Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini teknologi dalam bidang pembangunan semakin berkembang,
seperti halnya struktur bangunan gedung yang dibangun di sebagian Negara
seperti Taiwan (Taipei 101, 508m), Arab Saudi (Makkah Royal Clock, 601m),
Tiongkok (Shanghai Tower, 632m), Dubai (Burj Khalifa, 828m), dan yang
memiliki ukuran tertinggi adalah yang akan dibangun oleh Arab Saudi
(Kingdom Tower, 1000m). Dan masih banyak dijumpai struktur bangunan
tinggi dengan berbagai bentuk yang beraturan ataupun tidak beraturan, salah
satunya struktur bangunan yang memiliki bentuk kantilever. Dalam
perencanaan struktur gedung kantilever perlu dijamin kekuatan dan kestabilan
dalam segala kondisi pembebanan yang akan bekerja pada struktur tersebut,
mengingat akan terjadi perubahan eksentrisitasnya dikarenakan bentuk
struktur yang tidak simetris pada arah X ataupun Y struktur.

Kekuatan struktur dari sebuah bangunan adalah syarat utama bangunan


tersebut, supaya apabila terjadi becana alam seperti gempa bumi, bangunan
tersebut tidak mengalami keruntuhan yang menyebabkan terjadinya musibah
/ hal yang tidak diinginkan.

Dalam perencanaan struktur gedung jaminan adanya kekuatan dan


kestabilan dalam segala kondisi pembebanan merupakan hal paling mendasar
yang perlu diperhatikan. Akibat adanya beban, struktur yang dibebani akan
mengalami perubahan bentuk (deformasi).

Struktur gedung merupakan gabungan dari berbagai elemen, yaitu kolom,


balok dan plat yang menjadi satu kesatuan / satu portal dalam menahan beban
yang bekerja pada suatu struktur. Kolom merupakan elemen struktur yang
paling penting dalam struktur portal bangunan, sebab kolom berfungsi

1
meneruskan beban–beban yang terjadi pada struktur ke dalam tanah melalui
pondasi.

Pada elemen kolom terdapat beban aksial (P) akibat beban struktur dan
gaya lateral (H) yang terjadi akibat beban gempa dan beban angin. Gaya
lateral yang terjadi pada kolom akan menghasilkan defleksi lateral (∆), pada
keadaan tersebut kolom akan mendapatkan momen lentur tambahan (momen
sekunder). Kondisi struktur seperti ini disebut dengan efek P-delta. Namun
pada perencanaan suatu struktur sering mengabaikan efek p-delta yang dapat
berpengaruh pada kestabilan kolom, terlebih pada struktur gedung bertingkat
tinggi dan memiliki bentuk kantilever.

Setiyarto (2017) menyatakan, pada struktur gedung umumnya,


khususnya bangunan tinggi, efek P-Delta dapat mungkin terjadi khususnya
untuk kolom langsing terhadap pembebanan gravitasi, termasuk beban mati
maupun beban hidup. Pengaruhnya dapat menyebabkan kolom tersebut
semakin lentur terhadap pembebanan lateral. Sehingga efek P-Delta tidak
dapat diabaikan dalam perencanaan dan desain struktur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah :

1. Apa yang dimaksud p-delta?


2. Beban apa saja yang bekerja pada struktur?
3. Perbedaan gaya dalam struktur dengan efek p-delta dan tanpa efek
p-delta.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengertian p-delta
2. Beban yang bekerja pada struktur.

2
3. Perbandingan gaya dalam struktur dengan efek p-delta dan tanpa
efek p-delta.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk sebuah
instansi ketika merencanakan suatu struktur bangunan bertingkat tinggi untuk
menganalisa gaya dalam akibat efek p-delta yang dapat bekerja pada struktur
bangunan tersebut.

1.5 Batasan Masalah


1. Tidak menganalisa data tanah.
2. Tidak melakukan perhitungan struktur bawah (Pondasi).
3. Perhitungan dimensi setiap elemen mengacu kepada SNI 2847:2013
4. Analisa struktur menggunakan software ETABS.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton Bertulang


Beton sendiri adalah material konstruksi yang diperoleh dari pencampuran
pasir, kerikil/batu pecah, semen serta air. Terkadang beberapa macambahan
tambahan dicampurkan kedalam campuran tersebut dengan tujuan
memperbaiki sifat –difat dari beton, yakni antara lain untuk meningkatkan
workability, durability, serta waktu pengerasan beton. (Setiawan, 2016)

Campuran beton tersebut seiring dengan bertambahnya waktu akan


menjadi keras seperti batuan, dan memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat
tariknya rendah. Beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta tulangan
baja, yang bekerja bersama-sama untuk memikul beban yang ada. Tulangan
baja akan memberikan kuat Tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Selain itu
tulangan baja juga mampu untuk memikul beban tekan, seperti digunakan
pada elemen kolom beton. (Setiawan, 2016)

2.1.1Kuat tekan beton


Karena sifat utama dari beton adalah sangat kuat jika menerima bebean
tekan, maka mutu beton pada umumnya hanya ditinjau terhadap kuat tekan
beton tersebut. Sifat yang lain (misalnya: kuat Tarik, modulus elastisitas
beton) dapat dikorelasikan terhadap kuat tekan beton. Menurut peraturan
beton (PBI-1971, diperbaiki dengan SK SNI T-15-1991-03 dan SNI 03-
2847-2002), kuat tekan beton diberi notasi fc’, yaitu kuat tekan silinder
beton yang diisyaratkan pada waktu berumur 28 hari.

Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu :

1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton non
struktur (misalnya: kolom praktis, balok praktis).

4
2. Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa, digunakan untuk
beton struktur (misalnya: balok, kolom, pelat maupun fondasi).
3. Mutu beton dengan fc’ sebesar 20 Mpa keatas, digunkana untuk struktur
beton yang direncanakan tahan gempa.

2.2 Keuntungan dan Kerugian Beton

Beton bertulang sebagai salah satu material konstruksi dapat diaplikasikan


dalam banyak bentuk / tipe struktur. Namun demikian material ini juga memiliki
beberapa keunggulan maupun kekurangan yang dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan pemilihan material konstruksi.

Beberapa keuntungan penggunaan material beton bertulang adalah :

1. Memiliki kuat tekan yang tinggi


2. Memiliki ketahanan api yang lebih baik dibandingkan dengan material
baja, apabila disediakan selimut beton yang mencukupi
3. Membentuk struktur yang sangat kaku
4. Memiliki umur layan yang panjang dengan biaya perewatan yang
rendah
5. Untuk beberapa tipe struktur seperti bendungan, pilar jembatan dan
pondasi, beton bertulang merupakan pilihan material yang paling
ekonomis
6. Beton dapat dicetak menjadi beragam bentuk penampang, sehingga
sangat banyak digunakan dalam industri pracetak
7. Tidak terlalu dibutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan yang tinggi,
apabila dibandingkan dengan struktur baja

Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, beton juga memiliki beberapa


kekurangan :

1. Beton memiliki kuat tarik yang rendah, sekitar sepersepuluh dari kuat
tekannya

5
2. Agar dapat menjadi suatu elemen struktur, material penyusun beton
dicampur, dicetak dan setelah itu perlu dilakukan proses perawatan
untuk mencapai kuat tekannya
3. Biaya pembuatan cetakan beton cukup tinggi, dapat menyamai harga
beton yang dicetak
4. Ukuran atau dimensi penampang struktur beton umumnya lebih besar
dibandingkan dengan struktur baja, sehingga akan menghasilkan
struktur yang lebih berat
5. Adanya retakan pada beton akibat susut beton dan beban hidup yang
bekerja
6. Mutu beton sangat tergantung pada proses pencampuran material
maupun proses pencetakan beton sendiri.

2.3 Analisis Portal


2.2.1Tak bergoyang
Suatu portal bidang didefinisikan sebagai portal tak bergoyang, atau
tidak mengalami tumpuan yang cukup untuk mencegah timbulnya
perpindahan dalam arah horizontal. Contoh portal yang demikian
diperlihatkan dalam gambar 2.1. selain itu portal yang memiliki
pembebanan dan bentuk geometri yang simetri juga dapat dikategorikan
sebagai portal tak bergoyang. Gambar 2.2. menunjukan portal jenis ini.
(Setiawan, 2015)

Gambar 2.1 Portal tak bergoyang (Setiawan, 2015)

6
Gambar 2.2 Portal tak bergoyang dengan beban dan geometri
simetris (Setiawan, 2015)

2.2.2 Bergoyang
Sebuah portal akan mengalami goyangan atau perpindahan dalam arah
horizontal apabila beban-beban yang bekerja pada portal tersebut tidak
simetri. Sebagai contoh suatu portal tak bergoyang ditunjukkan dalam
gambar 2.3. sebagai akibat adanya gaya horizontal P pada portal tersebut,
maka portal tersebut akan mengalami perpindahan kearah kanan sebesar
∆ di titik B dan C. (Setiawan, 2015).

Gambar 2.3 Portal bergoyang statis tak tentu. (Setiawan, 2015)

Portal yang tak simetri baik dari sisi geometri maupun dari sisi
pembebanan akan cenderung mengalami goyangan atau perpindahan
dalam arah horizontal. Suatu contoh dari struktur portal bergoyang
ditunjukkan dalam gambar 2.4.

7
Gambar 2.4 Analisis portal bergoyang. (Setiawan, 2015)

2.4 Proses Desain


Proses desain suatu struktur secara garis besar dilakukan melalui dua
tahapan : (1) menentukan gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur
tersebut dengan menggunakan metode-metode analisis struktur yang tepat
dan (2) menentukan dimensi atau ukuran dari tiap elemen struktur secara
ekonomis dengan mempertimbangkan faktor keamanan, stabilitas,
kemampulayanan, serta fungsi dari struktur tersebut. Beton adalah salah satu
jenis material yang paling sering digunakan dalam pembuatan berbagai jenis
struktur. (Setiawan, 2016)

Beton sendiri adalah material konstruksi yang diperoleh dari pencampuran


pasir, kerikil/batu pecah, semen serta air. Terkadang beberapa macambahan
tambahan dicampurkan kedalam campuran tersebut dengan tujuan
memperbaiki sifat –difat dari beton, yakni antara lain untuk meningkatkan
workability, durability, serta waktu pengerasan beton. (Setiawan, 2016)

Campuran beton tersebut seiring dengan bertambahnya waktu akan


menjadi keras seperti batuan, dan memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat
tariknya rendah. Beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta tulangan
baja, yang bekerja bersama-sama untuk memikul beban yang ada. Tulangan
baja akan memberikan kuat Tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Selain itu
tulangan baja juga mampu untuk memikul beban tekan, seperti digunakan
pada elemen kolom beton. (Setiawan, 2016)

8
2.5 Bangunan Kantilever
Balok kantilever adalah balok yang satu ujungnya terdapat tumpuan jepit
dan ujung lain menggantung bebas. Balok kantilever menahan beban gravitasi
menerima momen negatif pada keseluruhan panjang balok tersebut. Akibatnya
tulangan balok kantilever ditempatkan pada bagian atas atau sisi tariknya,
konsekuensi dari pengaplikasian struktur ini yakni, struktur kantilever harus
benar-benar kuat, hubungan struktur antara bidang penjepit dengan yang
dijepit terjadi pada satu pangkal saja. (Yasmin, 2017)

Struktur dikatakan bersifat kantilever jika struktur tersebut memiliki satu


tumpuan atau bersifat seperti pada gambar 2. Struktur kantilever yang hanya
menggunakan satu tumpuan sering digurakan untuk dapat memaksimalkan
tapak pada lantai di atasnya tanpa mengurangi tapak yang berada dibawahnya
jika dibandingkan dengan struktur biasanya yang menggunakan dua
tumpuan/kolom. Namun perlu diketahui pada struktur kantilever memiliki
defleksi yang lebih besar. Sehingga jika semakin besar defleksi yang terjadi
maka semakin besar pula perkuatan struktur yang harus digunakan untuk
mendukung struktur kantilever tersebut.(Nurdianyoto, 2016)

Gambar 2.4 Struktur Kantilever (Nurdianyoto, 2016)

9
2.6 Defleksi

Zain (2011) menyatakan, defleksi adalah perubahan bentuk pada balok


dalam arah y akibat adanya pembebanan vertical yang diberikan pada balok
atau batang. Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya
semula bila benda dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu
batang akan mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat
maupun terbagi merata akan mengalami defleksi. Unsure-unsur dari mesin
haruslah cukup tegar untuk mencegah ketidakbarisan dan mempertahankna
ketelitian terhadap pengaruh beban dalam gedung-gedung,balok lantai tidak
dapat melentur secara berlebihan untuk meniadakan pengaruh psikologis yang
tidak diinginkan para penghuni dan untuk memperkecil atau mencegah dengan
bahan-bahan jadi yang rapuh. Begitu pun kekuatan mengenai karateristik
deformasi dari bangunan struktur adalah paling penting untuk mempelajari
getaran mesin seperti juga bangunan-bangunan stasioner dan penerbangan.

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu :


1. Kekakuan batang
Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi
pada batang akan semakin kecil
2. Besarnya kecil gaya yang diberikan
Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus
dengan besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar
beban yang dialami batang maka defleksi yang terjadi pun semakin kecil
3. Jenis tumpuan yang diberikan
Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Jika
karena itu besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan yang berbeda-
beda tidaklah sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang
melawan gaya dari beban maka defleksi yang terjadi pada tumpuan rol
lebih besar dari tumpuan pin (pasak) dan defleksi yang terjadi pada
tumpuan pin lebih besar dari tumpuan jepit.

10
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titik,keduanya memiliki kurva
defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope
yang terjadi pada bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope
titik. Ini karena sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada
beban titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja.

2.7 Gempa Bumi


Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki resiko tinggi
terhadap kejadian gempa bumi. Hal ini sabagai akibat interaksi antara tiga
lempeng raksasa yang mengelilingi Indonesia. Yaitu Lempeng Indo-Australia,
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Samudra Pasifik. Gempa bumi merupakan
goyangan atau pergerakan tanah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
pelepasan energy yang tersimpan lama di dalam bumi. Sebagai akibat dari
kejadian gempa bumi, tidak jarang terjadi adanya korban jiwa dan kerugian
materil, meupun kerusakan infrastruktur. Oleh karena itu strktur bangunan di
Indonesia harus direncanakn sedemikian rupa sehingga mampu menahan
beban yang ditimbulkan oleh pengaruh gempa bumi (Setiawan, 2016).

Christina (2010) menyatakan, lempeng Eurasia merupakan lempeng yang


keadaannya stabil, sedangkan lempeng Indo-Autralia adalah lempeng yang
cenderung bergerak ke Utara dan lempeng Pasifik yang cenderung bergerak
ke Barat. Itulah yang membuat Indonesia berada pada daerah rawan bencana
gempa bumi. Wilayah-wilayah di Indonesia yang merupakan daerah rawan
gempa yaitu Sumatera terutama bagian pesisir Barat, Jawa, Sulawesi, Maluku
dan Papua. Berdasarkan sejarah kekuatan sumber gempa, aktivitas gempa
bumi di Indonesia dibagi menjadi 6 daerah aktivitas:
1) Daerah sangat aktif. Magnitude lebih dari 8 SR mungkin terjadi di
daerah ini, yaitu di Halmahera, pantai Utara Irian.

11
2) Daerah aktif. Magnitude 8 SR mungkin terjadi dan magnitude 7 SR
sering terjadi, yaitu di lepas pantai Barat Sumatera, pantai Selatan
Jawa, Nusa Tenggara, Banda.
3) Daerah lipatan dan retakan. Magnitude kurang dari 7 SR mungkin
terjadi, yaitu di pantai Barat Sumatera, kepulauan Suna, Sulawesi
Tengah.
4) Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan. Magnitude kurang dari 7
SR bisa terjadi, yaitu di Sumatera, Jawa bagian Utara, Kalimatan
bagian Timur.
5) Daerah gempa kecil. Magnitude kurang dari 5 SR jarang terjadi, yaitu
di daerah pantai Timur Sumatera, Kalimantan Tengah.
6) Daerah stabil, tak ada catatan sejarah gempa, yaitu daerah pantai
Selatan Irian, Kalimantan bagian Barat.
Indonesia memiliki banyak sejarah gempa yang terjadi. Salah satu gempa
yang terdahsyat yaitu di tahun 2004 pada bulan Desember yang mengguncang
Aceh dan sekitarnya dengan gempa yang berkekuatan 9,8 SR. Gempa ini
mengakibatkan timbulnya tsunami karena hiposentrumnya berada pada dasar
laut.

2.8 Bangunan Struktur Tahan Gempa


Menurut Vis (1993) menyatakan bahwa, ada tiga jalur gempa yang bertemu
di Indonesia yang dapat mengakibatkan terjadinya cukup banyak gempa di
sekitar Indonesia. Beban gempa dalam perencanaan struktur beton
merupakan beban khusus atau beban yang abnormal yang kejadiannya dapat
terjadi sekali denagn skala yang sangat besar selama masa layan dari struktur
bangunan tersebut. Beban-beban lainnya yang termasuk dalam perencanaan
special limit state design adalah akibat pengaruh kebakaran, ledakan, atau
beban akibat tertabrak oleh kendaraan.

12
Dalam perencanaan struktur beban didaerah gempa perencanaan limit
states designnya disebut Capacity design yang berarti bahwa ragam
keruntuhan struktur akibat beban gempa yang besar ditentukan lebih dahulu
dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa agar mekanisme
keruntuhannya dapat memencarkan energi yang sebesar-besarnya.

Agar elemen-elemen kritis dapat dijamin pembentukannya secara


sempurna maka elemen-elemen lainnya harus direncanakan khusus, agar
lebih kuat dibandingkan elemen-elemen kritis.

Beban gempa merupakan beban yang sangat tidak dapat diperkirakan baik
besarnya maupu arahnya. Besarnya gaya gempa sangat ditentukan oleh
perilaku struktur tersebut. Gaya horizontal, gaya vertikal dan momen torsi yang
terjadi sangat bergantung pada waktu getar sturuktur dan eksentrisitas antara
pusat kekakuan struktur dengan pusat massa struktur.

Agar gaya-gaya gempa yang diperhitungkan tidak terlalu besar, arahnya


cukup dapat diperkirakan, dan di distribusi gaya-gayanya dapat dilakukan
secara sederhana, ketentuan-ketentuan di bawah ini sangat perlu untuk
diperhatikan dalam perencanaan struktur beton di daerah gempa.

1. Tata letak struktur


2. Desain kapasitas
3. Pendetailan

Dengan memenuhi ketiga syarat-syarat ini makan perencanaan struktur


beton di daerah gempa dapat dilakukan dengan sederhana, aman dan
ekonomis.

Untuk bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem penahan lateral


khusus, seperti rangka pemikul momen khusus dan dinding structural khusus.
Rangka pemikul momen khusus merupakan elemen balok dan kolom mampu
mendisipasi energy saat terjadi gempa kuat. Dinding structural khusus yang
biasanya saling bekerja sama dengan bantuan balok perangkai pun banyak

13
dipakai sebagai elemen penahan gaya lateral pada struktur bangunan tinggi
karena kekakuannya yang besar. Untuk mencapai struktur yang andal dan
ekonomis, semua elemen struktur didesain sedemikian rupa agar memiliki
daktilitas yang cukup untuk berdeformasi dan mendisipasi energy saat gempa
kuat terjadi.(Budiono, 2017)

Pada desain gedung tinggi tahan gempa dengan bahan beton bertulang,
beberapa perlaku khusus perlu diperhatikan, seperti ketidakberaturan
horizontal dan vertical yang mungkin terjadi, penyesuaian periode getar
struktur dengan periode minimum dan maksimum yang disyaratkan, faktor
skala gaya gempa bagi analisis gempa dengan gaya dinamik, pengecekan
stabilitas struktur, dan berbagai syarat lainnya sesuai dengan SNI 1726:2012.
Karena bangunan tinggi sering melewati batas normal yang disyaratkan,
beberapa penalty dalam proses desain harus dilakukan untuk menjamin
keandalan struktur. (Budiono, 2017)

2.9 Respon Spektrum


Respons spektrum adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk
grafik / plot antara periode getar struktur T, versus respon-respon maksimum
berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respon-respon maksimum
dapat berupa simpangan maksimum (spectral displacement, SD), kecepatan
maksimum (spectral velocity, SV), atau percepatan maksimum (spectral
acceleration, SA) dari massa struktur single degree of freedom (SDOF).
(Yohanes, 2017)

2.10 P-delta
Pada kenyataannya elemen kolom yang mengalami gaya lateral akan
mengalami pembesaran momen akibat defleksi lateral. Besarnya momen
tambahan merupakan funsi dari beban gravitasi (P) dan defleksi lateral (Δ),
perilaku struktural tersebut biasa disebut dengan P-delta efek (P-Δ) yang
merupakan pengaruh global portal kolom. Besarnya defleksi lateral dilakukan
secara bertahap dan berulang/iterasi, nilai perbandingan defleksi lateral awal

14
(Δ1) dengan defleksi lateral akhir (Δn) harus lebih kecil dari 2,5 untuk
menghindari ketidak stabilan kolom portal akibat beban gravitasi. (Suyono,
2007)

Gambar 2.5 Defleksi lateral. (Suyono, 2007)

Di bangunan bertingkat tinggi, efek P-delta dapat berdampak besar untuk


menjungkir balikkan. P-delta effect adalah momen sekunder dan karena gaya
aksial dan perpindahan struktur. Saat merancang bangunan bertingkat tinggi
di zona seismik, hal ini lebih penting lagi karena bergoyangnya bangunan. Jika
goyangan bangunan itu besar dan karenanya membuat perpindahan besar,
momen yang menjungkir balik bisa menyebabkan kerusakan pada bangunan.
Untuk menghindari kerusakan atau keruntuhan akibat efek P-delta, stenfitas
lateral atau kekuatan bangunan harus ditingkatkan. Karena fenomena ini
paling sering terjadi di zona seismik. (Davidson, 1992)
Analisis P-Delta adalah jenis analisis yang sangat penting untuk
menggantikan struktur bangunan bertingkat dua yang mengalami beban
gravitasi. Tentu saja ada model struktur akan membelok ketika dimuat. Sebuah
defleksi yang mungkin mengalami momen sekunder karena ujung telah
berubah posisi. Untuk menggambarkan hal ini, perhatikan contoh kolom
kantilever sederhana yang ditunjukan dibawah ini. (Comino, 2016)

15
Gambar 2.6 Pengaruh P-Δ. (Comino, 2016)

Menurut SNI 1726:2012 (BSN, 2012) Pengaruh P-delta pada geser dan
momen tingkat, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan
simpangan antar lantai tingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak disyaratkan
untuk diperhitungkan bila koefisien stabilitas ( T ) seperti ditentukan oleh
persamaan berikut sama dengan atau kurang dari 0,10:
𝑃𝑥 ∆𝐼𝑒
Ꝋ=
𝑉𝑥 ℎ𝑠𝑥 𝐶𝑑

Keterangan:
Px = beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x,dinyatakan
dalam kilo newton (kN); bila menghitung Px , faktor beban individu tidak
perlu melebihi 1,0;
∆ = adalah simpangan antar lantai tingkat desain seperti didefinisikan
dalam 7.8.6, terjadi secara serentak dengan Vx , dinyatakan dalam
milimeter (mm)
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan 4.1.2
Vx = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan 1 x (kN) sxh =
tinggi tingkat di bawah tingkat x, dinyatakan dalam milimeter (mm);
Cd =faktor pembesaran defleksi dalam Tabel9.

Koefisien stabilitas (Ꝋ ) harus tidak melebihi Ꝋmax yang ditentukan sebagai


berikut:

16
0.5
Ꝋ𝑚𝑎𝑥 ≤ 0.25
𝛽𝐶𝑑

Dimana β adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk


tingkat antara tingkat x dan x-1. Rasio ini diijinkan secara konservatif diambil
sebesar 1,0.
Jika koefisien stabilitas (Ꝋ ) lebih besar dari 0,10 tetapi kurang dari atau
sama dengan Ꝋmax faktor peningkatan terkait dengan pengaruh P-delta pada
perpindahan dan gaya komponen struktur harus ditentukan dengan analisis
rasional. Sebagai alternatif, diijinkan untuk mengalikan perpindahan dan gaya
komponen struktur dengan 1,0/(1 – Ꝋ ).
Jika Ꝋ lebih besar dari Ꝋmax, struktur berpotensi tidak stabil dan harus
didesain ulang.
Jika pengaruh P-delta disertakan dalam analisis otomatis, Persamaan 36
masih harus dipenuhi, akan tetapi, nilai Ꝋ yang dihitung dari Persamaan 35
menggunakan hasil analisis P-delta diijinkan dibagi dengan (1 + Ꝋ ) sebelum
diperiksa dengan Persamaan 36.

2.11 Beban
Menurut Setiawan (2016), beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu
struktur. Penentuan secara pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu
stuktur selama umur layanannya merupakan salah satu pekerjaan yangcukup
sulit. Selain itu, pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan
suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari
struktur dapat diketahui secara pasti, distribusi beban dari elemen ke elemen
dalam suatu struktur pada umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan.
Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah diestimasi, maka
maslaah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi beban yang
paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. Besar beban

17
yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan pembebanan yang
berlaku. Beberapa jenis beban yang sering dijumpai antara lain :

1. Beban mati adalah beban gravitasi yang berasal dari berat semua
komponen gedung/bangunan yang bersifat permanen selama masa
layan struktur tersebut. Termasuk pula kedalam jenis beban mati adalah
unsur-unsur tambahan, mesin serta peralatan tetap yang tak terpisahkan
dari gedung tersebut. Selain itu berat sendiri struktur, system perpipaan,
jaringan listrik, penutup lantai, serta plafond juga termasuk jenis beban
mati.

Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan. (PPIUG, 1983)

Bahan Bangunan Berat


Baja 7850 kg/m3
Beton 2200 kg/m3
Beton bertulang 2400 kg/m3
Kayu (kelas I) 1000 kg/m3
Pasir (kering udara) 1600 kg/m3

Tabel 2.2 Komponen gedung. (PPIUG, 1983)

Komponen Gedung
Spesi dari semen, per cm tebal 21 kg/m3
Dinding bata merah 1/2 batu 250 kg/m3
Penutup atap genting 50 kg/m3
Penutup lantai ubin semen per cm tebal 24 kg/m3

2. Beban hidup termasuk kedalam kategori beban gravitasi, yaitu jenis


beban yang timbul akibat penggunaan suatu gedung selama masa layan
gedung tersebut. Beban manusia, peralatan yang dapat dipindahkan,
kendaraan bermotor, serta barang/benda lain yang letaknya tidak
permanen. Oleh karena besar dan lokasi beban hidup berubah-ubah,

18
maka penentuan beban hidup dengan tepat merupakan suatu hal yang
cukup sulit.
3. Beban angin adalah beban yang timbul sebagai akibat adanya tekanan
dari gerakan angina. Beban angin sangat ditentukan oleh lokasi dan
ketinggian dari struktur bangunan. Intensitas tekanan tiup yang
direncanakan dapat diambil minimum sebesar 25 kg/m 2, kecuali untu
kondisi berikut :
a. Tekanan tiup ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil
minimum 40 kg/m2
b. Untuk bangunan didaerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya
lebih besar dari 40 kg/m2, harus diambil sebesar p = v2/16 (kg/m2),
dengan V adalah kecepatan angina dalam m/s.
c. Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan
rumus (42,5 + 0.6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluurh dalam
meter.
4. Beban gempa merupakan beban dalam arah horizontal dari struktur yang
ditimbulkan oleh adanya gerakan tanah akibat gempa bumi, baik dalam
arah vertical maupun horizontal. Pada beberapa kasus umumnya
pengaruh gempa dalam arah vertical lebih menentukan daripada
pengaruh gempa arah vertical. Besarnya gempa yang bekerja pada dasar
struktur/bangunan ditentukan berdasarkan persamaan

V= Cs x W

Dengan C adalah koefisien respons seismic yagn ditentukan berdasarkan


respons spectrum pada lokasi bangunan serta jenis sistem struktur yang
digunakan, sedangkan W adalah berat seismic efektif yang berisi seluruh
beban mati dan beban lainnya yang diisyaratkan dalam peraturan
mengenai gempa.

19
2.12 Jenis Struktur Gedung

Depkimpraswil (2002) menjelaskan, suatu gedung dikatakan memiliki


struktur gedung beraturan apabila:
a. Denah struktur gedung adalah segi empat atau persegi panjang tanpa
tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut
tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam
arah tonjolan tersebut.
b. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari
15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi
coakan tersebut.
c. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan
beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan
sumbu-sumbu utama orthogonal denah struktur gedung secara
keseluruhan.
d. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah
struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah,
tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian
gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang
tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan
adanya loncatan bidang muka.
e. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan,
tanpa adanya tingkat lunak. Tingkat lunak adalah suatu tingkat, di
mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral
tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3
tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan
lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu
menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.

20
f. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan,
artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150%
dari berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau
rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
g. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem
penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik
beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah
ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
h. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa
lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai
tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan
seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai
tingkat seluruhnya.
Apabila ditemukan kondisi struktur bangunan yang tidak sesuai dengan
rincian yang telah disebutkan di atas maka struktur gedung dianggap sebagai
struktur gedung tidak beraturan. Analisis pembebanan terhadap gedung
dengan kondisi tersebut harus dilakukan berdasarkan cara Analisis respons
dinamis (Depkimpraswil, 2002).

2.13 Tujuan Perencanaan Struktur


Menurut Sulardi (2017) sistem struktur pada bangunan tinggi dirancang dan
dipersiapkan agar mampu:

1. Memikul beban vertical baik statik maupun dinamik


2. Memikul beban horizontal, baik akibat angin maupun gempa
3. Menahan berbagai tegangan yang diakibatkan oleh pengaruh
temperature dan shinkage.
4. Menahan external dan internal blast dan beban kejut (impact loads).
5. Mengantisipasi pengaruh vibrations dan fatigue

21
2.14 Analisa Beban Dinamis
2.14.1 Karakteristik Dinamik Struktur Bangunan
Pada persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama suatu
struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur itu
umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut
sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik.
Kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang
dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu
massa dan redaman tidak dipakai ( Tri Wahyu Kuningsih, 2017 ).
1. Massa
Suatu struktur yang kontinu kemungkinan mempunyai banyak
derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat
ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berasosiasi
dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan. Hal ini
terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada.
Terdapat dua permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk
mendeskripsikan massa struktur ( Tri Wahyu Kuningsih, 2017 ).

2. Kekakuan
kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur
bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara
massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang
unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Eigenproblem.
Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan
periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang
sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik
struktur. Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada
lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun
sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu

22
secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan
balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip
desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat
dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak
selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsif shear building
maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsip
ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang
telah ada. Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin
besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom,
sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan
kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan
sehingga diperhitungkan sebagai balok T ( Tri Wahyu Kuningsih,
2017 ).
3. Redaman
Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi
dissipation) oleh struktur akibat adanya berbagai macam sebab.
Beberapa penyebab itu antara lain adalah pelepasan energi oleh
adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi
oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan,
pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada
respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi
plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini
akan mengurangi respon struktur ( Tri Wahyu Kuningsih, 2017 ).

2.15 Permodelan Menggunakan Program ETABS

Menurut Tavio (2018) menyatakan bahwa, permodelan seluruh elemen


struktur dimulai dengan membuat grid data, membuat material dan dimensi
elemen struktur dan menggambarkan elemen struktur sesuai denah struktur
rencana. Dalam tampilan awal saat membuka program ETABS v9.7.2 akan
terdapat main window dan menu-menu bar pada ETABS.

23
Gambar 2.7 Main window dan menu bar. (Tavio, 2018)

Langkah-langkah untuk memodelkan seluruh elemen struktur adalah


sebagai berikut.

2.15.1 Membuat grid line

Langkah awal dalam pemodelan dengan ETABS v9.7.2 adalah


membuat grid lines untuk menentukan grid-grid sesuai struktur yang akan
dimodelkan. Langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai berikut:

 Pada menu bar pilih File > New Model > Default.Edb maka akan
muncul boxes “Building Plan Grid System and Story Definition”
 Pada option pilih Kn-m sehingga grid data dan story data akan
digambarkan dalam satuan meter dan satuan unit yang akan
dimodelkan dalam satuan kN-m
 Isikan edit boxes pada Grid Dimension (Plan) dan Story Dimension
sesuai desain seperti terlihat pada Gambar
 Pada Option Structural Object pilih Grid Only.

24
Gambar 2.8 Grid system dan story data. (Tavio, 2018)

Hasil dari isian grid dan story seperti pada gambar diatas akan simetris, maka
untuk meng-edit “Grid Data” dan “Story Data” sesuai dengan ukuran yang
diinginkan, gunakan langkah-langkah sebagai berikut:

 Klik kanan pada window pilih Edit Grid Data maka akan muncul boxes
Coordinate System pilih Modify/Show System lalu muncul boxes Define
Grid Data seperti terlihat pada Gambar. Isikan data grid arah x-x (X Grid
Data) dan grid arah y-y (Y Grid Data) sesuai denah rencana struktur
untuk memudahkan penggambaran elemen struktur lainnya.
 Sedangkan utnuk mengubah story data klik kanan pada main window
pilih Edit Story Data maka akan muncul boxes Story Data. Edit
ketinggian pada tiap lantai sesuai dengan data gedung yang didesain
seperti terlihat pada Gambar
 Setelah grid dan story data yang kita edit sedah sesuai dengan denah
rencana yang diinginkan maka grid dan story pada main window akan
terlihat seperti pada Gambar

25
Gambar 2.9 Edit grid data. (Tavio, 2018)

Gambar 2.10 Edit story data. (Tavio, 2018)

2.15.2 Mambuat material struktur

Input data material struktur yaitu pilih Define > Material Properties, maka
muncul window Define Materials lalu pilih CONC dan klik Add New Material.
Lalu isikan Material Property Data sesuai data-data diatas untuk beton mutu
35 Mpa seperti terlihat pada Gambar

26
Gambar Data Material (Beton fc’ 35 Mpa dan Tulangan fy 400 Mpa)

Gambar 2.11 Data material. (Tavio, 2018)

2.15.3 Pembuatan elemen balok


 Pilih menu Define > Frame Sections.
 Pada option Define Properties Data pilih Add Rectangular maka muncul
edit boxes Rectangular Section. Pada option Material pilih FC35 (sesuai
material yang telah dibuat) dan isikan Section Name dengan B1 (balok
dengan ukuran 0.6/0.4) lalu isikan Depth dan Width-nya seperti terlihat
pada Gambar

Gambar 2.12 Dimensi penampang balok. (Tavio, 2018)

 Pada option Concrete klik Reinforcement, maka akan muncul edit boxes
Reinforcement Data.pada option Design Type pilih Beam dan pada
option Concrete Cover to Rebar Center atau selimut beton isikan 0.04
untuk Top dan 0.04 untuk Bottom Seperti terlihat pada Gambar

27
Gambar 2.13 Design type untuk balok. (Tavio, 2018)

2.15.4 Pembuatan elemen kolom


 Pilih menu Define > Frame Sections.
 Pada option Define Properties Data, pilih Add Rectangular maka muncul
edit boxes Rectangular Section. Pada option Material isikan FC35
(sesuai material yang telah dibuat) dan isikan Section Name dengan K1
(kolom ukuran 0.6/0.6) lalu isikan Depth dan Width-nya seperti terihat
pada Gambar

Gambar 2.14 Dimensi penampang balok. (Tavio, 2018)

 Pada option Concrete klik Reinforceent, maka akan muncul edit boxes
Reinforcement Data. Pada option Design Type pilih Column.

28
Gambar 2.15 Design type untuk balok. (Tavio, 2018)

2.15.5 Pembuatan elemen plat


 Pilih menu Define > Wall/ Slab/ Deck Sections lalu pilih Add New Slab.
Lalu akan muncul edit boxes Wall/Slab Section.
 Isikan Section Name dengan SL Untuk pelat lantai. Pada option material
pilih FC35
 Isikan pada option Thickness untuk Membrane 0.12 dan Bending 0.12
 Pada option Type pilih Shell (karena pelat lantai akan dimodelkan
dengan elemen shell). Seperti terlihat pada gambar

Gambar 2.16 Slab section. (Tavio, 2018)

2.15.6 Pembuatan elemen dinding


 Pilih menu Define > Wall / Slab / Deck Section lalu pilih Add New Wall
lalu akan muncul edit boxes Wall/ Slab section.

29
 Isikan Section Name dengan SW untuk dinding geser. Pada option
Material pilih FC35, dan isikan pada option Thickness untuk Membrane
0.35 dan Bending 0.35 seperti terlihat pada Gambar
 Pada option Type pilih Shell dan centang pada Thick Plate, maka shell
akan dapat menerima lebih pngaruh deformasi akibat gaya tranversal.

Gambar 2.17 Wall section. (Tavio, 2018)

30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Perencanaan

Lokasi penelitian dilaksanakan di kantor PT. Module Tri Arba Buana Soetta
Residence no E 44 Gedebage Bandung. Perencanaan dilakukan selama bulan
Maret 2018 hingga bulan Mei 2018.

3.2 Bagan Alir Penelitian

31
3.3 Metode Perencanaan
3.3.1 Metode pengumpulan data

Data dikumpulkan menggunakan metode studi literatur.

3.3.2 Metode pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan metode tabulasi dari hasil


perhitungan.

3.3.3 Metode analisis data

Analisis data yang digunakan ialah menggunakan rumus-rumus


perhitungan yang bersumber dari studi literatur.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat tulis
2. Kalkulator
3. Komputer / Laptop
4. Printer
5. Kertas HVS A4

3.5 Cara Kerja


3.4.1Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari


studi literatur.

3.4.2Cara pengolahan data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya melakukam


permodelan struktur.

32
3.4.3Cara analisis data

Setelah pengolahan data selesai, selanjutnya data-data tersebut di


input kedalam aplikasi komputer dengan bantuan menggunakan software
ETABS.

3.6 Data Struktur


1. Fungsi gedung : Gedung Asrama
2. Jenis struktur : Beton bertulang
3. Kelas situs : Tanah lunak
4. Letak wilayah : Kota Bandung
5. Mutu beton f’c :
a. Kolom = 35 Mpa
b. Balok = 25 Mpa
c. Plat = 25 Mpa
d. Shear wall = 35 Mpa
6. Mutu baja fy
a. Tulangan pokok = 400 Mpa
b. Tulangan ulir = 240 Mpa
7. Dimensi kolom :
a. Lantai 1-3 = 750 x 750
b. Lantai 4-6 = 650 x 650
c. Lantai 7-8 = 550 x 550
d. Lantai 9-10 = 450 x 450
8. Dimensi balok :
a. Balok utama = 50/35
b. Balok anak = 30/25
c. Balok kantilever = 35/25
9. Dimensi plat :
a. Lantai = 12 Cm
b. Atap = 10 Cm

33
3.7 Desain Struktur

Gambar 3.1 Denah struktur

Gambar 3.2 Permodelan struktur 3D

34
Gambar 3.3 Permodelan struktur 3D

35
BAB IV

PENTAHAPAN DAN WAKTU KERJA

Bulan
No Uraian Maret April Mei Juni Juli
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I Tahap Persiapan
1. Studi Literatur
2. Pengurusan Izin
3. Pembentukan Proposal
4. Seminar Proposal
II Tahap Pelaksanaan
1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan Data
3. Analisis Data
III Tahap Pelaporan
1. Penulisan Laporan Draft
2. Seminar Draft
3. Pelaporan Tugas Akhir
4. Pengadaan Laporan

36
BAB V
PERKIRAAN BIAYA KEGIATAN

Bahan Yang Harga


No Banyaknya Satuan Jumlah
Diperlukan Satuan
1 Kertas Hvs 2 Rim Rp 40.000 Rp 80.000
2 Bahan bakar 10 Liter Rp 8.900 Rp 89.000
3 Bolpoin 2 Buah Rp 4.000 Rp 8.000
4 Tinta Printer 5 Catridge Rp 60.000 Rp 300.000
5 Jilid Skripsi 5 Unit Rp 30.000 Rp 150.000
Jumlah yang dikeluarkan Rp 627.000
Terbilang : Enam Ratus Dua Puluh Tujuh Ribu Rupiah

37
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, B. Dewi, N.T.H. Kristalya, M. Ong, E.H.K. 2017. Contoh Desain


Bangunan Tahan Gempa. Bandung. ITB.

B.J. Davidson, R.C. Fenwick, and B.T. Chung. P-delta effects in multi-storey
structural design. In: Earthquake Engineering, Tenth World
Conference. pages 3847–3852, Balkema, Roterdam, 1992.

Comino, P. 2016. What Is P-Delta Analysis. https://skyciv.com/education/p-


delta-analysis-and-p-delta-effects/. Diakses 04-29-2016.

Nurdianyoto, K.2016.Perencanaan Struktur Beton (Plat Lantai Kantilever).


http://www.newkidjoy.com/2016/01/perencanaan-struktur-beton-
pelat-lantai.html#. Diakses 01-24-2017

Oe Yohanes, 2017. Perencanaan Respons Spektrum.


http://konstruksimania.blogspot.co.id/2012/07/perencanaan-
respons-spektrum.html. Diakses 07-07-2017
Setiawan, A. 2015. Analisis Struktur. Jakarta. Erlangga.
Setiawan, A. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang. Jakarta.
Erlangga.
Tavio & Wijaya, U. 2018. Desain Rekayas Gempa Berbagai Kinerja.
Yogyakarta. Andi.
Vis, W.C & Kusuma, G.H. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang.
Jakarta. Erlangga.
Yasmin, 2017. Struktur Kantilever.
http://historysipil.com/2017/05/09/4/. Diakses 09-05-2017

Zain, M.2011.Defleksi dan Hal-hal Yang Mempengarui.


http://muchlis88.blogspot.co.id/2011/03/defleksi-dan-hal-hal-
yang-mempengaruhi.html. Diakses 03-28-2011

38

Anda mungkin juga menyukai