Anda di halaman 1dari 32

Nama : Sona Erlangga

NPM : 1915041016

1. THAHARAH

PENGERTIAN THAHARAH

Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah membersihkan diri,
pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh
syariat islam.

Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam ibadah. Seperti
dalam QS Al-maidah ayat : 6

[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

A. Bersuci lahiriah

Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal dan lingkungan dari
segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis adalah membersihkan badan,
pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang rasa, bau dan warnanya. QS Al-Muddassir
ayat : 4

B. Bersuci batiniah

Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan maksiat
seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan taubatan nashoha yaitu memohon ampun
dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
MACAM-MACAM ALAT THAHARAH

Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci misalnya, kita tidak hanya
bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa menggunakan tanah, batu, kayu dan benda-benda padat lain
yang suci untuk menggantikan air jika tidak ditemukan.

Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh dan tidak boleh
digunakan untuk bersuci.

Macam-macam air

Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah

1. Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, yaitu air :

-Air hujan

-Air sumur

-Air laut

-Air sungai

-Air danau/ telaga

-Air salju

-Air embun

QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh denganya telapak kaki(mu).

2. Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak dapat
digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.

3. Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak. Air ini
makruh digunakan untuk bersuci

4. Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh digunakan untuk
bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya

5. Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna dan baunya
maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah (270 liter menurut
ulama kontemporer)
CARA-CARA THAHARAH

Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti berwudhu dan mandi junub atau mandi
wajib. Ada juga bersuci dengan menggunakan debu, tanah yaitu dengan bertayamum. Dan bisa juga
menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu masuk kategori kayu) yaitu dengan
beristinja.

Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:

1. Najis ringan (najis mukhafafah)

Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun
kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersihkan najis ini cukup dengan
memercikkan air kebagian yang terkena najis.

2. Najis sedang (najis mutawassitah)

Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dsb. Cara membersihkannya cukup
dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis tersebut hilang (baik rasa, bau dan
warnanya).

3. Najis berat (najis mughalazah)

Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti (qat’i) . yaitu
anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang najisnya terlebih dahulu
lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah atau batu.

Wudhu adalah syarat sah yang harus dikerjaan semua orang sebelum sholat. Wudhu adalah
membersihkan bagian badan tertentu dari hadast kecil dengan menggunakan air. Dan ketika seseorang
hendak sholat namun ia tidak menjalankan syarat ini, maka sholat yang ia kerjakan sifatnya tidak sah.

Fadhilah Dari Wudhu

Wudhu adalah suatu amalan yang ringan timbangannya, namun ada hikmah atau fadhilah besar dibalik
wudhu. Wudhu dapat menghapuskan dosa kecil serta mengangkat derajat manusia di akhirat, seperti
sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
‫ت عقاَهلوُا بععلىَّ عياَ عرهسوُعل ن‬
‫اب عقاَعل‬ ‫اه بببه انلعخ ع‬
‫طاَعياَ عويعنرفعهع بببه الندعرعجاَ ب‬ ‫اه ععلعنيبه عوعسلنعم عقاَعل أععل أعهدللهكنم عععلىَّ عماَ يعنمهحوُ ن‬
‫صنلىَّ ن‬ ‫ععنن أعببيِ ههعرنيعرةع أعنن عرهسوُعل ن‬
‫اب ع‬
‫صعلبة فععذلبهكنم الررعباَطه‬
‫صعلبة بعنععد ال ن‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫ضوُبء ععلىَّ العمعكاَبربه عوعكثعرة الخطاَ إبلىَّ العمعساَبجبد عوانتبظاَهر ال ن‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ه‬
‫إبنسعباَغ الهوُ ه‬

“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-
dosa, dan mengangkat derajat-derajat?” Mereka berkata, “Mau, wahai Rasulullah!!” Beliau bersabda,
“(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan, banyaknya langkah
menuju masjid, dan menunggu sholat setelah menunaikan sholat. Itulah pos penjagaan”. [HR. Muslim
(586)]

Rasulullah SAW telah memberikan suatu kabar yang luar biasa, Rasul mengatakan jika suatu hari nanti di
Padang Mahsyar beliau akan mudah mengenali ummatnya. Karena ummat Rasulallah SAW kelak akan
bercahaya badanya, hal ini disebabkan oleh air wudhu yang membasuh anggota tubuh mereka semasa
hidup didunia.

‫ث يعنبلههغ انلعوُ ه‬
‫ضوُهء‬ ‫تعنبلههغ انلبحنليعةه بمنن انلهمنؤبمبن عحني ه‬

“Perhiasan (cahaya) seorang mukmin akan mencapai tempat yang dicapai oleh wudhu’nya”. [Muslim
dalam Ath-Thoharoh, bab: Tablugh Al-Hilyah haits Yablugh Al-Wudhu’ (585)]

Bagaimana Jika Tidak Ada Air Untuk Berwudhu ?

Wudhu merupakan syarat sahnya sholat, dan jika seseorang tidak berwudhu sebelum sholat maka sholat
tersebut tidak sah. Namun bagaimanakah jika tidak ada air untuk bersuci atau berwudhu sebelum
melaksanakan sholat ? Allah SWT adalah maha pengasih lagi maha penyayang. Allah SWT telah mengatur
segala sesuatu yang ada di bumi, mengatur segala sesuatu apa yang harus terjadi dan apa yang tidak
akan terjadi. Allah SWT telah memberikan batasan tentang apa yang boleh dikerjakan dan tidak boleh
dikerjakan misalnya seperti berwudhu. Allah SWT memperbolehkan manusia bersuci dengan selain
dengan air, yaitu dengan cara bertayamum.

Tayamum artinya pengganti dari wudhu yang seharusnya menggunakan air dalam bersuci, lalu digantikan
dengan debu yang bersih. Dan yang diperbolehkan menjadi alat tayamum adalah tanah suci yang
berdebu, atau bisa juga dengan batu yang pecah menjadi pasir. Bertayamum tidak diperbolehkan
menggunakan tanah yang berlumpur, yang ada sampah atau kotorannya.

Tayamum bersifat sementara ketika tidak ada air yang bisa digunakan untuk bersuci. Dan apabila air
sudah tersedia, maka wajib hukumnya untuk mengutamakan penggunaan air untuk bersuci. Jika
seseorang sudah terlanjur bertayamum dan sholat, maka ia tidak wajib mengulangi sholatnya. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

َ‫ فعأ عععاَعد أععحهدههعما‬، ‫ت‬‫ ثهنم عوعجعدا انلعماَعء بفيِ انلعوُنق ب‬، َ‫صلنعيا‬ ‫صبعيددا ع‬
‫ فع ع‬، َ‫طيردبا‬ ‫س عمععههعماَ عماَءء – فعتعيعنمعماَ ع‬ ‫صعلةه – عولعني ع‬
‫ت ال ن‬‫ضعر ن‬‫ فععح ع‬، ‫عخعرعج عرهجعلبن بفيِ عسفعرر‬
‫صعلهتك‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ن‬
‫صنبت اللسنةع عوأنجعزأتك ع‬ ‫ع‬ ‫ن‬
‫ أ ع‬: ‫ فععقاَعل لبلبذيِ لعنم يهبعند‬، ‫ك لعهه‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫صلىَّ اه ععلعنيبه عوعسلعم فععذعكعرا عذلب ع‬‫ن‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫صعلةع عوانلهوُ ه‬
‫ ثنم أتععياَ عرهسوُعل اب ع‬، ‫ عولعنم يهبعند انلعخهر‬، ‫ضوُعء‬ ‫ال ن‬
‫ علك انلعنجهر عمنرتعنيبن‬: ‫عوعقاَعل لبنلعخبر‬

Ada dua orang lelaki yang bersafar. Kemudian tibalah waktu shalat, sementara tidak ada air di sekitar
mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan tanah yang suci, lalu keduanya shalat.
Setelah itu keduanya menemukan air, sementara waktu shalat masih ada. Lalu salah satu dari keduanya
berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan satunya tidak mengulangi shalatnya.

Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya, “Apa
yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan shalatmu sah”. Kemudian Beliau mengatakan kepada
yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani)

Tayammum sudah disyari’atkan didalam islam dengan berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan Ijma’
(kesepakatan) kaum muslimi, Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 6 dan sabada Rasulullah
SAW.

‫طيردباَ عفاَنمعسهحوُا ببهوُهجوُبههكنم عوأعنيبديهكنم‬ ‫ضىَّ أعنو عععلىَّ عسفعرر أعنو عجاَعء أععحءد بمننهكنم بمعن انلعغاَئببط أعنو لعمنستههم النرعساَعء فعلعنم تعبجهدوا عماَدء فعتعيعنمهموُا ع‬
‫صبعيددا ع‬ ‫عوإبنن هكننتهنم عمنر ع‬
‫بمنههن‬

Artinya :
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan
dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al Maidah : 6).

Sabda Rasulullah SAW :

‫طههوُدرا إبعذا لعنم نعبجبد انلعماَعء‬ ‫عوهجبعلع ن‬


‫ت تهنربعتهعهاَ لععناَ ع‬

Artinya :

Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai
thohur/sesuatu yang digunakan untuk besukci (tayammum) jika kami tidak menjumpai air. (HR. Muslim
no. 522)

Tata Cara Tayamum

Allah SWT telah mengatur segala sesuatu yang halal dan yang haram, mana yang baik dan tidak baik.
Mnegatur mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Begitu juga bertayamum yang
diperbolehkan sebagai pengganti wudhu ketika tidak ada air, dan berikut tata cara tayamum yang benar.

-Membaca basmalah

-Tempelkan kedua telapak tangan dengan merengganggkan jari pada tanah atau debu.

-Angkat tangan mu dan tiup kedua telapak tangan yang sudah menempel pada debu, atau usapkan pada
pakaian secara perlahan. ( Jika meniup, tiuplah kearah lain dari tempat mengambil debu )

-Baca do’a atau niat tayamum.

-Usapkan debu pada wajah.

-Usapkan debu pada telapak tangan.

-Ambil debu lagi dan lakukan seperti langkah ke 3 diatas.


-Usapkan debu ke lengan kanan dan kiri

Waktu Diperbolehkannya Bertayamum

Allah SWT tlah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini dengan tata aturan yang indah, begitu juga
dengan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tayamum adalah hal yang diperbolehkan,
namun hal tersebut harus sesuai dengan ketentuan kapan waktu-waktu yang tepat dan
diperbolehkannya melakukan tayamum.

Ketika sedang safar

Tidak ada air yang tersedia / sulit mendapatkan air

Air yang membahayakan suhunya seperti air panas misalnya

Persediaan air menipis, dan hanya ada untuk minum

Sakit dan tidak diperbolehkan terkena air

Syarat Sah Melakukannya Tayamum

Allah SWT mencintai hambanya yang selalu menjaga wudhu, dan seorang hamba juga harus paham
benar seperti apa syarat sah dari wudhu. Namun bagaimana jika tidak ada air yang bisa digunakan untuk
berwudhu ?? Tayamum adalah hal yang boleh dilakukan apabila tidak ada air untuk berwudhu, tapi tetap
perhatikan bagaimana syarat sah melakukan tayamum.

Jam sudah memasuki waktu sholat

Bersuci dengan debu dari najis

Alasan bertayamum tepat dan tidak dibuat-buat

Sudah berusaha mencari air

Sunnah Bertayamum

Dalam segala sesuatu alangkah baiknya jika kita mengawali sesuatu dengan bacaan basmallaah, begitu
juga dengan saat melakukan tayamum. Adapun sunnah-sunnah yang ada pada tayamum adalah sebagai
berikut.
Membaca basmallah dan doa bertayamum

Menghadap kearah kiblat

Melakukan tata cara bertayamum dengan baik dan benar

Perkara yang membatalkan Tayamum

Tayamum adalah pengganti wudhu, dan untuk itu kita juga harus tahu apa saja perkara yang dapat
membatalkan tayamum.

Seluruh perkara yang membatalkan wudhu, akan sama seperti perkara yang membatalkan tayamum.

Melihat air sebelum shalat, kecuali karena sakit.

Bepura-pura tidak ada air.

2. SHALAT

Definisi Sholat :

Sholat menurut bahasa berarti do'a, sedang menurut istilah adalah suatu bentuk ibadah yang terdiri
dari perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dan telah
diwajibkan kepada manusia untuk beribadah kepada Allah Swt (QS.2:21), khusus dalam hal ini terhadap
ummat islam yaitu wajib menjalankan sholat wajib 5 (lima) waktu sehari-semalam (17 raka'at). Sholat
(baik wajib maupun sunnah) sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia, yang oleh karenanya
Allah Swt mengajarkan bila hendak memohon pertolongan Allah Swt yaitu dengan melalui sholat dan
dilakukan dengan penuh kesabaran serta sholat dapat mencegah untuk berbuat keji dan munkar. Di
bawah ini akan diuraikan tentang sholat-sholat wajib dan sholat-sholat sunnah berikut dengan jumlah
raka'at dan waktu pelaksanaanya.

A. Sholat Wajib / Fardlu :

Sholat yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim "Innash Sholata Kaanat �Alal Mu'miniina Kitaaban
Mauquuta : Sholat itu wajib dikerjakan oleh muslim/mu'min yang sudah ditentukan waktu-waktunya",
dan akan mendapat pahala dari Allah Swt - bila mengerjakannya, serta akan mendapat siksa dari Allah
Swt - bila tidak mengerjakannya).

Adapun macam-macam sholat wajib/fardlu sebagaimana "ISLAM", berikut Sholat Sunnah Rawatib sbb :
1. Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali
salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+ pukul 19:00 s/d menjelang fajar)yang
diiringi dengan sholat sunnah qobliyah (sebelum) dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.

2. Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah
qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.

3. Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu
kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat di atas kepala (tegak lurus) +
pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua raka'at-
dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at dengan satu kali salam).

4. Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali
salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir (+ pukul 15:15 sore atau
sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau
empat raka'at (satu kali salam).

5. Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali
salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam (+ pukul 18:00) yang diiringi
oleh sholat sunnah ba'diyah dua raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam, sedang sholat
sunnah qobliyah hanya dianjurkan saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan
kehabisan waktu).

Bila dalam keadaan normal sholat wajib harus dikerjakan sesuai waktunya, tapi bila dalam keadaan
bepergian (antara + 81 Km) atau dalam keadaan masyaqot/kesulitan keadaan, boleh dilakukan dengan
cara Jama' dengan ketentuan jumlah raka'atnya tidak berkurang. Jama' terbagi dua yaitu :

1.Jama' Taqdim : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan menarik waktu yang terbelakang,
seperti : sholat Ashar dilakukan pada waktu sholat Lohor (Dhuhur), dan sholat Isya dilakukan pada waktu
sholat Maghrib, kesemuanya itu dilakukan secara bersama-sama.

2.Jama' Ta'khir : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan mengakhirkan waktu yang pertama,
seperti : sholat Lohor dilakukan pada waktu sholat Ashar dan sholat Maghrib dilakukan pada waktu
sholat Isya.

Adapun sholat Jama' dapat pula dilakukan dengan cara mengqoshor (mengurangi) raka'at disebut Jama'
Qoshor, seperti : Lohor = 2 raka'at, Ashar = 2 raka'at, Maghrib = 3 raka'at (tetap) dan Isya = 2 raka'at,
kecuali sholat shubuh tidak boleh dijama' saja, ataupun dijama' qoshor.

Salat Jumat
Salat Jumat adalah aktivitas ibadah salat pemeluk agama Islam yang dilakukan setiap hari Jumat secara
berjama'ah pada waktu dzhuhur.

Syarat syarat kewajiban Shalat Jum'at

Shalat Jum'at di wajibkan atas setiap muslim, laki-laki yang merdeka, sudah mukallaf, sehat badan serta
muqaim (bukan dalam keadaan mussafir). Ini berdasarkan hadits Rasulallah ‫ صلىَّ ا عليه وسلم‬: " Shal
Jum'at itu wajib bagi atas setiap muslim, dilaksanakan secara berjama'ah kecualu empat golongan, yaitu
hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit." (HR. Abu Daud, Dan Al Hakim)

Adapun bagi orang musafir, maka tidak wajib melaksanakan shalat Jum'at, sebab Rasulallah ‫صلىَّ ا عليه‬
‫ وسلم‬pernah melakukan perjalanan untuk melakukan haji dan bertampur, namun tidak pernah
diriwayatkan bahwa beliau ‫ صلىَّ ا عليه وسلم‬melakukan Shalat Jum'at. Begitu juga anak kecil dan wanita,
begitu pula para budak.

Dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab melihat seseorang yang
terlihat akan melakukan perjalanan, kemudian belau mendengar ucapannya, 'sesungguhnya hari ini
bukan hari Jum'at, niscaya aku akan berpegian.' Maka Khalifah Umar berkata,' Silahkan anda pergi,
sesungguhnya shalat Jum'at itu tidak menghalangimu dan berpegian.

Hukum Salat Jumat

Salat Jumat merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki. Hal ini tercantum dalam Al Qur'an dan Hadits
berikut ini:

Al Qur'an Al Jumu'ah ayat 9 yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk
melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan
itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui." (QS 62: 9)

"Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan salat Jum’at atau kalau tidak, Allah akan
menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai." (HR. Muslim)

"Sungguh aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) salat bersama-sama yang lain, kemudian aku
akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan salat Jum’at.” (HR. Muslim)
"Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan,
yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits
shahih)

Tata Cara Salat Jum’at

Adapun tata cara pelaksanaan salat Jum’at, yaitu :

Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian memberi salam
dan duduk.

Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.

Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan
pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Kemudian memberikan
nasihat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah
dan larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-
nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta
ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala. Kemudian duduk sebentar

Khutbah kedua : Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya.
Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai
selesai

Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan
salat. Kemudian memimpin salat berjama'ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan

Hal-hal yang dianjurkan

Pada salat Jumat setiap muslim dianjurkan untuk memperhatikan hal-hal berikut:

Mandi, berpakaian rapi, memakai wewangian dan bersiwak (menggosok gigi).

Meninggalkan transaksi jual beli ketika adzan sudah mulai berkumandang.

Menyegerakan pergi ke masjid.

Melakukan salat-salat sunnah di masjid sebelum salat Jum’at selama Imam belum datang.

Tidak melangkahi pundak-pundak orang yang sedang duduk dan memisahkan/menggeser mereka.

Berhenti dari segala pembicaraan dan perbuatan sia-sia apabila imam telah datang.
Hendaklah memperbanyak membaca shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW pada malam Jum’at
dan siang harinya

Memanfaatkannya untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa karena hari Jumat adalah waktu yang
mustajab untuk dikabulkannya doa.

Shalat Sunnah Sebelum Dan Sesudah Shalat Jum'at

Dianjurkan shalat sunnah sebelum pelaksaan shalat Jum'at semampunya sampai imam naik ke mimbar,
karena pada waktu itu tidak dianjurkan lagi shalat sunnah, kecuali shalat tahiyatul masjid dan bagi orang
yang (terlambat) masuk kedalam masjid. Dalam hal ini shalat tetap boleh dilakukan sekalipun imam
sedang berkhutbah dengan catatan mempercepatkan pelaksanaannya.

Adapun setalah shalat, maka disunnahkan shalat empat raka'at atau dua raka'at. Ini berdasarkan sebuah
riwayat dari muslim: "Dari Abdullah bin Umar, bahwasanya beliau tidak shalat setalah menunaikan shalat
Jum'at sehingga beliua kembali lalu shalat dua rakaat di rumahnya." (HR. Muslim : 882)

Macam-Macam Shalat Sunnah

Shalat sunnah itu ada dua macam:

1. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah

2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah

A. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah

1. Shalat Idul Fitri

2. Shalat Idul Adha

Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau
semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di luar Takbiratul Ihram) sebelum
membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)

4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)

Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW
bersabda:

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak
terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila
kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR
Imam Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk memanggil dengan
panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua
kali setiap raka’at.

5. Shalat Istisqo’

Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam
Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Tata caranya seperti shalat ‘Id.

6. Shalat Tarawih (sudah dibahas)

Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-
orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang
mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu
Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku
mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku
khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu terjadi
dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)

Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai dengan kesepakatan shahabat mengenai
jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.

7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih

Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah, karena Rasulullah SAW tidak
pernah melakukannya.

B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah


1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:

a. 2 raka’at sebelum shubuh

b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)

c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)

d. 4 raka’at sebelum Ashar

e. 2 raka’at sebelum Maghrib

f. 2 raka’at sesudah Maghrib

g. 2 raka’at sebelum Isya’

h. 2 raka’at sesudah Isya’

Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah muakkad (karena tidak pernah
ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), berdasarkan hadits:

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2
raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at
sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad, berdasarkan hadits-hadits berikut:

a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur dan 4 raka’at sesudahnya, maka
Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah muakkad dan ada yang ghairu
muakkad.

b. Nabi SAW bersabda:

“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum (shalat) Ashar.” (HR Imam Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)

Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at berdasarkan Sabda Nabi SAW:

“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)

c. Anas Ra berkata:
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya matahari sebelum shalat
Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Nabi SAW bersabda:

“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

d. Nabi SAW bersabda:

“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)

Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at qobliyah (sebelum shalat fardhu),
termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.

2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)

Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-
dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.

Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila
kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)

3. Shalat Witir di luar Ramadhan

Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2 raka’at-2 raka’at, kemudian satu
raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh raka’at sekaligus dengan satu kali Tasyahud dan salam.

Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at, dengan witir 5 raka’at di mana
beliau Tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun
pembicaraan. (HR Imam Muslim)

4. Shalat Dhuha

Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya (tiap shalat 2 raka’at)
dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)

Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR Imam Bukhari
dan Muslim)

Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada hari Fathu Makkah
(dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12 raka’at, maka kata Ummu Hani: “Aku tidak pernah
melihat shalat yang lebih ringan daripada shalat (12 raka’at) itu, namun Nabi tetap menyempurnakan
ruku’ dan sujud beliau.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

5. Shalat Tahiyyatul Masjid


Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid,
janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)

6. Shalat Taubat

Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu kemudian
shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud,
Tirmidzi, dan lain-lain)

7. Shalat Tasbih

Yaitu shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah membaca Al-Fatihah dan Surah, orang
yang shalat membaca: Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar sebanyak 15 kali,
dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari
raka’at pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak 10 kali
(Total 75 kali setiap raka’at). (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah)

8. Shalat Istikharah

Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah dalam segala hal …
beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua
rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam
Muslim)

9. Shalat Hajat

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada seseorang, maka
wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah,
bacalah shalawat, atas Nabi SAW, dan berdoa …” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah

Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari bepergian, beliau menuju masjid dan shalat
dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan Muslim)

11. Shalat Awwabiin

Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25

Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat setelah shalat Maghrib enam
raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih lautan.” (HR Imam Thabrani)

Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah Ra. Nabi SAW
bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya
pahala ibadah 12 tahun” (HR Imam Tirmidzi)
12. Shalat Sunnah Wudhu’

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat
dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

13. Shalat Sunnah Mutlaq

Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu sebaik-baik perbuatan, baik sedikit
maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)

Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang siang?’ Aku
menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau
bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan dengan jumlah raka’at yang tidak
dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya
demikian. Ada waktu untuk istirahat dan untuk istri/suami

3. Makmum Masbuk

Makmum masbuq yaitu makmum yang terlambat satu raka’at atau lebih bersama imam disaat sholat
berjama’ah. Raka’at disini adalah adalah sampai ruku’, jadi jika ada seorang makmum terlambat ruku’
bersama imam dalam raka’at pertama saat sholat berjama’ah maka dia di sebut makmum masbuk, itulah
pendapat Jumhur ulama.

adapun Pendapat imam syafi’i mengatakan makmum masbuq itu ialah orang yang tidak mengikuti atau
tidak mengetahui takbirotul ihromnya imam maka dia di kategorikan makmum masbuk

Agar kita terhindar dari batalnya sholat berjama’ah dalam hal ini makmum masbuk. maka perlu di
ketahui Ketentuan-ketentuan makmum masbuk dalam pelaksanaan sholat berjama’ah di antara sebagai
berikut:

Apabila makmum masbuk ketika takbiratul ihram mendapati imam mau atau sedang melakukan ruku’
maka di harus membaca fatihah sedapatnya ( meskipun tidak sempurna ) dengan tanpa membaca
ta’awudz atupun membaca bacaan iftitah dan wajiblah bersegera melakukan rukuk bersama imam.
Sebab bacaan al fatihah yang tidak sempurna oleh makmum masbuk tadi sudah di tanggung imam.
Namun apabila menurut perkiraan jika dia membaca fatihah tapi telat rukuk bersama imam, maka dia
harus langsung ruku’ setelah melakukan takbiratul ihram.
Apabila makmum masbuk ketinggalan satu raka’at atau lebih dari imam ,maka ketika dia hendak
menyempurnakan sholatnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan sholat yang berlaku dalam sholat itu (
qunut dalam raka’at kedua sholat subuh, tahiyyat awal di setiap dua raka’at selain subuh dan tahiyyat
akhir di setiap akhir raka’at shalat dll).

Apabila seorang musholli ( orang yang sholat ) terlambat satu raka’at dalam sholat subuh kemudan ia
ingin dia menyempurnakan raka’at yang kedua,maka hendaknya ia membaca qunut lagi meskipun pada
raka’at sebelumnya dia sudah membaca qunut bersama imam.

Apabila dia ketinggalan 2 raka’at dalam sholat maghrib, lalu dia ingin menyempurnakan 2 raka’at
tersebut maka ia hendaknya membaca tahiyyat awal pada raka’at pertama ( dari raka’at yang tertinggal )
dan harus membaca tahiyytat akhir pada raka’at terakhir.

3. Sujud syahwi

Sujud sahwi (ُ‫ )سجوُد السهو‬adalah bagian ibadah Islam yang dilakukan di dalam shalat. Sujud sahwi
merupakan dua sujud yang dilakukan oleh orang yang shalat untuk menggantikan kesalahan yang terjadi
di dalam shalatnya karena lupa (sahw).

Penyebabnya dilakukannya Sujud sahwi ada tiga yaitu:

1. Menambahkan sesuatu (az-ziyaadah),

2. Menghilangkan sesuatu (an-naqsh), dan

3. Dalam keadaan ragu-ragu (asy-syak) di dalam Shalat.

Nabi saw. juga pernah lupa di dalam shalat. Hal ini ada keterangannya, bahkan beliau sendiri bersabda:

‫ عفـإ ب عذ ا عنـبسـني ه‬: ‫إب ننــعماَ أع عنـاَ عبـعشــءر أع عنـبسىَّ عكــعماَ عتــننـعســنوُ عن‬
َّ‫ت عفـعذ ركــهرنو نـ بنى‬

"Saya ini hanyalah manusia biasa, saya juga lupa sebagaimana tuan-tuan lupa. Oleh sebab itu jika saya
lupa, maka ingatkanlah!" (H.R.Bukhari dan Muslim).

A. Cara Mengerjakannya

Sebelum atau sesudah salam. Sujud Sahwi dilakukan dengan dua kali sujud sebelum salam atau
sesudahnya oleh seseorang yang sedang bershalat. Kedua cara ini memang diajarkan oleh Rasulullah
saw. Dalam sebuah hadits shahih dari Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Jikalau salah
seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya, hingga tak tahu berapa raka'at yang sudah
dikerjakannya, apakah tiga ataukah empat, maka baiknya ia menghilangkan mana yang diragukan dan
menetapkan mana yang diyakini, kemudian sujud dua kali sebelum salam."(H.R.Muslim).
Kisah sesudah salam. Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan pula mengenai cerita Dzulyadain
bahwa beliau pernah pula Sujud Sahwi sesudah salam.

Tergantung sebab. Adapun yang lebih utama ialah mengikuti sebab yang mengharuskan sujud sahwi
tersebut. Maksudnya kalau datangnya sebab tadi sebelum salam, hendaklah sujud dilakukan sebelum
salam, sebaliknya kalau diketahui sesudah salam, maka sujud itu pun dilakukan sesudahnya, sedang bagi
hal-hal yang tidak termasuk dalam kedua keadaan di atas, boleh saja dipilih sesudah salam atau
sebelumnya. Dan ini tanpa ada perbedaan apakah yang menyebabkan sujud itu berupa penambahan
atau pengurangan raka'at. Hal ini berdasarkan keterangan Muslim dalam shahihnya bahwa Nabi saw.
bersabda: ‫ص عفــنلــعيـنسـهجـند عسـعجـعد عتــنيـبن‬
‫" إبعذاعزاعد الـنرهجـهل أعنو عنــعقـ ع‬Jikalau shalat seseorang terlebih atau terkurang, maka
hendaklah ia sujud dua kali."

Diawali bertakbir. Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum dan sesudah salam dan diawali bertakbir.
dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah, ‫س قعنبعل أعنن يهعسلرعم‬ ‫فعلعنماَ أعتعنم ع‬
‫صعلتعهه عسعجعد عسنجعدتعنيبن فععكبنعر بفيِ هكرل عسنجعدرة عوههعوُ عجاَلب ء‬
“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap
akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224
dan Muslim no. 570). Contoh sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ‫صنلىَّ عرنكععتعنيبن عوعسلنعم ثهنم عكبنعر‬ ‫فع ع‬
‫“ ثهنم عسعجعد ثهنم عكبنعر فععرفععع ثهنم عكبنعر عوعسعجعد ثهنم عكبنعر عوعرفععع‬Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudian beliau
salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian
bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR.
Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573).

Pengulangan salam. Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan
dalam hadits ‘Imran bin Hushain, ‫صنلىَّ عرنكععةد ثهنم عسلنعم ثهنم عسعجعد عسنجعدتعنيبن ثهنم عسلنعم‬
‫فع ع‬. “Kemudian beliau pun shalat satu
rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi
dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574).

B. Do'a Dalam Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,

ُ‫هسنبعحاَعن عمنن عل يععناَهم عوعل يعنسههو‬

“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa).

Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil.
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

‫ لعنم أعبجند لعهه أع ن‬: ‫يِ بفيِ عسنجعدتعنيِ النسنهبوُ – قهنلت‬


‫صدل‬ ‫ هسنبعحاَعن عمنن عل يععناَهم عوعل يعنسههوُ – أع ن‬: َ‫ب أعنن يعهقوُعل بفيبهعما‬
‫ض انلعئبنمبة يعنحبكيِ أعننهه يعنستعبح ل‬
‫ عسبمنعت بعنع ع‬: ‫قعنوُلههه‬

“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya
bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka
aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.”
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat.
Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,

1. َّ‫ هسنبعحاَعن عربرعىَّ العنععلى‬-“Subhaana robbiyal a’laa” - [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi]

2. َّ‫ اللنههنم انغفبنر بلى‬، ‫ك‬


‫ك اللنههنم عربنعناَ عوببعحنمبد ع‬
‫هسنبعحاَنع ع‬

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.”

[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku].

C. Hal-Hal Yang Menyebabkan Dilakukannya Sujud Sahwi

Mengucapkan salam sebelum sempurnanya shalat. Diterima dari 'Atha': "Bahwa Ibnu Zubair shalat
Maghrib lalu memberi salam setelah menyelesaikan dua raka'at kemudian bangun menuju Hajar Aswad.
Orang-orang mengucapkan tasbih dan ia pun bertanya: 'Ada apa?' Dan setelah mengerti maksud orang-
orang itu, ia pun meneruskan shalatnya dan sujud dua kali. Peristiwa ini disampaikan kepada Ibnu Abbas
r.a. maka ujarnya: Perbuatannya itu sesuai dengan sunnah Nabi saw." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar
dan Thabrani).

Kelebihan jumlah raka'at. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi
saw."Pada suatu ketika beliau shalat Dhuhur, lalu ditanya: 'Apa kah rakat'at shalat ini memang
ditambah?' Ujar beliau: 'Mengapa demikian'? Kata orang-orang itu: 'Anda telah melakukan shalat lima
raka'at'. Maka beliau pun sujud dua kali setelah memberi salam itu'." Hadits ini menjadi bukti bahwa
shalat yang terlebih jumlah raka'atnya karena lupa dan dalam raka'at ke-4 tidak duduk, maka shalat itu
sah adanya.

Lupa Tasyahud awal atau salah satu sunah shalat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibnu
Buhainah: "Bahwa Nabi saw. bershalat lalu setelah sampai dua raka'at terus berdiri. Orang-orang pun
sama mengucapkan tasbih, tetapi beliau meneruskan shalatnya. Dan setelah selesai barulah beliau sujud
dua kali kemudian memberi salam." Barang siapa yang lupa duduk pertama lalu ingat sebelum sempurna
berdiri, hendaklah ia duduk kembali. Tetapi bila sudah sempurna berdirinya, maka ia tidak perlu duduk
kembali. (H.R.Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Mughirah bin Syu'bah).

Ragu-ragu jumlah raka'at shalat. Dari Abdurrahman bin 'Auf katanya: "Saya dengar Rasulullah saw.
bersabda: 'Jika salah seorang di antaramu ragu dalam shalatnya, hingga ia tidak tahu, apakah baru
seraka'at ataukah sudah dua raka'at, maka baiknya ditetapkannya seraka'at saja. Jika ia tidak tahu apakah
dua atau sudah tiga raka'at, baiknya ditetapkannya dua raka'at. Dan jika tak tahu apakah tiga atau sudah
empat raka'at, baiknya ditetapkannya tiga raka'at, kemudian hendaklah ia sujud bila shalat selesai di
waktu masih duduk sebelum memberi salam, yaitu sujud Sahwi sebanyak 2 kali'." (H.R.Ahmad, Ibnu
Majah dan Turmudzi yang menyatakan sahnya). Dari Abu Sa'id al-Khudri, katanya: "Rasulullah saw.
bersabda: 'Apabila slah seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya hingga tak tahu apakah sudah
tiga ataukah empat raka'at, maka hendaklah ia menghilangkan keraguannya dan menetapkan saja apa
yang telah diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Sekiranya ia telah melakukan lima
raka'at maka sujud itulah yang menggenapkan shalatnya, dan sekiranya baru cukup empat raka'at, maka
sujudnya itu adalah untuk menjengkelkan setan'." (H.R. Ahmad dan Muslim). Kedua hadits ini menjadi
alasan bagi pendapat jumhur ulama bahwa seseorang yang ragu-ragu dalam bilangan raka'at, hendaklah
ia menetapkan saja bilangan yang lebih sedikit yang diyakini, kemudian ia melakukan sujud sahwi.

4. Puasa

Pengertian Puasa

Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arabnya berarti menahan diri dari segala sesuatu. Jadi,
puasa itu ialah menahan diri dari segala perkara seperti makanan, minuman, berbicara, menahan nafsu
dan syahwat, dls. Sedangkan secara istilah, puasa yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang bisa
membatalkan puasa yang dimulai sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Dalam Al-qur’an surat Al-
Baqoroh ayat 187 menerangkan tentang kewajiban berpuasa.

Macam-macam Puasa

Ada beberapa macam puasa, antara lain:

-Puasa wajib yang terdiri dari: puasa ramadhan, nadzar dan kafarat.

-Puasa sunnah yang terdiri dari: puasa senin kamis, muharam, syawal, arofah dls.

-Puasa makruh yang terdiri dari puasa yang dikhususkan pada hari jumat dan sabtu.

-Puasa haram yang terdiri dari puasa hari raya idul fitri dan hari raya idul adha serta puasa sepanjang
tahu.

Puasa Wajib

Puasa ramadhan. Yakni puasa sebulan penuh dibulan ramdhan yang hukumnya wajib bagi setiap umat
muslim yang sudah baligh. Kewajiban melaksanakan puasa dibulan ramadhan terdapat dalam Qur’an
surat Al-baqoroh ayat 183.

Puasa nadzar. Merupakan puasa yang disebabkan karena sebuah janji, nadzar secara bahasa adalah janji.
Sehingga puasa yang dinadzarkan hukumnya wajib.
Puasa kafarat atau kifarat. Yakni puasa yang dilakukan untuk menggantikan dam atau denda atas
pelanggaran yang hukumnya wajib. Puasa ini ditunaikan dikarenakan perbuatan dosa, sehingga
bertujuan untuk menghapus dosa yang telah dilakukan. Adapun macam-macam puasa kafarat antara lain
: kafarat karena melanggar sumpah atas nama Allah, kafarat dalam melakukan ibadah haji, kafarat karena
berjima’ atau berhubungan badan suami istri di bulan ramadhan, membunuh tanpa sengaja, membunuh
binatang saat sedang ihram.

Puasa Sunnah

Puasa sunnah senin kamis. Rasulullah telah memerintah umatnya untuk senantiasa berpuasa di hari
senin dan kamis, karena pada hari senin merupakan hari kelahiran beliau dan kamis adalah hari pertama
kali Al-Qur’an diturunkan. Dan pada hari senin kamis juga, amal perbuatan manusia diperiksa, sehingga
beliau menginginkan ketka diperiksa, beliau dalam keadaan berpuasa.

Puasa sunnah syawal. Puasa enam hari dibulan syawal atau setelah bulan ramadhan. Bisa dilakukan
secara berurutan dimulai dari hari kedua syawal atau dilakukan secara tidak berurutan. Rasulullah
bersabda yang artinya: “Keutamaan puasa ramadhan yang diiringi dengan puasa syawal ialah seperti
orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).

Puasa muharrom. Yakni puasa pada bulan Muharram dan yang paling utama ialah pada hari ke 10 bulan
muharram yakni assyuro’. Puasa ini memiliki keutamaan dan yang paling utama setelah puasa ramadhan.

Puasa arofah. Yakni puasa pada hari ke-9 Dzuhijjah, dimana keistimewaannya ialah akan dihapuskan
dosa-dosa pada tahun lalu & dosa-dosa di tahun yang akan datang (HR. Muslim). Dosa-dosa yang
dimaksud ialah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa besar hanya bisa diampuni dengan jalan
bertaubat atau taubatan nasuha.

Puasa di bulan Sya’ban. Pada bulan sya’ban ini, segala amal akan diangkat kepada Rabb sehingga
diperintahkan untuk memperbanyak puasa.

Puasa daud. Yakni puasa yang dilakukan nabi daud dan caranya yaitu sehari puasa dan sehari tidak atau
dengan cara selalng seling dan puasa ini sangat disukai Allah SWT.

Puasa Makruh

Jika melakukan puasa pada hari jumat atau sabtu, dengan niat dikhususkan atau disengaja maka
hukumnya makruh kecuali bermaksud atau berniat mengqodho puasa ramadhan, puasa karena nadzar
ataupun kifarat.
Puasa Haram

Hari Raya Idul Fitri. Yang jatuh pada tanggal 1 Syawal yang ditetapkan sebagai hari raya umat muslim.
Pada hari ini, puasa diharamkan karena hari ini merupakan hari kemenangan karena telah berpuasa
sebulan penuh dibulan ramadhan.

Hari Raya Idul Adha. Pada tanggal 10 Dzulhijjah merupakan hari raya qurban dan hari raya kedua bagi
umat muslim. Berpuasa pada hari ini diharamkan.

Hari Tasyrik. Jatuh pada tanggal 11, 12 & 13 Dzulhijjah.

Puasa setiap hari atau sepanjang tahun dan selamanya.

Keutamaan puasa

Banyak sekali ayat-ayat yang tegas dan jelas dalam Al-Qur’an yang memberikan anjuran untuk
melaksanakan puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan juga Allah ta’ala telah
menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman-Nya:

‫ت عوانلعخاَبشبعيعن عوانلعخاَبشععاَ ب‬
‫ت‬ ‫صاَببعرا ب‬
‫صاَبببريعن عوال ن‬ ‫صاَبدعقاَ ب‬
‫ت عوال ن‬ ‫صاَبدبقيعن عوال ن‬ ‫ت عوال ن‬ ‫ت عوانلعقاَنببتيعن عوانلعقاَنبعتاَ ب‬
‫ت عوانلهمنؤبمبنيعن عوانلهمنؤبمعناَ ب‬‫إبنن انلهمنسلببميعن عوانلهمنسلبعماَ ب‬
‫اه لعههنم عمنغفبعرةد عوأعنجدرا‬
‫ت أعععند ن‬
‫اع عكبثيدرا عوالنذابكعرا ب‬
‫ت عوالنذابكبريعن ن‬‫ظاَ ب‬‫ت عوانلعحاَفببظيعن فههروعجههنم عوانلعحاَفب ع‬ ‫صاَئبعماَ ب‬
‫صاَئببميعن عوال ن‬‫ت عوال ن‬ ‫صردبقيعن عوانلهمتع ع‬
‫صردعقاَ ب‬ ‫عوانلهمتع ع‬
َ‫ععبظيدما‬

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki
dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Puasa Merupakan Perisai Bagi Seorang Muslim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


‫ياَ معشر الشباَب من اسطاَع منكم الباَءة فاَليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه باَلصوُم فإنه له وجاَء‬

“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka
hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga
kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa
adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka pada hadits ini Rasulullah memerintahkan bagi orang yang telah kuat syahwatnya akan tetapi
belum mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pemutus
syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga badan bisa terkontrol menenangkan
seluruh anggota badan serta seluruh kekuatan (yang jelek) bisa di tahan hingga dapat melakukan
ketaatan dan di belenggu dengan kendali puasa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

َ‫ماَ من عبد يصوُم يوُماَ فيِ سبيل ا إل باَعد ا بذالك وجهه عن الناَر سبعين خريفا‬

“Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya)
dari neraka sejauh tujuh puluh musim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksud sabda Rasulullah “70 musim” adalah perjalanan 70 tahun, sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (6/48)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫ماَ من عبد يصوُم يوُماَ فيِ سبيل ا إل باَعد ا بذالك وجهه عن الناَر سبعين خريفا‬

“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya
parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Maka hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan berpuasa yang dilakukan karena
ikhlas mengharapkan wajah Allah ta’ala sesuai dengan petunjuk yang telah diterangkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Puasa Bisa Memasukkan Seorang Hamba ke Dalam Surga

Puasa dapat menjauhkan seorang hamba dari neraka, yang berarti mendekatkannya menuju surga.

Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah:

‫ياَ رسوُل ا دلنيِ علىَّ عمل أدخل به الجنة‬

“Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke dalam surga.”

Rasulullah bersabda:

‫عليك باَصوُم ل مثل له‬

“Hendaklah engkau melaksanakan puasa karena tidak ada yang semisal dengannya.” (HR. Nasaai, Ibnu
Hibban dan Al Hakim)

Pahala Orang yang Berpuasa Tidak Terbatas, Bau Mulutnya Lebih Wangi Daripada Wangi Kesturi dan Ia
Memiliki Dua Kebahagiaan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


‫ب فعإ بنن عساَبنهه أععحءد أعنو عقاَتعلعهه‬ ‫صنوُبم أععحبدهكنم فععل يعنرفه ن‬
‫ث عوعل يع ن‬
‫صعخ ن‬ ‫صعياَعم فعإ بننهه بليِ عوأععناَ أعنجبزيِ بببه عوال ر‬
‫صعياَهم هجننةء عوإبعذا عكاَعن يعنوُهم ع‬ ‫هكلل عععمبل انببن آعدعم لعهه إبنل ال ر‬
‫ع‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫فعنليعقهنل إبرنيِ انمهرءؤ ع‬
‫صاَئبءم عوالنبذيِ نعنف ه‬
ِ‫صاَئببم فنرعحعتاَبن يعفعرهحههعماَ إبذا أفطعر فبرعح عوإبذا لقبعي‬ ‫ك بلل ن‬ ‫ح البمنس ب‬ ‫ب بعنعد اب بمنن بري ب‬ ‫صاَئببم أطيع ه‬
‫ف فبم ال ن‬ ‫س همعحنمرد ببيعبدبه لخلوُ ه‬
‫صنوُبمبه‬ ‫عربنهه فعبرعح بب ع‬.

“Semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya, dan puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia
berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka
hendaklah ia mengatakan, ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa’. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad
ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau
misk. Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia
bergembira ketika bertemu dengan rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan:

َ‫ الصياَم ليِ وأناَ أجزيِ به والحسنة بعشر أمثاَلها‬.ِ‫يترك طعاَمه وشرابه وشهوُته من أجلي‬

“Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku, dan aku yang akan
membalasnya, dan kebaikan itu akan digandakan sepuluh kali lipatnya.”

Dalam riwayat muslim disebutkan:

‫ع عشنهعوُتعهه عوطعععاَعمهه‬‫صنوُعم فعإ بننهه بليِ عوأععناَ أعنجبزيِ بببه يععد ه‬


‫اه ععنز عوعجنل إبنل ال ن‬ ‫ف عقاَعل ن‬ ‫ضنع ر‬ ‫ف انلعحعسنعةه ععنشهر أعنمعثاَلبعهاَ إبعلىَّ عسنبعبماَعئة ب‬ ‫هكلل عععمبل انببن آعدعم يه ع‬
‫ضاَعع ه‬
‫ح انلبمنس ب‬ ‫ب بعننعد ن‬ ‫ف بفيبه أع ن‬ ‫صاَئببم فعنرعحعتاَبن فعنرعحةء بعننعد فب ن‬
‫طبربه عوفعنرعحةء بعننعد لبعقاَبء عربربه عولعهخهلوُ ه‬ ‫بمنن أعنجبليِ بلل ن‬
‫ك‬ ‫اب بمنن بري ب‬ ‫طي ع ه‬

“Semua amalan bani adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat
hingga 700 kali lipatnya, Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan aku
yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena aku, maka Aku yang akan
membalasnya.’ Dan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka
dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Benar-benar mulut orang yang berpuasa di sisi Allah
lebih harum daripada harumnya misk.”

Puasa dan Al-Qur’an Akan Memberi Syafaat Kepada Ahlinya Pada Hari Kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ت بباَلننعهاَبر فععشفرنعبنيِ بفيبه عويعهقوُهل انلقهنرآهن عمنعنعتههه النننوُعم بباَللننيبل‬


‫ب عمنعنعتههه الطنععاَعم عوالنشهععوُا ب‬ ‫صعياَهم أع ن‬
‫يِ عر ر‬ ‫صعياَهم عوانلقهنرآهن يعنشفعععاَبن لبنلععنببد يعنوُعم انلقبعياَعمبة يعهقوُهل ال ر‬
‫ال ر‬
‫ن‬ ‫ر‬
‫فععشفنعبنيِ بفيبه عقاَعل فعيهعشفععاَبن‬

“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan ‘Wahai Rabbku,
aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’ Al-
Qur’an pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.”
Rasulullah mengatakan, “Maka keduanya akan memberikan syafaat.” (HR. Ahmad, Hakim)

Puasa Sebagai Kaffarat (Penebus Dosa yang Pernah Dilakukan)

Di antara keutamaan puasa yang tidak ada dalam amalan lain adalah Allah menjadikannya sebagai
kaffarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika haji) karena ada uzur sakit atau penyakit di
kepalanya, puasa juga dapat menjadi kaffarat bagi orang yang tidak mampu memberi kurban, kaffarat
bagi pembunuh orang kafir yang punya perjanjian karena tidak sengaja, juga sebagai kaffarat bagi orang
yang membatalkan sumpah atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram dan sebagai kaffarat
zhihar (mentalak istri).

Allah ta’ala berfirman:

‫يِ عمبحلنهه فععمن عكاَعن بمنهكم نمبريضاَ د أعنو بببه أعدذىً رمن‬ ‫يِ عولع تعنحلبهقوُنا هرهؤوعسهكنم عحنتىَّ يعنبلهعغ انلهعند ه‬ ‫صنرتهنم فععماَ انستعنيعسعر بمعن انلهعند ب‬ ‫عوأعتبلموُنا انلعحنج عوانلهعنمعرةع بللب فعإ بنن أهنح ب‬
‫صعياَهم عثلثعبة أعنياَرم بفيِ انلعحرج‬ ‫ك فعإ بعذا أعبمنتهنم فععمن تععمتنعع بباَنلهعنمعربة إبعلىَّ انلعحرج فععماَ انستعنيعسعر بمعن انلهعند ب‬
‫يِ فععمن لننم يعبجند فع ب‬ ‫صعدقعرة أعنو نههس ر‬
‫صعياَرم أعنو ع‬ ‫نرنأبسبه فعفبنديعةء رمن ب‬
‫اع عشبديهد انلبععقاَ ب‬
‫ب‬ ‫اع عوانعلعهموُنا أعنن ل‬‫ضبريِ انلعمنسبجبد انلعحعرابم عواتنهقوُنا ل‬ ‫ك لبعمن لننم يعهكنن أعنهلههه عحاَ ب‬
‫ك عععشعرةء عكاَبملعةء عذلب ع‬ ‫عوعسنبععرة إبعذا عرعجنعتهنم تبنل ع‬

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh
atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur
kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan
‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi
jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam
masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar)
Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196)

‫طأ د فعتعنحبريهر عرقعبعرة همنؤبمنعرة عوبديعةء همعسلنعمةء إبعلىَّ أعنهلببه بإل أعنن يع ن‬
‫صندهقوُا فعإ بنن عكاَعن بمنن قعنوُرم ععهدوو‬ ‫طأ د عوعمنن قعتععل همنؤبمدناَ عخ ع‬ ‫عوعماَ عكاَعن لبهمنؤبمرن أعنن يعنقتهعل همنؤبمدناَ بإل عخ ع‬
‫صعياَهم عشنهعرنيبن‬ ‫ع‬ ‫ء‬ ‫ن‬ ‫ء‬
‫ق فعبديعة همعسلعمة إبعلىَّ أنهلببه عوتعنحبريهر عرقعبعرة همنؤبمنعرة فععمنن لعنم يعبجند فع ب‬ ‫لعهكنم عوههعوُ همنؤبمءن فعتعنحبريهر عرقعبعرة همنؤبمنعرة عوإبنن عكاَعن بمنن قعنوُرم بعنينعهكنم عوبعنينعههنم بميعثاَ ء‬
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫ن‬
َ‫همتتاَببععيبن تنوُبعة بمعن اب عوكاَعن اه ععبليدماَ عحبكيدما‬ ‫ع‬ ‫ع‬

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah
(tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah, dan adalah
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa: 92)

‫طععاَهم عععشعربة عمعساَبكيعن بمنن أعنوعسبط عماَ ته ن‬


‫طبعهموُعن أعنهبليهكنم أعنو بكنسعوُتهههنم أعنو‬ ‫اه بباَللننغبوُ بفيِ أعنيعماَنبهكنم عولعبكنن يهعؤابخهذهكنم ببعماَ ععقنندتههم النيعماَعن فععكنفاَعرتههه إب ن‬
‫ل يهعؤابخهذهكهم ن‬
‫اه لعهكنم آعياَتببه لعععلنهكنم تعنشهكهرون‬
‫ك يهبعيرهن ن‬ ‫ظوُا أعنيعماَنعهكنم عكعذلب ع‬
‫ك عكنفاَعرةه أعنيعماَنبهكنم إبعذا عحلعنفتهنم عوانحفع ه‬
‫صعياَهم عثلثعبة أعنياَرم عذلب ع‬
‫تعنحبريهر عرقعبعرة فععمنن لعنم يعبجند فع ب‬

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat
(melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa
kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang
budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari,
yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar), dan
jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur
(kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)

‫صنيعد عوأعننتهنم هحهرءم عوعمنن قعتعلعهه بمننهكنم همتعععرمددا فععجعزاءء بمنثهل عماَ قعتععل بمعن الننععبم يعنحهكهم بببه عذعوا ععندرل بمننهكنم هعنددياَ عباَلبعغ انلعكنعبعبة أعنو‬
‫عياَ أعليعهاَ النبذيعن آعمهنوُا ل تعنقتههلوُا ال ن‬
‫اه ععبزيءز هذو اننتبعقاَرم‬ ‫اه بمننهه عو ن‬ ‫ف عوعمنن ععاَعد فعيعننتعقبهم ن‬
‫اه ععنماَ عسلع ع‬ ‫ق عوعباَعل أعنمبربه عععفاَ ن‬
‫صعياَدماَ لبيعهذو ع‬
‫ك ب‬ ‫طععاَهم عمعساَبكيعن أعنو ععندهل عذلب ع‬
‫عكنفاَعرةء ع‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang
ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti
dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat
dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan
itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu.
Dan Barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maa-idah: 95)

‫(فععمنن لعنم يعبجند‬٣) ‫اه ببعماَ تعنععمهلوُعن عخببيءر‬ ‫ظاَبههروعن بمنن نبعساَئببهنم ثهنم يعهعوُهدوعن لبعماَ عقاَهلوُا فعتعنحبريهر عرقعبعرة بمنن قعنببل أعنن يعتععماَنساَ عذلبهكنم هتوُعع ه‬
‫ظوُعن بببه عو ن‬ ‫عوالنبذيعن يه ع‬
‫ع‬
‫ب أبليءم‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫ك هحهدوهد اب عولبلعكاَفببريعن عععذا ء‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ع‬
‫صعياَهم عشنهعرنيبن همتععتاَببععنيبن بمنن قعنببل أنن يعتععماَنساَ فععمنن لعنم يعنستعبطنع فعإ بطععاَهم بسرتيعن بمنسبكيدناَ عذلب ع‬
‫ك لبتهنؤبمهنوُا بباَلب عوعرهسوُلببه عوتبل ع‬ ‫فع ب‬

“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi
Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan
Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. Al-Mujadilah: 3-4)

Demikian juga puasa dan shadaqah bisa menghapuskan musibah seseorang dari harta, keluarga dan
anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫فتنة الرجل فيِ أهله وماَله وجاَره تكفرهاَ الصلة والصياَم والصدقة‬.

“Fitnah (musibah) seorang pria dalam keluarga (istrinya), harta dan tetangganya dapat dihapuskan
dengan shalat, puasa dan shadaqah.”

Orang yang Berpuasa Akan Mendapatkan Ar-Rayyan

‫ ل يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوُا أغلق فلم يدخل منه أحد ]فإذا دخل‬.‫ يدخل منه الصاَئموُن يوُم القياَمة‬،‫إن فيِ الجنة باَباَ يقاَل له الرياَن‬
[‫آخرهم أغلق ومن دخل شرب ومن شرب لم يظمأ أبدا‬.
“Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa
akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika
orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup.
Barang siapa yang masuk, maka ia akan minum dan barang siapa yang minum maka ia tidak akan haus
untuk selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim), tambahan lafaz yang ada dalam kurung merupakan riwayat
Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. (1903)

Hal-hal yang membatalkan puasa

Selain harus melaksanakan kewajiban-kewajiban pada saat puasa, kita juga dituntut untuk menjaga diri
dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan bahwa perkara yang
dapat membatalkan puasa meliputi beberapa hal, berikut perinciannya:

Pertama, sampainya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja.

Maksudnya, puasa yang dijalankan seseorang akan batal ketika adanya benda (‘ain) yang masuk dalam
salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah fiqih biasa disebut
dengan jauf. Seperti mulut, telinga, hidung. Benda tersebut masuk ke dalam jauf dengan kesengajaan
dari diri seseorang. Lubang (jauf) ini memiliki batas awal yang ketika benda melewati batas tersebut
maka puasa menjadi batal, tapi selama belum melewatinya maka puasa tetap sah. Dalam hidung, batas
awalnya adalah bagian yang disebut dengan muntaha khaysum (pangkal insang) yang sejajar dengan
mata; dalam telinga, yaitu bagian dalam yang sekiranya tidak telihat oleh mata; sedangkan dalam mulut,
batas awalnya adalah tenggorokan yang biasa disebut dengan hulqum. Puasa batal ketika terdapat
benda, baik itu makanan, minuman, atau benda lain yang sampai pada tenggorokan, misalnya. Namun,
tidak batal bila benda masih berada dalam mulut dan tidak ada sedikit pun bagian dari benda itu yang
sampai pada tenggorokan. Berbeda halnya ketika benda yang masuk dalam jauf seseorang yang sedang
berpuasa dilakukan dalam keadaan lupa, atau sengaja tapi ia belum mengerti bahwa masuknya benda
pada jauf adalah hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam keadaan demikian, puasa yang dilakukan
seseorang tetap dihukumi sah selama benda yang masuk dalam jauf tidak dalam volume yang banyak,
seperti lupa memakan makanan yang sangat banyak pada saat puasa. Maka ketika hal tersebut terjadi
puasa dihukumi batal. (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 259)

Kedua, mengobati dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan
(qubul dan dubur).

Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit
dengan memasang kateter urin, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.

Ketiga, muntah dengan sengaja.


Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya tetap
dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali olehnya. Jika
muntahannya tertelan dengan sengaja maka puasanya dihukumi batal.

Keempat, melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’) dengan sengaja.

Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus: puasa seseorang tidak hanya batal dan tapi ia juga
dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau ¾ liter
beras) kepada 60 fakir miskin. Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa
berhubungan seksual pada saat puasa.

Kelima, keluarnya air mani (sperma) disebabkan bersentuhan kulit.

Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan
seksual. Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam keadaan demikian
puasa tetap dihukumi sah.

Keenam, mengalami haid atau nifas pada saat puasa.

Selain dihukumi batal puasanya, orang yang mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengqadha
puasanya. Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal
berkewajiban untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk
mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.

Ketujuh, gila (junun) pada saat menjalankan ibadah puasa.

Ketika hal ini terjadi pada seseorang di pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang ia
jalankan dihukumi batal.

Kedelapan, murtad pada saat puasa.

Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-tiba
mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala, atau mengingkari hukum syariat yang sudah menjadi
konsensus ulama (mujma’ alaih). Di samping batal puasanya, ia juga berkewajiban untuk segera
mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya. Delapan hal diatas adalah perkara yang dapat
membatalkan puasa, ketika salah satu dari delapan hal tersebut terjadi pada saat puasa, maka puasa
yang dijalankan oleh seseorang menjadi batal. Semoga ibadah puasa kita pada bulan Ramadhan kali ini
diberi kelancaran dan kesempurnaan serta menjadi ibadah yang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.
Amin yaa Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai