Model Pemb
Model Pemb
1. Growth Poles
Exchange Economy
Development Through Concentrated
Investment Export From Growth Poles
Aglomeration In Urban Center
2. Functional Integration
Exchange Economy
Development Through Dispersed Investment
Linkages To Other Region
Hirarki Dan Fungsi Pusat-Pusat Sekunder
3. Decentalized Territorial
Use Economy
Development From Locally Dispersed
Investment Selective Closure
Growth Poles atau kutub pertumbuhan pertama kali dipergunakan oleh Francois
Perroux (1950). Dengan tesisnya : “ ….Pertumbuhan tidak terjadi di sebarang tempat
dan juga tidak terjadi secara serentak, tetapi pertumbuhan terjadi pada titik-titik atau
kutub-kutub pertumbuhan dengan intensitas yang berubah-ubah, lalu pertumbuhan itu
menyebar sepanjang saluran yang beraneka ragam dan dengan pengaruh yang
dinamis terhadap perekonomian wilayah”
Pengertian kutub pertumbuhan yang dikemukakan oleh Perroux ini merupakan suatu
konsep ekonomi, sehingga tidak memiliki dimensi ruang. Untuk menjelaskan
pengertian tersebut, Perroux menciptakan suatu “ruang abstrak” atau ruang dalam
pengertian ekonomi, ruang sebagai suatu kumpulan kekuatan ekonomi;
Pengertian Growth Pole yang terkait dengan ruang sebagai suatu kumpulan kekuatan
ekonomi, yang didefinisikan oleh Perroux sebagai pusat (focii) memiliki gaya sentrifugal
yang memiliki kekuatan untuk “mendorong” dan gaya sentripetal yang memiliki kekuatan
untuk “menarik”. Setiap pusat mempunyai daya tarik dan daya tolak dalam suatu medan
daya tarik dan daya dorong bersama dengan pusat-pusat Iainnya.
Pengembangan wilayah melalul konsep ini secara nyata akan terlihat dari
perkembangan kota-kota sebagai kutub pertumbuhan-kutub pertumbuhan di suatu
wilayah. Kota-kota pusat pertumbuhan tersebut memiliki tingkat kemajuan berbeda dan
saling berinteraksi sehingga pada kondisi ideal dapat membentuk suatu pola kota yang
hirarkis. Dari hirarki kota ini diharapkan dapat terjadi proses penyebaran kemajuan
antar kota di wilayah tersebut yang pada dasarnya berlangsung dalam beberapa cara,
yaitu (Munir, 1984 : 39):
1. perluasan kegiatan ekonomi ke wilayah pasar yang baru yaitu dari pusat terbesar
kepada yang kecil;
2. perpindahan kegiatan berupah rendah dari pusat yang besar ke pusat yang Iebih
kecil karena meningkatnya upah di kota (pusat) yang lebih besar;
1
Pemberian dimensi ruang atau spasial pada konsep Growth Poles ini melahirkan istiah kutub-kutub pertumbuhan
(development poles), pusat-pusat pertumbuhan (growth centers), titik-titik pertumbuhan (growth points), daerah-
daerah pertumbuhan (growth areas), zona-zona pertumbuhan (growth zones), dan wilayah inti atau pusat (core
region) yang menyarankan pengembangan pusat pertumbuhan dalam memajukan atau mengembangkan wilayah
2
timbul karena fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi dapat digunakan secara bersama-sama sehingga
pembebanan ongkos untuk masing-masing
Hubungan antara Core atau pusat pertumbuhan dengan Periphery dilukiskan dengan
dua efek. Menurut, Myrdall (1957), pertama efek sebar ‘Spread Effect’ dan efek serap
balik ‘Backwash Effect’.
Spread Effect terjadi apabila ekspansi kegiatan ekonomi pada Core membutuhkan
input bahan baku dari daerah sekitarnya (mekanisme input-output). Sebaliknya
‘Backwash Effect’ terjadi jika industri propulsif tertentu, cenderung hanya akan menarik
modal dari daerah sekitarnya sehingga output akan tebih tinggi. Menurutnya,
‘backwash effect’ akan menjadi Iebih kuat dari ‘spread effect’ yang ditandai dengan
adanya penyerapan ekonomi wilayah sekitarnya ke pusat-pusat pertumbuhan wilayah
tersebut, yang berakibat kesenjangan wilayah.
Muncul sebagai respon kegagalan development from above, seperti kutub pertumbuhan.
Menurut strategi ini pengertian pembangunan tidak hanya kemajuan ekonomi yang
sentralistik, tetapi memberikan kesempatan bagi individu-individu, kelompok-kelompok
sosial dan organisasi masyarakat untuk “memobilisasi” kemampuan dan sumberdaya
lokal bagi kemajuannya. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya untuk menciptakan
dorongan bagi pembangunan dinamis
TUJUAN AGROPOLITAN
1. Wilayah agropolitan tersebut harus merupakan wilayah yang tertutup. Hal ini terkait
dengan kebijaksanaan untuk memanfaatkan sumberdaya lokal dan melawan
sistem perdagangan bebas dan mekanisme pasar yang eksploitatif. Melalui
perusahaan-perusahaan multinasional. Ekspresi kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan wilayah dengan kemampuannya sendiri (self relience);
2. Mengarahkan pemanfaatan sumberdaya untuk kepentingan wilayah tersebut
sehingga terjadi akumulasi perkembangan di dalam wilayah itu sendiri;
3. Aksesibilitas penduduk yang sama terbadap kekuatan sosial dan faktor produksi.
Basis untuk akumulasi kekuatan sosial ini diantaranya ialah aset produktif dan
faktor produksi seperti tanah, air dan alat produksi Iainnya, sumberdaya finansial,
informasi, pengetahuan dan ketrampilan, organisasi sosial-politik.
Strategi integrasi spasial merupakan jalan tengah antara pendekatan sentralisasi yang
menekankan pertumbuhan pada wilayah perkotaan (metropolitan) dan desentralisasi yang
menekankan penyebaran investasi dan sumberdaya pembangunan pada kota-kota kecil
dan pedesaan. Dengan argumen ini Rondinelli menganjurkan pembentukan sistem spasial
yang mengintegrasikan pembangunan perkotaan dan pedesaan. Hal ini dilakukan dengan
menciptakan suatu jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari
desa - kota kecil - kota menengah - kota besar (metropolitan).
Pendekatan alternatif ini didasari pemikiran bahwa dengan adanya integrasi sistem
pusat-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda karakteristik fungsionalnya,
maka pusat-pusat tersebut akan dapat memacu penyebaran pembangunan wilayah
(Rondinelli, 1983:4). Pendekatannya adalah memacu perkembangan sektor pertanian
Dengan perhatian utama pada sektor pertanian, maka pendekatan ini juga
menjelaskan pentingnya transformasi pola pertanian subsisten menjadi pertanian
komersialisasi dalam pengembangan wilayah. Peningkatan produktivitas harus diikuti
oleh pengembangan sektor industri yang seimbang sehingga kelebihan tenaga kerja
sektor pertanian dapat tertampung. Aktivitas pengolahan dan distribusi produk
pertanian harus mantap dan industri harus dikembangkan untuk menghasilkan input-
output produksi yang berharga murah bagi petani. Pada tahap selanjutnya
dikembangkan berbagai prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs) penduduk pedesaan seperti sarana kesehatan dan pendidikan.
Untuk mendukung perkembangan pertanian sehingga nilai komersial produk pertanian
meningkat di pedesaan, maka permukiman-permukiman harus membentuk suatu sistem
yang terintegrasi sehingga pelayananan sarana dan prasarana dapat berlokasi secara
efisien dan penduduk perdesaan memiliki akses yang baik terhadap sarana tersebut,
sehingga mampu diakses oleh semua lapisan masyarakat pedesaan. Tanpa akses
terhadap pusat-pusat pasar yang terintegrasi maka penduduk pedesaan (petani) akan
mengalami kesulitan di dalam pemasaran hasil pertanian, sulit mendapatkan input-output
produksi, modernisasi pola-pola pertanian, penyesuaian produk terhadap selera pasar
(konsumen) dan mendapatkan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kualitas hidup dipedesaan (Rondinelli, 1983 :5).
Menurut Brian Berry dalam Rondinelli (1983) seiring dengan pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah maka pusat-pusat (central places yaitu permukiman-permukiman yang
juga melayani penduduk di sekitarnya) akan menyebar dan membentuk suatu sistem
yang terintegrasi. Pusat-pusat yang diarahkan berdasarkan pendekatan ini haruslah
merupakan pusat-pusat yang terintegrasi secara hirarki. Dengan demikian perlu
diciptakan suatu sistem yang dapat mengintegrasikan pusat-pusat pelayanan,
perdagangan dan produksi yang berhirarki. Adanya integrasi ini akan memberikan
berbagai manfaat baik bagi pemerintah maupun bagi penduduk di sekitar pusat
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya keterkaitan spasial merupakan
elemen kunci dari pendekatan integrasi spasial. Selain itu perkembangan pada suatu
wilayah dipengaruhi oleh perkembangan dan perbedaan fungsi permukiman serta
keterkaitan antar permukiman maupun antara permukiman dengan wilayah
pengaruhnya (pelayanannya). Kenyataan memperlihatkan bahwa suatu wilayah bukan
hanya dibentuk oleh sistem permukiman yang terpisah dengan fungsi masing-masing,
namun juga oleh jaringan dan interaksi sosial, ekonomi, dan fisik. Proses interaksi
tersebut dimungkinkan oleh adanya keterkaitan antar permukiman.
Pendekatan ini terlalu ideal sehingga jauh dari kenyataan. Pengembangan sektor
secara serentak pada kenyataannya sulit dilakukan karena keterbatasan
sumberdaya.
Disamping kritik tersebut, sistem permukiman sebagai pembentuk integrasi spasial
sering tidak dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Kegagalan permukiman
untuk mendukung terbentuknya integrasi spasial ini diantaranya disebabkan:
Disamping itu pemusatan dan pembauran berbagai fungsi dan kegiatan perkotaan,
baik fungsi primer maupun sekunder di pusat kota (kota induk) telah menyebabkan
timbulnya berbagai macam permasalahan, diantaranya terjadinya pemusatan
(tekanan) penduduk terutama akibat derasnya arus migrasi penduduk yang datang ke
Pengembangan kota-kota kecil dan kota sekunder adalah salah satu upaya
dekonsentrasi planologis, yaitu mengembangkan pusat-pusat baru di dalam suatu
wilayah kota besar atau metropolitan, dengan tujuan untuk meratakan perkembangan
di dalam wilayah tersebut. Selanjutnya strategi ini tidak hanya berorientasi kepada
pembangunan perdesaan saja tetapi juga menjalarkan inovasi dan pelayanan bagi
aliran produksi pertanian dan industri ringan dari perdesaan ke kota kecil dan kota yang
lebih besar, sehingga perluasan sistem kota-kota dikaitkan langsung dengan
peningkatan kesejahteraan penduduk perdesaan sejak awal proses pembangunan.
Secara teoritis bentuk pengembangan tersebut adalah upaya mengembangkan pusat-
pusat pertumbuhan baru dalam ruang. Konsep ini pada dasarnya merupakan
pengembangan Iebih lanjut daripada konsep ‘Growth Poles’.
Dalam pengembangan kota-kota kecil dan pusat-pusat pertumbuhan yang baru terjadi
proses integrasi antara sektor pertanian dan industri. Strategi ini diharapkan mampu
mengembangkan kesempatan kerja yang luas (60-80%) untuk menahan penduduknya
sendiri maupun penduduk di daerah belakangnya (hinterland) sehingga mereka tidak
bermigrasi ke kota utama (urbanisasi dari bawah). OIeh karena itu pusat-pusat
pertumbuhan baru paling tidak harus mempunyai unsur-unsur (entitas) yang mampu
mempengaruhi perkembangan kawasan ekonomi pengaruhnya. Umumnya unsur ini
adalah kegiatan industri pendorong (Propulsive Industry) yang dapat membangkitkan
tumbuhnya berbagai kegiatan Iain, seperti industri pelayanan, perdagangan, jasa dan
sebagainya.
Untuk melaksanakan strategi ini, selain dilakukan pengembangan fasilitas pada kota
kecil tersebut Iebih penting lagi adalah pengembangan berbagai prasarana yang akan
mendukung pengembangan pertanian, serta kebijaksanaan lain yang menguntungkan
petani, seperti kebijaksanaan harga, pajak, bantuan kredit, dan sebagainya.
Kebijaksanaan lain yang diperlukan adalah desentralisasi kewenangan yang memadai
untuk pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal.
Lebih lanjut strategi dekonsentrasi planologis ini bisa dijabarkan dan diperluas dalam
bentuk counter magnet strategy, kota kecil, kota baru, kota satelit, dormitory town, dan
sebagainya. Pada dasarnya konsep counter magnet asal mulanya dilhami oleh
rencana pengembangan garden city.
Counter magnet strategy adalah pengembangan kota-kota kecil dan menengah untuk dapat
menandingi perkembangan dari kota utama (primate city) agar lebih dapat mendifusikan
aspek-aspek kota secara keruangan (Townroe, 1982). Strategi ini dalam operasionalnya
didukung oleh teori pengembangan wilayah seperti Konsep Kutub Pertumbuhan (The
Conceps of Growth Poles), Teori ajang Pusat (The Theory of Central Places), dan lain
sebagainya. Selain aspek spasial, strategi ini juga memiliki
2. Pemerataan dengan Pertumbuhan dahulu Pemerataan, dan Pertumbuhan dengan Pemerataan dahulu,
pertumbuhan tujuan sosial lain pemerataan baru pertumbuhan
5. Keseimbangan sektor Titik berat pada industri Titik berat pada Keseimbangan Pertanian dan
Industri dan Pertanian pertanian industri dan pertanian industri kecil
Keterkaitan sektor modem Titik berat pada sekfor Titik berat pada Kaitan sektor modern Titik berat sektor
6.
dan tradisional sejak mula modern pertanian dan tradisional tradisional, local
7. Pembangunan ‘dari atas’ Dari atas Dari bawah Dari atas dan dari Dari bawah