Anda di halaman 1dari 5

Riwayat Alergi Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin

diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih, maka
pasien perlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum
menjalani pembedahan atau penulisan simbol alergi yang tertulis jelas pada status rekam medis
sesuai dengan kebijakan institusi. Perawat juga harus memastikan bahwa bagian depan lembar
pencatatan pasien berisi daftar alergi yang dideritanya.

Kebiasaan Merokok, Alkohol, dan Narkoba Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami komplikasi paru pascaoperasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah
mengalam peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya. Anestesi umum
akan meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi tersebut
akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama anestesi. Setelah pembedahan, pasien
perokok mengalami kesulitan yang lebih besar dalam paru membersihkan jalan napasnya dari
sekresi lendir. Kebiasaan mengonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap obat
anestesi. Pasien juga mengalami toleransi silang (toleransi obat meluas) terhadap pemakaian obat
anestesi, sehingga memerlukan dosis anestesi yang lebih tinggi dari normal. Selain itu, dokter
mungkin perlu meningkatkan dosis analgesik pascaoperatif. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga
dapat menyebabkan malnutrisi sehingga penyembuhan luka menjadi lambat. Pasien yang
mempunyai riwayat adanva pemakaian narkoba (narkotika dan obat- obatan terlarang) perlu
diwaspadai atas kemungkinan yang lebih besar untuk terjangkit penyakit seperti HIV dan Hepatitis,
terutama pada pasien pengguna narkoba suntik. Penggunaan obat-obatan narkotika atau
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dapat mengganggu kemampuan pasien mengontrol nyeri
setelah operasi serta memengaruhi tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama pembedahan.

Penggunaan narkoba suntik dapat mengganggu sistem vaskular dan menyulitkan akses ke dalam
vena

Pengkajian Nyeri Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cangkeul, dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas
nyeri. Penting bagi setiap perawat untuk memercayai pasien yang melaporkan rasa nyeri. Yang juga
sama pentingnya adalah waspada terhadap pasien yang cenderung un ueA uosuas urynpy plqns
epsaaq Sue uvSuel uexesna e nyeri tetapi menyangkalnya, harus menggali bersama pasien penalaran
terhadap dugaan nyeri. Misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa gangguan atau prosedur
biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak meringis saat bergerak atau menghindari
gerakan. Menggali alasan mengapa pasien mengabaikan rasa nyeri juga sangat membantu. Banyak
orang yang menyangkal nyeri yang dialaminya karena mereka takut dengan pengobatan/tindakan
yang mungkin diberikan jika mereka mengeluh nyeri, atau takut menjadi ketergantungan terhadap
opioid (narkotik) jika obat-obat ini diberikan untuk mengatasi nyerinya. Kondisi penyakit dan posisi
dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Perawat perlu mengkaji pengalaman nyeri pasien
sehelumnya, metode pengontrolan nyeri yang digunakan, sikap pasien dalam menggunakan obat-
obatan penghilang rasa nyeri, respons perilaku terhadap nyeri, pengetahuan pasien, harapan, dan
metode manajemen nyeri yang dipilih karena akan memberi dasar bagi perawat dalam memantau
perubahan kondisi pasien. evE rAuussed ednpuau fueá emeaad Sueio peia) uaáu sees uaiu
ueeqeauaui Pengkajian nyeri yang benar memungkinkan perawat perioperatif untuk menctapkan
status nyeri pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap perawatan yang
diberikan, dan lebilh berorientasi pada sifat kemitraan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri.
Perawat harus mengembangkan hubungan terapeutik yang positif dan memberi waktu kepada
pasien untuk mendiskusikan nyeri. Memberi posisi yang nyaman pada pasien sebelum perawat
bertanya dapat membantu pasien merasakan bahwa perawat peduli akan dirinya. Perawat
menghindari nyeri yang semakin buruk karena melakukan pengkajian yang lama. Perawat harus
mempelajari cara verbal dan nonverbal pasien dalam mengomunikasikan rasa ketidaknyamanan.
Meringis, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh
ekspresi nyeri secara nonverbal. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif biasanya
membutuhkan perhatian khusus selama melakukan pengkajian. Anak-anak, individu yang mengalami
keterlambatan perkembangan, pasien yang menderita psikosis, pasien yang sedang dalam kondisi
kritis, pasien yang mengalami dimensia, dan pasien yang tidak bisa berbicara bahasa Indonesia
memburuhkan pendekatan dengan cara yang berbeda. Pernyataan verbal anak-anak merupakan hal
yang paling penting. Anak-anak yang masih kecil mungkin tidak mengerti makna "nyeri", sehingga
dalam melakukan pengkajian perawat perlu menggunakan kata-kata seperti ouh ,aduh atau sakit

ngkajian Karakteristik Nyeri secara PQRST Keluhan dari pasien tentang nyeri yang dirasakan
merupakan indikator utama yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri
dan apapun yang berhubungan dengan ketidaknyamanan. Nyeri bersifat individual, sehingga
pengkajian karakteristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola nyeri dan tipe
manajemen nyeri yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan instrumen untuk menghitung
luas dan derajat nyeri bergantung kepada kondisi pasien yang sadar secara kognitif dan mampu
memahami instruksi perawat. Pendekatan pengkajian karakteristik nyeri dengan menggunakan
metode PQRST dapat mempermudah perawat perioperatif dalam melakukan pengkajian nyeri yang
dirasakan pasien secara ringkas dan dapat digunakan dalam kondisi praoperatif yang singkat.

Kotak 2-1. Ringkasan Pengkajian Karakteristik Nyeri dengan Pendekatan PORST Provoking Incident:
Apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor penyehab nyeri? Apakah nyeri berkurang
apabila beristirahat? Apakah nyeri bertamhah berat bila beraktivitas? Faktor-faktor apa yang
meredakan nyeri (misalnya: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat
bebas, dan sebagainya) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. Quality
or Quantity of Pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien. Apakah nyeri
bersifat tumpul, seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk. Region, Radiation, Relief: Di mana
Lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh pasien, apakah mana rasa sakit terjadi, Tekanan
pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyeri yang disebut radiating pain, misalnya pada
skiatika di sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri
kiriman atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari
tempat lain misalnya nyeri hutut akibat kelainan pada sendi panggul.ibn Severity (Scale) of Pain:
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri dengan menggunakan skala nyeri
deskriptif. Misalnya: tidak ada nyeri =0, nyeri ringan 1, nyeri sedang 2, nyeri berat - 3, nyeri tak
tertahankan-4. Kemudian wperawat membantu pasien untuk memilih secara dirasakan pasien. rasa
sakit bisa reda, apakah sakit menjalar atau menyehar, dan di rasa mana nyeri menjalar mulai dari
bokong pp subjektif tingkat skala nyeri yang Time: Berapa lama nyeri berlangsung (apakah bersifat
akut atau kronik), kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.
Pengkajian Psikososiospiritual Kecemasan Praoperatif Kecemasan berasal dari bahasa latin "angere"
yang berarti untuk menghadapi (to strange) atau untuk distres. Hal ini berkaitan dengan kata
"anger" yang berarti "kesedihan" atau "masalah". Kecemasan juga berkaitan dengan kata "to
anguish" yang menggambarkan adanya nyeri akut. penderitaan, dan distres (Stuart, 1998), Cemas
berbeda dengan rasa takut, di mana cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas.

Kecemasan dapat menimbulikan adanya perubahan secara fisik maupun psikologis yang akhirnya
mengaktifkan saraf otonom simpatis schingga meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan
darah, peningkatan frekuensi napas, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada pasien, dan
akhirnya dapat merugikan individu itu sendiri (Rothrock, 1999). Berdasarkan konsep
psikoneuroiunologi, kecemasan merupakan stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh.
Hal ins terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (Hipotalamus, Ptuitari, dan
Adrenal). Stres akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi Corticotropin Releasing
Factor (CRF). CRF ini selanjutaya akan aierangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan
produksi Adrenocorticotropéin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan merangsang korteks adrenal
untuk menungkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan aistem Lnn
tubuh (Guyton, 1996) Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien.
Apakah reaksi tersebut jelas atau tersembunyi, normal, atau abnormal. Sebagai contoh, kecemasan
praoperatif merupakan suatu respons antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap
pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan
kehidupan itu senditi. Sudah diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung akan
memenearuhi fungsi tubub. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi ansietas yang dialami
pasien. Dengan mengumpulkan riwavat kesehatan secara cermat, perawat akan menemukan
kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung selama proses pembedahan. Tidak
diragukan lagi, pasien yang menghadapi pembedahan akan dilingkupi oleh ketakutan, termasuk
ketakutan akan ketidaktahuan, kematian, anestesi, dan kanker Kekhawatiran mengenai kehilangan
waktu kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung jawab terhadap keluarga, dan ancaman
ketidakmampuan permanen yang lebih jauh, akant memperberat ketegangan emosional yang sangat
hebat yang diciptakan oleh proses pembedahan. Kekhawatiran nyata yang lebih ringan dapar teriadi
karena pengalaman sebelumnya dengan sistem perawatan kesehatan dan ocang-orang yang dikenal
pasien dengan kondisi yang sama. Akibatnya, perawat harus memberikan dorongan untuk
pengungkapan serta harus mendengaarkan, memahami, dan memberikan informasi yang membantu
menyingkirkan kekhawatiran tersebut (Potter, 2006).

Perasaan Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya, tampak tidaknyaman jika
ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan keluarga.
Perasaan sering kali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan menjalani bedah sehari.
Biasanya perawat hanya memiliki waktu yang singkat untuk membina hubungan dengan pasien.
Pada beberapa program bedah sehari, perawat dapat mengunjungi rumah pasien atau melakukan
pengkajian melalui telepon sebelum hari pembedahan. Di rumah sakit perawat harus memilih waktu
diskusi yaitu setelah melengkapi prosedur kedatangan pasien ke rumah sakit afau setelah
melengkapi pemeriksaan diagnostik. Perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan khawatir
merupakan perasaan yang normal. Kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya bergantung
pada keinginan perawat untuk mendengar, memberi dukungan, dan membenarkan konsep yang
salah (Stuart, 1999). Jika pasien merasa tidak berdaya, perawat harus menentukan alasannya.
Diagnosis medis dapat menimbulkan pemahaman tentang meningkatnya rasa ketergantungan dan
kehilangan fungsi fisik atau mental. Pikiran bahwa pasien akan "ditidurkan" selama masa anestesi
menimbulkan rasa khawatir akan kehilangan kontrol. Banyak pasien yang merasa perlu
mempertahankan kekuatannya untuk membuat keputusan tentang terapi yang akan dijalaninya.
Perawat harus meyakinkan bahwa pasien berhak untuk bertanya dan mencari informasi.

Konsep Diri Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang dialaminya
dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dirinya. Pasien yang cepat mengkritik atau merendahkan karakter dirinya mungkin
mempunyai harga diri yang rendah atau sedang menguji pendapat perawat tentang karakter
mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stres pembedahan
dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuanrya (Stuart, 1999). cara meminta pasien Citra
Diri Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit biasanya
mengakibatkan perubahan bentuk atau perubahan fungsi tubuh yang permanen. Rasa khawatir
terhadap kelainan bentuk atau takut pasien. Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien
anggap akan terjadi akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan
tingkat harga kehilangan bagian tubuh akan menyertai rasa dirinya. Sering kali pembedahan
mengubah aspek fisik atau jaringan payudara, kolostomi, ureterostomi, atau pengangkatan kejenjar
prostat dapat memengaruhi persepsi pasien tentang seksualiias mereka. Pembedahan seperti
perbaikan hernia atau ekstraksi katarak menyebabkan pasien tidak melakukan hubungan seksual
sampai aktivitas fisik mereka kembali normal. Perawat harus mendorong pasien untuk
mengekspresikan kekhawatiran mereka tentang seksualitas. Pasien yang menghadapi disfungsi
seksual yang bersifat sementara

Sumber Koping Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat
menentukan kemampuan pasien dalam mengatasi stres akibat pembedahan. Perawat juga bertanya
tentang manajemen stres yang biasa dilakukan pasien sebelumnya, Apabila pasien pernah menjalani
pembedahan, maka perawat perioneratif perlu menentukan perilaku yang dapat membantu pasien
dalam menghilangkan ketegangan atau kecemasaninya. Perawat dapat menginstruksikan pasien
untuk melakukan latihan relaksasi untuk membantu mengontrol ansietas. Perawat perioperatif
mengkaji adanya dukungan yang dapat diberikan oleh anggota keluarga atau teman klien. Pada saat
pengkajian atau penjelasan, pasien mungkin menginginkan kehadiran orang lain. Pada konsep
perioperatif adanya anggota keluarga dapat dimaksimalkan perawat perioperatif sebagai pelatih
pasien, menawarkan dukungan yang berharga selama periode pascaoperatif, karena partisipasi dari
pasien terhadap keseluruhan fase perioperatif merupakan hal yang penting.

Kepercayaan Spiritual Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi


ketakutan dan ansietas. Tanpa memandang agama yang dianut pasien, kepercayaan spiritual dapat
menjadi medikasi terapeutik. Segala upaya harus dilakukan untuk membantu pasien mendapat
bantuan spiritual yang diinginkan. Keyakinan mempunyai kekuatang sangat besar, oleh karena itu
kepercayaan vang dimiliki oleh setiap pasien harus dihargai dan didukung. Menghormati nilai budaya
dan kepercayaan pasien dapat mendukung terciptanya hubungan dan saling percaya. Kemampuan
yang paling berguna bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah kemampuan
untuk mendengarkan pasien, terutama saat mengumpulkan riwayat kesehatan pasien. Melalui
keterlibatan dalam percakapan dan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dan mewawancara,
perawat dapat mengumpulkan informasi dan wawasan yang sangat berharga. Perawat yang tenang,
memperhatikan, dan pengertian akan menimbulkan rasa percaya pasien. Pengetahuan, Persepsi,
dan Pemahaman Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi
pembedahan. Dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan pemahaman pasien, dapat
membantu perawat merencanakan penyuluhan den tindakan untuk mempersiapkan kondisi
emosional pasien. Apabila pasien dijadwalkan menjalani bedah sehari, maka pengkajian dapat
dilakukan di ruang praktik dokter atau di rumah pasien. Setiap pasien merasa takut untuk datang ke
tempat pembedahan. Beberapa diantaranya disebabkan karena pengalaman di rumah sakit
sebelumnya, peringatan dariteman dan keluarga, atau karena kurang pengetahuan. Perawat
menghadapi dilema etik saat pasien memahami informasi yang salah atau tidak menyadari alasan
dilakukannya pembedahan. Perawat menanyakan gambaran pemahaman pasien tentang
pembedahan dan implikasinya.

Informed Consent Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela
oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan. Irin tertulis tersebut dapat melindungi pasien
dari kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap runtutan dari suatu
lembaga hukum. Demi kepentingan bersama, semua pihak yang terkait perlu mengikuti prinsip
medikolegal yang baik (Potter, 2006). Tanggung jawab perawar adalah untuk memastikan bahwa
informed consent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien.
Sebelum pasien menandatangani informed consent, ahli bedah harus memberikan penjelasan yang
jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus
menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif kemungkinan risiko, komplikasi, perubahan
bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan, ketidakmampuan, pengangkatan bagian tubuh, dan juga
tentang apa yang diperkirakan terjadi pada periode pascaoperatif awal dan lanjut. Persetujuan
tindakan medik ini diperlukan pada: epe 3ue . suatu prosedur tindakan invasif, seperti insisi bedah,
biopsi, sistoskopi, atau parasintesis; intervensi dengan menggunakan anestesi; prosedur nonbedah
yang risikonya lebih dari sekadar risiko ringan, contohnya prosedur arteriografi; prosedur yang
mencakup terapi radiasi atau kobalt; Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika dia
telah mencapai Jepes yepn mum yemeq sp uaised eng Euau eaos ndueu uep ueynauaip SueA eisn
atau tidak kompeten, maka izin harus didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau
wali yang sah. Pada kasus-kasus kedaruratan, penting bagi ahli bedah untuk mengambil tindakan
yang bersifat penyelamatan tanpa informed consent dari pasien. Namun, upaya untuk menghubungi
pihak keluarga pasien harus terus dilakukan. Pada situasi seperti ini, komunikasi dapat dilakukan
melalui telepon, telegram, faksimile, atau media elektronik lainnya. Jika pasien ragu-ragu dan tidak
sempat mencari pengobatan alternatif, maka opini orang kedua dapat diminta. Tidak ada pasien
yang boleh dipaksa untuk menandatangani 1zin operasi. Penolakan terhadap prosedur pembedahan
adalah hak hukum dan hak istimewa seseorang. Akan tetapi, informasi tersebut harus
didokumentasikan dan disampaikan kepada ahli bedah sehingga pengaturan lain dapar dibuat.
Sebagai contoh, penjelasan tambahan dapat diberikan kepada pasien dan keluarganya atau
pembedahan dapat dijadwalkan ulang.

Anda mungkin juga menyukai