Anda di halaman 1dari 48

"74

9 J.E. TATENGKENG
A
o
5

PUSTAKA JAYA
Seni yaitu gerakan sukma

•S

Jiwaku takkan dapat damai,


sebelum peroleh damai dalam
Allah.
Agustinus
74-940581

RINDU DENDAM

oleh

J.E. Tatengkeng
S6ri: P J . 115
Cetakan pertama 1934. Mulai cetakan kedua diterbitkan oleh
Badan Penerbit P U S T A K A J A Y A — Yayasan J A Y A
R A Y A , Jakarta, 1974
H A K CIPTA DILINDUNGI U N D A N G - U N D A N G
A L L RIGHTS R E S E R V E D .
Gambar jilid oleh Sriwidodo
Dicetak ol6h F . N . Percetakan Negara, Jakarta
DAFTAR ISI

Buah tangan: Mula kata -•• ••• 9


Di pantai, waktu petang 11
Sukma Pujangga 12
Lukisan 13
Serumpun bambu 14
Mencari kata 15
Bulan terang 16
Di lereng gunung 17
Persatuan 18
Kusuka katakan 19
Di bawah pohon 20
K u n c u p 21
Anakku 22
Kusangka 24
Diamlah 25
Penghiburan 26
Mengapa lagi 27
Menungkan nasib 28
Kucari jawab 29
Sepantun laut 30
Nelayan Sangihe 31

5
Perasaan seni
Gadis belukar 33
Mengembara 34
Kupinta lagi 36
Berikan daku belukar 37
Tempat berlindung 38
Ajarkanlah 39
Panggilan pagi Minggu 40
Melati 41
O, kata 43
Rindu Dendam : Akhir kata 47

6
Buah tangan
MULA ICATA

Kalau waktu pagi hari,


Matahari naik.
Mencurahkan terangnya di bumi,
Aku berkata dalam hatiku:
O, betapa Setia engkau!
Tak pernah kau lupakan kewajibanmu.
Perintah raja manakah engkau turuti, kalau kau terbit?
Lambaian putri manakah engkau ikuti, kalau kau benam?

Kalau kulihat daunan kayu.


Bergerak diembus angin sepoi.
Aku berkata dalam hatiku:
O, betapa Suka hatimu!
Engkau melambai dan melompat.
Apatah pesanan angin padamu?

Kalau kulihat bunga bakimg.


Yang kembang di taman sari*
Aku tercengang dan berkata:
O, kembang, siapatah menjadikan
Engkau seindah itu?
Betapa Putih engkau, betapa Suci....

9
Pada waktu petang,
Kududuk di pantai.
Dan kulihat sepasang pipit riang terbang
Akupun tepekurlah dan bertanya:
O, pipit, betapa manis hidupmu.
Selalu bersama, tak pernah bercerai.
Katakan padaku, hai pipit.
Kamu melukiskan Kasih dan Cinta.... ?

Bila kulihat ke dalam,


Dalam hati kalbu sendiri,
O, kulihat, o, kulihat

Tak lain dalam hatiku.


Tinggal hanya: Rindu-Dendam.

Terimalah Buah tanganku.


Lukisan Rindu Dendamku..,,

10
DI PANTAI, WAKTU PETANG

Mercak-mercik ombak kecil memecah,


Gerlap-gerlip sri syamsu mengerling,
Tenang-menyenang terang cuaca.
Biru kemerahan pegunungan keliling.
Berkawan-kawan perahu nelayan,
Tinggalkan teluk masuk harungan,
Merawan-rawan lagunya nelayan.
Bayangkan cinta kenang-kenangan.

Syamsu menghintai di balik gunung,


Bulan naik tersenyum simpul.

Hati pengarang renung termenung.


Memuji Rasa — sajak terkumpul.

Makin alam lengang dan sunyi, ,


Makin merindu Sukma menyanyi...... ['
SUICMA PUJANGGA

O, lepaskan daku dari kurungan,


Biarkan daku terbang melayang.
Melampaui gtmung, nyebrang barangan.
Mencari Cinta, Kasih dan Sayang.

Aku tak ingin dipagari rupa! ,


Kusuka terbang tinggi ke atas.
Meninjau hidup aneka puspa.
Dalam alam yang tak berbatas..*,.....

Tak mau diikat erat-erat,


Kusuka merdeka mengabdi seni^
Kuturat hanya semacam syarat.
Syarat gerak sukma seni.

Kusuka hidup! Gerakan sukma.


Yang berpancaran dalam n^ata.
Teras menjelma.
Ke Indah Kata.

12
LUKISAN

Musafir
Mudik menghilir.
Tak ketentuan tempat pergi.
Sedang tak ada tempat berdiri.
Pengembara
Laut dan udara.
Terkatung-katung di ombak rawan.
Tergantung-gantung di angan awan.
Penyelam
Penilik alam
Haus dahaga akan kebenaran.
Kecewa melihat dunia keliaran.
Sebegini
Sukmaku seni
Merindu, mencari ketentuan hati.
Kebenaran, Damai dan Kasih sejati.
SERUMPUN BAMBU

Serumpun bambu di tepi kolam,


Melambai caya, menjatuhkan bayang,
Dilengkung angin tunduk bermuram.
Tak ketentuan daunnya melayang

Di rumpun bambu kaki belukar,


Menghintai pucuk terbungkus salut;
Kepada ibunya diminta khabar:
Konon Dunia sudi menyambut?

Di pinggir kolam air beriak.


Pucuk tanggalkan bungkus semula;
Di sisi ibunya beriang teriak:
Barulah pagi kan senjakala.

Syamsu menyingsing, haripun petang.


Tunduklah bambu di pinggir kolam;
Setelah sehari nasib ditentang:
"Ah, apakah guna nielihat alam?"
MENCARI ICATA

1. Gerakan daun 2. Kulambai lengan,


di taman sari, Gerakan suka.
Memberi tahu: Kupeluk di tangan,
Adinda ke mari. Dicium di muka.

3. Lupakan waktu 4. Di kaki belukar.


Tak insyaf tempat. Kupandang di mata.
Kutahu satu: Kuingin berkabar,
A d i n d a kudapat! Ah ... di mana "kata"?

Bibir melekat.
Kurasa panas
"Kata" kudapat,
A d i n d a lepas.

15
BUIAN T E R A K C

Sunyi lengang alam terbentang,


Udara jernih sejuk tenang.
Di langit mengerlip ribuan bintang.
Bulan memancar caya senang.

Angin mengembus tertahan-tahan.


Daun berbisik rasa kesukaan.
Bulan beralih perlahan-lahan.
Menuju magrib tempat peraduan.

Hati yang masygul menjadi senang.


Sukma riang terbang melayang,
Karna lahir Kerinduan semalam:

Ribaan Hua yang kukenang.


Kudapat t'rang, kasih dan sayangi
Serta damai hati di dalam.

16
DI LERENG GUNUNG

Di lereng gunung,
Aku termenung.
Duduk di sisi
Kekasih hati.

Kami berpandangan sejurus lama.


Dan mengerti bisikan sukma.

Dada yang debar.


Terang menggambar
Keadaan hati.
Sesudah menanti
Sekian lama akan waktu,
di mana jiwa kami bersatu..

O, Hidup! Betapa indah.


Kalau kasih tak diperintah,
hanya dengan sendiri
datang memberi!
PERSATUAN

Dada debar penuh kerinduan,


akan Kekasih
yang jauh masih.
Hati lemah, mengandung percintaan.

Hasrat tumbuh membawa kepiluan.


Susah di hati
Serasa mati.
Merindu adindaku di jauhan.

Selalu hatiku berangan-iingan,


Kiranya sukma
Tetap bersama.
Bercerai, berpisah, adinda jangan!

Di sinilah kudapat penghiburan:


Kita bersatu
Setiap waktu.
Dalam cinta, kata dan pikiran.

Hasrat tumbuh bcrkelimpahan.


Yang terutama
Kita bersama
Dalam cinta, adinda, akan Tuhan!

18
KUSUKA KATAKAN

O, betapa kusuka katakan,.


Tapi kutidak sempat,:
Karna yang kusUka sebutkan bertempat
Dalam sukma yang tak mau lepaskan.

Kupandang bayang melompat-lompat,


Dipandang rumput;
Kulihat daim gerak cepat....
O, kusuka sebut....

Apalah warta mainan gerak.


Dan bisikan angin sayup gelak;
Tapi sukma masih ngeram
Dan diam di dalam....

Oh, jangan kaupaksa


Melahirkan rasa!
Biarlah aku menderita
Menanti ketika....
DI BAWAH POHON

Daunan kayu permainan angin,


Sinarnya syamsu hinggap di dahan.
Wayu berembusan hawa yang dingin.
Semerbak bunga berkelimpahan.

Duduk berdua dalam percintaan


Lupakan alam makhluk semua.
Smari merangkai tali kerinduan,
Hubungkan sukma kami berdua.

Adindaku! Di sini kita senang.


Kini cinta berlimpah di mata.
Kasih yang merindu susah ditahan;

Untung selamat selalu dikenang.


Persatuan jiwa bertambah nyata.
Yang kekalan, anugrah Tuhan.

20
KUNCUP

Terlipat Melambai
Terikat, Melombai,
Engkau mencari Engkau beringin
Trang matahari. Digerak aagin.

Terhibur
Terlipur
Engkau bermalam
Di pinggir kolam.

Mengeram Terbuka
Mendendam Bersuka,
Engkau ditimbim Engkau berkembang
Sejuknya embun. Memanggil kumbang.

Terputih
Tersuci
Kembang di dahan
Memuji Tuhan.

21
ANAKKU

Ya, kekasihku....
Engkau datang menghintai hidup.
Engkau datang menunjukkan muka.
Tapi sekejap matamu kututup.
Melihat terang anakda tak suka.
Mulut kecil tiada kubidca,
Tangis teriakmu tak diperdengarkan.
Alamat hidup wartakan suka.
Kau diam, anakku, kami kautinggalkan.
Sedikitpun matamu tak mengerling.
Memandang ibumu sakit berguling.
Air matamu tak bercucuran,
Tinggalkan ibumu tak penghiburan.
Kau diam, diam, kekasihku.
Tak kaukatakan barang pesanan.
Akan penghibur duka di dadaku.
Kekasihku, anakku, mengapa kian?
Sebagai anak melalui sedikit
Akan rumah kami berdua.
Tak anak tak insyaf sakit,
Yang diderita orang tua.

22
Tangan kecil lemah tergantimg,
Tak diangkat memeluk ibumu,
Menyapu dadanya, menyapu jantung,
Hiburkan hatinya, sayangkan ibumu.

Selekas anakda datang.


Selekas anakda pulang.
Tinggalkan ibu sakit terlintang.
Tinggalkan bapak sakit mengenangi.

Selamat datang anakda kami.


Selamat jalan kekasih hati.

Anak kami Tuhan berikan.


Anak kami Tuhan panggilkan.
Hati kami Tuhan hiburkan.
Nama Tuhan kami pujikan.

2-9-1933
KUSANGKA

Kusangka h'duppun sungguh cantik,


Senang dan indah di taman alam.
Kembang yang harum kuharap petik,
Kurindu terang, tidakkan malam.

Kusangka selalu 'kan kumenang.


Makin tiaggi angan impian.
Badan kuat dan hati senang.
Muda remaja penuh kecintaan.

Datang malang
Di hidup menjelang.
Kurasa dipalang
Percayapun hilang.

Kini kudiam, tinggal tepekur,


Menimgkan hidup bawaan takdir.
Heningkan hikmat, nasihat, tegur,
Bekalan hati, pelita pikir.

24
DIAMLAH

Meski duka datang menimpah,


tiap hari.
Meski susah datang berlimpah.
Hai diri.
Kau diam, diam, jangan tangis.
Hai hati.
Jangan jemu bermuka manis.

Senyum dan sedih,


Suka dan pedih.
Bukankah itu hiasan hidup.
Semula lahir — ke liang tertutup?
PENGHIBURAN

Siapa gerangan telah menambah.


Kata ini di basa kita?
Kutangis padanya, kusujud sembah.
Tuangkan dia di hati beta.

Hai, penghiburan,
di mana tempatmu?

Sekiranya sungguh engkau ada,


Singgalah sewaktu! Rasakan duka.
Yang kuderita, kupiara dalam dada.
Ah ke sini engkau tak suka?

26
MENGAPA LAGI

Mengapa lagi
Setiap pagi.
Aku bangvui dengan pengharapan.
Sedang di hati hilang ketetapan?

Mengapa lagi
Setiap pagi.
Aku berharap datangnya suka.
Sedang di hati mendendam duka?

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Kutunjuk muka yang riang manis,
Sedang di hati mengalir tangis?

Mengapa lagi
Setiap pagi,
Kusempat gelak, kudapat nyanyi.
Sedang di hati lengang dan sunyi?
MENUNGKAN NASIB

Mengapa melati tak riang kembang.


Sedang pagi disepuh embim?
Mengapa gelatik melayang bimbang.
Sedang padi kumpul bertimbun?

Mengapa cemara nan kian tunduk


Sedang syamsu asyik melambai?

Mengapa anak bermur^mg duduk,


Adakah cita yang tak tercapai?

Ah, Ibu,
Apa melati 'kan riang kembang.
Kalau kuntum rindu penanam?

Apa hati 'kan riang senang.


Teringat imtung di masa benam?
Tapi Ibu . j^;
Anakda tidak mendendam angan,
Tidak piara sakit di hati.
Selama kuat kaki dan tangan,
Kuabdi Ibu! Kusedia hati.

28
KUCARI JAWAB

Di mata air, di dasar kolam.


Kucari jawab teka-teki alam.
Dikawan awan kian ke mari.
Di situ juga jawabnya kucari.
Di warna bunga yang kembang.
Kubaca jawab, penghilang bimbang.
Kepada gimimg penjaga waktu,
Kutanya jawab kebenaran tentu.
Pada bintang lahir semula,
Kutangis jawab teka-teki Allah.
Ke dalam hati, jiwa sendiri,
Kuselam jawab! Tidak tercari
Ya, Allah yang Maha dalam.
Berikan jawab teka-teki alam.

O, Tuhan yang Maha tinggi.


Kunanti jawab petang dan pagi.
Hatiku haus 'kan kebenaran.
Berikan jawab di hatiku sekarang..
SEPANTUN LAUT

Duduk di pantai waktu senja,


Naik di rakit buaian ombak.
Sambil bercermin di air kaca.
Lagi diayunkan lagu ombak.

Lautan besar bagi bermimpi.


Tidak gerak, tetap berbaring....
Tapi pandang karang di tepi.
Di sana ombak memecah nyaring....

Gerak dalam diam.


Diam dalam gerak.
Menangis dalam gelak.
Gelak dalam bermuram.

Demikian sukma menerima alam.


Bercinta, meratap, merindu dendam.

30
NELAYAN SANGIHE

Dilengkungi langit berhias bintang,


Caya bulan di ombak menitik,
Embim berdikit turun merintik.
Engkau menantikan ikan datang.

Mengapa termenung.
Apatah direnung?
Mengapa lagumu tersayup-sayup.
Mengapa mata sesekali kaututup?
Ah, mengapa termenung,
Mengapa kaupandang ke kaki gunung?

O, kumengerti.
Kulihat di sana setitik api!
Itukah menarik matamu ke tepi,
Mengharu hati?

O, kulihat tali.
Yang tak terpandang oleh mata,
Menghubung hati,
Kalbu nelayan di laut bercinta....
PERASAAN SENI

Bagaikan banjir gulung-gemulung,


Bagaikan topan seruh-menderuh,
Demikian Rasa
datang semasa,
Mengalir, menimbu, mendesak, mengepving.
Memenuhi sukma, menawan tubuh.

Serasa manis sejuknya embun.


Selagu merduh dersiknya angin.
Demikian Rasa
datang semasa,
Membisik, mengajak, aku berpantun,
Mengayung jiwa ke tempat diingin.

Jika Kau datang sekuat raksasa.


Atau Kau menjelma secantik juita,
Kusedia hati
Akan berbakti.
Dalam tubuh Kau berkuasa.
Dalam dada Kau bertakhta!

32
GADIS BELUKAR

Seluruh alam telah kujalani,


Di kota besar, bandar yang ramai.
Di taman zaman yang indah permai.
Tidak kusangka Adinda di sini!

Di tengah manusia,
Aku tersia-sia.
Mencari khabar.
Yang agak benar.

Sungguh sukar.
Hai Gadis belukar.
Hidup di dunia tak berketenluan.
Bagi sukma yang rindu Persatuan.

Kuingin amat,
'kan dapat tempat,
di sisi Gadis belukar lembah.
Agar sukmaku tak 'kan lemah.
Sesudah minum Cinta pancaran...
Di sisimu saja kudapat hiburan
MENGEMSARA

Betapa aku telah mengembara.


Di gurmi ilmu, di hutan pilsapat! \
Tapi yang kucari tidak kudapat,
Hanya hasrat menambah sengsara!

Di barat cemerlang.
Cahaya bintang!
Aku merenang.
Ombak kutentang!

Kata orang,
Di sanalah terang!
Di barat kebenaran dan keadilan,
Di sana kebimbangan tentu hilang....

Makin dekat aku ke sana.


Rupanya hilang gundah gulana.

O, kecewa.
Rupanya dewa.
Sudah berikan padaku bencana,
Kama yang kulihat tak lain: fatamorgana

34
Akupun tidur.
Mencari hibur.
Setelah pagi.
Aku bertanya: Ke mana lagi?

Sukmaku berkata:
Palingkan mata!
Jangan lagi tepekur.
Ke sana, o, di sana, tak lain, di Timur,
Di sana kaudapat
Ciijta dihasrat!
KUPINTA LAGI

Hai pagi yang baru menjelang,


Pulangkan imanku yang sudah hilang.
Berikan daku Cinta dan Hasrat,
Supaya aku boleh mendarat

Kulihat terang....
Meski tidak benderang

Sehingga gelap.
Lambat laun kan lenyap !

36
BERIKAN DAKU BELUKAR

Terhanyut oleh aliran zaman,


Aku terdampar di dalam taman,
Kuheran amat.
Memandang tempat!
Di situ nyata kuasa otak.
Taman dibagi berpetak-petak.
Empat segi, tiga segi
Yang coreng-moreng tak ada lagi.
Rumput digunting serata-rata.
Licin sebagai birun kaca.
Bunga ditanam beratur-atur.
Tegak sebagai bijian catur.
Jalan digaris seluras-lurus.
Bersih, sehari disapu terus!
Indahlah taman,
di mata zaman.
Dan kalau hari sudah petang.
Ribuan orang ke taman datang.

Berikan daku Belukar saja,


Tempat aku memi^ji Rasa.
TEMPAT BERLINDUNG

Setelah sukma lemah letih,


ya, Tuhan,
Setelah kucari keliling alam
'kan penghiburan,
Tapi tinggal menusuk arus di hati.
Gelaplah jiwa, tetaplah malam,
Karna kurasa terpisah, tersendirian,
O, Bapakku,
Kini aku di pinggir curam,
penganglah tanganku.
Hantarkan daku ke tasik perdamaian.
Curahkan Roh trangmu di kalbuku.
Luaskan daku bernaung di sisi Tuhanku.

38
AjARKANiAlt

Kutahuj ya, Tuhan:


Kalau bunga berkembang.
Dan pipit riang terbang.
Kalau angin sayup berbisik,
Daunan kayu ramai dersik,
Aliran caya berpancaran,
Bayang-bayang berkejaran.
Memanggil warna
Aneka sempurna,
O, kutahu, ya. Tuhan,
Sekalian itu nyanyi pujian.
Gambar lukisan kemuliaan.
Dan kasih Tuhan.
Ajarkan daku dalam itu mengenal.
Kasih kemurahan Tuhan yang kekal.
PANGGILAN PAGI MINGGU

Sedang kududuk di ruang bilik.


Bermain kembang di ujimg jari.
Yang tadi pagi telah kupetik.
Akan teman sepanjang hari.

Kudengar amat perlahan,


Mendengung di ombak udara,
Menerusi daun dan dahan.
Bunyi lonceng di atas menara.

Katanya:

Kupanggil yang hidup, *)


Kutangisi yang mati.
Pinta jiwa jangan ditutup.
Luaskan Aku masuk ke hati....

— Maksuklah, ya. Tuhan,


dalam hatiku.

*) Kukui apang biahe,


Lulungkang u apang nate.
Tertulis pada lonceng gereja Tahuna.

40
MELATI

Hai Kembang,
Biji-bijian yang suci putih.
Mengapa engkau sembunyi di situ.
Oleh daunan kau diliputi.
Mengapa tunduk di balik batu?

Takutkah engkau trang matahari?


Malukah engkau memandang siang
Mengapa sunyi engkau cahari.
Mengapa hidup di piktu liang?

Bukan itu tempat Kembang,


Bukan pondok tempat permaisuri!
Hanya istana tempat setimbang.
Putri Melati di taman sari !

Di sini hidup menuju mati,


di sini hormat jangan dimimpi,
di sini kuning mengganti pulih,
di sini duka meluka hati.
Oh, Tuan,

Tempat ini tidak kucari,


Bukan olehku tempat dipilih.
Melainkan Tuhan sudah gemari.
Saya berkembang di tempat geli

Hatiku sungguh riang senang.


Dalam tempat yang Ia berikan.
Di sini saya pancarkan trang.
Seperti Ia sudah tentukan !

42
o, KATA

Sudah genap.

O, kata
dua patah,
yang dikata dengan nyata,
oleh badan payah patah.

Itu kata
ada berita,
terbesar dari sewarta,
karna oleh kata nyata
Tuhan menang segala titah!

Karna Kata,
aku serta
oleh Allah diberi harta
selamat alam semesta.
Rin6u 6en5am
AKHIR KATA

Semalam dingin sekali.


Kini pagi terang cerlang,
Kuangkat kaki melangkah masuk ke dalam taman;
Udara yang segar,
Alam yang indah!
Semua hijau.
Semua hidup....

Apakah yang terang cemerlang,


Tergantung-gantung di ujung daun btmga bakung itu?

Kuhampiri, o, sebutir embim!


O, betapa jernih,
betapa suci dan putih

Kupandang ke dalam,
O, keindahan.
Aku meninjau ke dalam alam,
Yang tak berbatas jauhnya
Langit bercermin dalaninya,
Matahari berpancaran dalamnya

47
Makin tinggi matahari naik,
Makin benderang embim itu memancarkan
terang itu ke luar....
Makin kecil juga ia
Akhirnya lenyap dari pandangan mata.

O, Tuhanku,
Biarlah aku menjadi embunmu.
Memancarkan terangmu.
Sampai aku hilang lenyap olehnya
Soli Deo Gloria!

48

Anda mungkin juga menyukai