1. Anak-anak dilarang keluar waktu maghrib, hal ini dipercaya bahwa anak-
anak dapat diculik oleh wewe gombel (makhluk supernatural yang
menculik anak-anak namun tidak mencelakainya).
Mitos ini dapat dijelaskan secara ilmiah, yakni dalam sebuah buku ilmiah
keagamaan karya Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS yang berjudul The
Science Of Shalat, yang diterbitkan oleh Qultummedia. Menjelaskan
bahwa menjelang Maghrib, alam akan berubah menjadi spektrum cahaya
berwarna merah. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetis yang
memiliki spektrum warna yang berbeda satu sama lain. Setiap warna
dalam spektrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang
yang berbeda. Dalam bukunya, dijelaskan bahwa ketika waktu Maghrib
tiba, terjadi perubahan spektrum warna alam selaras dengan frekuensi jin
dan iblis, yakni spektrum warna merah. Pada waktu ini, jin dan iblis amat
bertenaga karena memiliki resonansi bersamaan dengan warna alam. Pada
waktu Maghrib, banyak interfernsi atau tumpang tindihnya dua atau lebih
gelombang yang berfrekuensi sama sehingga penglihatan terkadang
kurang tajam oleh adanya fatamorgana.
2. Dilarang tidur dibawah bohon pada saat malam hari, hal ini dipercaya
bahwa jin atau makhluk halus penunggu pohon akan mengambil nyawa
mereka.
Mitos ini dapat dijelaskan secara ilmiah, karena memang pada malam hari
tumbuhan akan membutuhkan oksigen dan akan mengeluarkan banyak
karbon dioksida, dan hal tersebut dapat mengakibatkan kematian pada
makhluk hidup yang berada di bawah pohon tersebut.
3. Apabila seseorang mengalami cegukan, jika orang dewasa dipercaya
sengan rindu terhadap seseorang. Jika cegukan dialami oleh bayi,
dipercaya bahwa bayi tersebut akan cepat dewasa.
4. Orang mati dapat hidup kembali setelah dilangkahi oleh kucing hitam.
5. Anak yang lahir di hari kelahiran atau weton yang sama dengan ayah atau
ibunya, maka anak tersebut harus dibuang. Karena jika tidak dibuang, hal
itu dapat menjadi mala petaka.
7. Mimpi dikejar orang gila, sebagai pertanda buruk (akan terkena musibah).
8. Anak gadis dilarang makan sayap ayam, hal ini dipercaya bahwa gadis
tersebut akan di bawa jauh dari orang tuanya oleh suaminya.
9. Bayi dilarang berkaca di depan cermin, hal ini dipercaya bahwa bayi
tersebut akan meninggal karena masuk sumur.
Pada zaman dahulu 4 orang anak raja,yaitu 2 laki-laki dan dua perempuan ingin
sekali keluar mencari hal baru diluar istana, maklum sebagai anak raja mereka
tidak diperbolehkan pergi jauh dari lingkungan istana. Suatu hari keempatnya
mencium sesuatu yang harum sekali merekapun tertarik untuk mengetahui asal
dari bau tersebut. Lalu mereka meminta izin kepada orang tuanya untuk mencari
dari mana bau harum itu berasal. Mereka berjalan kearah timur menyusuri pantai
utara, bahkan sampai menyebrangi pulau bali. Perjalanan mereka menempuh
berbagai rintangan termasuk bertemu dengan binatang buas seperti harimau dan
ular, tetapi mereka dapat melaluinya dengan baik. Setibanya di kaki gunung
bartur, sang putri bungsu jatuh cinta dengan pemandangan disana, dan
memutuskan untuk berdiam dilereng gunung bartur. Ketiga kakaknya tidak setuju,
namun sang putri tetap pada pendiriannya. Akhirnya ia ditinggal sendirian disana.
Ketiga kakaknya pun kembali meneruskan perjalanan kembali mencari bau harum
yang belum juga mereka temui, ketika mereka tiba di suatu tempat yang datar
disebelah barat daya danau, ketiganya mendengar kicauan seekor burung karena
girangnya mendengar suara burung, saudara ketiga berteriak- teriak. " aku mau
menangkap burung itu". Sang kakak tertua tidak suka dengan kelakuan adik laki-
lakinya itu. Ia segera meminta adiknya untuk berhenti, " jangan teruskan
keingannmu itu, perjalanan kita masih jauh." "Tidak aku masih mau mengejar
burung itu dan menangkapnya," sang adik pun tidak menghiraukan perkataan
kakaknya hanya mengejar terus burung itu. Akhirnya kedua kakaknya
meninggaknnya karena tidak menurut. Ketika meteka tiba disuatu daerah lain,
mereka menemukan 2 wanita, seorang diantaranya sedang mencari kutu dikepala
yang lainnya. Adik kedua yang berjenis kelamin perempuan mendadak tertarik
sekali untuk ikut bersama dua wanita yang sedang mencari kutu itu. Kakak tertua
yang mengetahui hal itu kembali marah dan meminta adiknya itu untuk
meneruskan kembali perjalanan atau tinggal saja disana. Sang adik memilih
tinggal saja disana. Kakak tertua itu pun akhirnya meneruskan sendiri
perjalanannya.
Tiba didesa Trunyan bali sang kakak tertua itu beristirahat dibawah sebuah pohon
paru menyan, ketika hidungnya mengendus-endus bau harum yang semerbak
disekitarnya barulah ia sadar bahwa bau harum yang selama ini ia cari itu berasal
dari pohon itu, berbarengan dengan itu sekonyong-konyong ia melihat seorang
putri yang cantik sekali, sang kakak terpesona karenanya. " Duhai putri ayu
siapakah gerangan dikau, apakah kau seorang dewi". Putri ayu itu tersenyum "
aku hanya manusia biasa penduduk disini, jika kau ingin mengetahuii siapa aku
tinggalah disini dan datanglah kepada keluargaku". Maka tanpa ragu ia pun
berniat hendak tinggal didesa itu, tak lama putra sulung itu kemudian menikahi
putri ayu dan bahkan menjadi kepala desa disana. Kakak tertua itupun hidup
berbahagia bersama anak-anaknya.
LEGENDA:
Pada jaman dahulu, di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama
Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara
Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Setelah
bertahun-tahun menikah, mereka dikarunia seorang anak yang mereka namai
Manik Angkeran.
Manik Angkeran adalah seorang pemuda yang gagah dan pandai, namun dia
mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga
dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, bahkan berhutang
pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta
bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk
memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi
Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang
bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi
sedikit hartanya.”
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung
Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra
tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya
membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata
dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama
makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat
garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat
Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.