Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang
Salah satu sifat fisika yang dapat kita amati setiap saat adalah peristiwa
larutnya suatu zat padat dalam pelarut air. Konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu disebut sebagai kelarutan.
Agar suatu obat diabsorpsi, maka obat tersebut mula-mula harus larut dalam
media cairan tempat absorpsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorpsi sampai partikel-
partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung usus.
Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul, atom
ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut
dalam air. Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia
dari zat terlarut tersebut. Dalam bidang farmasi, kelarutan dapat didefinisikan
sebagai berikut kelarutan suatu obat adalah 1 gram zat terlarut yang akan
dilarutkan dalam sejumlah ml pelarut. Larutan adalah campuran homogen antara
dua zat dari molekul, atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud di sini ialah
zat padat, minyak larut dalam air.
Dalam bidang farmasi kita dapat mengetahui dan dapat memilih medium
pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi
kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan.
Kelarutan sangat penting untuk diketahui karena hal ini diperlukan untuk
memilih pelarut yang paling baik dalam melarutkan suatu jenis obat atau
kombinasi obat. Selain itu, kelarutan juga dapat dijadikan sebagai standar atau uji
kemurnian suatu pelarut serta informasi tentang struktur obat. Oleh karena itu,
dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui kelarutan jenis obat tertentu di
dalam suatu jenis pelarut sehingga dapat ditentukan pelarut yang paling sesuai

1
untuk jenis bahan obat tertentu. Senyawa obat untuk dapat memberikan efek
farmakologisnya, obat harus larut dalam air. Kelarutan dari suatu senyawa kimia
(obat) ini menentukan juga lama kerja obat akan memberikan efek
farmakologisnya. Setelah obat masuk dalam tubuh baik melalui oral, secara
bukal atau sublingual maka faktor yang paling menentukan adalah faktor
kelarutannya dalam pelarut yang dalam hal ini adalah air.
Pengetahuan mengenai larutan sangat penting sebab sebagian besar reaksi
kimia dan biologis terjadi dalam bentuk cairan, terutama dalam bentuk larutan
dengan suatu pelarut (air). Untuk seorang ahli farmasi teori dan penerapan dari
gejala kelarutan penting, sebab dapat membantu memilih medium pelarut yang
baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu kesulitan-kesulitan tertentu
yang timbul pada pembuatan larutan farmasetis, dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standart atau zat uji kemurnian. Pengetahuan yang mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberi
informasi mengenai struktur obat dan gaya antar molekul obat.
Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui
dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat
atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang
timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih
jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari percobaan ini untuk mengetahui dan memahami cara penentuan
kelarutan dan koefisiensi distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu
dan dua pelarut yang tidak saling bercampur.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami cara penentuan kelarutan dan koefisiensi distribusi zat padat dalam
pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak saling bercampur.

2
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum kali ini kita dapat mengetahui dan
menetukan kelarutan dari asam borat dan koefisiensi distribusi dari parasetamol.

1.4 Prinsip percobaan


Mengetahui dan memahami cara penentuan asam borat dan koefisiensi
distribusi parasetamol dalam dua pelarut tidak saling bercampur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan
mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian
memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai
dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk
akan terjadi kesetimbangan antar zat yang larut dengan zat ynag tidak larut (Atkins,
1994).
Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dakam suatu pelarut, adalah
banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi
tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan
dicapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat
terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi,
akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu
pelarutan (Sukardjo, 1997).
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah
substansi yang melarutkan. Contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air
adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair, dan gas, sangat dimungkinkan untuk
memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan,
padat dalam gas, cair dalam padat, cair dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai
macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan
dalam cairan, gas dalam cairan, serta gas dalam gas (Sukardjo, 1997).
Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven cair
bertambah dengan naiknya temperatur.Untuk gas adlam zat cair, kelakuan yang
sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu bersifat
eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan efek panas

4
yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi bilamana gas larut. Kaidah Le
Chatelier meramalkan bahwa kenaikan temperatur akan mengakibatkan perubahan
endotermik, yang untuk gas terjadi bilamana ia meninggalkan larutan. Oleh karen
aitu, gas-gas menjadi kurang larut jika temperatur zat cair di mana gas dilarutkan
menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil
tampak pad apermukaan panci sebelum pendidihan terjadi. Gelembung-gelembung
tersebut mengandung udara yang diusir dari larutan jika air menjadi panas.Kita juga
menggunakan kelakukan kelarutan gas yang umum bilamana kita menyimpan botol
yang berisi minuman yang diberi CO2 dalam almari es dalam keadaan terbuka.
Cairan tersebut akan menahan CO2 yang terlarut lebih lama bilamana ia dijaga tetap
dingin, sebab CO2 lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. Lain contoh dari
phenomenon ini adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga-telaga
dan dalam sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan keharusan
bagi kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan dimusim panas, dibanding
dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar, 1989).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam berbagai
konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan sampai tercapai
kesetimbangan. Cairan supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis
(Alfred, 1990).

A. Istilah-istilah Kelarutan (Dirjen POM, 1995)

Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk


Istilah kelarutan
melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian

Mudah larut 1 sampai 10 bagian

5
Larut 10 sampai 30 bagian

Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian

Sukar larut 100 sampai 1000 bagian

Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000 bagian

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


1. Temperatur
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses
melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan
menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor
(reaksi endotermik) (Lund, 1994).
2. Ukuran Partikel
Perbedaan dalam energi bebas permukaan yang menyertai disolusi partikel
dalam ukuran yang bervariasi yang menyebabkan kelarutan zat meningkat dengan
penurunan ukuran partikel (Tungadi, 2014).
3. Tekanan
Pada umumnya perubahan volume larutan yang dikarenakan perubahan
tekanan kecil, sehingga diperlukan tekanan yang sangat besar untuk dapat mengubah
kelarutan suatu zat (Sienko dan Plane, 1961).
4. Intensitas Pengadukan
Pada pengadukan yang rendah aliran bersifat pasif. Zat padat tidak bergerak
dan kecepatan aliran pelarutan tergantung pada bagaimana karakter zat padat tersebut
menghambar dari dasar wadah (Martin, 1993).

6
5. Konsentrasi Bahan Pelarut
Suatu bahan mampu membentuk agregat besar atau misel dalam larutan jika
konsentrasinya melebihi nilai yang ditentukan (Tungadi, 2014).
6. Pengaruh Surfaktan
Jika digunakan surfaktan dalam formulasi obat, maka kecepatan larutan obat
akan bergantung jumlah dari jenis surfaktan. Pada umumnya, dengan adanya
penambahan surfaktan dalam suatu formula akan menambah kecepatan pelarut dan
bahan obat.
7. pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah
terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan
semakin besar pKa maka suatu zat akan mudah larut (Lund, 1994).

2.1.2 Koefisien Distribusi


Koefisien distribusi merupakan perbandingan kelarutan suatu zat di dalam dua
pelarut berbeda dan tidak saling bercampur, serta mempunyai harga tetap pada suhu
tertentu (Voight, 1995).
Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut
sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak,
maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih
mudah. Selain itu, organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien
partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan
pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi
dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan
koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur

7
yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang
konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung
pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah
dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka
akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organic
dan air. Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua
pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi
solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu
tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien
distribusi dinyatakan dengan rumus KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca (Soebagio, 2002).
Jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi
lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula sebaliknya (Soebagio, 2002).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat
terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan
distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada
konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk
mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas
sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok
tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat
kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa
yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung
banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan
lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Zat terlarut terlarut dalam satu fase, dalam kesetimbangan dengan fase
bercampur lain, didistribusikan antara dua fase sehingga rasio konsentrasi dalam dua
fase adalah konstan pada temperatur tertentu. Pada kesetimbangan ini konstan, K ,

8
disebut sebagai konstanta distribusi atau koefisien partisi, didefinisikan oleh Nerst
sebagai K = Cu/Cl dimana Cu dan Cl adalah konsentrasi di fase atas dan bawah,
masing-masing hubungan berlaku ketika molekul setiap fase dalam keadaan yang
sama agregasi. Jika zat terlarut dipisahkan atau berhubungan, bentuk-bentuk yang
lebih kompleks dari persamaan harus diterapkan. Itu juga diakui bahwa hanya dalam
sistem yang ideal adalah koefisien partisi independen dari total zat terlarut ini,
penyimpangan ini begitu terkenal sehingga dalam literatur teknik kimia persamaan di
atas dianggap kasus membatasi. Partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan
indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar,
2007).
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan
air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang
bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada
muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat
kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya
yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25°C, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat
yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non
polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah
merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang
baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat
tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih
mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau
bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap
kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM

9
Nama Latin : Alkohol, Etanol, Etil alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas; rasa, mudah
terbakar dengan memerikan nyala biru
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan eter p
Kegunaan : Membunuh bakteri pada sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Latin : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan


tidak berwarna
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Asam Borat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : ACIDIUM BORICU
Nama Latin : Asam Borat

10
RM/BM : H3BO3 / 61,88 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik


mengkilap tidak berwarna ; kasar ; tidak
berbau ; rasa agak asam dan pahit kemudian
manis tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 20 menit bagian air, dalam 3
bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol
(95%) P dan dalan 5 bagian gliserol P
Kegunaan : Antiseptikum ekstern
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2.2.4 Fenolftalen (Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Latin : Fenolftalein, Indikator PP
RM/BM : H20H14O4 / 318,33 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan


lemah, tidak berbau, stabil diudara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
(95%) P
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, Indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

11
2.2.5 NaOH (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRI HYDROXYDUM
Nama Latin : NatriumHidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00 g/mol
Rumus Struktur :

Na-OH

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau


keeping, keras, rapuh dan menunjukkan `
susunan hablur ; putih, mudah meleleh basah.
Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida
Kelarutan : Sangat mudah larut dalan air dan dalam etanol
(95%) p
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2.2.6 Paracetamol (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : ACETAMINOPHEN
Nama lain : Asitominofen
Nama Kimia : N – Asefil – 4 – aminofenol
Struktur kimia :

12
Rumus Molekul : C8H9NO2
Berat Molekul : 151,16 g/mol
Pemerian : Hablur atau hablur putih, tidak berbau, rasa
pahit

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat percobaan
Dilaksanakannya praktikum kelarutan ini pada tanggal 25 September
Pukul 07.00 WITA yang bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi,
Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan saat praktikum antara lain : batang pengaduk,
corong, corong pisah, gelas beker 250 ml, neraca analitik, oven, pipet tetes,
pot salep dan spatula.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan saat praktikum antara lain : aquades,asam borat
2 gr, corn oil,fenolftalein,kertas perkamen,kertas saring,NaOH,pct 0,1 gr, tisu.
3.3 Cara kerja
1. Penentuan kelarutan
a) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
b) Dibersihkan alat dengan alcohol 70%
c) Ditimbang asam borat 2 gr
d) Diukur air 25 ml pada gelas ukur dan dimasukkan ke dalam gelas
beker
e) Dimasukkan asam borat 2 gr ke dalam 25 ml air
f) Diaduk hingga homogeny
g) Ditimbang kertas saring kosong
h) Dijenuhkan kertas saring terlebih dahulu dengan cara di basahi dengan
aquades ke seluruh bagian kertas
i) Disaring asam borat menggunakan kertas saring melalui corong
j) Diambil residu dari asam borat yang telah disaring

14
k) Dimasukkan kedalam oven residu asam borat
l) Ditimbang kertas saring yang berisi residu dari asam borat
1. Penentuan koefisien distribusi
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Dibersihkan alat dengan alcohol 70%
c) Ditimbang 0,2 gr Naoh
d) Disiapkan 50 ml aquades pada gelas kimia
e) Dicampur Naoh dan aquades
f) Diaduk hingga homogen
2. Penentuan koefisien distribusi tanpa minyak
a) Disiapkam alat dan bahan yang akan di gunakan
b) Di bersihkan alat dengan alcohol 70%
c) Di timbang pct sebanyak 0,2 gr
d) Dilarutkan paracetamol di dalam aquades
e) Di aduk hingga homogen
f) Diambil paracetamol sebanyak 25 ml untuk di titrasi
g) Di tambahkan indikator fenolftalen sebanyak 2 tetes
h) Dititrasi dengan Naoh 2,5 ml sampai terjadi perubahan warna
menjasdi merah muda keunguan
i) Dicatat volume evaluasi
j) Dihitung koefisien distribusinya
3. Penentuan koefien distribusi dengan minyak
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Dibersihkan alat dengan alcohol 70%
c) Ditimbang paracetamol sebanyak 0,2 gr
d) Dilarutkan paracetamol di dalam aquades 100 ml
e) Di aduk hingga homogen
f) Di ambil pct sebanyak 25 ml untuk di titrasi
g) Dimasukkan ke dalam corong pisah

15
h) Ditambahkan corn oil sebanyak 25 ml kedalam corong pisah lalu di
kocok.
i) Didiamkan beberapa saat sampai minyak dan larutan pct tadi terpisah
ataumemberikan batas.
j) Dipisahkan lapisan air dan lapisan minyak
k) Diambil lapisan air dan ditambahkan indikator fenolftalen sebanyak 2
tetes
l) Dilakukan titrasi dengan Naoh sebanyak 3 ml sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah muda keunguan
m) Dicatat volume titrasi
n) Dihitung koefisien distribusinya.

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan perhitungan


4.1.1 Hasil

Tanpa minyak Dengan minyak

1. Kelarutan

Sampel Suhu Kertas saring Kertas saring residu


kosong

Asam borat Kamar 1,5468 g 1,8832 g

2. Koefisien Distribusi

Sampel Volume titran

Tanpa minyak Dengan minyak

Paracetamol 2,5 ml 3 ml

17
4.1.2 Perhitungan
1. Penentuan kelarutan asam borat

Dik : Kertas saring kosong = 1,5468 g

Kertas saring residu = 1, 8832 g

Dit : Kelarutan asam borat ?

Peny : 1) berat residu = kertas saring residu – kertas saring


kosong

= 1,8832 g – 1,5468 g

= 0, 3364 g

2) Zat terlarut = Berat sampel – residu

= 2 g – 0,3364 g

= 1, 6636 g

zat terlarut
3) Konsentrasi =
volume

1,6636 g
=
25 ml

g
= 0, 06654 ⁄ml

2. Penentuan koefisien distribusi paracetamol

Vtitran ×Ntitran ×BE


1) % Kadar tanpa minyak = × 100%
Berat sampel

18
2,5 𝑚𝑙 ×0,1 × 40
= × 100%
0,2 𝑔

10
= × 100%
0,2

= 5%

Vtitran ×Ntitran × BE
2) % Kadar dengan minyak = × 100%
Berat sampel

3 ml ×0,1 ×40
= × 100%
0,2 g

12
= × 100%
0,2 g

= 6%

3) Koefisien fase minyak = % kadar minyak - % kadar tanpa minyak

= 6% - 5%

= 1%

Fase minyak
4) Koefisien distribusi =
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

1%
=
5%

= 0,2

= < 1 ( lebih cenderung ke air )

19
4.2 Pembahasan

a. Kelarutan

Menurut Dirjen POM, (1995). Dalam istilah farmasi larutan didefinisikan


sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut.larutan terjadi jika sebuah bahan padat tercampur atau terlarut secara kimia
maupun fisika ke dalam bahan cair.

Menurut Effendi,(2003). Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia


tertentu,zat terlarut(solute),untuk larut dalam suatu pelarut(solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbangan.Larutan hasil disebut larutan jenuh.zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Zat terlarut (solute) adalah
komponen yang mengandung jumlah zat sedikit dalam larutan yang disebut zat
terlarut.Solvent adalah komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak dalam
larutan yang disebut pelarut.

Menurut Martin dkk,(1993). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi


kelarutan antara lain sebagai berikut : intensitas pengadukan,ph,suhu,komposisi
cairan,ukuran partikel,pengaruh surfaktan,pembentukan kompleks,tekanan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kelarutan ini yaitu antara lain alkohol
70%,PCT,NaOH,Asam Borat,Corn oil,dan indicator fenolftalein. Tujuan
praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan
dan koefisiensi distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua
pelarut yang tidak saling bercampur.

Pada praktikum “kelarutan” kali ini dilakukan beberapa percobaan yang


pertama yaitu penentuan kelarutan dengan menggunakan bahan baku yaitu asam
borat cara kerjanya pertama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
kemudian bersihkan alat menggunakan alkohol 70% dikarenakan alkohol

20
berfungsi sebagai desinfektan dengan cara melarutkan lipid pada membrane sel
mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein yang dimiliki oleh
mikroorganisme tersebut.(Pratiwi,2008). Setelah itu ditimbang asam borat
sebanyak 2 gram,kemudian diukur aquades sebanyak 25 ml lalu masukan kedalam
gelas beker,setelah itu masukan asam borat 2 gram kedalam 25 ml air tersebut
aduk hingga homogen,setelah itu timbang kertas saring kosong dan di peroleh
hasil 1,5468 gram, kemudian jenuhkan kertas saring dengan cara membasahi
seluruh bagian kertas saring, tujuan menjenuhkan kertas saring terlebih dahulu
agar eluen dapat berjalan dengan baik dan juga sebagai fase gerak (Menurut Dirjen
POM,1979). Setelah itu taruh kertas saring di atas corong dengan cara dilipat
mengikuti bentuk corong kemudian saring larutan asam borat tersebut,setelah itu
ambil residu dari asam borat yang telah disaring kemudian masukan kedalam
oven,tujuan setelah kering timbang kertas saring yang berisi residu dari asam borat
tersebut dan diperoleh hasil 1,8832 gram.

b. Koefisien Distribusi

Menurut Pratiwi (2013). Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan


kelarutan suatu zat terlarut (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak
saling bercampur,serta mempunyai harga tetap pada suhu tertentu. Pada ekstraksi
cair dari satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan
bantuan pelarut.

Kedua yaitu penentuan koefisien distribusi dengan cara pertama menyiapkan


alat dan bahan yang akan digunakan,bersihkan alat dengan menggunakan alkohol
70% setelah itu timbang 0,2 gram NaOH,kemudian siapkan 50 ml aquades pada
gelas kimia. setelah itu, campur NaOH dengan aquades kemudian aduk hingga
homogen.

Ketiga yaitu penentuan koefisien distribusi tanpa minyak cara kerjanya


menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan bersihkan alat dengan

21
menggunakan alcohol 70%,setelah itu timbang sebanyak 0,2 gram
parasetamol,kemudian larutan parasetamol ke dalam aquades sebanyak 100 ml
aduk hingga homogen,setelah itu diambil larutan parasetamol sebanyak 25 ml
untuk dititrasi,kemudian ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes,
penambahan indikator bertujuan untuk mengindikasi pada penggunaanya tentang
kondisi tertentu,sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan yang
terjadi. (Lawrence,1992). Kemudian titrasi dengan NaOH 2,5 ml sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah muda keunguan.Setelah itu, catat volume
evaluasi dan kemudian dihitung koefisien distribusinya.

Keempat yaitu penentuan koefisien distribusi dengan minyak dimana cara


kerjanya tidak jauh berbeda dengan penentuan koefisien distribusi tanpa minyak,
pada percobaan ini setelah parasetamol diambil 25 ml kemudian dimasukan
kedalam corong pisah setelah itu ditambahkan corn oil sebanyak 25 ml kedalam
corong pisah lalu dikocok, kemudian diamkan beberapa saat sampai minyak dan
larutan parasetamol terpisah atau memberikan batas,setelah itu pisahkan larutan
parasetamol dan minyak diambil larutan parasetamol kemudian ditambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes, kemudian lakukan titrasi dengan NaOH
sebanyak 3 ml sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan
setelah itu, catat volume titrasi dan didapatkan koefisien distribusinya yaitu 0,2
atau < 1 (lebih cenderung ke air).

Adapun kemungkinan kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak


sesui dengan literature.Hal ini disebabkan oleh :

a. Larutan dalam corong belum terpisah baik saat pengambilan


b. Kesalahan dalam menitrasi
c. Alat yang digunakan belum bersih sempurna

22
d. Pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak
menggunakan pipet tetes masih ada bagian minyak yang ikut bersama dengan
fase air sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi.
e. Kelarutan sampel yang tidak sempurna

23
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kelarutan adalah sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang dapat dilarutkan
dalam jumlah tertentu. Secara kuantitatif kelarutan dapat di definisikan sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh dalam suhu tertentu. Kelarutan sangat
penting dalam praformulasi obat, sehingga kelarutan dapat ditingkatkan dengan
menggunakan penambahan surfaktan dan metode yang lainnya. Koefisien distribusi
merupakan perbandingan kelarutan suatu zat di dalam dua pelarut berbeda dan tidak
saling bercampur, serta mempunyai harga tetap pada suhu tertentu.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada penentuan kelarutan secara kuantitatif, dengan menggunakan asam borat dan
pelarut aqudest 25 ml didapatkan jumlah kelarutan 1,6636 gram. Dan diperoleh
konsentrasi 0.06654 g/ml
2. Pada penentuan koefisien distribusi parasetamol, dengan menggunakan minyak
mendapatkan konsentrasi kadar sebesar 6 % dan yang tidak menggunakan minyak
sebesar 5 %. Koefisiensi distribusi kurang dari 1 dan lebih cenderung ke air.

5..2 Saran

5.2.1 Laboratorium
Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di laboratorium lebih
diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan baik dan
maksimal tanpa ada kekurangan.
5.2.2 Asisten
Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih ditingkatkan
dengan banyak memberi wawasan tentang Praktikum Farmasi fisika (kelarutan) ini.

24
5.2.3 Praktikan
Untuk praktikan diharapkan lebih banyak menguasai materi mengenai farmasi
fisika khususnya kelarutan, praktikan dapat diharapkan tepat waktu dalam proses
pelaksanaan praktikum.

25

Anda mungkin juga menyukai