Anda di halaman 1dari 32

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. JUDUL/TOPIK
Konsep asuhan keperawatan jiwa dengan pasien kehilangan dan berduka.
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
a. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak
lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep,
2011).
Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan
sesuatu yang sulit dihindari (Stuart, 2005), seperti kehilangan harta,
kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan.
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang
atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau
menghilang. Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat,
perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik pribadi, keyakinan, atau
sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. (Mubarak & Chayatin,
2007)
b. Berduka
Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon
emosional yang normal (Suliswati, 2005). Definisi lain menyebutkan
bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks yang
normal yang mencakup respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual,
sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas
menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau
persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari
(NANDA,2011).
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka
merupakan suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu
yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik,
spiritual, sosial, maupun intelektual seseorang. Berduka sendiri
merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam
menghadapi kehilangan yang dirasakan.
Berduka merupakan respon emosi terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal
yang terjadi pada semua kejadian kehilangan. Berduka adalah reaksi
terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan merupakan
suatu proses untuk memecahkan masalah.
2. Tanda dan Gejala
Tanda khas dari kehilangan-berduka :
a. Perasaan sedih, menangis
b. Perasaan putus asa
c. Mengahiri kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan kehilangan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan berlebihan
g. Tidak berminat berinteraksi dengan orang lain
h. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
(Prabowo, 117:2014)
Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala
yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Buglass (2010)
menyatakan bahwa tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi,
meliputi:
- Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan.
- Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan
cahaya, mulut kering, kelemahan.
- Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,
tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan.
- Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.
3. Tingkat Kehilangan dan Berduka
a. Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak
percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan,
mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak
terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi yang mungkin
muncul antara lain sebagai berikut.
– “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
– “Diagnosis dokter itu salah.”
– Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas
dalam, panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak,
anoreksia, serta merasa tak nyaman.
– Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme
pertahanan (defense mechanism) terhadap rasa cemas.
– Pasien perlu waktu beradaptasi.
– Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
– Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan
dengan kematian, tapi tidak demikian dengan emosional.

Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat


kematian orang yang dicintai. Pada tahap ini individu akan beranggapan
bahwa orang yang dicintainya masih hidup, sehingga sering
berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya. Secara
fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak napas, detak
jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu
yang panjang, beberapa menit sampai beberapa tahun setelah
kehilangan.

b. Tahap Marah (Anger)


Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan
kehilangan. Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang
diproyeksikan kepada orang lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik
menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti berikut.
– Emosional tak terkontrol. “Mengapa aku?”
– “Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”
– Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan
terhadap orang atau lingkungan.
– Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik. “Peraturan RS
terlalu keras/kaku.”
– “Perawat tidak becus!”
– Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi
dari sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit.
– Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan
perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan
stres.
c. Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki
tahap tawar-menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah
“....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut.. mungkin semua
tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke tempat
itu
... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya. Respons pasien
dapat berupa hal sebagai berikut.
1) Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa
bersalah pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
2) Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.
3) Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua
tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan
atau diungkapkan secara tersirat atau diungkapkan di ruang kerja
pribadi pendeta.
- “Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini
dan tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah,
Ia mungkin akan lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu
dengan cara yang lebih baik.”
- “Bila saya sembuh, saya akan…….”Pasien mulai dapat
memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali perbuatannya,
dan menangis mencari pendapat orang lain.
d. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien
sadar akan penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi.
Individu menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan
tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan, susah tidur,
letih, dan penurunan libido.
Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa
yang terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah
keluarga saya mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap
yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap
penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada pasien
yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.
e. Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus
pemikiran terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan
terhadap kenyataan kehilangan mulai dirasakan, sehingga sesuatu yang
hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan dialihkan kepada
objek lain yang baru. Individu akan mengungkapkan, “Saya sangat
mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia di alam
yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi kepada pekerjaan
saya.........”
Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan
mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada
di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap
penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila
terjadi kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu untuk
mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan menjadi sebuah
proses yang disfungsional.
4. Faktor Predisposisi dan presipitasi
a. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan
dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami
kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.
2) Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur
mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3) Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki
tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko
untuk kambuh kembali.
4) Pengalaman kehilangan sebelumnya
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa kanak-
kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi
kehilangan di masa dewasa.
5) Struktur kepribadia.
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
(Prabowo, 116:2014)
b. Faktor Presipitasi
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan orang yang dicintainya
6) Kehilangan kewarganegaraan
(Prabowo, 116:2014)
5. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan dan berduka
respon antara lain:
a. Denial
b. Regresi
c. Intelektualisasi/rasionalisasi
d. Supresi
e. Proyeksi
(Prabowo, 117:2014)
6. Faktor yang mempengaruhi Kehilangan dan Berduka
Faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan Manusia (Usia)
Usia klien dan tahap perkembangan sangat mempengaruhi respon
terhadap berduka. Individu biasanya tidak mengalami kehilangan orang
yang dicintai pada interval yang teratur. Akibatnya, Pengalaman
terhadap situasi ini sulit untuk dilakukan.
b. Hubungan personal ( sistem pendukung )
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti
hubungan yang hilang akan mempengaruhi respon terhadap berduka.
Ketika suatu hubungan antara dua individu telah menjadi sangat dekat
dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu yang
masih hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.
Dari hal di atas kehadiran orang terdekat individu yang sedang berduka
seringkali menjadi aorang pertama yang mengetahui dan memberikan
bantuan emosional, fisik, dan fungsional yang dibutuhkan. Namun,
karena banyak orang yang tidak berpengalaman dalam mengatasi
kehilangaan, orang yang biasanya mendukung malah menarik diri dari
individu yang berduka.
c. Makna Kehilangan ( Sifat Rasa Kehilangan )
Makna kehilangan setiap orang berbeda, itu semua tergantung pada
persepsi masing – masing individu saat mengalami kehilangan.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi makna kehilangan antara lain:
makna orang, dan objek yang hilang, perubahan yang harus dilakukan
karena kehilangan, dan keyakinan yang dianut oleh seseorang.
d. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan
seseorang untuk mengatasi tekanan karena rasa kehilangan.
Pengungkapan emosi ( pelepasan, atau membicarakan tentang perasaan
seseorang ) telah dipandang sebagai cara yang penting untuk
beradaptasi dengan rasa kehilangan.
e. Status Sosial dan Ekonomi
Status sosial dan ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memasukkan dukungan dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan dan respon fisik terhadap tekanan. Ketika individu
kekurangan sumber daya finansial, pendidikan, dan pekerjaan, beban
kehilangan akan menjadi berlipat.
f. Penyebab Kehilangan dan Kematian
Pandangan individu dan masyarakat mengenai penyebab kehilangan
atau kematian dapat secara bermakna mempengaruhi respon berduka.
Karena kehilangan atau kematian di luar kendali orang yang terlibat
mungkin lebih diterima dibandingkan dengan kehilangan atau kematian
yang dapat dicegah.
g. Kepercayaan dan Pengaruh Spiritual
Keyakinan dan praktik spiritual sangat mempengaruhi reaksi seseorang
terhadap kehilangan dan perilaku yang ditimbulkannya.
Penanganan penyakit secara serius pada klien biasanya melibatkan
intervensi medis untuk memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai
rangkaian praktik kedua, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu
individu yang sekarat menemukan arti dalam penderitaan sehingga
mereka dapat melampaui atau melangkah lebih ke depan dengan
senantiasa percaya dan tidak takut pada kematian karena berlandaskan
kepada keyakinan atau kepercayaan yang dianut masing – masing
orang.
h. Harapan
Pengharapan memberikan individu kemampuan untuk melihat bahwa
kehidupan adalah suatu keabadian yang memiliki arti serta tujuan.
Sebagai suatu bentuk dorongan atau motivasi. Harapan, membantu
pasien mempertahankan suatu keinginan yang baik, dan pengurangan
terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan. Dengan harapan, seorang
pasien berpindah dari perasaan lemah, menuju ke kehidupan yang
penuh kesenangan.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita
klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui
perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
 Perilaku koping yang adekuat selama proses

a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
1. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik
3. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada
masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6. Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan
pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3. Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
1. Sakit kepala, insomnia
2. Gangguan nafsu makan
3. Berat badan turun
4. Tidak bertenaga
5. Palpitasi, gangguan pencernaan
6. Perubahan sistem imune dan endokrin
f. Respon Emosional
1. Merasa sedih, cemas
2. Kebencian
3. Merasa bersalah
4. Perasaan mati rasa
5. Emosi yang berubah-ubah
6. Penderitaan dan kesepian yang berat
7. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu
atau benda yang hilang
8. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon Kognitif
1. Gangguan asumsi dan keyakinan
2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1. Menangis tidak terkontrol
2. Sangat gelisah; perilaku mencari
3. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang telah meninggal.
5. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya
6. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7. Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
2. Pohon Masalah

3. Diagnosa Masalah
a. Isolasi social : menarik diri
b. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
4. Perencanaan
Tujuan umum: Pasien dapat beriteraksi dengan orang lain
Tujuan khusus:
a. TUK I
Dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
Setelah….x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran perawat.
Pasien dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaanya saat ini secara
verbal:
1. Mau menjawab salam
2. Ada kontak mata
3. Mau berjabat tangan
4. Mau berkenalan
5. Mau menjawab pertanyaan
6. Mau duduk berdampingan dengan perawat
7. Mau mengungkapkan perasaanya
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prisip komunikasi terapiutik
1. Sapa pasien dengan ramah dan baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Buat kontrak interaksi yang jekas
6. Jujur dan menepati janji
7. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
8. Ciptakan lingkungan yang tenang dang bersahabat
9. Beri perhatian dan penghargaan

b. TUK 2
Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria hasil Setelah….x pertemuan, pasien dapat menyebutkan
minimal suatu penyebab menarik diri yang berasal dari:
1. Diri sendiri
2. Orang lain
3. Lingkungan
Intervensi
1. Tanyakan pada pasien tentang
a. Orang yang tinggal serumah atau teman sekamar pasien
b. Orang terdekat pasien dirumah atau diruang perawatan
c. Apa yang mebuat pasien dekat dengan orang tersebut
d. Hal-hal yang membuat pasien menjauhi orang tersebut
e. Upaya yang telah dilakukan untuk mendekatkan diri dengan
orang lain
2. Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
3. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri dan tidak mau bergaul
4. Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda serta
penyebab yang muncul

c. TUK 3
Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian apabila tidak berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil: Setelah…x pertemuan pasien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan dengan oran lain.
Missal:
1. Banyak teman
2. Tidak kesepian
3. Bias diskusi
4. Saling menolong
Setelah…x pertemuan pasien dapat menyebutkan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Missal:
1. Sendiri
2. Tidak punya teman atau kesepian
3. Tidak ada teman ngobrol
Intervensi
1. Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
tentang berhubungan dengan orang lain
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
4. Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
5. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

d. TUK 4
Pasien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap
Kriteria hasil:
Setelah…..x interaksi, pasien dapat mendemontrasikan hubungan social
secara bertahab k-p k-k-p lain, k-p-p lain-k lain, k-pkel/kelompok
masyarakat
Intervensi
1. Observasi saat berhubungan dengan orang lain
2. Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/berkomunikasi
dengan orang lain melalui: pasien-perawat, pasien ke perawat ke
perawat lain, pasien ke perawat perawat lain ke pasien lain, pasien
ke perawat perawat lain ke pasien ke masyarakat
3. Beri reinforcemen positif atas keberhasilann yang telah dicapai
4. Bantu pasien untuk mengefaluasi manfaat berhubungan dengan
orang lain
5. Beri motifasi dan libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi
6. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien
dalam mengisi waktu luang

e. TUK 5
Pasien dapat mengungkapakan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
Kriteria hasil:
Setelah…x interaksi, pasien dapat mengungkapan perasaan setelah
berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain untuk:
1. Diri sendiri
2. Orang lain
3. Kelompok
Intervensi :
1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaanya bila berhubungan
dengan orang lain/kelompok.
2. Diskusikan dengan pasien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
3. Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya berhubungan dengan orang lain.

f. TUK 6
Pasien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan pasien untuk berhubungan dengan orang
lain
Kriteria hasil : setelah…x pertemuan keluarga dapat menjelaskan
tentang :
1. Pengertian menarik diri dan tanda kejalanya
2. Penyebab akibat dan akibat menarik diri
3. Cara merawat pasien dengan menarik diri
Setelah…x pertemuan keluarga dapat mendemoktrasikan cara merawat
pasien dengan menarik diri
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam, perkenalkan
diri, sampaikan tujuan, buat kontrak xplorasi perasaan keluarga,.
2. Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung untuk
mengatasi perilaku menarik diri
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri,
penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi perilaku
menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapai pasien
menarik diri
4. Diskusikan potensin keluarga untuk membantu mengatasi pasien
menarik diri
5. Latih keluarga merawat pasien menarik diri
6. Anjurkan anggota keluarga untuk member dukungan kepada pasien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
7. Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
pasien minimal 1kali seminggu
8. Beri reinforcemen atas hal-hal yang telah dicapai keluarga

g. TUK 7
Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Kriteria hasil : setelah…x interaksi, pasien menyebutkan
1. Manfaat minum obat
2. Kerugian tidak minum obat
3. Nama, warna,dosis, efek samping obat
Setelah… x interaksi, pasien mampu mendemoktrasikan penggunaan
obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dokter
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan tidak
minum, serta karakteristik obat yang diminum
(nama,dosis,rekuensi,efeksamping minum obat)
2. Batu dalam menggunakan obat dengan menggunakan prinsip
5benar (benar pasien, obat, dosis, cara,waktu).
3. Anjurkan pasien minta sendri obatnya kepada perawat agar pasien
dapat merasakan manfaatnya
4. Beri reinforcemen positif bila pasien menggunakan obat dengan
benar
5. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
6. Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter / perawat apabila
terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
(Prabowo,215-217:2014)
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri
Pertemuan ke : 1
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien Klien kurang mampu memulai pembicaraan Klien
terlihat murung pandangan mata sayu
2. Diagnose keperawatan Menarik diri
3. Tujuan
TUM : Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya Klien
menununjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :
a. Mau menjawab salam
b. Ada kontak mata
c. Mau berjabat tangan
d. Mau berkenalan
e. Mau menjawab pertanyaan
f. Mau duduk berdampingan dengan perawat
g. Mau mengungkapkan perasaannya
4. Rencana tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2. Perkembangan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
4. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji.
5. Tunjukkan sikap simpati dan menerima klien apa adanya.
6. Beri perhatian pada klien
7. Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan
buruburu, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
pasien
8. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
tentang masalah yang diberikan
c. Sediakan waktu untuk mendengar klien, katakan pada klien
bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri.
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi bu, apakah kita boleh berkenalan? Perkenalkan
nama saya Monika Citra Sari, bisa dipanggil monik, nama ibu
siapa? Suka dipanggil apa? Ibu, tujuan kita berkenalan yaitu
supaya kita lebih akrab, ibu juga bisa mengungkapkan
perasaan ibu kepada saya”. “Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang selama 15 menit? Apakah ibu bersedia?
Bagaimana ibu?
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini? Adakah yang ibu
pikirkan? Bagaimana kalau ibu menceritakan kepada saya?
Saya siap mendengarkan”.
c. Kontrak
1. Topik “Baiklah, kita mulai bincang-bincangnya sekarang
ya bu. Apa yang ingin ibu bicarakan? Bagaimana kalau
kita berbincangbincang tentang kesukaan dan hobi ibu”.
2. Tempat “Bu, kita berbincang-bincang disini atau dimana
jadinya? Disini saja ya bu”.
3. Waktu “Ibu iingin berbincang-bincangnya berapa
lama?”.
2. Fase kerja
“Bapak mau minum? Saya ambilkan. Bagaimana dengan makan?
Coba sedikit, ya Pak agar Bapak tidak lemas.” (jika pasien mau
ke makam, temani dan hadirkan fakta-fakta.)
3. Fase terminasi
“Setelah kembali dari makam, bagaimana perasaan bapak?
Bapak tampak masih sedih. Saya akan pulang dulu. Usahakan
bapak makan, minum, dan istirahat. Nanti dua hari lagi saya akan
datang. Sampai jumpa”

STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN


KEPERAWATAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri
Pertemuan : ke-2
A. Konsep keperawatan
1. Kondisi klien. Klien duduk didepan ruang perawatan bersama klien
yang lain. Klien tampak diam.
2. Diagnosa keperawatan Menarik diri
3. Tujuan
TUM : klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 2 :
klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Dengan kriteria
hasil : Klien mampu menyebutkan :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Lingkungan
4. Rencana tindakan keperawatan
TUK 2 :
Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
a. Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda
serta penyebab yang muncul
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri tidak mau bergaul.
5. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
“ selamat pagi/sore. Saya perawat Tuti. Tampaknya bapak
sedang kesal. Bapak dapat ceritakan.
2. Validasi
“ apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan
saat kesal dan apa yang telah bapak lakukan?
3. Kontrak
a. 1) Topic Baik, ada beberapa cara untuk meredakan
kekesalan bapak, yaitu tarik nafas dalam, istiqfar,
berwudhuk, sholat, dan bercakap-cakap. Bapak punyak
hobi olahraga?
b. Tempat “mau dimana kita bincang-bincangnya pak?
Baiklah disini saja ya pak”
c. Waktu Saya akan menemani bapak selama 20 menit.”
b. Fase kerja
“ apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat
kesal dan apa yang telah bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara
untuk meredakan kekesalan bapak, yaitu tarik nafas dalam,
istiqfar, berwudhuk, sholat, dan bercakap-cakap. Bapak punyak
hobi olahraga? Nah, itu juga dapat bapak lakukan.”
c. Fase terminasi “ Nah, kalau masih muncul rasa kesal, coba
lakukan cara yang telah kita bahas tadi. Mau coba cara yang
mana? Mau di jadwalkan? Baiklah, dua hari lagi kita akan bertemu
lagi. Sampai jumpa.”

STRATEGI PELAKSANAAN
TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri
Pertemuan ke : 3
A. Konsep keperawatan
1. Kondisi klien.
2. Diagnosa keperawatan Menarik diri
3. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan :
1. Banyak teman
2. Tidak kesepian
3. Bisa diskusi
4. Saling menolong
b. Rencana tindakan keperawatan
TUK 2 :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1. Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya tentang berhubungan dengan orang lain.
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi/ sore.
b. Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? apakah bapak sudah
melakukan cara yang saya ajarkan untuk mengurangi perasaan
kesal bapak?
c. Topic Dapatkah kita berbicara tentang perasaan bapak
sekarang?
d. Tempat “mau dimana kita bincang-bincangnya bu? Baiklah
disini saja ya bu
e. Waktu Kita bicara 15 menit saja. Dimana kita bicara? Di rumah
sini saja?”
2. Fase kerja
“Saya dapat memahami perasaan bapak. Silahkan bercerita tentangb
perasaan bapak. Tidak ada yang dapat kita salahkan, pak. saya
mengerti, sulit bagi bapak untuk menerima kehilangan ini. Bagus,
Bapak menyadari perasaan yang sudah diungkapkan karena semua
ini adalah kehendak allah. Apabila perasaan bersalah dan takut itu
muncul kembali, bapak dapat berdzikir, sholat, atau melakukan
kegiatan ibadah yang lain. Bagaimana, Pak? Apakah bapak akan
coba lakukan?”
3. Fase terminasi
“ bagaimana perasaan bapak setelah kita berbicara? Iya, Pak. Bapak
terus berdo’a ya. Silahkan bercerita dengan anggota keluarga.
Bagus, bapak sudah dapat mengungkapkannya. Nanti bapak dapat
berdzikir dan beristiqfar setiap saat dan saat rasa bersalah itu muncul
kembali. Bapak, dua hari lagi saya akan datang. Kita akan bicara
tentang perasaan bapak. Saya pamit dulu ya,Pak. Sampai jumpa.”

STRATEGI PELAKSANAAN
TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri
Pertemuan ke : 4
A. Konsep keperawatan
a. Kondisi klien
Klien tampak berbicara tidak menerima kenyataan yang dialaminya
b. Diagnosa keperawatan Menarik diri
c. Tujuan ‘
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 4:
klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap Dengan
kriteria hasil :
1. Klien mampu menyebutkan : Klien dapat mendemoktrasikan
hubungan social secara bertahap
2. Rencana tindakan keperawatan

TUK 4 : klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap

1. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien


dalam mengisi waktu luang
2. Bantu pasien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan
orang lain
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik “Selamat pagi/sore.”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?
c. Kontrak
1. Topik “apakah ada yang ingin bapak ceritakann pada saya?”
2. Waktu “ kira-kira ingin berapa lama bu? Dan ibu butuh waktu
berapa lama untuk melakukan kegiatan tersebut? 10 menit
cukup tidak?”
2. Fase kerja
“ Baiklah, Pak. Saya akan duduk di sebelah bapak dan menemani
bapak. Saya siap mendengarkan apabila ada yang ingin di
sampaikan. Bapak boleh menangis, jangan di tahan. Bapak punya
hak untuk menangis dengan menangis, akan ada perasaan lega.
Bapak, saya dapat merasakan apa yang bapak rasakan. Bapak dapat
menggunakan kesempatan yang ada dengan bercakap-cakap dengan
anggota keluarga seperti anak bapak yang dua lagi, istri bapak.”
(Mulai menbawa kerealitas ospek positif .) “ bapak dapat berbicara
dengan tetangga yang mempunyai pengalaman sama dengan bapak.
Sekarang, bagaimana kalau kita berdiskusi tentang kegiatan positif
yang bapak lakukan? Mulai dari yang bapak biasa lakukan dirumah
maupun kegiatan lain diluar rumah. Bagaimana kalau kita buat daftar
kegiatan yang dapat bapak lakukan? Waw, banyak kegiatan yang
dapat bapak lakukan.”
3. Fase terminasi
“ Bapak, Bagaimnana perasaan Bpaka setelah kita bicara? Iya, benar,
masih banyak yang bapak lakukan. Bapak dapat melakukan kegiatan
yang tadi sudah kita bahas. Saya percaya bapak bisa. Saya pamit
ya,Pak. Dua hari lagi saya akan datang untuk membicarakan tentang
perasaan bapak. Kira-kira jam berapa saya boleh datang? Baik, Pak.
Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri
Pertemuan ke : 5
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien Klien tampak berdiskusi/mengobrol dengan orang lain
2. Diagnosa kepereawatan Harga diri rendah.
3. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 5: klien dapat mengungkapkan perasaaannya setelah
berhubungan dengan orang lain Dengan kriteria hasil :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Kelompok
4. Rencana tindakan keperawatan
TUK 5: klien dapat mengungkapkan perasaaannya setelah
berhubungan dengan orang lain
a. Diskusika dengan pasien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
b. Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya berhubungan dengan orang lain
B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi/sore”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan bapak?”
c. Kontrak
1) Topik “Seperti janji saya dua hari yang lalu, sekarang saya
datang untuk berbicara tentang perasaan bapak”
2) Tempat Bagaimana kalau kita berbicara disini?
3) Waktu “30 menit saja, setuju,Pak?”
2. Fase kerja
“ Bapak tampak dsenang dan sangat berbeda dengan dua hari yang
lalu. Saya dengar bapak sudah banyak melakukan aktifitas. Bagus.
Kegiatan apa lagi yang sudah bapak rencanakan untuk mengisi
waktu? Saya percaya bapak dapat kembali semangat dalam mengisi
kehidupan ini. kapan bapak mau mengurus surat ansuransi, buku
tabungan, atau surat penting lainnya? Kapan bapak akan berziarah ke
makam anak bapak? Bapak sudah melihat foto-foto proses
pemakaman anak bapak? Ya, Bapak tampak sudah semangat lagi.”
3. Fase terminasi “ Bapak, tidak terata kita sudah lam berbicara.
Bagaimana perasaan bapak? Syukurlah. Bapak jangan lupa dengan
jadwal aktifitas dan waktu untuk mengurus sura-surat penting anak
bapak. Saya pamit ya, Pak. Sampai jumpa.”.
5. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) kehilangan dan berduka termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksaannya yang bias dilakukan adalah :
b. Electro convulsive therapy (ETC)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan di area temporal
kepala (pelipis kanan dan kiri).
Tujuan dilakukan ECT yaitu terapi yang digunakan untuk mengobati:
1. Gangguan efek yang berat pasien dengan depresi berat tidak berespon
terhadap obat anti depresan dengan ECT diharapkan pasien
menunjukkan respon yang baik dengan ECT 80-90%.
2. Gangguan skisofenia: skisifenia kata tonik tipe stufor atau tipe
exsided memberik respon yang baik dengan ECT.
3. Pasien bunuh diri : ECT digunakan ketika pasien menimbulkan
ancaman bagi diri sendiri.
4. Pada pasien hipoaktifitas penggunaan ECT sangat dianjurkan pagie
pasien tersebut (Townsend,2001)
c. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapiutik meliputi : memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapiutik, bersikap ramah,
memotivasi pasien, sopan kepada pasien.
d. Terapi okupasi Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki diri seseorang.
(Prabowo, 118:2014)
6. Evaluasi
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami Pasien
c. Memahami dan menerima hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya
d. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
e. Memanfaatkan faktor pendukung
DAFTAR PUSTAKA
Creek. (2003). Occupational Terapy . London : COT .
dkk, B. A. (2007). Manajement Keperawatan psikososial&kader kesehatan
jiwa . jakarta :
EGC.
prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Nuha
Medika .

Anda mungkin juga menyukai