Anda di halaman 1dari 10

PERBEDAAN KEMATANGAN EMOSI REMAJA

DITINJAU DARI STRUKTUR KELUARGA

Farokhatin Nashukah dan Ira Darmawanti


Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
e-mail: f_vee17@yahoo.com, ira.darmawanti@gmail.com

Abstract: A family has a great influence on children's emotional patterns because the family is the
first social group for children to learn and express themselves as human beings in a social
interaction with their groups. The background of this study is the problem of adolescent emotional
maturity attainment. Subjects in this study were devided into two groups which overall are 121
adolescents aged between 16 and 20 years old. This study uses simple random sampling technique
with predetermined characteristics and scale of emotional maturity as an instrument. Test the
assumptions used in this study are normality test using one sample Kolmogorov-Smirnov test
technique and homogeneity test using homogenity of variance test technique. The normality test
shows the value of adolescents of complete families is 0,789 and the value of adolescents of single
parent families is 0,982. Significance value >0.05, then the variable of emotional maturity is
declared normally. Homogenity test shows the value is 0,499. Significance value >0,05, then the
variable of emotional maturity is declared homogeneous. Results of this study shown that
adolescent emotional maturity of single parent families has a mean of 148,71 emotional maturity
that is higher than a mean of the emotional maturity of a complete family of 143,77. Based on
analysis data using t-test known that the significance value is 0,013 (p >0.05), the result shows that
the study hypothesis is accepted. It is concluded that there is difference of emotional maturity
among adolescents influenced by their different family structures.
Keywords: Emotional maturity, family structure, adolescent.

Abstrak: Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap pola emosi anak karena keluarga merupakan
kelompok sosial pertama untuk anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kematangan emosi remaja ditinjau dari
struktur keluarga, yaitu keluarga lengkap dan keluarga dengan orang tua tunggal (single parent).
Peneliti menggunakan teknik simple random sampling dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Subjek pada penelitian ini adalah dua kelompok yang secara keseluruhan berjumlah 121 sampel
dengan rentang usia 16-20 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala kematangan
emosi. Uji asumsi menggunakan uji normalitas menggunakan teknik one sample Kolmogorov-
Smirnov test dan uji homogenitas menggunakan teknik test of homogenity of variance. Diketahui
bahwa uji normalitas remaja dari keluarga lengkap sebesar 0,789, dan pada remaja dari keluarga
single parent sebesar 0,982. Nilai signifikansi >0,05, maka variabel kematangan emosi dinyatakan
berdistribusi normal. Diketahui bahwa uji homogenitas dengan nilai sebesar 0,499. Nilai
signifikansi >0,05, maka variabel kematangan emosi dinyatakan homogen. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kematangan emosi remaja dari keluarga single parent memiliki rata-rata skor
kematangan emosi 148,71 yang lebih tinggi daripada rata-rata skor kematangan emosi keluarga
lengkap yang sebesar 143,77. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Uji-
t, diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,013 (p >0,05) yang menunjukkan hipotesis penelitian
diterima sehingga peneliti menyimpulkan bahwa ada perbedaan kematangan emosi remaja ditinjau
dari struktur keluarga.
Kata kunci: Kematangan emosi, stuktur keluarga, remaja.

Masa remaja merupakan proses transisi seringkali menimbulkan kecemasan. Masa


dari masa anak-anak menuju masa dewasa remaja juga merupakan suatu masa dimana
yang membutuhkan banyak penyesuaian dan ketegangan emosi meninggi, terutama karena

93
JURNAL PSIKOLOGI: TEORI & TERAPAN, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013

berada dibawah tekanan sosial dan meng- mental disebut dengan kematangan
hadapi kondisi baru sehingga sebagian besar (maturity). Salah satu pencapaian kematangan
remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari yang dicapai individu adalah kematangan
waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari emosi.
usaha penyesuaian diri pada pola perilaku Seseorang dapat dikatakan memiliki
baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, kematangan emosi jika dapat menunjukkan
1996; Monks dkk., 2004). Kondisi emosi yang emosinya dalam derajat yang tepat dengan
terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengendalian diri yang wajar, juga akan
bermacam-macam pengaruh, seperti mengekspresikan emosinya dalam cara yang
lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dapat diterima lingkungan sosialnya yang
dan teman–teman sebaya, serta cenderung lebih mengutamakan intelek-
aktivitas–aktivitas yang dilakukannya dalam tualitas daripada emosinya (Manoharan &
kehidupan sehari–hari. Doss, 2007). Istilah kematangan emosi sering
Keluarga merupakan lembaga kali membawa implikasi adanya kontrol
pendidikan primer yang berperan dalam emosi. Menurut Chaplin (2006), kematangan
pembentukan norma-norma sosial dimana emosi adalah suatu keadaan atau kondisi
individu pertama-tama belajar memperhati- mencapai tingkat kedewasaan dari
kan keinginan orang lain, belajar perkembangan emosional, sehingga individu
bekerjasama, dan belajar memegang tidak lagi menampilkan pola emosional
peranannya sebagai anggota masyarakat yang seperti pada anak-anak. Kematangan emosi
diikat oleh norma tertentu (Gerungan, 2010). remaja usia sekolah dapat dilihat dari
Karena itu, keluarga memiliki pengaruh yang kemampuannya mengatur waktu belajar,
besar terhadap perkembangan emosi anak waktu menyelesaikan tugas, waktu menikmati
karena keluarga merupakan kelompok sosial liburan, mengatur hubungan dengan teman
pertama di mana anak belajar menunjukkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
perilaku, menyatakan pikiran, serta mengelola dan mengendalikan emosi kearah
mengekspresikan keinginan dan emosinya positif.
dalam sebuah interaksi sosial. Karena itu Chamberlain (dalam Pastey &
pengalaman interaksi anak dalam keluarga Aminbhavi, 2006) mendefinisikan seseorang
akan menentukan pola tingkah laku anak yang memiliki kematangan emosi adalah
dalam hubungannnya dengan orang lain di orang yang dapat mengontrol kehidupan
masyarakat. Anak mengenal lingkungan emosi dirinya dengan baik. Kaplan dan Baron
keluarga dan menyerap norma-norma dan (dalam Mahmoudi, 2012) menguraikan
nilai yang berlaku di dalamnya menjadi karakteristik dari seseorang yang dewasa
bagian dari kepribadiannya yang akan secara emosional, yaitu ia memiliki kapasitas
bertahan hingga dewasa (Ahmadi, 2007). untuk menunda pemenuhan kebutuhan,
Menurut Mȫnks dkk. (2004), manusia memiliki keyakinan dalam perencanaan
dalam hidupnya mengalami dua jangka panjang, dan mampu menunda atau
perkembangan yaitu perkembangan fisik dan merevisi harapan terkait tuntutan situasi.
perkembangan mental. Perkembangan fisik Seorang remaja yang dewasa secara
dapat diukur dengan melihat usia emosional memiliki kapasitas untuk membuat
kronolologis seseorang. Perkembangan penyesuaian yang efektif dengan dirinya
mental dapat dilihat berdasarkan kemampuan sendiri, anggota keluarganya, teman-teman
dan pencapaian. Tingkat kemampuan sekolahnya dan lingkungan sosial sekitarnya.
perkembangan tertentu dalam perkembangan Kematangan emosi membuat remaja

94
Farokhatin Nashukah & Ira Darmawanti: Perbedaan Kematangan Emosi Remaja...(93 - 102)

mampu mengembangkan hubungan yang menyimpulkan bahwa peristiwa perceraian


sehat dengan lingkungan sosialnya. Dalam dapat menimbulkan ketidakstabilan emosi,
hubungan yang sehat ini, remaja akan dapat mengalami rasa cemas, tertekan dan sering
mengelolah emosinya, berusaha marah-marah pada anak. Peristiwa perceraian
menyesuaikan diri dengan suasana orang lain, juga menimbulkan berbagai akibat terhadap
dan mencari keharmonisan dalam menjalin orang tua dan anak, tercipta perasaan yang
hubungan dengan orang lain (Mahmoudi, tidak menentu. Dagun (2002) menambahkan
2012). Jika kematangan emosi belum bahwa peran ayah juga sangat besar dalam
tercapai, maka remaja kemungkinan besar perkembangan anak. Ayah dapat mengatur
tidak mampu mengendalikan emosinya secara serta mengarahkan aktivitas anak seperti
efektif yang pada gilirannnya akan menyadarkan anak bagaimana cara
menghambat hubungan sosialnya dengan menghadapi lingkungan dan situasi di luar
orang lain. rumah. Hal ini merupakan salah satu cara
Menurut Murray (dalam Astuti, 2009) untuk memperkenalkan anak dalam
aspek-aspek yang terkandung dalam menghadapi perubahan sosial yang
kematangan emosi remaja antara lain: (1) membantu perkembangan emosinya.
pemberian dan penerimaan cinta, yaitu Sehingga kelompok anak yang kurang
mampu mengekspresikan cintanya mendapat perhatian ayahnya cenderung
sebagaimana remaja dapat menerima cinta memiliki kemampuan akademis rendah,
dan kasih sayang dari orang-orang yang aktivitas sosial terhambat, dan interaksi
mencintainya; (2) pengendalian emosi, yaitu sosialnya terbatas (Dagun, 2002). Keberadaan
individu yang matang secara emosi dapat figur ibu juga tak kalah penting dalam
menggunakan amarahnya sebagai sumber menentukan perkembangan emosi anak.
energi untuk meningkatkan usahanya dalam Freud (Dagun, 2002) menyatakan bahwa
mencari solusi; (3) toleransi terhadap hubungan anak dengan ibunya sangat
frustrasi, yaitu ketika hal yang diinginkan berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan
tidak berjalan sesuai dengan keinginan, sikap-sikap sosial anak di masa mendatang
individu yang matang secara emosi karena ibu adalah tokoh utama dalam proses
mempertimbangkan untuk menggunakan cara awal sosialisasi anak.
atau pendekatan lain; dan (4) kemampuan Keberadaan figur ayah dan ibu yang
mengatasi ketegangan, yaitu pemahaman berfungsi secara tepat dalam sebuah keluarga
yang baik akan kehidupan menjadikan karena itu menjadi penentu awal
individu yang matang secara emosi; yakin perkembangan emosi anak. Ketiadaan salah
akan kemampuannya untuk memperoleh apa satu figur tersebut membuat fungsi keluarga
yang diinginkannya sehingga remaja dapat menjadi tidak lengkap atau sempurna, dan
mengatasi ketegangan. dapat berdampak pada terhambatnya anak
Remaja yang diasuh dalam sebuah mencapai kematangan emosi. Ahmadi (2007)
keluarga yang lengkap dimana kedua orang mengartikan keluarga lengkap sebagai
tuanya menjalankan peran yang efektif besar keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak
kemungkinan akan lebih mampu mencapai di mana kedua orang tua memiliki suatu
kematangan emosi daripada remaja yang kebulatan sebagai orang tua terhadap anaknya
berasal dari keluarga tidak lengkap. Beberapa dan memiliki perhatian yang penuh atas tugas-
penelitian menunjukkan pengaruh kondisi tugasnya sebagai orang tua. Selanjutnya
keluarga tidak utuh terhadap perkembangan Gunarsa & Gunarsa (2004) menggambarkan
anak. Penelitian Hetherington (Dagun, 2002) keluarga yang normal atau lengkap memiliki

95
JURNAL PSIKOLOGI: TEORI & TERAPAN, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013

ciri-ciri sebagai berikut: a) Ayah dan ibu masih berdampak pada kematangan emosinya
hidup; b) Ayah dan ibu mampu memenuhi seperti kecenderungan menjadi pemarah, suka
kebutuhan rumah tangga serta kebutuhan melamun bahkan suka menyendiri
pendidikan anak-anaknya; c) Ayah dan ibu (Munandar, 2000). Namun tidak semua
selalu menempatkan diri untuk mengetahui remaja yang berada dalam keluarga seperti ini
perkembangan pendidikan anaknya dan ibu akan mengalami dampak psikologis yang
yang mampu mendidik anak-anaknya di sama. Penelitian Retnowati (2005)
rumah dengan sebaik mungkin; d) Ayah dan mengemukakan bahwa pola komunikasi yang
ibu mampu memenuhi kebutuhan psikologis diterapkan orang tua tunggal (ibu)
anak-anaknya. mempengaruhi tinggi rendah kemandirian
Sebaliknya, Gerungan (2010) anak. Pola komunikasi interaksi dan transaksi
mengistilahkan keadaan keluarga yang sudah membuat anak dari keluarga tunggal menjadi
tidak lengkap atau tidak utuh dengan istilah lebih mandiri, sedangkan pola komunikasi
perpecahan keluarga. Perpecahan keluarga linear membuat kemandirian anak rendah.
adalah suatu keluarga dimana struktur Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa
keluarganya sudah tidak lengkap lagi. keluarga dengan orng tua tunggal belum dapat
Ketidaklengkapan keluarga bisa meliputi: a) dipastikan terkait secara langsung dengan
Ayah/ibu/keduanya tidak ada (meninggal rendahnya kemandirian. Hurlock (1996)
dunia); b) Orang tua yang hidup bercerai. mengemukkan bahwa karakteristik yang
Sebuah keluarga dimana didalamnya hanya dimiliki oleh seorang yang mandiri adalah
terdapat satu orang tua yang tinggal sendiri juga karakteristik yang dimiliki oleh orang
yaitu ayah saja atau ibu saja sering disebut yang memiliki kematangan emosi, yaitu
dengan keluarga single parent. Orang tua mampu bertindak berdasarkan pertimbangan
tunggal (single parent) dapat terjadi karena: a) dan keinginan pribadi dan bukan ditentukan
Perceraian; b) Salah satu meninggalkan oleh orang di luar dirinya. Karaktristik ini
keluarga atau rumah; c) Salah satu meninggal menunjukkan bahwa orang tersebut adalah
dunia (Surya, 2003). individu yang matang secara emosi karena
Balson (dalam Yuniardi & Djudiyah, dapat mengendalikan dirinya.
2011) mengatakan bahwa pada keluarga Penelitian ini bertujuan untuk
single parent, orang tua berperan ganda dalam membandingkan kematangan emosi antara
menjalankan kewajibannya sebagai orang tua remaja yang diasuh dalam keluarga yang
sehingga dapat menghambat hubungan antara lengkap dan remaja yang berasal dari keluarga
anak dan orang tua. Orang tua maupun anak single parent. Penelitian ini mengemukakan
biasanya kurang mampu beradaptasi dan hipotesis bahwa ada perbedaan kematangan
menerima keadaan tersebut. Keadaan seperti emosi pada remaja remaja dari keluarga single
ini dapat menimbulkan konflik antar anggota parent atu tidak lengkap dengan remaja dari
keluarga, sehingga memunculkan masalah keluarga yang lengkap.
baik dari pihak orang tua maupun anak
terutama ketika berusia remaja. Kondisi METODE
tersebut dapat mempengaruhi perkembangan
remaja menuju tahap kematangan emosi. Pendekatan pada penelitian ini
Remaja yang hidup dalam sebuah menggunakan pendekatan kuantitatif
keluarga dengan orang tua tunggal komparatif. Metode penelitian kuantitatif
kemungkingan besar akan mengalami pola komparatif adalah penelitian yang bersifat
pengasuhan yang tidak lengkap yang akan membandingkan keberadaan satu variabel

96
Farokhatin Nashukah & Ira Darmawanti: Perbedaan Kematangan Emosi Remaja...(93 - 102)

pada sampel yang berbeda, atau dalam waktu menggunakan amarahnya sebagai sumber
yang berbeda (Sugiyono, 2012). energi untuk meningkatkan usahanya dalam
mencari solusi; (3) toleransi terhadap
Sampel frustrasi, yaitu ketika hal yang diinginkan
tidak berjalan sesuai dengan keinginan,
Penelitian ini menggunakan dua individu yang matang secara emosi
populasi, yaitu populasi remaja dari keluarga mempertimbangkan untuk menggunakan cara
lengkap dan populasi remaja dari keluarga atau pendekatan lain; dan (4) kemampuan
single parent di kelurahan Kedung Pandan mengatasi ketegangan, yaitu pemahaman
kecamatan Jabon kabupaten Sidoarjo, Jawa yang baik akan kehidupan menjadikan
Timur. Penggunaan dua populasi pada individu yang matang secara emosi; yakin
penelitian ini dilakukan karena tujuan akan kemampuannya untuk memperoleh apa
penelitian ini adalah untuk mencari perbedaan yang diinginkannya sehingga remaja dapat
kematangan emosi antara remaja dari mengatasi ketegangan.
keluarga lengkap dengan remaja dari keluarga Skala tersebut berbentuk skala Likert,
single parent. Sampel dalam penelitian ini dimana responden memberikan rating pada
berjumlah 121 remaja yang berusia 16-20 setiap pernyataan yang memiliki rentang
tahun terdiri dari 86 remaja berasal dari pilihan jawaban 1-5. Skor diperoleh dari
keluarga lengkap dan 35 orang berasal dari penjumlahan rating tersebut. Sedangkan
keluarga single parent. Sampel penelitian ini untuk penentuan struktur keluarga lengkap
diperoleh dengan teknik simple random atau single parent diperoleh dari data
sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dokumentasi kelurahan setempat, yaitu
dari populasi yang dilakukan secara acak rekapitulasi Kartu Keluarga (KK). Uji
tanpa memperhatikan strata dalam populasi validitas pada 64 item pernyataan skala
karena populasi dianggap homogen dilakukan dengan melakukan tabulasi skor
(Sugiyono, 2012). Teknik sampling ini untuk mengetahui validitas instrumen dengan
dilakukan berdasarkan tabel penentuan cara koefisien korelasi product moment dari
jumlah sampel dalam populasi yang Pearson. Sedangkan, Uji realibilitas
dikembangkan oleh Isaac dan Michael (dalam dilakukan menggunakan Cronbach Alpha
Sugiyono, 2012). dengan bantuan SPSS for Windows versi 17.0.
Hasil uji validitas skala kematangan emosi
Teknik pengumpulan data dengan rhitung 0,30 mengalami 3 kali putaran
menunjukkan bahwa dari 64 item yang telah
Pengumpulan data dilakukan dengan disediakan, 46 item dinyatakan valid karena
menggunakan skala kematangan emosi memiliki koefisien 0,30 dan 18 item gugur
berdasarkan modifikasi dari indikator aspek- karena koefisien 0,30.
aspek kematangan emosi dari setiap
komponen kematangan emosi yang Teknik Analisis Data
dikembangkan oleh Murray (dalam Astuti,
2009), yaitu: 1) pemberian dan penerimaan Teknik analisis data yang digunakan
cinta, yaitu individu mampu menerima pada penelitian ini disesuaikan dengan tujuan
keadaan dirinya dan orang lain disekitarnya penelitian yaitu menguji hipotesis perbedaan
termasuk pada orang-orang yang kematangan emosi remaja ditinjau dari
mencintainya; (2) pengendalian emosi, yaitu struktur keluarga yaitu dengan teknik uji-t
individu yang matang secara emosi dapat sampel independen.

97
JURNAL PSIKOLOGI: TEORI & TERAPAN, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data


(Kolmogorov-Smirnov Test)

Hasil penelitian ini menunjukkan Keluarga Single


bahwa kematangan emosi remaja dari Lengkap Parent
keluarga lengkap dan remaja dari keluarga N 86 35
orang tua tunggal (single parent) memiliki Kolmogorov-Smirnov Z 0,652 0,464
Asymp. Sig. (2 tailed) 0,789 0,982
rata-rata skor kematangan emosi yang
berbeda. Berikut paparan hasil rata-rata skor
kematangan emosi pada kedua kelompok Berdasarkan hasil uji normalitas
sampel: tersebut, diketahui bahwa nilai Asymp.sig (2-
tailed) pada subyek dari keluarga lengkap
Tabel 1. Deskripsi data skor kematangan emosi sebesar 0,789, dan pada subyek remaja dari
keluarga single parent sebesar 0,982. Karena
N Min. Max. Variance Mean Std. nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka variabel
Deviation
kematangan emosi pada kedua kelompok
Single 35 129 179 112,445 148,71 10.604 sampel dinyatakan berdistribusi normal.
Parent
Uji homogenitas pada uji perbedaan
Keluarga 86 116 167 89,734 143,77 9,473 dimaksudkan untuk menguji bahwa setiap
Lengkap
kelompok yang akan dibandingkan memiliki
variansi yang sama. Pengujian dilakukan
Tabel 1. menunjukkan bahwa rata-rata dengan test of homogenity of variance dari
skor kematangan emosi pada remaja dari SPSS Versi 17.0 for windows pada ketetapan
keluarga single parent ialah sebesar 148,71 taraf signifikansi α ≥ 0,05. Analisis data
dengan nilai tertinggi 179 dan nilai terendah dengan bantuan SPSS for windows versi 17.0
129, variasi 112.445 serta standar deviasinya mendapatkan hasil sebagai berikut:
sebesar 10,604. Sedangkan untuk remaja dari
Tabel 3. Hasil Uji-T Independent Samples
keluarga lengkap, rata-ratanya sebesar 143,77
dengan nilai tertinggi 167 dan nilai terendah Kematangan Emosi
116, variasi datanya 89,734 serta standar Equal Equal
deviasinya sebesar 9,473. Berdasarkan nilai variances variances
assumed not assumed
mean maka dapat diketahui tingkat
kematangan emosi yang diperoleh yaitu Levene's Test for F 0,460
Equality of
terdapat 44 remaja dari keluarga lengkap Variances
Sig. 0,499
memperoleh skor di atas nilai rata-rata, dan 42 T-test for Equality Sig. (2- 0,013 0,020
sampel berada dibawah nilai rata-rata. of Means tailed)
Sedangkan pada remaja dari keluarga single
parent terdapat 17 sampel berada di atas nilai
rata-rata dan 18 sampel memperoleh skor Berdasarkan tabel di atas diketahui
dibawah rata-rata. bahwa nilai signifikansi dari uji Levene's
Uji normalitas pada penelitian ini adalah 0,499 yang berarti lebih besar dari
menggunakan teknik one sample 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan
Kolmogorov-Smirnov test yang dikatakan bahwa kedua kelompok sampel, remaja dari
normal jika p ≥ 0,05. Uji normalitas dalam keluarga lengkap dan keluarga orang tua
penelitian ini dengan bantuan program SPSS tunggal (single parent), memiliki variansi
Versi 17.0 for windows. Adapun hasil uji yang sama.
normalitas adalah sebagai berikut Tahap selanjutnya ialah melakukan uji-

98
Farokhatin Nashukah & Ira Darmawanti: Perbedaan Kematangan Emosi Remaja...(93 - 102)

t sampel independen (independent sample mengemukakan bahwa kematangan emosi


test). Dari tabel dapat diketahui bahwa uji-T dicirikan oleh kemampuan dalam
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,013, menunjukkan emosi dalam derajat yang tepat
yang berarti lebih rendah dari 0,05. Dengan dan dapat diterima lingkungan sekitarnya
demikian, hipotesis dari penelitian ini, yaitu serta kemampuan dalam pengendalian diri
ada perbedaan kematangan emosi remaja yang wajar dan mendahulukan pikiran
ditinjau dari struktur keluarga, dapat diterima. rasional. Berdasarkan pada kedua definisi
Sesuai dengan hasil analisis data, perbedaan tersebut, meskipun tidak dapat disebut sama,
kematangan emosi yang muncul adalah “kecerdasan emosi” dan “kematangan emosi”
remaja yang berasal dari keluarga lengkap memiliki keterkaitan yang erat karena saling
memiliki kematangan emosi lebih rendah berbagi beberapa karakteristik yang sama.
dengan rata-rata skor sebesar 143,77 Tidak adanya konsistensi dari beberapa
dibanding remaja dari keluarga single parent penelitian sebelumnya terkait peran struktur
dengan rata-rata skor 148,71. keluarga dalam menentukan kematangan
Hasil penelitian ini dapat dikatakan emosi, kecerdasan emosi, maupun
mendukung penelitian terdahulu yang kemandirian remaja menunjukkan adanya
menyatakan adanya perbedaan kematangan factor lain yang mempengaruhi. Penelitian
emosi pada individu dari keluarga lengkap Yuliawati dkk. (2007) menunjukkan alasan
dan dari keluarga orang tua tunggal. Penelitian bahwa masa usia anak pada saat ketiadaan
Herawati (2005) menghasilkan kesimpulan ayahnya karena meninggal atau perceraian
bahwa ada perbedaan kematangan emosi menentukan perbedaan kecerdasan emosi
antara mahasiswa yang berasal dari keluarga anak. Remaja yang mengalami ketiadaan
utuh dengan yang berasal dari keluarga tidak ayah saat usia mereka 0-4 tahun sebagian
utuh, yaitu hanya ibu (karena perceraian besar merasa tidak mengalami perubahan apa-
maupun kematian). Namun berbeda dengan apa. Tidak ada satupun diantara mereka
hasil penelitian ini, penelitian Herawati merasa kehilangan ayah karena pada masa itu,
(2005) menyimpulkan bahwa bahwa skor justru peran ibu yang lebih mendominasi.
kematangan emosi pada mahasiswa dari Sementara itu sebagian besar remaja yang
keluarga utuh lebih tinggi daripada skor rata- mengalami ketiadaan ayah pada usia 5-10
rata kematangan emosi pada mahasiswa dari tahun menjadi lebih tegar, mandiri, religius,
keluarga tidak utuh. dan lebih patuh pada ibu. Sebagian besar
Hasil berbeda ditunjukkan oleh remaja yang mengalami yang mengalami
penelitian Yuliawati & Setiawan (2007) yang ketiadaan ayah pada usia 11 sampai 15 tahun
menguji perbedaan kecerdasan emosi pada (usia remaja awal) justru mengalami masalah
remaja dari keluarga lengkap dan dari emosi seperti merasa kesepian, kesedihan,
keluarga tanpa ayah karena perceraian dan merasa kurang diperhatikan.
kematian. Penelitian tersebut menyimpulkan Terkait dengan alasan ketiadaan figur
tidak ada perbedaan dalam kecerdasan emosi ayah, Santrock (2003) menjelaskan bahwa
pada kedua kelompok sampel tersebut. dampak negatif perceraian lebih tinggi
Goleman (1997) mendefinisikan kecerdasan daripada dampak kematian terhadap kondisi
emosi sebagai kemampuan dalam emosi remaja. Perceraian adalah masalah
mengendalikan emosi, memotivasi diri, berat bagi kondisi remaja karena berkaitan
menunda kepuasan, mengatur keadaan jiwa, dengan konflik yang berpengaruh lebih besar
dan ketahanan dalam menghadapi kegagalan. bagi remaja daripada perubahan struktur
Sementara Manoharan & Doss (2007) keluarga itu sendiri. Jadi remaja yang berasal

99
JURNAL PSIKOLOGI: TEORI & TERAPAN, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013

dari keluarga bercerai jauh lebih mungkin relasi dengan orang tuanya.
mengalami masalah emosi daripada remaja
yang orang tuanya meninggal, karena konflik SIMPULAN
yang muncul pada situasi sebelum dan
sesudah perceraian. Remaja yang orang Berdasarkan hasil penelitian dan
tuanya meninggal memang mengalami pembahasan di atas, maka dapat ditarik
masalah emosi seperti respon berdukacita. kesimpulan bahwa ada perbedaan
Namun maslah ini lebih mudah terselesaikan. kematangan emosi remaja ditinjau dari
Selain itu, Yuliawati dkk. (2007) juga struktur keluarga. Artinya, struktur keluarga
menunjukkan bahwa factor kedekatan anak lengkap dan keluarga single parent
dengan figur ayah maupun ibu lebih menghasilkan dampak berbeda terhadap
menentukan kondisi psikologis anak daripada kematangan emosi remaja. Hasil penelitian ini
s t r u k t u r k e l u a rg a . H a m a l i k ( 2 0 0 4 ) menunjukkan bahwa skor kematangan emosi
menjelaskan bahwa karakteristik lingkungan justru lebih tinggi pada remaja dari keluarga
keluarga yang ditandai oleh adanya perhatian orang tua tunggal (ibu) dibanding pada remaja
yang cukup, rasa kasih sayang, suasana yang dari keluarga lengkap. Hasil penelitian ini
penuh persaudaraan dan persahabatan, semakin menunjukkan ketidakkonsistenan
penghormatan terhadap diri personal, beberapa kesimpulan penelitian sebelumnya
keterbukaan dan sikap penerimaan, dan yang menguji dampak maupun kaitan antara
suasana humoris dapat mempengaruhi cara struktur keluarga dengan kematangan emosi,
pengelolaan emosional tiap individu. Dapat kecerdasan emosi, maupun kemandirian
dikatakan bahwa untuk mendukung remaja. Sebagian penelitian yang telah
pencapaian kematangan emosi remaja, selain dilakukan menyimpulkan ada hubungan
keberadaan orang tua, remaja juga antara struktur keluarga dengan kematangan
membutuhkan kedekatan secara emosional emosi dengan skor lebih tinggi dimiliki
dengan mereka. remaja dari keluarga lengkap. Sebagian
Steinberg (dalam Yuliawati dan penelitian lain menunjukkan tidak ada
Setiawan, 2007) juga menjelaskan bahwa hubungan antara struktur keluarga dengan
berbagai penelitian mengenai keluarga single kecerdasan emosi. Ketidakkonsistenan hasil
parent justru lebih mengarah pada kesimpulan penelitian ini dengan beberapa penelitian
bahwa kualitas relasi remaja yang bermakna sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat
dengan orang yang dikasihinya, termasuk faktor lain selain struktur keluarga yang
orang tua, lebih berdampak penting terhadap menentukan kematangan emosi, kecerdasan
kondisi psikologisnya daripada sekedar emosi, maupun kemandirian pada remaja
keberadaan orang tua dalam keluarga. yang berasal dari keluarga utuh maupun tidak
Penjelasan Steinberg tersebut memperkuat lengkap. Tiga faktor utama yang dapat
argumentasi bahwa struktur keluarga yang diidentifikasi sebagai penentu adalah alasan
berbeda tidak serta merta menyebabkan ketiadaan figur salah satu orang tua, masa usia
kematangan emosi yang berbeda pada remaja. anak ketika salah satu orang tuanya tiada, dan
Kematangan emosi remaja banyak ditentukan kualitas hubungan yang bermakna antara anak
oleh bagaimana remaja mempersepsi kualitas dan orang tuanya.

100
Farokhatin Nashukah & Ira Darmawanti: Perbedaan Kematangan Emosi Remaja...(93 - 102)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Education Research Journal, 2 (1), 18 -19.
Rineka Cipta. Diakses dari http://www.resjournals.com
Astuti, B. (2009). Efektivitas Bimbingan dan pada 05 Oktober 2012.
Konseling Perkembangan untuk Manoharan, R. J. L., & Doss, I.C. (2007).
Meningkatkan Kematangan Emosi Emotional Maturity of Post Graduate
Remaja. Makalah Disampaikan dalam Student in Pondicherry Region.
Kegiatan Jurnal Club di Ruang Sidang I Experiments in Education, 35 (8), 161-163.
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Monks, F.J., Konoers, A. M. P., & Haditono, S. R.
Negeri Yogyakarta tanggal 9 November (2004). Psikologi perkembangan:
2011. Diakses dari http://staff.uny.ac.id, Pengantar dalam berbagai bagiannya
tanggal 10 Oktober 2012. (revisi ke-III). Yogyakarta: Gadjah Mada
Berns, R. (2004). Child Family School University Press.
Community. New York: Prentice Hall Munandar, U. (2000). Peran Single Parent dalam
Chaplin, J. P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Menghadapi Kenakalan Anak. Anima:
(Terjemahan). Jakarta: RajaGrafindo Indonesian Psychological Journal, 15 (4),
Persada. 390-394.
Dagun, S. M. (2002). Psikologi Keluarga: Peranan Pastey, G. S. & Aminbhavi, V. A. (2006). Impact of
Ayah dalam Keluarga. Jakarta : Rineka Emotional Maturity on Stress and Self
Cipta Cofidence of Adolescents. Journal of the
Goleman, D. (1998). Emotional Intelligence Indian Academy of Applied Psychology, 32
(Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka (1), 66-70. [online], (http://
Utama. www.academicjournals.org, diakses
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. (2004). tanggal 13 Oktober 2012).
Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Retnowati, Y. (2007). Pola Komunikasi Orang Tua
Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian
Hamalik, O. (2004). Psikologi Belajar dan Anak. Tesis: Sekolah Pascasarjana Institut
Mengajar. Bandung : Sinar Baru P e r t a n i a n B o g o r. D i a k s e s d a r i
Algensindo. http://repository.ipb.ac.id/handle/1234567
Herawati, N. (2005). Kematangan Emosi Ditinjau 89/10628 pada 13 Januari 2013.
Dari Keutuhan Keluarga. Skripsi: Fakultas Santrock, J. W. (2003). Adolescence:
Psikologi, Universitas Muhammadiyah Perkembangan masa remaja. Edisi
M a l a n g . D i a k s e s d a r i Keenam.(Terjemahan). Jakarta: Erlangga
http://skripsi.umm.ac.id/gdl.php?mod=bro Singh, D., Kaur, S. & Dureja, G. (2012).
wse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1- Emotional maturity differentials among
2 0 0 5 - n e t t y h e r a w - university students. Journal of Physical
4859&q=netty%20herawati, pada 14 Education and Sports Management, 3 (3),
Desember 2012. 4 1 - 4 5 . [ o n l i n e ] ,
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan: (http://www.acadjourn.org/jpesm, diakses
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang 13 Oktober 2012).
Kehidupan (Terjemahan). Jakarta: Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan:
Erlangga. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &
Mahmoudi, A. (2012). Emotional Maturity and D. Bandung: Alfabeta.
Adjustment Level of College Students. Surya, M. (2003). Bina keluarga. Semarang:

101
JURNAL PSIKOLOGI: TEORI & TERAPAN, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013

Aneka Ilmu. Psikologi, 20 (2), 1-14.


Yuliawati, L., Setiawan, J., & Mulya T., (2007). Yuniardi, M. S. & Djudiyah. (2011). Model
Perubahan Pada Remaja Tanpa Ayah. Pengembangan Konsep diri Melalui
Arkhe: Jurnal Ilmiah Psikologi, 12 (1), 9- Support Group Therapy: Upaya
19. Meminimalkan Trauma Psikis Remaja
Yuliawati, L., & Setiawan, J. L. (2007). dari Keluarga dari Keluarga Single
Perbedaan kecerdasan emosional Remaja Parent. Jurnal Psikologi Proyeksi,6
Ditinjau dari Keberadaan Ayah. Jurnal (1),16-26.

102

Anda mungkin juga menyukai