Anda di halaman 1dari 8

Jelaskan timpanometri

Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan membran timpani dan
sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga
melalui suatu tabung tersumbat, sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan oleh saluran
kedua dari tabung tersebut. Satu alat pengukur pada telinga normal memperlihatkan bahwa
besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya bila telinga
terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi
yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang
dipantulkan setara dengan energi insiden. Hubungan ini yang digunakan untuk mengukur
kelenturan.1

Lapisan-lapisan membran timpani

Membrana timpani terdiri atas 2 bagian :1


a. Pars flacida, terdiri dari 2 lapisan yaitu stratum kutaneus (lapisan epitel) dan stratum
mukosum (lapisan mukosa).
b. Pars tensa terdiri dari 3 lapisan yaitu stratum kutaneus, stratum fibrousum (lamina propia)
dan stratum mukosum.

2. Kata-kata yang digunakan pada tes bisik

Terdapat 2 syarat bagi pemeriksa untuk melakukan tes bisik :

a. Pemeriksa membisikan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi

b. Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita. Biasanya menyebutkan
nama benda benda yang ada disekitar kita. Contohnya seperti bola, meja dll.2

· Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau
sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
· Untuk menghitung ambang dengar (AD), akumulasikan AD pada frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, dan 2000 Hz (merupakan ambang dengar percakapan sehari-hari), kemudian
dirata-ratakan.
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Derajat ketulian (menurut buku FKUI) :
- Normal : 0 – 25 dB
- Tuli ringan : 26 – 40 dB
- Tuli sedang : 41 – 60 dB
- Tuli berat : 61 – 90 dB
- Tuli sangat berat : > 90 dB

Gambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis periorbita (racoon eyes),
ekimosis retroauricular ( Battle’s sign), dan kebocoran cairan serebrospinal (dapat diidentifikasi
dari kandungan glukosanya) dari telinga dan hidung. Parese nervus cranialis (nervus I, II, III, IV,
VII dan VIII dalam berbagai kombinasi) juga dapat terjadi.

1. Asal sumber perdarahan di telinga ?

Perdarahan pada telinga asalnya dari fraktur fossa kranial media, yang biasanya tampak
sebagi battle sign.

2. Asal sumber perdarahan epistaxis posterior ?

Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina.
Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler
karena pecahnya sfenopalatina.

3. Apa perbedaan common cold dengan influenza ?

Common cold disebabkan oleh hampir 200 virus berbeda, tipe RNA maupun DNA. Gejala
common cold diantaranya hidung tersumbat, sekret berlebihan, bersin-bersin, sedikit batuk.
Influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan ortomiksovirus. Gejalanya
bersin, sekret hidung berair, dan hidung tersumbat.
4. Kenapa influenza ada imunisasinya ?

Influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza, terutama tersebar
melalui batuk, bersin dan bersentuhan. Flu juga bisa menyebabkan radang paru-paru dan
infeksi darah, diare dan kejang pada anak-anak.

1. Penyebab Nasal Obstruction


Kongenital Atresia koana
Nasal bifida
Kista dermoid
Nasal glioma
Glioma nasofrontalis
Labiopalatoskisis
Saddle nose
Humped nose
Radang Hipertrofi adenotonsiler
Abses parafaring atau retrofaring
Abses septum
Polip nasal
Traumatik Patah tulang wajah atau mandibula
Deviasi septum
Hematoma Septum
Paralysis n. laringeus rekurens bilateral
Tumor Karsinoma nasofaring
Cavernous hemangioma nasal
Papiloma laring rekuren
Karsinoma sel skuamosa laring, faring
Lain-lain Benda asing
Udem angioneurotik
Sumber :
1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok. Edisi ke-7. Jakarta: Fakkultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
2. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Penerbit
Binarupa Aksara. Jakarta. 2013.
2. Pemeriksaan Hidung (Rhinoskopi posterior)
A. Persiapan Alat
1) Lampu kepala
2) Sumber api
3) Spatula lidah
- Cara memegang, ibu jari dibawah, jari II dan III diatas, jari IV diatas dagu, jari V
di bawah dagu
- Tidak menekan lidah terlalu kuat atau terlalu ringan
4) Kaca pemeriksaan
- Dipegang dengan tangan kanan
- Punggung kaca dipanasi terlebih dahulu dengan api
- Suhu kaca dites terlebih dahulu pada punggung tangan kiri pemeriksa (Suhu
<370C)
- Tangkai kaca dipegang seperti memegang pensil, kaca menghadap keatas
B. Persiapan Pasien
1) Pasien diminta membuka mulut
2) Bernapas lewat hidung
3) Lidah ditarik ke dalam mulut, tidak boleh digerakkan dan dikakukan
4) Ujung spatula diletakkan pada punggung lidah, didepan uvula
5) Lidah ditekan ke bawah
6) Masukkan kaca pemeriksaan ke dalam orofaring di bawah palatum molle
7) Menyinari kaca dengan lampu kepala
C. Pemeriksaan
1) Septum nasi bagian belakang
2) Nares posterior (koana)
3) Sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
4) Dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka
media dan konka inferior.
5) Pada pemeriksaan rinoskopi posterior juga dapat dilihat nasopharing, muara tuba, torus
tubarius dan fossa rossen muller.

Jackson membagi sumbatan laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan
gejala :6
 Stadium I : retraksi tampak pada waktu inspirasi di supra sternal, stridor saat
inspirasi dan pasien masih tenang.
 Stadium II : retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,
ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai
gelisah. Stridor terdengar pada saat inspirasi.
 Stadium III : cukungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor pada saat
inspirasi dan ekspirasi.
 Stadium IV : retraksi bertambah jelas disemua tempat seperti diatas, pasien sangat
gelisah, tampak ketakutan dan sianosis. Jika terus berlanjut dapat terjadi asfiksia
dan kematian

Furosemide adalah obat yang termasuk loop diuretic yang merupakan turunan asam
antranilat. Obat ini bekerja dengan cara membuang cairan berlebih di dalam tubuh. Loop
diuretic bekerja dengan menghambat reabsorbsi elektrolit-elektrolit terutama pada ginjal dan
telinga dalam. Ketidakseimbangan elektrolit akan memicu penurunan potensial endocochlear,
dimana potensial endocochlear ini sangat dipengaruhi oleh metabolism dan transport ionic.
Penurunan potensial endocochlear berpengaaruh terhadap kerja nervus VIII dan efferent dari
neuron chochlear, hal ini berdampak langsung pada penurunan fungsi pendengaran, yang dapat
ditandai dengan terjadinya tinnitus.

Tumbuhan Ginkgo biloba termasuk dalam famili Ginkgoaceae adalah tumbuhan tertua
dan bahkan disebut sebagai living fossil. Ekstrak daun Ginkgo mengandung flavonoid dan
terpenoid, dua senyawa kimiawi penting yang banyak berperan dalam mencegah gangguan
dengar sensorineural pada penderita tumor ganas dengan terapi sisplatin. Ginkgo biloba juga
mempunyai peran otoprotektif terhadap efek ototoksik akibat sisplatin pada hewan. Penelitian
oleh Raden dkk mengatakan bahwa terapi Ginkgo biloba peroral dapat mencegah gangguan
dengar sensorineural akibat reaksi ototoksik pada pengobatan
Karakteristik Perifer Sentral

Onset Mendadak Gradial Meningkat ( perlahan)

Durasi Menit-Jam Minggu-Bulan

Frekuensi Hilang Timbul Konstan

Intensitas Berat Sedang

Gejala Otonom Muntah, Keringat Dingin Sering Tak Ada

Perubahan Posisi Kepala Semakin Parah Kadang Tak Ada Hubungan

Usia Pasien Semua Usia Usia Lanjut

Gangguan Mental Tidak Ada atau Jarang Biasanya Ada

Ada. Sering Disertai Perioral


Defisit Neurologis Tidak Ada
Numbness

Pendengaran Terganggu, Tinitus Normal

Horizontal dan Rotatoar, atau Horizontal atau Vertikal, tak ada


Nistagmus
Nistagmus Fatigue 5-30 detik Nistagmus Fatigue

BPPV, Labirintitis, Tumor, Sklerosis Multipel, Infeksi,


Penyebab
Meniere’s Disease Stroke, dan Lesi Serebral lainnya

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau
sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior,
inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan patologis yang ireversibel
Membran Timpani

Membran timpani terdiri dari tiga lapisan.

1. Lapisan skuamosa (stratum korneum) membatasi telinga luar sebelah medial membatasi
telinga luar bagian medial yang berasal dari kulit liang telinga
2. lapisan mukosa (stratum mukosum) membatasi telinga tengah sebelah lateral yang berasal dari
kavum timpani dan jaringan fibrosa terletak diantara kedua lapisan tersebut.
3. Lapisan fibrosa atau lamina propria yang terletak di antara stratum kutaneum dan mukosum
terdiri dari serat melingkar dan serat radial yang menjadikan bentuk dan konsistensi membran
timpani. Serat-serat radial masuk kedalam perikondrium lengan maleus dan kedalam annulus
fibrosa, membentuk gambaran kerucut yang penting secara fungsional. Serat melingkar
memberikan kekuatan bagi membran timpani telinga tanpa mempengaruhi vibrasi, dibantu
oleh beberapa serat tegak lurus yang memperkuat bentuknya

INTERPRETASI TIMPANOMETRI

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relative sistem
timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah. 17 Kelenturan maksimal
diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau
diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensoneural akan
memperlihatkan sistem timpaniosikular yang normal.(Adams,1997)

Liden (1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi timpanogram. Tipe-
tipe klasifikasi yang diilustrasikan adalah sebagai berikut(Adams,1997):

1. Tipe A
a. Terdapat pada fungsi telinga tengah yang normal.
b. Mempunyai bentuk khas, dengan puncak imitans berada pada titik 0 daPa dan
penurunan imitans yang tajam dari titik 0 ke arah negatif atau positif. Kelenturan
maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, memberi kesan tekanan
udara telinga tengah yang normal.
2. Tipe As.
a. Terdapat pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang berparut.
b. Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), di mana puncak berada atau dekat
titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang secara signifikan berkurang.
Huruf s di belakang A berarti stiffness atau shallowness.
c. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, tapi kelenturan
lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekauan sistem osikular seringkali
dihubungkan dengan tipe As.
3. Tipe Ad.
a. Terdapat pada keadaan membran timpani yang flaksid atau diskontinuitas (kadang-
kadang sebagian) dari tulang-tulang pendengaran.
b. Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), tetapi dengan puncak lebih tinggi
secara signifikan dibandingkan normal. Huruf d di belakang A berarti deep atau
discontinuity.
c. Kelenturan maksimum yang sangat tinggi terjadi pada tekanan udara sekitar,
dengan peningkatan kelenturan yang amat cepat saat tekanan diturunkan mencapai
tekanan udara sekitar normal. Tipe Ad dikaitkan dengan diskontinuitas sitem
osikular atau suatu membrana timpani mono metrik.
4. Tipe B
a. Timpanogram tidak memiliki puncak melainkan pola cenderung mendatar, atau
sedikit membulat yang paling sering dikaitkan dengan cairan di telinga tengah
(kavum timpani), misalnya pada otitis media efusi. ECV dalam batas normal,
terdapat sedikit atau tidak ada mobilitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak
tetapi ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada membran timpani.
5. Tipe C
a. Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan malfungsi dari tuba
Eustachius.
b. Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan negatif di luar -150
mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah miskin karena tabung estachius
disfungsi. Pola timpanometrik, dalam kombinasi dengan pola audiogram, ijin
diferensiasi antara dan klasifikasi gangguan telinga tengah.

Anda mungkin juga menyukai