Anda di halaman 1dari 3

e-banjar portal web site

Harmoni Kedamaian Dari Makna Galungan


Contributed by Krama IT Banjar Dangin Yeh
Saturday, 16 February 2008
Last Updated Friday, 09 May 2008

Bali, nama besar yang tidak hanya menjadi sebuah nama tanpa arti. Begitu mendengar Bali, orang-orang akan langsung
teringat dengan tempat wisata yang indah dengan adat budayanya yang tidak dapat ditemukan dibelahan dunia lainnya.
Ditengah gempuran berbagai pengaruh modern, Bali masih mampu mempertahankan kekayaan budaya yang dimiliki.
Tentunya semua tidak tidak terlepas dari penyelarasan pelaksanaan ajaran agama yang dianut, adat-istiadat dengan
kehidupan sehari-hari.

Tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa semua pengaruh luar/asing yang masuk ke Bali dapat tersaring dengan baik.
Gaya hidup masyarakat sudah banyak terpengaruh dengan gaya barat. Narkoba dan sex bebas adalah contoh
diantaranya. Dua trend yang selalu membayang-bayangi setiap orang tua akan masa depan anaknya. Patut disyukuri
juga bahwa disamping pengaruh negatif yang diterima terdapat pula pengaruh positifnya. Perkembangan teknologi dunia
luar yang sangat pesat dari hari ke hari sangat membantu dalam berbagai hal. Diantaranya adalah internet yang kini
sudah mulai dikembangkan oleh PT Telkom sampai menjangkau wilayah pedesaan. Hal ini membuat informasi yang
diterima lebih cepat dan lengkap.

Segala pengaruh baik ataupun buruk tentu tidak dapat di hindari keberadaannya sebagaimana falsafah “Rwa
Bhineda” yang selalu berdampingan adanya. Sampai saat ini masyarakat Bali masih mampu memegang teguh
adat dan kepercayaan yang dimiliki yang mana semua ini tidak terlepas dari penyelarasan pelaksanaan konsep
“Tri Hita Karana” dalam kehidupan sehari-hari. Tiga penyebab terciptanya kesejahteraan atau kerahayuan
di dunia ini mencakup tiga unsur penyelarasan yaitu : Tuhan Yang Maha Esa/ Sang Hyang Widhi Wasa, umat manusia
dan alam/lingkungan.

Bagaimanakah konsep ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat Bali? Sangatlah mudah, dimana salah satu contoh
yang dapat kita ambil yaitu dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu diantaranya adalah rangkaian kegiatan dalam
perayaan Galungan.

Hari Raya yang jatuh setiap hari Rabu/Buda kliwon Dungulan ini merupakan perayaan kemenangan Dharma melawan
Adharma. Lebih jauh lagi, makna Galungan ini dapat ditemukan dalam lontar “Sundarigama” dan
“Usana Bali” yang menyatakan bahwa peperangan antara Bhatara Indra melawan Raja Mayadanawa yang
dimenangkan oleh Bhatara Indra. Dari kegiatan menjelang sampai dengan puncak dan berakhirnya hari raya ini
menyelipkan suatu cerita unik yang berkaitan dengan pemahaman konsep “Tri Hita Karana” itu sendiri.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 19 March, 2009, 13:43


e-banjar portal web site

Bhakti manusia terhadap Tuhan dan lingkungannya diwujudkan dengan menghaturkan persembahan terhadap tumbuh-
tumbuhan yang diperingati setiap hari Sabtu/Saniscara keliwon wuku Wariga, sekitar 25 hari sebelum Galungan.
Sembah bhakti ini merupakan ungkapan syukur manusia atas rahmat Tuhan yang sudah memberikan kesuburan
terhadap tanaman yang akan dipakai sebagai sarana upakara. Hari ini disebut Tumpek Wariga karena jatuh pada Wuku
Wariga dimana Wariga juga mengandung arti untuk menentukan baik/buruknya hari/padewasan bagi umat Hindu.
Uniknya lagi pada saat menghaturkan sarana upakara (Tipat Taluh) pada pohon, pohon diketok seagai tanda
“ngarah” diikuti dengan mengucapkan : “Kaki-kaki, dadong jumah? Yen ten, tiang ngarah, Galungan
bin selae dine. Apang nged-nged buah kakine”. Kata-kata yang diucapkan ini dapat berbeda-beda di setiap
wilayah di Bali. Dilanjutkan dengan mengoles bubur pada torehan itu. Hal ini bermaksud untuk memohon agar selalu
diberikan kesuburan dan buah berlimpah untuk Galungan nanti. Kemudian dilanjutkan pada hari Senin/Soma Pahing
Wuku Warigadian yang merupakan Pujawali Bhatara Brahma sebagai dewa pencipta yang dilakukan dua hari setelah
Tumpek Wariga.

Selanjutnya yaitu Hari Raya Sugihan yang dilaksanakan 6 hari sebelum Galungan yang merupakan pembersihan
Bhuana Agung (tempat-tempat suci dan perumahan) secara niskala dan pembersihan Bhuana Alit yaitu diri sendiri.
Menjelang 3 hari sebelum Galungan dilakukan penyekeban (Minggu/Redite Pahing Wuku Dungulan). Hari ini dipakai
untuk memetik dan menyimpan buah-buahan seperti misalnya pisang (nyekeb). Hari Penyajaan yang jatuh 2 hari
sebelum Galungan (Senin/Soma Pon Wuku Dungulan) merupakan hari penguasaan diri dari sangkala. Pada hari ini
sebagian umat membuat jajan yang akan dipakai nantinya untuk Hari Raya Galungan. Selanjutnya yaitu Penampahan
yang jatuh pada hari Selasa (Anggara Wage Wuku Dungulan). Pada hari ini Umat Hindu memotong hewan seperti
ayam/babi sebagai simbol pelenyapan sifat-sifat binatang. Dibeberapa daerah, masyarakat melaksanakan pemotongan
hewan secara bersama-sama dalam satu keluarga, dadia ataupun se-banjar dan membuat olahan seperti sate, urutan
atau lawar. Kegiatan ini merupakan ajang saling bertukar informasi dan mempererat tali persaudaraan antar sesama
warga. Pada hari ini juga dilakukan pemasangan penjor. Penjor merupakan simbol kemenangan Dharma melawan
Adharma dengan wujud penegakan kebaikan/kebenaran yang disimbolkan dengan penancapan bambu yang tegak,
sedangkan pada bagian melengkung merupakan simbol dari perbaikan diri. Penjor juga dilengkapi dengan sanggah,
sampeyan, lamak, gantungan, kain putih kuning dan hiasan-hiasan berupa: plawa, pala bungkah, pala wija, dan pala
gantung yang merupakan wujud terimakasih atas panen yang didapatkan.

Hari puncak pada Rabu/Buda Keliwon Wuku Dungulan. Filsafat Galungan berpusat pada kemenangan Dharma dari
Adharma. Kata Dharma sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu urat kata kerja “dhr” yang berarti
memangku, mengatur dan menuntun. Dharma merupakan penuntun untuk mencapai kesempurnaan hidup berupa
laksana dan budi pekerti yang tinggi. Dharma merupakan alat/pedoman hidup yang terpenting untuk mencapai tujuan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan bathin yang dalam Weda disebut “Moksartham Jagadhita Ya Ca Ithi
Dharma” yang merupakan tujuan akhir dari hidup manusia. Pelaksanaan hari raya ini ditandai dengan
menghaturkan upakara ditempatnya masing-masing seperti: pelinggih (padmasana, kemulan, taksu ibu, dadia, panti,
paibon, penunggun karang, ulun sawah, pelangkiran, peralatan, lebuh dan kuburan.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 19 March, 2009, 13:43


e-banjar portal web site

Keesokan harinya yaitu Manis Galungan, biasanya dinikmati oleh warga masyarakat untuk mengunjungi keluarga,
kerabat atau teman. Bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk pergi ke tempat wisata. Keakraban antara umat
satu dengan yang lainnya akan menciptakan suatu harmoni yang sangat indah. Sehingga sangatlah tidak nyaman
apabila dicemari oleh perbuatan-perbuatan yang buruk.

Hari Raya Galungan selalu beriringan dengan pelaksanaan Hari Raya Kuningan yang jatuh pada hari Sabtu atau
Saniscara Keliwon Wuku Kuningan, sepuluh hari setelah Galungan yang mempunyai makna turunnya para dewa serta
Pitara turun dari kahyangan untuk melakukan penyucian sambil mukti atau menikmati banten yang dihaturkan,
memberikan kesejahteraan yang selanjutnya kembali ke kahyangan.

Diharapkan setelah selesainya pelaksanaan Hari Raya Galungan ini, manusia lahir kembali dengan meninggalkan sifat-
sifat buruk sebelumnya. Segala kebaikan yang mengiringi umat manusia di dalam kehidupannya akan menciptakan
harmonisasi di masyarakat serta kedamaian dunia. Nilai-nilai yang terpetik di setiap makna hari raya merupakan
penuntun dalam setiap langkah di kehidupan duniawi guna mencapai kebahagiaan rohani. Pelaksanaan hari raya
tidaklah di ukur dari buah apa yang dipakai atau pakaian apa yang harus di beli. Maknanya jauh melebihi dari itu.
Kepuasan yang tak ternilai disaat dapat menghaturkan sembah bakti kepadaNya, disaat merenung dan memahami
betapa besarnya karunia yang Beliau limpahkan sampai dapat melewati Galungan bersama orang-orang tercinta dan
tersayang. Kerukunan dan kedamaian dari unsur keluarga mewujudkan kedamaian di masyarakat karena keluarga
merupakan bentuk terkecil dari masyarakat dan diharapkan membawa pesan damai untuk umat manusia di dunia.

Dharma membawa manusia untuk membuka hati, memberikan sinar terang untuk menyikapi kehidupan dan
kebijaksanaan.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 19 March, 2009, 13:43

Anda mungkin juga menyukai