Anda di halaman 1dari 10

HASIL SURVEI KEBISINGAN DI PABRIK PENGOLAHAN KARET

PEMATANG KIWAH PTPN VII NATAR LAMPUNG SELATAN PADA


31 MEI 2017

(Laporan Hasil Survei)

Oleh:

Hanna Insani, S.Ked (1218011066)


Ranti Humaera, S.Ked (1218011122)
Restiko Maleo Fibullah, S.Ked (1218011127)
Bianti Nuraini, S.Ked (1118011023)
Kevin Tagor, S.Ked (1118011066)
Mirna Candra Dewi, S.Ked (1118011078)

Pembimbing:
dr. Mujiarto Winarji

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga
kerja dengan cara penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang berpotensi
membahayakan para pekerja. Pengendalian juga ditujukan kepada sumber yang
berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut, pencegahan
kecelakaan dan penserasian peralatan kerja/mesin/instrumen, dan karakteristik
manusia yang menjalankan pekerjaan tersebut maupun orang-orang yang berada
di sekelilingnya (Waluyo, 2009).

Menurut peraturan Menakertans RI No kep-01/MEN/ Pasal 1 tenaga kerja adalah


tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang guna memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha, yang dimana terdapat sumber-sumber bahaya.
Salah satu dari faktor yang terdapat dalam lingkungan kerja adalah kebisingan.
Pada tahun 1995 World Health Organization (WHO) melaporkan, diperkirakan
hampir 14 persen dari total tenaga kerja negara industri terpapar bising melebihi
90 dB. Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB
atau lebih (Roestam, 2004). Terpapar kebisingan dapat mengakibatkan penurunan
fungsi pendengaran atau Noise Induce Hearing Loss (NIHL). NIHL adalah
kelainan atau gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi pendengaran akibat
terpajan oleh bising dengan intensitas yang berlebih dan terus menerus dalam
waktu yang lama (Rotinsulu, 2008).

Perusahaan yang menjadi survey kami adalah PTPN VII Unit Usaha Pematang
Kiwah, perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan karet, menggunakan
beberapa mesin yang menghasilkan bunyi. Sehingga perlu dilakukannya survey
untuk mengukur kebisingan dan meninjau kembali karena jika kebisingan terjadi
secara terus-menerus dapat menyebabkan adanya gangguan pekerjaan
(kebisingan). Oleh sebab itu kami tertarik untuk melakukan survey lebih lanjut.
TUJUAN SURVEI
1. Mengetahui apakah terdapat kebisingan di tempat kerja.
2. Mengetahui adanya kemungkinan risiko terjadi gangguan pendengaran di
tempat kerja.

METODE SURVEI
Survei lapangan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter yang
dilakukan di setiap bagian stasiun stasiun di pabrik karet pematang kiwah,
penghitungan dilakukan dengan jarak (±) 5 cm dari sumber suara mesin pada
pabrik pematang kiwah, pengukuran ini dilakukan sejajar tepat dengan posisi
para pekerja yang sedang bekerja dan setinggi telinga pekerja.
HASIL SURVEI
Dari hasil survei yang telah dilakukan dengan mengukur pengukuran
tingkat kebisingan menggunakan alat Sound Meter level (SML) di setiap stasiun-
stasiun pabrik karet dan survey melalui pengisian kuisioner untuk mengetahui
adanya kemungkinan resiko terjadinya gangguan pendengaran di Pabrik karet
Unit Pematang Kiwah Natar Lampung Selatan didapatkan:
LokasiKerja Tingkat Kebisingan
Bokar 51 dB
Timbang 57 dB
Slab cutter 81 dB
Hammer Hall I 87 dB
Hammer Hall II 89 dB
Macerator 87 dB
Creeper I s/d Finisher 84 dB
Roll creppe 84 dB
Timbangcreppe 79 dB
Predrying (12 hari) 70 dB
Shreeder 91 dB
Trolly 79 dB
Dryer 78 dB
TimbangBalle 75 dB
Press Balle 74 dB
Metal Detector 73 dB
Timbang Digital 73 dB
Ball Cutter 70 dB
Packing 74 dB
Pada pabrik ini terdapat beberapa mesin yang digunakan. Letak pabrik
berada di sebuah area dengan pengaruh kebisingan eksternal yang relatif kecil.
Kebisingan yang ada di unit ini merupakan kebisingan internal yakni berasal dari
mesin-mesin yang sedang beroperasi di dalampabrik.Kebisinganeksternaltidak ada
karena unit ini tidak berdekatan dengan jalan umum. Di antara beragam mesin,
terdapat mesin yang menghasilkan angka kebisingan diatas nilai ambang batas
(NAB) yaitu berada di shreeder mencapai kebisingan 91 dB (A), Hammer Hall I
mencapai kebisingan 87 dB (A), Hammer Hall II mencapai kebisingan 89 dB (A),
Macerator mencapai kebisingan 87 dB (A). Kebisingan pada unit ini hanya
dirasakan berlebihan pada titik-titik tertentu yaitu pada mesin yang menghasilkan
kebisingan kuat. Titik-titik tersebut berada pada daerah yang berdekatan dengan
mesin-mesin bersuara sangat kuat. Sedangkan daerah yang relatif jauh dari mesin-
mesin tersebut tidak begitu bising meskipun mesin yang ada sedang beroperasi.
Karena jika tidak berdekatan dengan mesin itu relatif tenang dengan kebisingan
di bawah NAB.
Apabila dilihat dari hasil kuesioner yang telah diberikan kepada para
pekerja diperoleh beberapa informasi tentang kondisi mereka selama mereka
berada di tempat kerja. Pengisian kuesioner yang dibagikan kepada pekerja
tersebut untuk mengetahui apakah pekerja terpapar oleh kebisingan di 4 stasiun
yang dianggap memiliki diatas nilai ambang batas (NAB). Kuesioner tersebut
dibagian kepada 18 responden yang bekerja di stasiun Shreeder, Hammer Hall I,
Hammer Hall II, dan Macerator, 18 responden diminta untuk menjawab 5
pertanyaan antara lain yaitu:
1. Apakah saat bekerja anda harus berteriak dengan rekan lainnya?
2. Apakah telinga anda berdenging? Setelah bekerja maupun dirumah?
3. Apakah sulit atau sering tidak mendengar pembicaraan keluarga dirumah?
4. Apakah anda sering membesar/mengecilkan volume TV atau radio?
5. Apakah anda sering meminta oranglain untuk mengulangi ucapan mereka?
Pengisian kuisioner dikerjakan oleh 18 karyawan di PTPN 7 Unit
Pematang Kiwah Natar Lampung Selatan, lalu didapatkan:

No. Nama Usia Jawaban Lama Kerja


Responden (Ya)
1. Tn. T 32 tahun 1 7 tahun
2. Tn. M 42 tahun 1 10 tahun
3. Tn. TS 40 tahun 1 9 tahun
4. Tn. A 38 tahun 1 7 tahun
5. Tn. N 28 tahun 0 6 tahun
6. Tn. D 26 tahun 0 6 tahun
7. Tn. S 45 tahun 1 12 tahun
8. Tn. M 42 tahun 1 10 tahun
9. Tn. As 38 tahun 0 8 tahun
10. Tn. J 26 tahun 0 5 tahun
11. Tn. K 40 tahun 1 9 tahun
12. Tn. ST 45 tahun 0 11 tahun
13. Tn. G 33 tahun 0 7 tahun
14. Tn. B 27 tahun 1 5 tahun
15. Tn. R 24 tahun 0 5 tahun
16. Tn. D 28 tahun 0 8 tahun
17. Tn. E 44 tahun 1 10 tahun
18. Tn. U 30 tahun 0 8 tahun

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di 4 stasiun yang dianggap


memiliki diatas nilai ambang batas (NAB) dengan melakukan pengisian kuesioner
dari lima pertanyaan untuk mengetahui kebisingan pada pekerja, 9 orang dari 18
responden menjawab pertanyaan dengan jawaban Ya kemungkinan pekerja
beresiko terjadi gangguan pendengaran akibat paparan berulang dari kebisingan di
tempat kerja.
PEMBAHASAN SURVEI
Kebisingan merupakan aspek-aspek penting yang mempengaruhi tingkat
kenyaman anda dalam bekerja. Sehingga ketika aspek kebisingan ini diperhatikan
dengan baik dalam suatu industri maka diharapkan akan diperoleh kondisi yang
nyaman dan memenuhi standar K3 untuk hasil kerja yang optimal. Kebisingan
merupakan aspek yang sudah melekat pada lingkungan kerja. Begitu jugadi dalam
setiap alur proses produksi karet yang di dalamnya terdapat sejumlah mesin yang
beroperasi.
Kebisingan yang ada dalam suatu industri dapat dideteksi dengan berbagai
cara sehingga akan diketahui tingkat kebisingan yang ada. Kebisingan yang
melebihi ambang batas sering kali disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut biasa merupakan faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal
yaitu segala sesuatu yang berasal dari lingkup dekat lingkungan kerja, seperti
besarnya daya mesin, tingginya putaran poros mesin, jenis transmisi yang
digunakan atau hal-hal yang berhubungan dengan peralatan di dalam ruang kerja.
Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar lingkungan
kerja yang dekat biasanya dari luar ruang kerja, seperti kebisingan yang
disebabkan kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan, atau bunyi-bunyian
yang berasal dari luar lingkungan kerja lainnya.
Pada pabrik ini terdapat sejumlah mesin yang digunakan. Letak pabrik
berada di sebuah area dengan pengaruh kebisingan eksternal yang relatif kecil.
Kebisingan yang ada di unit ini merupakan kebisingan internal yakni berasal dari
mesin-mesin yang sedang beroperasi di dalam pabrik. Kebisingan eksternal tidak
ada karena unit ini tidak berdekatan dengan jalan umum. Di antara beragam
mesin, terdapat mesin yang menghasilkan angka kebisingan di atas nilai ambang
batas (NAB) yaitu berada di shreeder mencapai kebisingan 91 dB (A), Hammer
Hall I mencapai kebisingan 87 dB (A), Hammer Hall II mencapai kebisingan 89
dB (A), Macerator mencapai kebisingan 87 dB (A). Sehingga kebisingan yang
dihasilkan mesin-mesin ini menutupi kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-
mesin lain di sekitarnya yang pada saat yang bersamaan sedang beroperasi.
Kebisingan pada unit ini hanya dirasakan berlebihan pada titik-titik tertentu yaitu
pada mesin yang menghasilkan kebisingan kuat. Titik-titik tersebut berada pada
daerah yang berdekatan dengan mesin-mesin bersuara sangat kuat. Sedangkan
daerah yang relatif jauh dari mesin-mesin tersebut tidak begitu bising meskipun
mesin yang ada sedang beroperasi. Karena jika tidak berdekatan dengan mesin itu
relatif tenang dengan kebisingan di bawah NAB.
Dan didapatkan hasil survei yang telah dilakukan di 4 stasiun yang
dianggap memiliki diatas nilai ambang batas (NAB) dengan melakukan pengisian
kuesioner dari lima pertanyaan untuk mengetahui kebisingan pada pekerja, 9
orang dari 18 responden menjawab pertanyaan dengan jawaban Ya jadi
kemungkinan pekerja tersebut mengalami terdapat resiko adanya gangguan pada
pendengarannya tersebut akibat paparan berulang dari kebisingan ditempat kerja.
Nilai Ambang Batas (NAB) merupakan titik maksimum yang
diperbolehkan pekerja untuk berada di tempat kerja. NAB untuk kebisingan ada
tiga standar yaitu standar OSHA (Occupational Safety and Healthy Association),
ISO (International Standard Organization), dan standar yang digunakan di
Indonesia yaitu standar yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker).
Pengendalian bising secara administratif adalah suatu cara untuk
mengurangi pemaparan kebisingan dengan mengatur durasi pemaparan
sedemikian rupa sehingga kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja masih
dalam batas normal yang diperkenankan. Pada hasil survei pekerja mengalami
lebih dari satu kebisingan di tempat kerja dengan ambang batas kebisingan yang
telah ditentukan yaitu apabila pekerja terpapar lebih dari 2 kebisingan yang
berbeda dan nilai akumulasinya tidak boleh lebih dari 1.

Tabel 3. Durasi Pemaparan Kebisingan Yang Diperkenankan


Tabel ini penting untuk pengendalian kebisingan apabila pekerja terpapar 2
atau lebih kebisingan.
Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai berikut:
a. 82 dB : 16 jam per hari
b. 85 dB : 8 jam per hari
c. 88 dB : 4 jam per hari
d. 91 dB : 2 jam per hari
e. 97 dB : 1 jam per hari
f. 100 dB : ¼ jam per hari

KESIMPULAN
Berdasarkan survei yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pabrik karet Pematang Kiwah PTPN VII tidak aman dari kebisingan
2. Terdapat kemungkinan resiko gangguan pendengaran di tempat kerja
3. Program K3 pada pabrik karet pematang kiwah belum berjalan dengan baik
SARAN
1. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan melakukan
pengendalian secara teknis (engineering control), pengendalian secara
administratif dan dengan penggunaan alat pelindung pendengaran. Pengaturan
shift jam kerja sebaiknya dilakukan, agar sesuai serta tidak melebihi ambang
kebisingan.
2. Dilakukan pemeriksaan berkelanjutan terhadap responden yang memiliki
resiko tinggi gangguan pendengaran.
3. Pemeriksaan berkala pekerja mengenai fungsi pendengaran sebaiknya
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2003, Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja,


Jakarta: Hiperkes.
Roestam, A.W., “Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja”,
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004, Subdepartemen Kedokteran
Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2004
Rotinsulu, 2008. Cara Mengatasi Gangguan Pendengar.Jakarta.
Waluyo,M., Psikologi Teknik Industri, Cetakan Pertama, Graha Ilmu,
Yogyakarta. 2009

Anda mungkin juga menyukai