Epilepsi
Disusun Oleh :
Ella Andrea Widagdo
01073170065
Pembimbing :
dr. Pricilla Yani Gunawan, Sp. S
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Rekam Medis : 81-35-13
Tanggal Lahir : 10 September 1969
Usia : 49 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
II. Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis terhadap pengurus pasien di IGD RS
Umum Siloam
Keluhan Utama:
Kejang satu kali 2 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Keluarga
Saudara kandung pasien memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat kejang, epilepsi, stroke pada keluarga disangkal
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V afasia)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,4oC
SpO2 : 98%
1. Pemeriksaan Generalis
Kepala dan wajah Rambut Normal, tidak mudah rontok, berwarna hitam,
tersebar merata
Kulit Kulit normal, rash (-), luka (-), massa (-),
deformitas (-), sianotik (-), ikterik (-), edema (-)
Fungsi Pergerakan normal tanpa adanya keterbatasan
range of motion.
Mata Konjungtiva anemis (-/-) , sclera ikterik (-/-), scar (-/-), rash (-/-),
mata cekung (-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm), refleks pupil
langsung dan tidak langsung (+/+). Jarak antar mata simetris.
Racoon eyes (-)
Hidung Simetris, bentuk dan ukuran normal, deviasi (-), pendarahan (-),
sekret (-), deformitas (-)
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, sekret (-/-), perdarahan (-/-),
deformitas (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
Battle sign (-)
Mulut Mukosa lembab dan oral hygine tampak tidak baik, bibir lembab
dan tidak sianosis,
Leher Leher normal, pembesaran tiroid (-), Pembesaran KGB leher dan
supraklavikular (-), nyeri tekan (-), lesi (-)
Thorax
Jantung Inspeksi Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-), iktus
kordis (-), spider naevi (-)
Palpasi Ictus cordis (+) ICS V linea midclavicular sinistra,
JVP 5 ±2 cm
Perkusi Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi Gerakan nafas simetris tanpa adanya bagian yang
tertinggal, Barrel chest (-), Pectus excavatum (-),
pectus carinatum (-), massa (-), lesi (-), rash (-),
scar (-), spider naevi (-), retraksi (-)
Palpasi Tactile vocal fremitus (+), simetris di kedua
lapangan paru.
Perkusi Sonor di semua lapang paru kecuali di paru
kanan bagian bawah redup
Auskultasi Vesikuler (+/+, menurun bagian kanan bawah),
wheezing (-/-), ronchi (-/-).
Abdomen Inspeksi Abdomen datar supel (+) lesi (-) striae (-), massa
(-) caput medusae (-), spider navy (-), scar (-)
Auskultasi Bising usus normal, bruit aorta abdominalis (-),
bruit arteri renalis (-)
Perkusi Timpani di seluruh abdomen, CVA (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-), ballotement (-/-), hepatomegaly
(-), splenomegaly (-) Ascites (-)
Ekstremitas Atas Akral hangat, edema (-/-), denyut arteri radialis
(+/+), CRT < 2 detik.
2. Status Neurologis
GCS (E4 M6 V afasia)
2.1 Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda laseque : >70o/>70o
Tanda kernig : >135o/>135o
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
2.3 Motorik
Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot 2222 5555
Gerakan involunter - -
Ekstremitas Bawah
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot 3333 5555
Gerakan involunter - -
Refleks Fisiologis
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Brachioradialis ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaffer - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Hoffman Trommer - -
2.4 Sensorik
Ekstroseptif
Kanan Kiri
Raba & Nyeri + +
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proprioseptif
Posisi sendi Dalam batas normal Dalam batas normal
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2.5 Koordinasi
Tes tunjuk-hidung : Tidak dilakukan
Tes tumit-lutut : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
2.6 Otonom
Miksi : Menggunakan popok
Defekasi : Menggunakan popok
Sekresi keringat : Dalam batas normal
IV. Resume
Pasien datang ke dengan keluhan kejang 1x sejak 2 jam SMRS selama 2
menit. Bentuk kejangnya mata mendelik ke atas, kepala menoleh ke kanan,
mulut mengatup dan berbusa, keempat anggota gerak kelojotan, dan tidak
sadar. Setelah kejang pasien kembali sadar. 5 bulan sebelumnya pasien
sering mengeluh sakit kepala yang progesif dan telah didiagnosis memiliki
tumor kepala. 2 bulan sebelumnya pasien kehilangan suaranya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan kanker paru. Pasien rutin mengonsumsi
amlodipine 1x 5mg, dexamethasone 2 x 0,5 mg, omeprazole 2 x 20 mg, dan
curcuma 3 x 200mg.
Pada pemeriksaan fisik didapat GCS E4 M6 V afasia, tekanan darah 130/80,
parese nervus kranialis VII dextra sentral, parese nervus kranialis XII dextra
sentral, dan hemiparese dextra dengan kekuatan motorik 2 pada setiap sendi
ekstremitas atas dextra, 3 pada ekstremitas bawah dextra dan 5 pada setiap
sendi ektremitas atas dan bawah sinistra.
V. Diagnosis
Klinis : Kejang focal to generalized tonic klonik
Afasia motorik
Hemiparese dextra
Parese CN VII dextra sentral
Parese CN XII dextra sentral
Hipertensi
Topis : Korteks lobus posterior inferior frontal dan subkorteks
hemisfer cerebri kiri
Etiologis : Neoplasm
Patologis : Suspek metastase paru
VIII. Prognosis
Qua Ad Vitam : Dubia ad malam
Qua Ad Functionam : Dubia ad malam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad malam
SGOT – SGPT
SGOT (AST) 33 U/L 0 – 40
SGPT (ALT) 24 U/L 0 – 41
Electrolyte
Sodium (Na) 141 mmol/L 137-145
Potasium (K) 3.5 mmol/L 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) 102 mmol/L 98– 107
Fungsi ginjal
Ureum 20 mg/dL < 71.00
Creatinin 0.52 mg/dL 0.5 – 1.1
eGFR 12.2 mL/mnt/ 1.73 m2 > 60
XIII. Follow Up
Kejang memiliki 2 penyebab besar yaitu akibat kelainan struktural di otak yang
disebut kejang primer dan akibat kelainan metabolik yang disebut kejang sekunder.
Pada pasien ini penyebab metabolik dapat disingkirkan karena hasil dari
laboratorium menunjukkan hasil yang normal baik dari kadar gula darah, elektrolit
maupun fungsi ginjal dan hati. Sementara pada anamnesis didapatkan bahwa pasien
pernah didiagnosis terdapat tumor otak ditambah terdapat riwayat karsinoma paru
yang kemungkinan sudah metastasis. Maka kemungkinan besar kejang terjadi
akibat adanya kelainan struktur di otak yaitu SOL. Setelah mengetahui penyebab
kejang maka perlu dipikirkan kejadian pre iktal, iktal dan post iktal nya. Pada pasien
ini kejadian pre iktal tidak dapat diketahui secara jelas sebab pasien tidak dapat
berbicara dengan baik. Kejadian pre iktal dapat membantu mengetahui lokasi lesi.
Namun pada pasien ini didapat defisit neurologis lain yang dapat membantu
menentukan lokasi lesi. Berdasarkan defisit neurologisnya yaitu yaitu kelemahan
anggota gerak kanan, afasia motorik, parese nervus VII dextra sentral dan parese
nervus XII dextra sentral maka diperkirakan bahwa lesi nya terdapat pada korteks
lobus posterior inferior frontal dan subkorteks hemisfer cerebri kiri.
Sementara pada saat iktal, perlu ditanyakan bagaimana tipe kejang dari pasien
karena ini akan menentukan klasifikasi dari tipe kejang pasien yang juga
menentukan terapi. Pada pasien ini bentuk kejangnya diawali dengan mata melirik
ke atas dan kepala menengok ke kanan lalu dilanjutkan dengan semua anggota
gerak kelojotan serta mulutnya mengatup dan mengeluarkan busa. Selama kejadian
iktal pasien tidak sadar. Maka jenis kejang pada pasien ini adalah focal to
generalized tonik klonik. Penting juga ditanyakan durasi kejang untuk menentukan
apakah pasien jatuh ke status epileptikus atau tidak. Selain itu pada post iktal juga
penting diketahui apakah pasien langsung sadar, apakah pasien mengalami kejang
berulang. Pada pasien ini kejang berlangsung selama 2 menit dan setelah itu pasien
langsung sadar dan tidak mengalami kejang berulang. Oleh karena itu pasien tidak
termasuk dalam status epileptikus. Syarat dari SE pada kejang konvulsif adalah
kejang berlangsung lebih dari 5 menit, diantara 2 kejang pasien tidak sadar, dan
terjadi kejang berulang selama 30 menit atau lebih.
Setelah itu pasien dilihat apakah masuk ke kategori epilepsi atau bukan karena
apabila pasien termasuk kategori epilepsi maka harus minum obat anti epilepsi.
Menurut kriteria ILAE 2017, seseorang pasien dapat didiagnosa dengan epilepsi
apabila:
Setidaknya 2 kejang yang tidak terprovokasi (refleks) yang berlangsung lebih
dari 24 jam dari kejang pertama hingga yang kedua
Satu kali kejang yang tidak terprovokasi (refleks) dan ada probabilitas bahwa
pasien akan mengalami kejang lagi yang mirip dengan general recurrence risk
(setidaknya 60%) setelah 2 kejang yang tidak terprovokasi, berlangsung lebih
dari 10 tahun kedepan.
Terdiagnosis sindrom epilepsi.
Epilepsi dianggap selesai untuk seorang individu yang memiliki sindroma epilepsi
yang bergantung dengan usia namun sudah melewati batas usianya dan tidak kejang
lagi selama 10 tahun terakhir dan tidak mengkonsumsi obat anti kejang selama 5
tahun terakhir. Pasien ini termasuk dalam kategori epilepsi karena pasien
mengalami 1 kali kejang yang tidak terprovokasi dan ada kemungkinan kejang akan
berulang karena terdapat lesi pada otak yang merupakan fokus kejang. Untuk
memastikan adanya lesi epileptogenik diperlukan pemeriksaan penunjang EEG.
Untuk penatalaksanaan epilepsi harus dikontrol dengan OAE yang dimulai dengan
dosis rendah kemudian dititrasi untuk mencapai kadar terendah yang dapat
mengontrol kejang pasien. Prinsip dalam pengobatan epilepsi adalah "bebas
bangkitan, tanpa efek samping".
Berdasarkan jenis kejang pasien maka pilihan obat anti epilepsi pasien adalah
phenobarbitone, phenytoin, carbamazepin, dan sodium valporate. Pada pasien ini
sudah sesuai dengan diberikan fenitoin.