Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KLINIKLAPORAN KLINIK

RUANG REHAB MEDIK

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIVITAS

FUNGSIONAL SHOULDER SINISTRA AKIBAT TENDINITIS

SUPRASPINATUS ET CAUSA SHOULDER IMPINGEMENT”

DISUSUN OLEH

NURFAIDAH

PO714241161031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI D.IV

TAHUN 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus praktek klinik komprehensif 1 di Ruang Rehab Medik Rumah


Sakit Bhayangkara Makassar mulai tanggal 7 Oktober sampai dengan 2 November 2019
dengan judul kasus “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Aktivitas
Fungsional Shoulder Sinistra Akibat Tendinitis Supraspinatus Et Causa Shoulder
Impingement”telah disetujui oleh Pembimbing Lahan (Clinical Educator) dan
Preceptor.

Makassar, 1 November 2019

Clinical Educator, Preceptor

Aco Tang, SKM,S.St.Ft,M.Kes


NIP.19801221 200604 1 013

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
A. Tinjauan tentang Shoulder Impingement .......................................................................... 3
1. Defenisi Shoulder Impingement ........................................................................ 3
2. Anatomi Biomekanik Shoulder Joint ................................................................. 4
3. Etiologi Shoulder Impingement ....................................................................... 10
4. Patofisiologi Shoulder Impingement ............................................................... 11
5. Gambaran Klinis Shoulder Impingement ........................................................ 11
B. Tinjauan tentang Pengukuran Fisioterapi ....................................................................... 12
1. Shoulder Pain Disability Index (Spadi) ........................................................... 12
2. Pengukuran nyeri Menggunakan VAS ............................................................ 14
3. Pengukuran ROM menggunakan Goniometer ................................................. 15
4. Pengukuran Kekuatan Otot menggunakan Manual Muscle Testing (MMT) .. 16
C. Tinjauan tentang Intervensi Fisioterapi ........................................................................... 17
BAB III PROSES FISIOTERAPI .................................................................................. 25
A. Identitas UmumPasien ....................................................................................................... 25
B. Anamnesis Khusus ............................................................................................................. 25
C. Vital Sign ............................................................................................................................ 25
D. Inspeksi/Observasi ............................................................................................................. 26
E. Pemeriksaan Gerak Fungsi Dasar .................................................................................... 26
F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran ........................................................................... 27
G. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi ............................................................................ 29
H. Problematik Fisioterapi ..................................................................................................... 30
I. Tujuan Intervensi Fisioterapi ............................................................................................ 30
J. Program intervensi Fisioterapi ......................................................................................... 31
K. Evaluasi Fisioterapi............................................................................................................ 33
L. Home Programe.................................................................................................................. 33

iii
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 35
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 35
B. Saran .................................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 35

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Shoulder Impingement adalah sindrom klinis di mana jaringan lunak terperangkap

dengan rasa sakit di area sendi bahu. Pasien datang dengan rasa sakit saat mengangkat

lengan atau ketika berbaring di sisi yang sakit. Nyeri bahu adalah keluhan

muskuloskeletal ketiga yang paling umum dalam praktek ortopedi, dan shoulder

impingement adalah salah satu diagnosis yang mendasari lebih umum. Pada tingkat

patofisiologis, ia dapat memiliki berbagai penyebab fungsional, degeneratif, dan

mekanis

Menurut data, nyeri bahu adalah nyeri yang kedua yang paling umum pada keluhan

muskuloskeletal, dengan melaporkan prevalensi 20,9% population sebagian besar

pasien dengan nyeri bahu ke dokter diberi diagnosis impingement.

Nyeri bahu adalah keluhan umum dengan prevalensi dari 20% sampai 33% pada

populasi dewasa. Nyeri bahu juga menduduki peringkat ke tiga dari keluhan

muskuloskeletal setelah nyeri punggung dan lutut dengan tidak melihat faktor usia.

Prevalensi terbesar pada nyeri bahu adalah Subacromial Impingement Syndrome sekitar

44-60% keluhan yang menyebabkan nyeri bahu.

Pada saat beraktifitas terkadang tanpa disadari kita melakukan gerakan- gerakan yang

merugikan bagi tubuh. Hal tersebut apabila tidak segera diperbaiki akan menimbulkan

efek buruk bagi tubuh,sebagai contoh penggunaanyang berlebihan (overuse) pada

bahu.Hal ini dapat memicu terjadinya kelelahan dan kelemahan pada otot-otot

rotatorcuff, rotator cuff adalah kumpulan otot yang penting dalam menjaga stabilitas

sendi bahu selama gerakan,sehingga kelemahan-kelemahan yang terjadi pada

1
rotatorcuff berdampak pada sendi bahu yang akan menjadi lebih mobile dan kurang

stabil (unstable). Hal ini menyebabkan tendon rotatorcuff terjepit sehingga

mengakibatkan peradangan. Oleh karena adanya peradangan pada tendon maka akan

menimbulkan nyeri impingement shoulder.

Pada kasus yang ditemukan di Rs Bhayangkara Kota Makassar, pasien mengalami

nyeri pada bahu yang menghambat untuk melakukan aktivitas di lengan kiri .terjadi

penjepitan pada tendon supraspinatus sehingga menyebabkan nyeri.

Fisioterapi memberikan berbagai intervensi seperti teknik manual terapi dan

modalitas fisioterapi. Salah satu teknik manual terapi pada kondisi Shoulder

Impingement berupa traksi static dan modalitas fisioterapi berupa intervensi SWD,

dengan latihan stabilisasi pada rotator cuff muscle untuk terapi latihannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Shoulder Impingement

1. Defenisi Shoulder Impingement

Shoulder impingement syndrome adalah suatu kumpulan gejala nyeri bahu

yang timbul akibat adanya jepitan atau penekanan pada tendon (ujung otot) atau

bursa (bantalan sendi) di sendi bahu bagian atas (Flex, 2014). Kisner (2012)

mendefenisikan shoulder impingement syndrome sebagai penyempitan celah

diantara acromion dan tuberositas mayor yang menyebabkan gangguan

aktivitas pada gerak sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas

fungsional.

Tendinitis supraspinatus adalah suatu peradangan pada tendon otot

supraspinatus (Amaliya, 2015). Tendinitis supraspinatus adalah suatu bentuk

kondisi peradangan yang terjadi pada tendon otot supraspinatus. Dapat juga

terjadi pada tendon osseal, atau tendon muscular (Okmala, 2012).

3
2. Anatomi Biomekanik Shoulder Joint

Bahu merupakan persendian yang terjadi antara caput humeri dengan

cavitas glenoidalis, struktur anatomi ini memeiliki Range of Movement (ROM)

yang luas sehingga memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan lingkungan

sekitar. (Snell, 1997)

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint)

yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat

dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya

secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang

demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini

sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk

oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone),

humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup

empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi

acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama

secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya

karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis

dangkal (Sidharta, 1984).

4
Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka

bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian

yang kompleks, yaitu:

a. Sendi glenohumeral

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas

glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi

meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh

adanya labrum glenoidale (Snell, 1997).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae,

yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,

sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga

memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi

terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus

coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk

5
mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas

glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain

ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral

dan ligamen coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas

glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell, 1997).

Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humera lyaitu : (1) gerakan

fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2)

gerakan abduksi terjadi rolling caput humeri ke cranio posterior, sliding ke

caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke

dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi

rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral (Kapanji,

1982).

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m.

supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor dan m.subscapularis (Snell,

2000).

1) M. Supraspinatus

M. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae,

berinsertio di bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula

articulation humeri dan disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini

adalah membantu m.deltoideus melakukan abduksi bahu dengan

memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis scapulae.

2) M. Infraspinatus

6
M. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae,

berinsertio di bagian tengah tuberculum mayor humeri dan capsula

articulation humeri dan disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini

adalah melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulation.

3) M. Teres minor

M. Teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae

berinsertio di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula

articulation humeri dan disarafi oleh cabang n. axillais. Otot ini

berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan menstabilakan articulation

humeri.

4) M. Subscapularis

M. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan

anterior scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri yang

disarafi oleh n. subscapularis superior dan inferior serta cabang

fasciculus posterior plexus brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan

endorotasi bahu dan membantu menstabilkan sendi yang dapat dilihat

pada gambar 2.3 berikut ini.

7
b. Sendi sternoclavicular

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura

clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi

fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu

discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies

articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis

luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan

gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak

osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula

kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll

clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll

kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai

fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll

ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.

c. Sendi acromioclavicula

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial

dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi

oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis.

Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies

articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan

dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka

terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini

8
menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno

clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.

d. Sendi Suprahumeral

Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya

merupakan articulation (persendian) protektif antara caput humeri dengan

suatu arcus yang dibentuk oleh ligamentum coracoacromialis yang

melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glenohumeralis

terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari

caput humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi

lengan. Di dalam sendi yang sempit ini terdapat

struktur-struktur yang sensitif yaitu: cursae subacromialis dan

subcoracoideus,tendon m.supraspinatus, bagian atas kapsul sendi

glenohumeralis, tendon m.biceps serta jaringan ikat.

e. Sendi scapulothoracic

Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa

pergerakan scapula terhadap dinding thorax (Sri surini, dkk, 2002).

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial

lateral yang dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak

kerah cranial-caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada

Manipulative therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam

sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakan-gerakan tersebut

dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi.

9
Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/traksi, (2). Compression/

kompresi, (3). Gliding.

1) Gliding

Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik

kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik

kontak yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah

gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu :

jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan

gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah

gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding

berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek

bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas

glenoidal).

2) Traksi

Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus

dan menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya

dapat mengurangi nyeri pada sendi.

3) Kompresi

Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnya tegak lurus tetapi

kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan

nyeri (Mudatsir, 2007)

3. Etiologi Shoulder Impingement

a. Aktivitas berulang, seperti pekerjaan dan olahraga yang menggunakan sendi

bahu

10
b. Adanya peradangan

c. Adanya bone spur atau pembentukan tulang baru terjadi akibat adanya

gangguan metabolisme tulang yang umumnya dikaitkan dengan proses

penuaan ataupun karena penyakit tertentu

d. Trauma pada tendo dan degenerative tendon

4. Patofisiologi Shoulder Impingement

Pada tingkat patofisiologis, ia dapat memiliki berbagai penyebab

fungsional, degeneratif, dan mekanis. Hipotesis impingement mengasumsikan

mekanisme patofisiologis di mana struktur yang berbeda dari sendi bahu masuk

ke dalam konflik mekanis. Keputusan untuk merawat secara konservatif atau

pembedahan umumnya dibuat berdasarkan durasi dan tingkat keparahan nyeri,

tingkat gangguan fungsional, dan tingkat kerusakan struktural.

5. Gambaran Klinis Shoulder Impingement

Gejala khas adalah nyeri yang timbul saat lengan diangkat maupun ketika

lengan diturunkan dari posisi tinggi, adanya kesulitan menggerakkan lengan

mencapai belakang punggung, disertai kelemahan otot bahu.

Proses ini berjalan secara kronis. Timbulnya gejala dikaitkan dengan beban

aktivitas yang memicu timbulnya proses impingement tersebut, dan juga usia

penderita.

Gejala awal mungkin ringan, penderita sering tidak mencari pengobatan

pada tahap awal. Gejala dapat berupa:

a. Adanya nyeri

b. Kelemahan otot bahu

c. Keterbatasan gerak

11
B. Tinjauan tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Shoulder Pain Disability Index (Spadi)

Penurunan Disabilitas Bahu pada penderita shoulder impingement dapat

diukur dengan menggunakan SPADI (Shoulde Pain Disability Index).

Shoulder pain and disability index (SPADI) Adalah suatu kuesioner untuk

individu yng terdiri dari dua dimensi, yaitu untuk rasa nyeri dan untuk

kegiatan fungsional. Dimensi nyeri terdiri dari 5 pertanyaan mengenai

bertanya nyeri seseorang dan aktivitas fungsional yang dinilai dengan 8

pertanyaan yang dirancang untuk mengukur tingkat kesulitan yang dimiliki

seseorang dengan berbagai aktivitas sehari-hari yang digunakan ekstremitas

atas SPADI membutuhkan waktu 5-10 menit untuk satu orang pasien dan

merupakan ukuran khusus hanya untuk daerah bahu.

Beri tanda pada baris yang mewakili pengalaman pasien selama minggu

terakhir yang dikaitkan dengan bahu pasien yang bermasalah/mengalami

gangguan.

Skala nyeri : seberapa parah rasa sakit pasien ?

Lingkari nomor yang menggambarkan rasa sakit pasien dimana 0 = tidak sakit

dan 10 =rasa sakit tak tertahankan.

No Pertanyaan Poin Nyeri

1. Satat kondisi paling buruk (paling nyeri) ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2. Saat berbaring pada sisi lesi ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Saat meraih sesuatu pada tempat yang tinggi 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4. Saat menyentuh bagian belakang leher 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5. Saat mendorong dengan lengan sisi nyeri 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

12
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
Keterangan = × 100 = ⋯ %
50

Skala Ketidakmampuan

Berapa banyak kesulitan yang paling menggambarkan pengalaman

pasien dimana 0 = tidak ada kesulitan dan 10 = sangat sulit / membutuhkan

pertolongan.

Pertanyaan Poin

1. Saat mencuci rambut (keramas) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2. Saat mandi membersihkan punggung ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Saat memakai kaos dalam atau melepas


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sweater ?

4. Saat memakai baju dengan kancing didepan? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5. Saat memakai celana ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

6. Saat menaruh benda ditempat yang tinggi ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

7. Saat membawa benda dengan berat ± 5kg


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(10 pond) ?

8.
Saat mengambil sesuatu dari saku belakang ? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛


Keterangan = × 100 = ⋯ %
80

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑆𝑃𝐴𝐷𝐼


× 100 = ⋯ %
130

13
2. Pengukuran nyeri Menggunakan VAS

Nyeri merupakan suatu proses dimana individu menjadi sadar dari

sensasi berbahaya yang progresif. Nyeri mungkin hadir dengan atau tanpa

trauma, dan disfungsi fisik, atau dari disfungsi sistemik lainnya, dan pasien

mengeluhkan nyeri yang kemungkinan atau tidak berkolerasi dengan temuan

klinis. Nyeri juga dapat berkembang dari pengalaman fisik ke kondisi

multifaktor mempengaruhi fungsional, emosi, dan persepsi. Nyeri cukup

adekuat untuk mempengaruhi kemampuan dalam melakukan gerakan serta

aktivitas yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan untuk mengambil alih

dalam peran keluarga/kerja/sosial.

Fisioterapis menggunakan tes dan pengukuran pain untuk menentukan

intensitas, kualitas, dan karakteristik temporal dan fisik kaitannya dengan nyeri

yang penting bagi pasien/klien. Fisioterapis dapat menentukan penyebab atau

mekanisme nyeri melalui tes-tes spesifik dan pengukuran.

Visual Analog Scale (VAS) adalah sebuah pengukuran intensitas nyeri

unidimensional, yang secara luas dapat digunakan dalam penelitian klinis.

VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien

rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari “tidak nyeri,

ringan, sedang, atau berat”.

Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal atau

vertikal, panjang 10 sentimeter (100 mm), seperti yang diilustrasikan pada

gambar. Pasien menandai garis dengan mmberikan sebuah titik yang mewakili

keadaan nyeri yang dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir.

14
Visual Analog Scale (VAS) Parameter

 Scala 0 – 4 mm : tidak nyeri

 Skala 5 – 44 mm : nyeri ringan

 Skala 45 – 74 mm : nyeri sedang

 Skala 75 – 100 mm : nyeri berat

3. Pengukuran ROM menggunakan Goniometer

Join Range of Motion (Joint-ROM) adalah lengkungan yang terbentuk

melalui gerakan aktif dan pasif pada sendi atau serangkaian sendi dengan

menhasilkan sudut gerak. Joint-ROM dalam istilah biomekanik digolongkan

sebagai gerakan osteokinematik.

Fisioterapis menggunakan tes dan pengukuran Joint-ROM untuk menilai

biomekanik dan osteokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas

dan karakteristik gerakan. Kehilangan Joint-ROM dikaitkan dengan gangguan

fungsi dalam banyak kasus. Respon dimonitoring pada saat istirahat, selama

kegiatan, dan setelah aktivitas yang dapat mengindikasikan kehadiran atau

beratnya impairment, activity limitation, dan participation restriction. Tes dan

pengukuran Joint-ROM dilkukan dengan menggunakan alat instrument yang

disebut goniometer atau goniometry.

15
Istilah Goniometers berasal dari dua kata Yunani, gonio berarti sudut dan

metron yang berarti mengukur. Dengan demikian, goniometer adalah sebuah

alat instrument yang digunakan untuk mengukur sudut. Dalam fisioterapi,

goniometry digunakan untuk mengukur jumlah total gerak yang terdapat pada

sendi tertentu. Goniometer dapat digunakan baik ntuk mengukur ROM aktif

maupun pasif.

4. Pengukuran Kekuatan Otot menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)

Kekuatan otot adalah gaya yang diusahakan otot atau sekelompok otot

untuk mengatasi tahanan (resistance) dalam satu kali upaya maksimal atau satu

kali kontraksi isometric.

Tes kekuatan otot digunakan untuk menentukan fungsi capability dari

suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta

kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support.

Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat di test dan diukur

mlalui pendekatan Manual Muscle Testing (MMT) sebagai langkah mudah

untuk menentukan otot atau gerakan yang dipengaruhi dan level weakness

yang terjadi. MMT adalah sebuah metode untuk menilai fungsi dan kekuatan

dari individual otot dan sekelompok otot berdasarkan kemampuan dalam

16
menghasilkan suatu gerakan terkait gaya gravitasi dan tahannan manual

melalui ROM yang ada

Nilai Keterangan

Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual (tidak

ada kontraksi)

Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau palpasi, ada

kontraksi satu atau lebih dari satu otot

Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi

ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerakan

tidak full ROM

Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM

Nilai 4 Resistance Minimal

Nilai 5 Resistance Maksimal

C. Tinjauan tentang Intervensi Fisioterapi

1. SWD

a. Pengertian

Short wave diathermy (SWD) adalah modalitas terapi yang

menghasilkan energi elektromagnetik dengan arus bolak balik frekuensi

tinggi. Federal Communications Commision (FCC) telah menetapkan 3

frekuensi yang digunakan pada short wave diathermy, yaitu :

a) Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.

b) Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter.

17
c) Frekuensi 40,68 MHz (jarang digunakan) dengan panjang gelombang

7,5 meter.

d) Frekuensi yang sering digunakan pada SWD untuk tujuan

pengobatan adalah frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang

11 meter.

b. Arus SWD (Short Wave Diathermy)

Short Wave Diathermy yang digunakan dalam pengobatan mempunyai

2 arus yaitu arus Continuos SWD dan Pulsed SWD.

1) Continous Short Wave Diathermy (CSWD)

Pada penerapan Continous SWD, energi thermal dominan terjadi

dalam jaringan. Setiap jaringan yang menerima panas memiliki

tahanan yang berbeda-beda. Jaringan lemak cepat menyerap panas

daripada otot (1 : 10), sedangkan jaringan otot lebih cepat menyerap

panas daripada kulit. Secara fisiologis, jaringan otot tidak memiliki

“thermosensor” tetapi hanya pada jaringan kulit, sehingga dengan

adanya rasa panas di kulit saat pemberian Continous SWD maka

sebenarnya sudah terjadi “overthermal” pada jaringan otot

dibawahnya karena jaringan otot lebih cepat menerima panas daripada

kulit.

2) Pulsed Short Wave Diathermy (PSWD)

Sekitar tahun 2000, mulai digalakkan penelitian baru terhadap

Pulsed SWD sebagai salah satu efek terapi baru bagi SWD. Dalam

penelitian tersebut dilakukan penerapan Pulsed SWD pada hapusan

susu, dan ternyata pada hapusan susu tersebut terlihat suatu bentuk

18
“untaian kalung”. Kemudian bentuk tersebut juga terjadi pada cairan

darah, limpha dan eiwit. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa

Pulsed SWD sangat bermanfaat dalam menghasilkan efek terapeutik,

sedangkan efek fisiologisnya hanya timbul sedikit (pengaruh panas

hanya minimal). Pada Pulsed SWD, mempunyai energi/power output

yang maksimum sampai 1000 W. Meskipun demikian, energi/power

output rata-rata adalah jauh lebih rendah yaitu antara 0,6 – 80 watt

(tergantung pada pemilihan frekuensi pulse repetition) sehingga

memungkinkan aplikasi pengobatan subthermal dengan peningkatan

efek-efek biologis.

c. Efek fisiologis dan terapeutik SWD

1. Efek Fisiologis

1) Perubahan panas / temperatur

a) Reaksi lokal jaringan

 Peningkatan metabolisme sel lokal ± 13% tiap kenaikan

temperatur 1º C

 Meningkatkan vasomotion sphinchter sehingga timbul

homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.

b) Reaksi general

 Aktifnya sistem thermoreguler di hipotalamus yang

mengakibatkan kenaikan temperatur darahuntuk

mempertahankan temperatur tubuh secara general.

c) Consensual efek

19
 Timbulnya respon panas pada sisi kontralateral dari

segmen yang sama

d) Penetrasi dan perubahan temperatur lebih dalam dan lebih

luas

2) Pada jaringan spesifik

a) Jaringan ikat: Meningkatkan elastisitas jaringan ikat 5-10 kali

lebih baik seperti jaringan collagen kulit,otot, tendon,

ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viscositas

matrik jaringan.

b) Jaringan otot: Selain meningkatkan elastisitas jaringan otot,

juga menurunkan tonus otot lewat normalisasi nocisensorik,

kecuali hipertonic otot akibat emosional.

c) Jaringan saraf: Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan

saraf, meningkatkan nerve conduction (konduktivitas saraf)

dan meningkatkan ambang rangsang/threshold

2. Efek terapeutik

1) Penyembuhan luka/trauma pada jaringan lunak: Meningkatkan

proses reparasi jaringan secara fisiologis

2) Menurunkan nyeri, hipertoni, gangguan vascularisasi

(normalisasitonus otot lewat efek sedatif perbaikan sistem

metabolisme)

3) Kontraktur jaringan lemak: Dengan peningkatan elastisitas

jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses kontraktur

20
jaringan,hal tersebut dimaksudkan sebagai persiapan terapi

latihan.

4) gangguan konduktivitas dan treshold jaringan saraf: Apabila

elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik maka

konduktivitas jaringan saraf membaik pula, prosesnya melalui

efek fisiologi.

d. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

 Dipengaruhi oleh:

a) Stadium patologi (akut, subakut, kronik)

b) Sifat jaringan (otot, ligament, tendon, bursa, kapsul, dll.)

c) Lokasi jaringan (superficial, profundus)

 Kelainan sistem musculoskeletal, seperti strain, sprain,

lesikapsul, degenerative joint disease, stiffness, RA kronik

 Inflamasi kronik atau infeksi, seperti tenosynovitis, bursitis,

synovitis, dysmenorrhea, sinusitis

 Gangguan sistem peredaran darah

Kontraindikasi

 Pendarahan, vena thrombosis

 Logam dalam jaringan atau yang menempel pada kulit

 Pacemaker

 Menstruasi dan kehamilan (jika pengobatan dilakukan pada

daerah pelvis

 Infeksi akut dan demam (suhu tubuh lebih besar dari 37,5°C)

21
 Gangguan sensibilitas

 Maligna

 Pengobatan dengan X-ray

2. Traksi

Terapi manipulasi yang dilakukan ada 4 cara gerakan :

a) Traksi latero ventro kranial

Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dan lengan yang sakit berada

di sisi bed. Kedua tangan terapis memegang humerus sedekat mungkin

dengan sendi glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah latero

ventro kranial. Lengan bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan

bawah terapis yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi dilakukan

dengan pelan-pelan dan untuk mengembalikan sendi ke posisi awal juga

dilakukan dengan pelan-pelan. Lamanya traksi dipertahankan 7 detik dan

dilakukan pengulangan 4x.

b) Slide ke arah postero lateral

Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dan lengan yang sakit berada

di sisi bed. Tangan terapis yang sesisi diletakkan pada lengan atas pasien

bagian ventral sedekat mungkin dengan sendi bahu. Lengan kiri pasien

disangga oleh lengan terapis yang lain. Kemudian dilakukan gerakan ke arah

postero lateral. Lamanya traksi dipertahankan 7 detik dan dilakukan

pengulangan 4x.

c) Slide ke arah kaudal

Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dan lengan yang sakit berada

di sisi bed. Tangan terapis yang berlainan sisi diletakkan pada lengan atas

22
pasien dari sisi lateral sedekat mungkin dengan sendi bahu. Lengan kiri

pasien disangga oleh lengan terapis yang lain. Kemudian mendorong kaput

humeri ke arah kaudal dengan menggunakan berat badan terapis. Lamanya

traksi dipertahankan 7 detik dan dilakukan pengulangan 4x

d) Slide ke antero lateral

Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dan lengan yang sakit berada

di sisi bed. Kedua lengan terapis memegang humerus kiri sedekat mungkin

dengan sendi bahu. Kemudian dilakukan traksi ke arah antero lateral. Traksi

dilakukan dengan pelan-pelan dan untuk mengembalikan sendi ke posisi

awal juga dilakukan dengan pelan-pelan. Lamanya traksi dipertahankan 7

detik dan dilakukan pengulangan 4x.

3. Mobilisasi Skapulotorasik

Persendian skapulotorasik bukanlah sendi sejati, tetapi jaringan lunak dan otot

yang menopang sendi diregangkan untuk memperoleh gerak elevasi, depresi,

protraksi, retraksi, rotasi keatas dan kebawah, dan winging scapula untuk

mobilitas gelang bahu normal.

Posisi Pasien : jika terjadi keterbatasan gerak yang signifikan, mulai dengan

posisi tengkurap dan tingkatkan ke berbaring miring, dengan pasien menghadap

anda. Sanggah berat lengan pasien dengan meletakkannya diatas lengan bawah

anda dan biarkan menggantung agar otot scapula rileks.

Penempatan tangan : posisi tangan superior anda diatas prosesus acromion

untuk mengontrol arah gerakan dengan jari tangan inferior anda, pegang bagian

bawah tepi medial dan bagian bawah sudut inferior scapula.

23
Gaya mobilisasi : gerakkan scapula kearah yang diinginkan dengan

mengangkat dari sudut inferior atau dengan mendorong prosesus acromion.

1. Active Resisted Exercise

Active Ressisted Exercise dimana gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot

yang bersangkutan dan mendapat bantuan dari luar.Apabila kerja otot tidak

cukup untuk melakukan suatu gerakan maka diperlukan kekuatan dari

luar.Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah yang sesuai.

24
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas UmumPasien

1. Nama : Ny.Y

2. Umur : 51 tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : IRT

5. Agama : Islam

6. Alamat : Badoka

B. Anamnesis Khusus

1. Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kiri

2. Lokasi Nyeri : Bahu sebelah kiri

3. Jenis nyeri : Terlokalisir

4. Riwayat Perjalanan Penyakit : Pada bulan bulan februari 2019, pasien pada

Agustus menggendong cucunya tiba-tiba keseleo

dan nyeri pada bahu kiri. pada bulan pasien

datang ke rehabilitas medik Rs Bhayangkara

Makassar dengan keluhan nyeri pada bahu kiri

C. Vital Sign

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Denyut Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

25
Suhu : 360C

D. Inspeksi/Observasi

1. Statis

a. Pasien datang dalam keadaan mandiri

b. Terlihat bahu asimetris

2. Dinamis

a. Nyeri pada bahu kiri apabila digerakkan

E. Pemeriksaan Gerak Fungsi Dasar

GERAKAN GERAK AKTIF GERAK PASIF TIMT

Fleksi Nyeri Sedang, ROM Nyeri Sedang, Springy End Nyeri

Shoulder Terbatas Feel

Ekstensi Nyeri ringan, Rom terbatas , Hard end feel Nyeri

Shoulder

Abduksi Nyeri Sedang, ROM Nyeri Sedang, Springy End Nyeri

Terbatas Feel

Adduksi Tidak ada nyeri Tidak nyeri, Hard end feel Tidak ada

nyeri

Endorotasi Nyeri Ringan, Rom Nyeri ringan, Soft end feel Nyeri

Terbatas

Eksorotasi Nyeri, Rom terbatas Nyeri ringan, Soft end Nyeri

feel

26
F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran

1. Pengukuran Fisioterapi

1) Shoulder Pain Disability Index (SPADI)

a. Jumlah Skor Nyeri

8+6+6+7+6
× 100 = 39%
50

b. Jumlah Skor Diability

7 + 7 + 5 + 2 + 2 + 7 + 10 + 7
× 100 = 58,75%
80

c. Jumlah Skor Spadi

39% + 58,75 %
× 100 = 0,566
130

2) Visual Analog Scale (VAS)

Hasil :

Nyeri diam : 30 mm (Nyeri ringan)

Nyeri tekan : 50 mm ( Nyeri sedang )

Nyeri gerak : 70 mm ( Nyeri berat )

Interpretasi:

 Scala 0 – 4 mm : Tidak nyeri

 Skala 5 – 44 mm : Nyeri ringan

 Skala 45 – 74 mm : Nyeri sedang

 Skala 75 – 100 mm : Nyeri berat

27
3) Range Of Motion (ROM)

GERAKAN SHOULDER NILAI NORMAL

EKSTENIS/FLEKSI o
S = 30 – 0 – 140
o o
S = 50o – 0o – 170o

ABDUKSI/ADDUKSI o
F = 160 – 0 – 60
o o
F = 170o – 0o – 75o

EKSOROTASI/ENDOROTASI o
R = 60 – 0 – 75
o o
R = 90o – 0o – 80o

Hasil :Keterbatasan ROM

4) Manual Muscle Testing (MMT)

Otot Nilai otot

M. Supraspinatus 4

M. Infraspinatus 4

M. Subscapularis 4

M. Teres Minor 4

Interpretasi :

 Pasien mampu menyelesaikan ROM penuh

 Mampu melawan gravitasi

 Mampu melawan tahanan maksimal

5) Palpasi

a. Tendon Supraspinatus

Hasil : Nyeri

Interpretasi : ada gangguan pada tendon supraspinatus

b. Tendon Infraspinatus

Hasil : Tidak nyeri

Interpretasi : tidak ada gangguan pada tendon supraspinatus

28
c. Tendon subscapularis

Hasil : Tidak nyeri

Interpretasi : tidak ada gangguan pada tendon subscapularis

d. Sulcus bicipitalis

Hasil : tidak nyeri

Interpretasi : tidak ada gangguan pada sulcus bicipitalis

2. Pemeriksaan Spesifik

a. Painful Arc test

Hasil : Nyeri

Interpretasi : gangguan subacromial impingement

b. Drop Arm Test

Hasil : (-)

Interpretasi : adanya gangguan pada rotator cuff

c. Empty Can Test

Hasil : Positif

Interpretasi : adanya gangguan pada tendon supraspinatus

d. Apley Scratch Test

Hasil : Nyeri

Interpretasi : ada keterbatasan Rom

G. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi

1. Diagnosa Fisioterapi

“Gangguan Aktivitas Fungsional bahu Sinistra akibat Tendinitis

Supraspinatus et causa Shoulder Impingement”

2. Problematic Fisioterapi

29
a. Anatomical impairment

a) Nyeri pada bahu kiri ketika digerakkan

b) Keterbatasan ROM akibat nyeri dan kaku

c) Kelemahan otot-otot pada bahu

b. Activity Limitation

Pasien kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang

membutuhkan gerakan mengangkat lengan seperti memakai baju,

mengambil benda yang ada diatas dan lain-lain.

c. Participation Rectriction

Pasien mampu untuk melakukan kegiatan diluar rumah akan tetapi

pasien merasa kesulitan untuk melakukan gerakan mengangkat tangan

atau mengangkat beban di bagian lengan kiri

H. Problematik Fisioterapi

Penyakit/kondisi :

“Gangguan Aktivitas Fungsional Lengan Sinistra akibat Tendinitis Supraspinatus et


causa Shoulder Impingement”

Anatomical Activity Limitation : Participation


impairment : Rectriction :
Pasien kesulitan dalam
1. Nyeri pada bahu melakukan kegiatan sehari- Pasien mampu untuk
kiri ketika hari yang membutuhkan melakukan kegiatan
digerakkan gerakan mengangkat lengan diluar rumah akan
2. Keterbatasan ROM seperti memakai baju, tetapi pasien merasa
akibat nyeri dan mengambil benda yang ada kesulitan untuk
kaku diatas dan lainnya melakukan gerakan
I. 3. KelemahanFisioterapi
Tujuan Intervensi otot- mengangkat tangan
otot pada bahu atau mengangkat beban
1. Tujuan Jangka Pendek di bagian lengan kiri

30
a. Mengurangi nyeri

b. Menambah ROM shoulder joint sinistra

c. Meningkatkan kekuatan otot bahu

2. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikan dan memaksimalkan kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional pada sendi bahu kiri.

J. Program intervensi Fisioterapi

1. Short Wave Diathermy (SWD)

d. Tujuan : Sebagai relaksasi otot dan kekakuan sendi

e. Persiapan pasien :

 Pastikan pasien dalam posisi nyaman

 Jelaskan kepada pasien tentang terapi dan tujuannya untuk

mengurangi kecemasan pasien serta untuk memastikan pasien

kooperatif

f. Prosedur penggunaan alat

 Colokkan alat pada sumber arus listrik

 Tekan tombol ON/OFF pada bagian belakang bawah alat

 Posisikan alat pada bagian belakang dan bagian depan bahu

 Atur intensitas hingga ke pengaturan yang sudah ditentukan

g. Dosis

Intensitas : 50 watt

Frekuensi :27,12 MHz

Waktu : 8 menit

2. Traksi kearah atero lateral

31
a. Tujuan : untuk mereduksi dan mensejajarkan bahu

b. Prosedur pelaksanaan :

1) Posisi pasien : tidur terlentang dengan rileks diatas bed

2) Posisi Fisioterapis : berdiri dismping pasien, Kedua tangan terapis

memegang humerus sedekat mungkin dengan sendi

glenohumeral,

c. Teknik :dilakukan traksi ke arah antero lateral. Traksi dilakukan dengan

pelan-pelan dan untuk mengembalikan sendi ke posisi awal juga

dilakukan dengan pelan-pelan.

d. Time : 7 detik dengan 4x repetisi

3. Mobilisasi Skapulotorasik

a. Tujuan : untuk memperoleh gerak elevasi, depresi, protraksi,

retraksi,rotasi keatas dan kebawah, dan winging scapula untuk

mobilitas gelang bahu normal.

b. Prosedur pelaksanaan

Posisi pasien : mid lying diatas bed dengan rileks

Posisi Fisioterapis : berdiri di samping bed, kedua tangan berada

scapula, tangan kanan di angulus inferior

sedangkan tangan kiri di fossa supraspinatus

c. Teknik pelaksanaaan : fisioterapis mendorong ke atas kebawah scapula

atau kea rah yang diinginkan

d. Time : 7 detik dengan 4x repetisi

4. Active Resisted Exercise

a. Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot

32
b. Posisi pasien : pasien dalam keadaan terlentang

c. Posisi fisioterapi : beridiri di samping bed pasien

d. Teknik : Pasien diminta menggerakkan sendi bahu

perlahan ke segala arah sampai batas toleransi nyeri yang dirasakan

pasien. Terapis memberikan tahanan minimal dengan arah yang

berlawanan.

e. Dosis :

F: setiap hari

I: toleransi pasien

T: kontak langsung dengan pasien

T: 8 kali repetisi

K. Evaluasi Fisioterapi

1. Evaluasi sesaat

Pasien merasa lelah dan kesakitan pada saat dan setelah latihan

2. Evaluasi berkala

 Setelah beberapa kali melakukan terapi, nyeri yang dirasakan pasien

mulai berkurang.

Nilai vas : Nyeri gerak 7 (nyeri berat ) menjadi 4 (nyeri sedang)

L. Home Programe

1. Pasien dianjurkan untuk melibatkan lengan kiri dalam beraktifitas sehari

hari sebatas toleransi pasien.

33
2. Saat dirumah dapat melakukan latihan dengan menggunakan tongkat.

Caranya, kedua tangan pasien lurus kedepan sambil memegang tongkat.

Kemudian secara perlahan tangan pasien terangkat keatas.

3. Latihan lainnya dapat dilakukan dengan cara merambatkan tangan ke

dinding.

BAB IV

34
PENUTUP

A. Kesimpulan

Shoulder impingement syndrome adalah suatu kumpulan gejala nyeri

bahu yang timbul akibat adanya jepitan atau penekanan pada tendon (ujung otot)

atau bursa (bantalan sendi) di sendi bahu bagian atas.

Fisioterapi sangat berperan penting dalam proses penyembuhan pasien

untuk mengembalikan dan memaksimalkan kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional pada sendi bahu kiri. Adapaun Rencana intervensi fisioterapi yang

diberikan kepada pasien Impaiment Shoulder yaitu

1. Short Wave Diathermy (SWD)

2. Traksi kearah atero lateral

3. Mobilisasi Skapulotorasik

4. Active Resisted Exercise

Peran fisioterapi dalam mengembalikan aktivitas fungsional seperti semula

dengan menerapkan intervensi yang aktif dan terapi latihan diberikan agar gerak

menjadi tidak terganggu dan mencegah timbulnya komplikasi.

B. Saran

Kepada pasien disarankan agar melakukan latihan-latihan yang diberikan oleh

fisioterapis agar mendapatkan hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

35
https://www.scribd.com/document/368233827/makalah-impingement

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5729225/

https::www.scribs.com/document/389188470/MODALITAS-ELEKTROTERAPI

Roach et al. (1991). Development of a shoulder pain and disability index.

Aras, Djohan dkk,2016. The New Concept Of Physical Therapist Test and

Measurment, first edition..Physicare Publishing.Makassar.

Aras, Djohan dkk,2014.Tes Spesifik Musculosceletal Disorder..Physicare

Publishing.Makassar.

Permadi, Agung Wahyu.2018.Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik.

EGC.Jakarta

Kisner, Carolyn, and Lynn, Colby, 2013; Terapi Latihan Dasar edisi 6, VOL 1. EGC.

Jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai