Pertanahan Opel

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Lovelby Sprindwiva

NIM : 1801111182

MATA KULIAH : Sistem Pertanahan

NO. PRESENSI : 23

A. JUDUL : KONFLIK PERTANAHAN ANTARA MASYARAKAT ATAU


MASYARAKAT ADAT VS PERUSAHAAN SWASTA/BUMN/BUMD DI PULAU
SULAWESI

B. TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab konflik pertanahan di Indonesia menurut christodoulus 1yang dikutip muntaqo

sebagai berikut :

1. Ketidakserasian peruntukan sumber-sumber agraria


2. Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah
3. Ketidakserasian persepsian dan konsepsi
4. Ketidakserasian produk hukum akibat hasil kebijakan yang bersifat sektoral

Elza Syarief dalam bukunya yang berjudul “Menuntaskan Sengketa Tanah”


mengemukakan pendapat bahwa, secara umum sengketa tanah timbul akibat faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Peraturan yang belum lengkap
2. Ketidaksesuaian peraturan;
3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang
tersedia;
4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap;

1
Muntaqo, Firman, 2010 “Karakter Politik Hukum Pertahanan Era Orde Baru dan Era Revormasi”.
Semarang: Universitas Diponegoro., 18.
5. Data tanah yang keliru;
6. Keterbatasn sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah;
7. Transaksi tanah yang keliru;
8. Ulah pemohon hak atau
9. Adanya penyelesaian dari instansi lain sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.2

C. PEMBAHASAN

Konflik pertanahan di Indonesia tidak pernah ada habisnya, penyebabnya antara lain
minimnya pemahaman masyarakat mengenai regulasi pertanahan. Pada 2018, beberapa daerah di
Sulawesi Utara menghadapi konflik agraria. Dampak dari konflik itu, masyarakat terancam
kehilangan tanah, mata pencaharian, hingga berurusan dengan hukum karena menolak
penggusuran.3. Selain sengketa tanah bersifat antar individu, mereka juga mendapati konflik
agraria antara kelompok masyarakat dengan korporasi. LBH Manado menilai, ada beberapa
faktor yang mendorong lahirnya konflik tersebut :

Pertama, minimnya pemahaman masyarakat mengenai regulasi pertanahan. Masyarakat baru


menyadari tanahnya bermasalah, ketika telah merasakan kerugian atau tidak dapat menikmati
hak atas tanah.

Kedua, kantor pertanahan tidak teliti dalam melaksanakan kewenangan, sebagaimana


dimandatkan Undang-Undang. Faktor lain adalah regulasi yang tumpang tindih, rumitnya
birokrasi, kesalahan penerbitan sertifikat hingga harga ganti kerugian pembebasan hak atas tanah
yang tidak sesuai.

2
Elzasyarief,penyebabSengketa tanah melaluipengadilankhususpertanahan,PT. Gramedia,Jakarta,2014
3
Themmy Doaly , “Catatan Akhir Tahun: Suara Sumbang Konflik Agraria di Sulawesi Utara”
(https://www.mongabay.co.id/2018/12/30/catatan-akhir-tahun-suara-sumbang-konflik-agraria-di-
sulawesi-utara/)
Ketiga, masih menurut laporan itu, adanya keterlibatan alat-alat negara seperti TNI dan Polri
dalam kasus masyarakat yang berhadapan dengan perusahaan. Akibatnya, banyak masyarakat
menjadi korban diskriminasi, kekerasan bahkan kriminalisasi.4

Pasca reformasi hingga saat ini konflik tanah yang terjadi antara pemerintah atau negara
dengan masyarakat lebih banyak terjadi akibat adanya regulasi yang lebih memihak kepada
pihak yang lebih kuat dalam hal ini pemerintah dan pemodal besar. Polisi menangkap 31 warga
desa Tiberias, kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Penangkapan itu, dipicu
sengketa agraria antara warga setempat dengan PT Malisya Sejahtera, perusahaan yang bergerak
di bidang pengembangan kelapa hibrida., karyawan PT Malisya Sejahtera bersama aparat
Koramil Poigar, melakukan pemanenan kelapa di kebun yang terletak di desa Tiberias.Petani
penggarap protes. Menurut mereka, lokasi pemanenan itu merupakan objek sengketa, yang
sedang berproses di PTUN Manado,tak lama kemudian, datang ratusan personil dari Polres
Bolmong, yang dinilai lebih berpihak pada perusahaan ketimbang mengamankan situasi.5
Penilaian itu didasari sikap aparat kepolisian yang dianggap membiarkan karyawan PT Malisya
Sejahtera ketika membongkar, membakar bangunan dan merusak tanaman petani di lokasi objek
sengketa.6 Tak hanya itu, mereka menuding aparat Polres Bolmong juga ikut mengobrak-abrik
perkampungan desa Tiberias, melepaskan tembakan-tembakan dengan peluru dan gas airmata,
melakukan pemukulan dan penangkapan besar-besaran, tanpa alasan memadai menurut hukum.7
Versi lain menyebut, bentrok dipicu aksi penghadangan dan penyerangan yang dilakukan warga,
ketika karyawan PT PT Malisya Sejahtera sedang memanen kelapa di kebun depan Koramil
Poigar.8

4
Ibid.
5
Themmy Doaly, ”Konflik Agraria, 31 Warga Desa Tiberias, Ditangkap, Bangunan Dibakar dan
Tanaman Dirusak” (https://www.mongabay.co.id/2017/05/06/konflik-agraria-31-warga-desa-tiberias-
ditangkap-bangunan-dibakar-dan-tanaman-dirusak/)

6
Ibid.
7
ibid
8
ibid
D. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diantara penyebab konflik agrarian
adalah minimnya pemahaman masyarakat mengenai regulasi pertanahan, adanya pihak tidak
teliti dalam melaksanakan kewenangan, sebagaimana dimandatkan Undang-Undang. Faktor lain
adalah regulasi yang tumpang tindih, rumitnya birokrasi, kesalahan penerbitan sertifikat hingga
harga ganti kerugian pembebasan hak atas tanah yang tidak sesuai, adanya keterlibatan alat-alat
negara seperti TNI dan Polri dalam kasus masyarakat yang berhadapan dengan perusahaan.

E. DAFTAR PUSTAKA

Muntaqo, Firman. “Karakter Politik Hukum Pertahanan Era Orde Baru dan Era Revormasi”.
Semarang: Universitas Diponegoro.2010.

Elzasyarief, “Penyebab Sengketa tanah melalui pengadilan khusus pertanahan”. Jakarta.2014.

“Catatan Akhir Tahun: Suara Sumbang Konflik Agraria di Sulawesi Utara”. Themmy Doaly.30
December 2018. (https://www.mongabay.co.id/2018/12/30/catatan-akhir-tahun-suara-sumbang-
konflik-agraria-di-sulawesi-utara/)

”Konflik Agraria, 31 Warga Desa Tiberias, Ditangkap, Bangunan Dibakar dan Tanaman
Dirusak”. Themmy Doaly.6 May 2017. (https://www.mongabay.co.id/2017/05/06/konflik-
agraria-31-warga-desa-tiberias-ditangkap-bangunan-dibakar-dan-tanaman-dirusak/)

Anda mungkin juga menyukai