Anda di halaman 1dari 3

Kejanggalan TA Aplikasi Di DKISP Banten Rp717,4 Juta

Melanjutkan pembangunan e-Government Provinsi Banten, Dinas Komunikasi,


Informatika, Statistika dan Persandian (DKISP) Provinsi Banten pada Tahun
Anggaran 2018 telah menganggarkan kegiatan Pengembangan Sarana Aplikasi
Informatika sekitar Rp717,4 juta.

Aplikasi yang dikembangan sebanyak 8 buah. Yaitu Dashboard, SIG/Simbada,


Pelaporan e-Bansos, Banten Satu Data, Portal, SOP Online, Single Sign On (SSO),
dan Pelayanan Kesehatan (Yankes).

Pengembangan aplikasi ini menggunakan metoda pelaksanaan swakelola. Dengan


Kode RUP 18359356, nama paket “Pengembangan Sarana Aplikasi Informatika”
dan total nilai paket Rp1.637.697.100.

Swakelola kegiatan ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap aplikasinya. Dan setiap
aplikasi dikerjakan oleh 9 Tenaga Ahli. Yaitu:
1. System Analyst 1 orang, Honor per bulan Rp12.380.000
2. Server Administrator 1 orang, Honor per bulan Rp10.820.000
3. Security System 1 orang, Honor per bulan Rp10.150.000
4. Web Design 1 orang, Honor per bulan Rp10.150.000
5. Programmer 3 orang dengan honor per bulan yang berbeda tiap orangnya,
yaitu Rp10.485.000, Rp8.700.000, dan Rp10.150.000.
6. Database 2 orang dengan honor per bulan yang berbeda tiap orangnya, yaitu
Rp8.140.000 dan Rp8.700.000.
7. Total per aplikasi sekitar Rp89.675.000. Atau seluruh aplikasi sekitar
Rp717.400.000.

Sehingga seharusnya, paling tidak ada 72 Tenaga Ahli di kegiatan swakelola itu.
Namun informasi yang dikumpulkan, DKISP Provinsi Banten hanya menyewa Tenaga
Ahli 9 orang di swakelola tersebut. 9 Tenaga Ahli itu mengerjakan 8 pengembangan
aplikasi selama 8 bulan. Dari bulan April hingga Nopember 2018. Padahal satuan
dalam kegiatan swakelola itu Orang – Kegiatan (OK), bukan Orang – Bulan (OB).

Akibat hanya menyewa 9 Tenaga Ahli ini, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Banten telah mengalami kerugian waktu. 8 aplikasi itu seharusnya bisa diselesaikan
dalam jangka waktu 1 bulan, akhirnya menjadi 8 bulan.

Selain itu, pemilihan hanya pada 9 Tenaga Ahli telah melanggar prinsip Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah seperti tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No
54 Tahun 2010 Pasal 5 huruf f. Adil/tidak diskriminasi. Karena telah menutup
kesempatan Tenaga Ahli lainnya untuk turut berpartisipasi.

Terlebih pengumuman kebutuhan Tenaga Ahli ini tidak dilakukan di media umum,
tapi hanya di web DKISP Banten. Jelas ini melanggar Pasal 5 huruf c. Transparan,
d. Terbuka dan e. Bersaing.

Selain itu, 9 Tenaga Ahli itu patut diduga tidak mempunyai kompetensi yang dapat
dipertanggung-jawabkan. Sesuai peraturan perundang-undangan, pertanggung-
jawaban kompetensi berupa sertifikat yang sudah mengacu pada Standar
Kompetensi Kerja Nasiona Indonesia (SKNNI).

Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 5 Tahun 2012 Pasal 9 ayat (2)
dengan jelas menyebutkan, SKKNI diberlakukan secara wajib oleh Instansi Teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila berkaitan dengan keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan/atau mempunyai potensi perselisihan dalam
perjanjian perdagangan dan jasa.

Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menetapkan SKKNI bagi profesi di


bidang IT. SKKNI 2016-321 untuk Jaringan Komputer dan Sistem Administrasi, SKKNI
2016-282 untuk Programer Komputer, SKKNI 2015-45 untuk Pengelolaan Pusat Data,
SKKNI 2015-55 untuk Keamanan Informasi, SKKNI 2012-282 untuk Pemrograman dan
SKKNI 2016-301 untuk Desain Grafis.

Sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana kolusi dalam kegiatan
Pengembangan Sarana Aplikasi di DKISP Provinsi Banten TA 2018.

Kenapa Harus Swakelola?


Berdasarkan Perpes No 54 Tahun 2010 Pasal 26, Swakelola dapat dilakukan jika:
a. Bertujun meningkatkan SDM instansi sendiri.
b. Operasi dan pemeliharaanya memerlukan partisipasi langsung masyarakat.
c. Tidak diminati penyedia barang/jasa.
d. HPS-nya tidak dapat dihitung terlebih dahulu.
e. Diklat, Kursus, Penataran, Seminar, Lokakarya atau Penyuluhan.
f. Pilot Project dan survei untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang
belum dapat dilaksanakan penyedia barang/jasa.
g. Survey, Pemrosesan Data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di
laboratorium, dan pengembangan sistem tertentu.
h. Rahasia bagi instansi yang bersangkutan.
i. Industri Kreatif, Inovatif, budaya dalam negeri.
j. Penelitian dan pengembangan dalam negeri.
k. Industri pertahanan, alutsista, dan almatsus dalam negeri.

Merujuk pada Pasal 26, kegiatan Pengembangan Sarana Aplikasi Informatika dapat
dikategorikan pada huruf huruf g. Pengembangan Sistem Tertentu.

Walau pun sudah dapat dikategorikan sebagai kegiatan swakelola, kegiatan ini
diduga melanggar Pasal 27 ayat (2): “Jumlah Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf b, tidak boleh melebihi 50% dari jumlah keseluruhan pegawai
K/L/D/I yang terlibat dalam kegiatan Swakelola yang bersangkutan”.

Jumlah pegawai DKISP Provinsi Banten yang terlibat kegiatan swakelola


“Pengembangan Sarana Aplikasi Informatika” diduga hanya kurang dari 5 orang.
Maka 72 orang dibanding dengan 5 orang, jauh dari 50%.

Sehingga patut diduga kegiatan swakelola ini hanya didasarkan menghindari


penggunaan pihak ketiga atau penyedia. Tentu juga menghindari lelang. Terlebih
beredar isu, kegiatan ini ditujukan untuk mengakomodir orang-orang yang berjasa
dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten kemarin. (g)
#2019GantiGubernur
#Togogisme

Anda mungkin juga menyukai