Menafsirkan LGBT Dari Sudut Pancasila
Menafsirkan LGBT Dari Sudut Pancasila
Tulisan ini terinspirasi percakapan di grup WhatsApp (WAG). Ketika salah satu
anggota grup melemparkan potongan berita berjudul “Politisi Malaysia Klaim LGBT
Biang Tsunami Palu, Syafii Maarif Kaget”. Maka ramailah percakapan di grup.
Umumnya soal kejijikan berdasarkan agama tercetuskan. Sebuah pertanyaan
muncul: “Di Indonesia, apa yang salah dengan LGBT?”.
Menjawab pertanyaan, “Di Indonesia, apa yang salah dengan LGBT?”, tentu tidak
mudah. Karena negara Indonesia bukanlah negara agama, terlebih negara Islam.
Indonesia dikelompokan sebagai negara sekuler yang menekankan rakyatnya untuk
mempercayai adanya tuhan. Baik lewat agama atau kepercayaan. Didasarkan pada
ideologi Pancasila, sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sila-sila dalam Pancasila tentunya masih bersifat sangat umum dan mudah sekali
untuk dimulti-tafsirkan yang berakibat perbedaan pendapat. Hal ini dapat berujung
pada konflik dari atas turun ke bawah. Keberadaan Ekaprasetya Pancakarsa atau
lebih dikenal sebagai P4, tentu untuk mempersempit kemungkinan multi-tafsir itu.
Agar tulisan ini dapat berlanjut, maka disandarkan pada 45 penjabaran Pancasila
yang dikeluarkan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7). Soal LGBT, maka ada 2 sila yang harus
diperhatikan; Yaitu sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan sila kedua
“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.
Ketuhanan Yang Maha Esa
5. Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dari 5 butir sila pertama ini, jelas bahwa “Kebenaran” sebuah atau beberapa
agama terhadap satu persoalan, tidak dapat dijadikan acuan pemerintah untuk
bertindak sesuai dengan “Kebenaran” agama itu. Karena pada prinsipnya, Agama
dan Kepercayaan hanya menjadi urusan warga dengan Tuhannya, bukan urusan
hubungan antar warga negara. Urusan antar warga negara adalah urusan
pemerintah.
Dalam Islam dan Kristen, LGBT sangat dilarang. Bahkan harus dihukum. Tapi dalam
Hindu, Budha dan Kong Hu Cu, walau pun dianggap berdosa atau bertentangan
dengan dharma, belum tentu harus dihukum. Semua agama yang diakui di
Indonesia baru bersepakat pada larangan pernikahan LGBT.
Mpu Suhadi Sendaja dari Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) menyatakan,
LGBT tidak dibenarkan karena menyimpang. "Oleh karena itu, saya kira dari
perspektif agama-agama juga pasti akan meletakkan ini (LGBT) pada perspektif
kemanusiaan. Mereka pun patut diayomi, patut dilindungi, tapi tindakannya tidak
dibenarkan. Ini harus jelas," kata Mpu Suhadi seperti dilansir liputan6.com tanggal
18 Pebruari 2016 (https://www.liputan6.com/news/read/2439645/ini-sikap-
pemuka-agama-terhadap-lgbt).
Hal yang sama diungkapkan Perwakilan Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu (Matakin)
Uung Sendana. "Sesuai dengan kitab suci kami bahwa perkawinan itu hanya bisa
dilaksanakan antara pria dan wanita, untuk memuliakan Tuhan dan meneruskan
keturunan. Kalau LGBT ini melakukan pernikahan, tentu kami menolak. Yang perlu
digarisbawahi, tindakan kekerasan tolong dihindari," ujar Uung.
Nilai-nilai kemanusian yang dimaksud, tentunya Hak Asasi Manusia (HAM) yang
diakui secara dunia atau sering disebut Universal Human Rights. Yaitu hak-hak
dasar yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia dan
melekat pada semua manusia. Termasuk di dalam HAM ini adalah hak kelompok
LGBT.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia sendiri sudah
menyatakan, LGBT adalah Hak Asasi Manusia dengan mempublikasikan Prinsip-
Prinsip Yogyakarta “Prinsip-Prinsip Pemberlakuan Hukum HAM Internasional dalam
kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Jender” pada tahun 2015.
Berdasarkan butir-butir Pancasila itu, tentu saja Pemerintah Indonesia tidak dapat
melarang aktifitas LGBT. Kecuali aktifitas pernikahan LGBT, karena seluruh agama
yang diakui negara sudah sepakat melarangnya.
Lalu bagaimana dengan umat yang agamanya melarang LGBT, bahkan ingin
menghukum LGBT? Mau tidak mau harus melobi para pemuka agama lain. Sehingga
tercapai kesepakatan pelarangan LGBT secara total, bukan hanya pada
pernikahan sejenis saja. Dan merubah butir 6 sila kedua Pancasila.
Atau jika punya keberanian yang luar biasa dan sanggup menerima
konsekwensinya, baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan keluarga besarnya,
silahkan pilih menjadi musuh NKRI. Merubah ideologi Indonesia dari Pancasila
menjadi agama itu. Pasti dibasmi Pemerintah Indonesia.
# selemah-lemahnya Iman
#Togogisme