mas’ud, sehingga mendorong
beberapa pengkaji hadis untuk melemahkan statusnya (dhaif) karena tidak dapat
memahami petunjuk ilmiahnya, namun hadis ini tetap mempresentasikan sebuah
gebrakan ilmiah yang mendahului khazanah sains modern sejak tahun 1400 tahun
silam. Di samping itu, hadis ini merupakan salah satu representasi kemukjizatan
sains dalam hadits-hadits Nabi SAW. Sehingga meski berstatus dho’if, hadis itu
pun tetap kuat dan diperhitungkan.

Dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫سلَ َك ِع ْل ًما‬ َ ‫ط ِر ْيقًا ِب ِه لهُ ا‬ َ ‫م ْن‬، ِ ‫سلَ َك َم ْن‬ َ ‫ط ِر‬ َ ‫ب ْيقًا‬ ْ َ‫فِ ْي ِه ي‬
ُ ُ ‫طل‬
‫ال ِع ْل ِم‬،
ْ ‫ب‬ ِ ‫طا ِل‬ َ ‫ض ُع ْال َمالَ ِئ َكةَ َو ِإ َّن ِل‬ َ َ‫ال َجنَّ ِة أَ ْج ِن َحت َ َها لَت‬،ْ ‫ق‬ ِ ‫ط ُر‬ ُ
ِ ‫األ َ ْر‬، ‫ت ِفي َم ْن لَهُ ِفي‬
‫ض‬ ِ ‫س َم َوا‬َّ ‫لَ َي ْستَ ْغ ِف ُر ْال َعا ِل َم َوإِ َّن َو َم ْن ال‬
ِ ‫ض َل َو ِإ َّن ْال َم‬
‫اء‬ ْ َ‫ ْال َعابِ ِد َعلَى ْال َعا ِل ِم ف‬، ‫ان‬ ُ َ‫ف َج ْوفِي َو ْال ِح ْيت‬ ِ
‫ب‬ِ ‫العُلَ َما َء َوإِ َّن ْال َك َوا ِك‬، ْ ‫ض ِل‬ ْ َ‫علَى ْلبَ ْد ِر لَ ْيلَةَ ْالقَ َم ِر َكف‬َ ‫سائِ ِر‬ َ
‫د ِْر َه ًما‬، ‫اء‬ ِ َ‫َارا يُ َو ِ ِّرث ُ ْوا لَ ْم األ َ ْنبِيَا َء َوإِ َّن األ َ ْنبِي‬ ً ‫والَ ِد ْين‬، َ ُ‫َو َرثَة‬
‫وا ِف ٍر ِب َحظٍ ِّ أَ َخذَ أَ َخذَهُ فَ َم ْن ْال ِع ْل َم‬، َ ‫َو َّرثُوا ِإنَّ َما‬
 Terjemahan
“Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu,
maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju)
jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-
sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan

ix
dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan
yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun
untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang
ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh
bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi
tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah
mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah
mengambil bagian yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud no.3641, At-
Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami’ul Ushuul 8/6)
Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air
)30 :‫ي (األنبياء‬
ّ ‫وجعلنا من الماء كل شئ ح‬
 Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-Qur'an
disebut dengan ad-Dukhan)
‫ قالتا ائتيا طائعين‬،‫ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها ولألرض ائتيا طوعا أو كرها‬
)11 :‫(فصلت‬

 Matahari dan bulan mempunyai ukuran dan perhitungan yang sesuai.


)5 :‫الشمس والقمر بحسبان (الرحمن‬
 Bahwa kandungan oksigen di udara akan semakin berurang di tempat-
tempat yang tinggi
)124 :‫(األنعام‬...‫ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء‬...

C. Pendapat Ulama Tentang Hakikat IPTEKS dalam pandangan Islam

2.1. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim


2.1.1. Integrasi Amal, Ilmu, Amal dan Definisi IPTEKS
Istilah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sering diterjemahkan menjadi
science and technology. Namun sesungguhnya, menurut perspektif filsafat ilmu dan
pengetahuan memiliki makna yang berbeda. Pengetahuan yang dalam bahasa inggris disebut
dengan knowledge, adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tahapan panca
indra, intuisi, dan firasat. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan,
diorganisasi,disistemasitisasi, dan diinterpretasi, sehingga menghasilkan kebenaran yang
objektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (webter’s dictionary
science). Menurut pandangan dunia Timur (Arab) yang dalam hal ini diwakili Al-Gazali,
ilmu didefinisikan sebagai cahaya dalam hati (Al – ilmu Nurun fil Qulbi). Dalam surat al-
Rahman 1-13 mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian keteranagn teratur dari Allah menurut
Sunah Rasul yang menerangkan semesta kehidupan yang tergantung kepada Allah. Dala
sejarah islam, tercatat banyak sekali ilmuwan muslim yang ahli dalam berbagai bidang kajian
ilmu. Beberapa yang bisa disebut antara lain Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, Al –Razi, Al-
Khwarizmi dan lain-lain, adalah sosok yang disamping sebagai filosof, mereka juga ahli
kedokteran, astronomi, metematika, fisika dan sebagainya. Jika teknologi diimbangi dengan
ilmu, maka sesungguhnya ia merupakan aktivitas atau produk dari iman, yaitu hasil amaliyah
bil arkan. Seni adalah ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya. Menurut

x
Sabda Nabi, “Innallaha jamilun wa yuhibbul Jamaal”, Allah itu indah dan menyukai
keindahan.

2.1.2. Syarat-syarat ilmu


Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dari pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat
dikatagorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
 Ontologi, yaitu suatu bidang study yang memiliki objek study yang jelas. Subjek studi
tersebut harus dapat diindentifikasikan, diberi batasan, diuraikan, dan sifat-sifatnya essensial.
Objek studi sebuah ilmu ada dua, yaitu objek material dan objek formal.
 Askiologi, yaitu suatu bidang studi yang memiliki nilai guna atau kemanfaatan. Ia dapat
menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-
konsep, dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep
tersebut tidak terdapat kerancuan dan kesemerawutan pikiran atau kopntradiksi antara yang
satu dengan yang lain.
 Epistimologi, yaitu uatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang jelas. Ada dua
metode kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi dan induksi.
Dalam pemikiran sekuler, sains memiliki tiga karakteristik, yaitu objektif, netral, dan bebas
nilai. Sedangkan dalam pemikiran islam, sains tidak boleh bebas dari nilai-nilai, baik nilai
local maupun nilai universal. Ia harus dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kebahagiaan manusia dan kelestariamn ekologis untuk tujuan rahmatan lil ‘alamin (Q.S
al Anbiya 107).
2.1.3. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Islam sendiri
menegaskan bahwa, ad-dinu huwa al-‘alq wa laa diina liman laa ‘ aqla lahu (agama adalah
akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal)

2.1.4. Keutaman Orang Berilmu


Manusia adalah satu-satunya mahluk Allah yang diberi anugrah akal oleh Allah.
Oleh karena itu sudah sepantasnya jika manusia berkewajiban untukmengagungkan dan
mengoptimalkan potensi dengan sebaik-baiknya.
Al-Qur’an bahkan membedakan orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu (QS. 39:9). Ayat tersebut mengatakan: katakanlah, adakah sama orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
orang yang dapat menerima pelajaran. Demikian juga Al-Qur’an yang menegaskan bahwa
Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu apabila orang orang tersebut beriman.
(QS 58:11)
Di samping itu, Rasulullah SAW banyak memberikan perumpamaan tentang
keutamaan orang yang berilmu dengan sabdanya, bahwa: mereka adalah pewaris para nabi,
pada hari kiamat darah mereka ditimbang dengan darah syuhada, dan darah orang yang
berilmu dilebihkan Darah darah syuhada. Nabi juga menyarankan umatnya untuk tidak
berhenti mencari ilmu kapan dan dimanapun mereka berada, lewat sabdanya : Carilah ilmu
walaupun di negeri China, mencari ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan sejak
dari ayunan sampai ke liang lahat. Bagi orang berilmu, yang melandaskan keilmuannya
dengan keimanan , pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK dan seni tidaklah ditunjukan
sebagai tuntunan hidup semata, tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah.

xi
Oleh karena itu, hasil-hasil kemajuan IPTEK akan dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-
baiknya untuk tujuan Rahmatan lil alamin. (QS.21:107)
2.1.5. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan
Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologi dan kelestarian
alam,merupakan imbas negatif dari kemajuan IPTEKS. Dalam QS. Ar-Rum 45 disebutkan :
telah timbul kerusakan di daratan dan dilautan karena ulah tangan manusia.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmu saja,tetapi harus dibekal
dengan iman dan takwa. Ilmuwan yang beriman dan bertakwa akan memanfaatkan kemajuan
IPTEK untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan kelangsungan hidup manusia dan
keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil ardhi.
2.2. Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya
2.2.1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang
berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern
industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu
Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk
memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang
iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat
manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian
tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan
perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek
yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed,
1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek
mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang
dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin
menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman
Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan
gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan
dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika
kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal

xii
sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah
menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah
kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu
pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan
menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang
karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan
urusan agama dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran
ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling
mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak
dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini
terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan
pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama.
Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena
tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola
hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu
pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini
dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi
pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran
agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama
mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya (Furchan, 2009).
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak
saling mengganggu. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan
iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan
beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan
(Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam pembangunan nasional
jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan
keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa
pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat membawa dampak
negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai
bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai
kedudukan yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan
agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan
budaya luhur bangsa (Furchan, 2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara
eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara implisit
diharapkan bahwa pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-
nilai agama. Ini merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus menguasai
prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan agama) (Furchan, 2009).

xiii
2.2.2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung
kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural.
Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat
di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan
gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan
yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-
kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh
manusia sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan
keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya
tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan
tersesat tanpa agama (Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah menjadi pokok perhatian
para penulis etnografi. Selanjutnya, ketika himpunan tulisan mengenai adat istiadat suku
bangsa di luar eropa berkembang denganluas dan cepat melalui dunia ilmiah, timbul
perhatian terhadap upacara keagamaan. Perhatian tersebut disebabkan hal-hal berikut:
upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur
kebudayaan yang tampak secara lahiriah, dan bahan etnografi mengenai upacara keagamaan
yang diperlukan dalam menyusun teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan (Sutardi,
2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa filsafat kebudayaan
tidak menanggapi agama sebagai kategori insane semata-mata, karena bagi filsafat ini agama
merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya; merupakan jawab manusia kepada
panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut iman. Iman tidak berasal dari suatu
tempat ataupun pemberian makhluk lain. Iman ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai
yang mincul dari daya iman ini tidak dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang
lain, sebab karya tersebut berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung
unsur-unsur kebudayaan (Bakker, 1984).
Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama menjadi salah satu unsur
kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak berbicara soal iman, sebab secara
empiris iman tidak dapat dilihat (Bakker, 1984).
Perilaku Religi dalam Masyarakat
Agama memiliki posisi yang cukup signifikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Negara mengakui keberadaan agama dan melindungi kebebasan masyarakat dalam
melaksanakan ajaran agamanya (Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan memberikan ruang yang besar bagi
masyarakat untuk mengamalkan ajarana agama sebaik mungkin. Semangat otonomi daerah
yang memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam mengurus daerahnya masing- masing
memberi peluang untuk mengangkat ajaran agama sebagai ruh pengelolaan pemerintahan.
Ajaran agama dikemas sebagai dasar pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan
bermasyarakat. Nilai-nilai yang diangkat merupakan nilai-nilai kebaikan universal yang juga
diakui oleh agama lain (Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era
desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan bermasyarakat. Hal ini

xiv
dapat dilihat dengan diberikannya otonomi khusus kepada Aceh yang dikenal dengan
Nanggroe Aceh Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa
dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di wilayah tersebut. Dengan
otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali dihidupkan sehingga masyarakat merasakan
keadilan sesuai dengan keyakinannya. Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat
tersebut (Sutardi, 2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya, perilaku
keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat pada
masyarakat Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Toraja mempercayai bahwa
kematian merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Itu sebabnya dalam budaya Toraja
dikenal pemeo ‘hidup manusia adalah untuk mati’. Artinya, setelah mati, manusia akan
menuju kehidupan yang kekal di nirwana. Untuk mencapai nirwana, seseorang yang
meninggal harus membawa bekal harta sebanyak-banyaknya. Nyawa orang yang meninggal
juga akan diantar ke surge dengan pesta yang semarak. Semakin banyak benda yang dibawa
si mayat, semakin bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku keagamaan dapat memberikan
dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Toraja sampai saat ini dikenal
memiliki kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat agar nantinya dapat
menyelenggarakan upacara kematian yang meriah. Mereka menganggap anak keturunan
berkewajiban memperlakukan leluhurnya dengan baik sebab dengan begitu, sang leluhur juga
akan melimpahkan rejeki dan menjaga keturunannya dengan baik pula (Sutardi, 2007).
2.3. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature bermacam-macam
persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim terhadap hukum yang berlaku
kepada alam dan isi kandunganya, ini menggambarkan begitu dangkal akal yang
tidak mendapat petunjuk Ilahy mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku
didalamnya. Al-Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam
ini diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan sebahagian
manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Persepsi yang terkeluar dari menda yang dicetak oleh hukum sekular (keduniaan)
yang menyembah mindanya sendiri. Maka beberapa perkara yang amat perlu diperhatikan
untuk sama-sama kita renungkan, setidak-tidaknya ada tiga persepsi tentang sunnatullah dari
golongan manusia. Pertama patuh secara terpaksa, kedua, patuh sebahagian dan kufur kepada
sebahagian yang lain, ketiga patuh secara sukarela.
Golongan pertama adalah mereka yang kufur dan tidak segan silu mengenkari
undang-undang Allah dan buta mata hatinya terhadap hukum pertumbuhan jasadnya dan apa
yang berlaku kepada dirinya, mereka ini kufur dari ketentuan Allah terhadap hukum yang
berlaku kepada dirinya dan pertumbuhan jasadnya. Golongan ke dua, mereka secara sedar
atau tidak atau disebabkan kejahilan tidak memperhatikan hukum pertumbuhan yang berlaku
kepada jasadnya, lantas dengan segala kekeliruanya engkar tehadap hukum Allah s.w.t.
Golongan ketiga mereka yang patuh dengan penuh keimanan dan ketaqwaan, selalu
memperhatikan apa yang berlaku kepada alam ini, mereka sesungguhnya meyakini
sepenuhnya pada dirinya dan hukum pertumbuhan serta perubahan pada jasadnya,
kesemuanya dari sunnatullah.
Hukum-hukum yang serba tetap yang mengatur alam ini, maka sesungguhnya itulah
hukum Allah s.w.t. apa yang diistilahkan Sunnatullah.

xv
Kenyataaan ini diperkukuhkan oleh Al Qur'an. Firman Allah yang bermaksud
" Dan Allah mencipta tiap-tiap sesuatu, lalu ditetapkan padanya hukum- hukumnya" (Q.S Al
Furqan:2)
Dalam ayat yang lain ada dinyatakan. Firman Allah yang bermaksud :
" Sesungguhnya kami (Allah) telah mencipta segala sesuatu dengan ketentuan yang pasti"
(AlQamar:49)
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan tidak tertulis.
Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi dan Rasul terhimpun
dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum
Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari
usia manusia dan tidak dapat diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu.
Umpamanya orang yang beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang
baik, sejahtera dan kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur
(kafir) diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat pedih).
Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan
kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang dimaksudkan reaksi
waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak dapat dibuktikan oleh pengamatan
akal yang bersifat manusiawi dan dengan ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu (time response)
pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan ekperimen selain itu ia tidak
melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih 100°C. Jika satu liter air dimasak
memerlukan waktu 10 menit untuk mendidih, maka yang 10 minit itulah disebut reaksi waktu
yang jauh lebih pendek dari umur manusia, sehingga didih air dapat diketahui dengan
mengukur suhu air itu mendidih, begitu juga hukum gaya berat gravitasi, dan semuanya ini
tidak diwahyukan Allah dalam Al Qur'an. Hikmahnya supaya manusia menggunakan
anugerah Tuhan amat istimewa yang bernama akal itu akan perlu adanya ekperimen atau
pengembangan ilmu dan teknologi. Sekiranya Allah itu mewahyukan semua hukum-
hukumnya, maka tentulah manusia itu diciptakan serupa dengan robot dan tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan tetap. Hukum-
hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam semesta ini, dan tidak akan
berubah sampai hancurnya alam ini (kiamat besar). Sejak diciptakan, misalnya air mengalir
tentunya dari tempat tinggi ke tempat rendah, tetapi tidak pula disebaliknya. Demikian juga
dalam keadaan biasa tidak pernah air itu mendidih dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu
dalam suhu 100°C. Sebelum Newton lahir, setiap batu yang diangkat kemudian dilepaskan
tidak pernah melayang-layang, tetapi ia jatuh dengan mudah. Hukum gravitasi adalah hukam
Allah s.w.t. yang pertama kali dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang filosuf dan
Ilmuan Barat (Inggeris.)
Firman Allah s.w.t yang bermaksud :
" Yang demikian adalah Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu dan kamu sekali-kali
tidak akan menemukan perubahan bagi Sunnatullah itu."(Q.S Al Fath :23)
Dalam ayat yang lain. Allah berfirman yang bermaksud :
" Anda tidak akan menjumpai dalam ciptaan Allah itu sebuah kekacauan, maka lihatlah sekali
lagi adakah kamu temui padanya kecacatan." ( Q. S Al Mulk: 3)
Oleh itu Allah selalu mengingatkan manusia supaya memperhatikan alam, juga
memerintahkan manusia supaya membuat penelitian terhadap alam semesta dengan segala isi
kandungannya dengan segala rendah hati bukan secara yang sombong angkuh dengan ilmu
dan teknologi yang dimiliki, betapa Allah telah menciptanya segala benda-benda tersebut

xvi
berlaku secara teratur, sedikitpun tidak terdapat sesuatu yang kacau dan cacat kecuali yang
merosakkan adalah terdiri makhluk yang bernama manusia samada kecacatan itu berlaku
didarat atau dilautan, semuanya hasil dari perbuatan jahat manusia.
Maka oleh kerana alam semesta dengan seluruh isi kandungannya taat atau patuh
dan tunduk kepada Allah, maka menurut tata bahasa dan secara literal Al Qur'an samada
kepatuhan itu secara terpaksa dalam bentuk kekufuran (ingkar) yang cuba mempertikaikan
kekuasaan Allah s.w.t atau patuh dengan penuh rasa keimanan dan ketakwaan, maka seluruh
alam ini adalah muslim adanya.
Sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah antara
lain berarti "kebiasaan". Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam
memperlakukan masyarakat. Dalam Al-Qur'an kata sunnatullah dan yang semakna
dengannya seperti sunnatuna, dan sunnatul Awwalin, kesemuanya berbicara dalam konteks
kemasyarakatan. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah
kebiasaan-kebiasaan yang dialami manusia, dan dari ikhtisar pukul rata statistik tentang
kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar merumuskan hukum-hukum alam. Kebiasaan itu
dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (al-Isra, 17:77) dan tidak pula berubah (al-Fath,
48:23), dan berganti juga tidak (al-Ahzab, 33:62). Karena sifatnya demikian, maka ia dapat
dinamai "hukum-hukum kemasyarakatan" atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi
masyarakat.
Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath, 48:23; al-Ahzab,
33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum kemasyarakatan) itu, tidak ubahnya
dengan hukum-hukum alam atau yang berkaitan dengan materi. Hukum-hukum alam
sebagaimana hukum kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satupun di negeri
manapun orang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Hukum-hukum itu tidak
memperingatkan siapa yang melanggarnya dan sanksinya pun membisu sebagaimana
membisunya hukum itu sendiri. Masyarakat dan jenis manusia yang tidak membedakan
antara yang haram dan yang halal akan terbentur oleh malapetaka, ketercabikan, dan
kematian. Ini semata-mata adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua
mereka yang melanggar hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan sosial, yaitu al-
Anfal, 8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara tentang perubahan, ayat pertama
berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua yang menggunakan kata "ma" (apa)
berbicara tentang perubahan apapun, baik dari nikmat (positif) menuju niqmah (negatif,
murka Ilahi) maupun dari negatif ke positif.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
A. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim
 Integrasi Amal, Ilmu, dan Definisi IPTEKS
 Syarat – syarat ilmu
 Sumber ilmu pengetahuan
 Keutamaan orang berilmu

xvii
 Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan
B. Hubungan ilmu, agama, dan budaya
 Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang
berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern
industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu
Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk
memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang
iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat
manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit
mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian
tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan
perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek
yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed,
1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
 Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung
kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural.
Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat
di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan
gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan
yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-
kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh
manusia sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan
keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya
tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan
tersesat tanpa agama

C. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature bermacam-macam
persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim terhadap hukum yang berlaku
kepada alam dan isi kandunganya, ini menggambarkan begitu dangkal akal yang
tidak mendapat petunjuk Ilahy mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku
didalamnya. Al-Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam

xviii
ini diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan sebahagian
manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan tidak tertulis.
Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi dan Rasul terhimpun
dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum
Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari
usia manusia dan tidak dapat diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu.
Umpamanya orang yang beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang
baik, sejahtera dan kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur
(kafir) diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat pedih).
Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan
kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang dimaksudkan reaksi
waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak dapat dibuktikan oleh pengamatan
akal yang bersifat manusiawi dan dengan ekperimen.
3.2. Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca memberikan kritik
dan saran yang membangun. Karena penulis sadar dalam penulisan makalah ini terdapat
begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah ini kita semua
dapat lebih memahami tentang hakikat IPTEKS dalam pandangan islam.

xix

Anda mungkin juga menyukai