Anda di halaman 1dari 4

4.

Pemerintahan Inggris di Indonesia (1811-1816)


Setelah Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas Stamford
Raffles sebagai letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada tanggal 19 Oktober
1811.
Kebijaksanaan Raffles selama memerintah di Indonesia:
a. Di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1) Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/pajak/penyerahan diganti dengan
sistem sewa tanah (land-rente).
2) Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa.
Namun upaya Raffles dalam penerapan sistem pajak tanah mengalami kegagalan kerena:
1) Sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua rakyat
mempunyai tanah yang sama.
2) Sulit menentukan luas sempitnya dan tingkat kesuburan tanah petani.
3) Keterbatasan pegawai-pegawai Raffles.
4) Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
b. Di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
Dalam bidang ini,Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta.
2) Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan.
3) Melarang perdagangan budak.
c. Di bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1) Mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai penelitian ilmiah di
Indonesia.
2) Raffles bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan
terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi.
3) Raffles menulis buku “History of Java" dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor sebagai
kebun biologi yang mengoleksi bebagai jenis tanaman di Indonesia bahkan dari berbagai penjuru
dunia.
Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama sebab pemerintahan Napoleon di Prancis pada
tahun 1814 jatuh, berakhirnya kekuasaan Louis Napoleon 1814, maka diadakan Konferensi
London.
Isi Konferensi London antara lain:
1) Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dahulu d rebut Inggris.
2) Penyerahan Indonesia oleh Inggris kepada Belanda berlangsung tahu 1816.
3) Jhon Fendall diberi tugas oleh pemerintah Inggris untuk menyerahkan kembali Indonesia
kepada Belanda.
Belanda menerima penyerahan Inggris melalui Komisi Jendral yang terdiri dari 3 orang, yaitu
Elaut, Van Der Cappelen, dan Buykes. Sejak saat itu terjadi perubahan kekuasaan di Indonesia dari
tangan Inggris ke tangan Belanda. Belanda menunjuk Van Der Cappelen sebagai gubernur jenderal
Hindia Belanda.

5. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda (Johanes Van Den Bosch)


Kekosongan keuangan Belanda yang disebabkan oleh perang kemerdekaan dari Belgia maupun
perang Diponegoro, mendorong Belanda untuk menciptakan suatu sistem yang dapat
menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi/keuangan bagi Belanda. Pada masa
kepemimpinan Johanes Van Den Bosch Belanda memperkenalkan culturstelsel atau caltivitaion
system (tanam paksa). Sistem tanam paksa pertama kali di perkenalkan di Jawa dan dikembangkan
di daerah-daerah lain di luar Jawa.
a. Aturan sistem tanam paksa
1) Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman
wajib yang berkualitas ekspor.
2) Tanah yang di sediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
3) Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan
hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi
tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
5) Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun di
perkebunan pemerintah.
6) Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah (jika bukan
akibat kesalahan petani).
7) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.
b. Pelaksanaan tanam paksa
Dalam kenyataannya, pelaksanaan cultur stelsel banyak terjadi penyimpangan, karena
berorientasi pada kepentingan imperialis, di antaranya:
1) Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi tanahnya subur.
2) Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor,
sehingga banyak tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
3) Rakyat tidak memilki tanah, harus bekerja melebihi 1/5 tahun.
4) Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-
tanaman perkebunan memerlukan perawatan yang terus-menerus.
5) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat
ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
6) Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/petani.
c. Akibat tanam paksa
1) Bagi Belanda
Bagi Belanda tanam paksa membawa keuntungan melimpah, di antaranya:
a) Kas Belanda menjadi surplus (berlebihan).
b) Belanda bebas dari kesulitan keuangan.
2) Bagi Indonesia
Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tanam paksa, maka membawa akibat
yang memberatkan rakyat Indonesia, yaitu:
a) Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.
b) Rakyat makin menderita.
c) Wabah penyakit merajalela.
d) Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk
menyelamatkan diri.
e) Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga banyak yang mengalami kematian dan menyebabkan
jumlah penduduk menurun tajam.
d. Penentangan tanam paksa
Tanam paksa yang di terapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan.
Orang yang menentang tanam paksa terdiri dari:
1) Golongan pendeta
Golongan pendeta menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori
penentangan ini adalah Baron Van Hovel.
2) Golongan liberal
Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di antaranya:
a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa dengan
mengarang buku berjudul Max Havelaar.
b) Frans Van De Pute dengan mengarang buku ber judul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
e. Penghapusan pelaksanaan tanam paksa secara bertahap
Di Sumatra Barat, sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847, ketika penduduk yang telah
lama menanam kopi secara bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sitem tanam paksa ini di lakukan melalui
jaringan birokrasi lokal.
Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam
paksa secara bertahap:
1) Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
2) Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.
3) Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman, dihapus kecuali kopi di Priangan.
Selain di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti
Sumatra Barat, Minahasa, Lampung, dan Palembang. Jopi merupakan tanaman utama di dua
tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman utama di dua wilayah yang kedua. Di
Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.
2. Undang-undang Agraria
Dalam pertemuan di parlemen Belanda, Frans Van Putte, De Wall, dan Thorbecke yang berasal
dari kaum liberal menyampaikan gagasan perlunya menerapkan prinsip liberalisme ekonomi di
tanah jajahan. Menurut kaum liberal, kehidupan perekonomian akan berjalan lancar jika ketentuan
berikut ini dipatuhi, yaitu:
a. Swasta mempunyai hak untuk memiliki alat-alat produksi.
b. Anggota masyarakat bebas untuk melakukan tindakan ekonomi.
c. Pemerintahan tidak mencampuri urusan rumah tangga perekonomian.
Berdasarkan hal tersebut pihak penguasa swasta diberi kesempatan seluas-luasnya menjalankan
roda perekonomian di wilayah Hindia-Belanda. Sebagai perwujudan kemenangan kaum liberal,
pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet 1870)
yang berisi pokok-pokok aturan sebagai berikut.
a. Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah.
b. Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dalam undang-
undang.
c. Tanah-tanah diberikan dengan hak penguasaan selama waktu tidak lebih dari 75 tahun sesuai
ketentuan.
d. Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat.
Tujuan pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
a. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa pemodal asing.
b. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia.
c. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia terutama di bidang buruh perkebunan.
Pengaruh positif pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
a. Rakyat Indonesia diperkenalkan kepada pentingnya peranan lalu lintas uang (modal) dalam
kehidupan ekonomi.
b. Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkatkan jumlah produksi tanaman ekspor jauh
melebihi produksi semua berlakunya sistem tanam paksa, sehingga Indonesia mampu menjadi
penghasil kina terbesar nomor 1 di dunia.
c. Rakyat Indonesia merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yang dibangun pihak
perkebunan.
Karena mendapat sorotan tajam, akhirnya pada tahun 1900 pemerintah Belanda menghentikan
Undang-Undang Agraria 1870 tersebut.

Anda mungkin juga menyukai