Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

Epilepsi

Disusun Oleh :
Ella Andrea Widagdo
01073170065

Pembimbing :
dr. Pricilla Yani Gunawan, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


SILOAM HOSPITALS – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE FEBRUARI – MARET 2019
TANGERANG
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Rekam Medis : 81-35-13
Tanggal Lahir : 10 September 1969
Usia : 49 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RS : 22 September 2018 pukul 23.30


Tanggal pemeriksaan : 22 September 2018 pukul 23.40

II. Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis terhadap pengurus pasien di IGD RS
Umum Siloam

Keluhan Utama:
Kejang satu kali 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSU Siloam dengan
keluhan kejang satu kali 2 jam SMRS. Kejang ini adalah kejang yang
pertama kali. Bentuk kejang pasien adalah mata mendelik ke atas, kepala
menengok ke kanan, kemudian mulut mengatup dan mengeluarkan busa,
tangan dan kakinya kelojotan. Pengurus mengaku ketika kejang pasien tidak
merespon ketika dipanggil. Kejang pasien berlangsung kurang lebih 2
menit. Pengurus menyangkal pasien buang air kecil saat kejang
berlangsung. Setelah kejang pasien lemas namun sadar. Tidak ada riwayat
trauma, kelemahan yang mendadak, dan demam.
Sebelumnya pasien sering mengeluh sakit kepala dan kelemahan
pada tangan dan kaki sebelah kanan yang bertambah berat. Pasien pernah
didiagnosis tumor kepala kurang lebih 4 bulan SMRS. Pengurus pasien
mengaku pasien mulai susah berbicara serta emosinya menjadi lebih mudah
marah sejak kurang lebih 2 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien memiliki riwayat hipertensi dan rutin mengonsumsi
amlodipine 5 mg. Pasien rutin mengonsumi dexamethasone 2 x 0.5 mg,
curcuma 3 x 200mg, omeprazole 2 x 20mg. Pasien memiliki riwayat kanker
paru yang diketahui pasien sejak 6bulan SMRS. Riwayat diabetes mellitus,
stroke, penyakit jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Keluarga
 Saudara kandung pasien memiliki riwayat hipertensi.
 Riwayat kejang, epilepsi, stroke pada keluarga disangkal

Riwayat Sosial/Kebiasaan/Pola Hidup


 Pasien merokok 1 bungkus setiap harinya sejak 30 tahun yang lalu
namun sudah berhenti.
 Pasien tidak meminum alkohol dan tidak menggunakan obat-obatan
terlarang
 Pasien jarang olahraga
 Pasien tidak memiliki kebiasaan seks bebas dan penggunaan jarum
suntik.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V afasia)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,4oC
SpO2 : 98%

1. Pemeriksaan Generalis
Kepala dan wajah Rambut Normal, tidak mudah rontok, berwarna hitam,
tersebar merata
Kulit Kulit normal, rash (-), luka (-), massa (-),
deformitas (-), sianotik (-), ikterik (-), edema (-)
Fungsi Pergerakan normal tanpa adanya keterbatasan
range of motion.
Mata Konjungtiva anemis (-/-) , sclera ikterik (-/-), scar (-/-), rash (-/-),
mata cekung (-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm), refleks pupil
langsung dan tidak langsung (+/+). Jarak antar mata simetris.
Racoon eyes (-)
Hidung Simetris, bentuk dan ukuran normal, deviasi (-), pendarahan (-),
sekret (-), deformitas (-)
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, sekret (-/-), perdarahan (-/-),
deformitas (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
Battle sign (-)
Mulut Mukosa lembab dan oral hygine tampak tidak baik, bibir lembab
dan tidak sianosis,
Leher Leher normal, pembesaran tiroid (-), Pembesaran KGB leher dan
supraklavikular (-), nyeri tekan (-), lesi (-)
Thorax
Jantung Inspeksi Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-), iktus
kordis (-), spider naevi (-)
Palpasi Ictus cordis (+) ICS V linea midclavicular sinistra,
JVP 5 ±2 cm
Perkusi Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi Gerakan nafas simetris tanpa adanya bagian yang
tertinggal, Barrel chest (-), Pectus excavatum (-),
pectus carinatum (-), massa (-), lesi (-), rash (-),
scar (-), spider naevi (-), retraksi (-)
Palpasi Tactile vocal fremitus (+), simetris di kedua
lapangan paru.
Perkusi Sonor di semua lapang paru kecuali di paru
kanan bagian bawah redup
Auskultasi Vesikuler (+/+, menurun bagian kanan bawah),
wheezing (-/-), ronchi (-/-).
Abdomen Inspeksi Abdomen datar supel (+) lesi (-) striae (-), massa
(-) caput medusae (-), spider navy (-), scar (-)
Auskultasi Bising usus normal, bruit aorta abdominalis (-),
bruit arteri renalis (-)
Perkusi Timpani di seluruh abdomen, CVA (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-), ballotement (-/-), hepatomegaly
(-), splenomegaly (-) Ascites (-)
Ekstremitas Atas Akral hangat, edema (-/-), denyut arteri radialis
(+/+), CRT < 2 detik.

Bawah Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik,

Hemiparesis dextra, lateralisasi dextra

2. Status Neurologis
GCS (E4 M6 V afasia)
2.1 Tanda Rangsang Meningeal
 Kaku kuduk :-
 Tanda laseque : >70o/>70o
 Tanda kernig : >135o/>135o
 Brudzinski I : -/-
 Brudzinski II : -/-

2.2 Syaraf Kranialis


Saraf Kranial Kanan Kiri
Nervus I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus II
Visus > 1/60 > 1/60
Lapang pandang Dalam batas normal Dalam batas normal
Warna Tidak Dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI


Sikap bola mata Ortoforia Ortoforia
Celah palpebral Normal Normal
Pupil Isokor, bulat 3 mm Isokor, bulat 3 mm
RCL + +
RCTL + +
Konvergensi + +
Nystagmus - -
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nervus V Sensorik
 Sensasi raba V1 normal
 Sensasi raba V2 normal
 Sensasi raba V3 normal
Motorik
 Dapat membuka mulut dengan kuat (+)
 Dapat menggerakan rahang dengan kuat (+)
Nervus VII
Sikap mulut istirahat Dalam batas normal
Angkat alis, kerut Dalam Batas Normal
dahi, tutup mata
dengan kuat
Kembung pipi Pipi kanan tidak bisa menahan kembungan udara
Mencucu Deviasi ke arah kanan
Menyeringai Sisi kanan bibir tertinggal
Rasa kecap 2/3 Tidak dilakukan
anterior lidah
Nervus VIII
Nervus koklearis
Suara bisikan/gesekan Terdengar sama kanan dan kiri +/+
Rinne Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan
Nervus vestibularis
Nistagmus -/-
Berdiri dengan 1 kaki Tidak dilakukan
Berdiri dengan 2 kaki Tidak dilakukan
Berjalan tandem Tidak dilakukan
Fukuda stepping test Tidak dilakukan
Nervus IX, X
Arkus faring Simetris, tidak ada yang tertinggal
Uvula Ditengah
Disfoni -
Disfagi -
Refleks faring Tidak dilakukan
Nervus XI
Sternocleidomastoid +/+
Trapezius +/+
Nervus XII
Sikap lidah dalam mulut
Deviasi Deviasi ke arah kiri
Atrofi -
Fasikulasi -
Tremor -
Menjulurkan lidah Deviasi ke arah kanan
Kekuatan lidah -/-
Disatria -

2.3 Motorik
Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot 2222 5555
Gerakan involunter - -
Ekstremitas Bawah
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot 3333 5555
Gerakan involunter - -
Refleks Fisiologis
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Brachioradialis ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaffer - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Hoffman Trommer - -

2.4 Sensorik
Ekstroseptif
Kanan Kiri
Raba & Nyeri + +
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proprioseptif
Posisi sendi Dalam batas normal Dalam batas normal
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2.5 Koordinasi
 Tes tunjuk-hidung : Tidak dilakukan
 Tes tumit-lutut : Tidak dilakukan
 Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

2.6 Otonom
 Miksi : Menggunakan popok
 Defekasi : Menggunakan popok
 Sekresi keringat : Dalam batas normal

2.7 Fungsi luhur:


 Pemeriksaan MMSE : Tidak dilakukan

IV. Resume
Pasien datang ke dengan keluhan kejang 1x sejak 2 jam SMRS selama 2
menit. Bentuk kejangnya mata mendelik ke atas, kepala menoleh ke kanan,
mulut mengatup dan berbusa, keempat anggota gerak kelojotan, dan tidak
sadar. Setelah kejang pasien kembali sadar. 5 bulan sebelumnya pasien
sering mengeluh sakit kepala yang progesif dan telah didiagnosis memiliki
tumor kepala. 2 bulan sebelumnya pasien kehilangan suaranya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan kanker paru. Pasien rutin mengonsumsi
amlodipine 1x 5mg, dexamethasone 2 x 0,5 mg, omeprazole 2 x 20 mg, dan
curcuma 3 x 200mg.
Pada pemeriksaan fisik didapat GCS E4 M6 V afasia, tekanan darah 130/80,
parese nervus kranialis VII dextra sentral, parese nervus kranialis XII dextra
sentral, dan hemiparese dextra dengan kekuatan motorik 2 pada setiap sendi
ekstremitas atas dextra, 3 pada ekstremitas bawah dextra dan 5 pada setiap
sendi ektremitas atas dan bawah sinistra.

V. Diagnosis
Klinis : Kejang focal to generalized tonic klonik
Afasia motorik
Hemiparese dextra
Parese CN VII dextra sentral
Parese CN XII dextra sentral
Hipertensi
Topis : Korteks lobus posterior inferior frontal dan subkorteks
hemisfer cerebri kiri
Etiologis : Neoplasm
Patologis : Suspek metastase paru

VI. Diagnosis Kerja:


Epilepsi simtomatik e.c tumor otak
Ca paru
Hipertensi grade 1

VII. Diagnosis Banding


Kejang sekunder

VIII. Prognosis
Qua Ad Vitam : Dubia ad malam
Qua Ad Functionam : Dubia ad malam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad malam

IX. Saran Pemeriksaan


 MRI kepala
 Lab darah ( darah lengkap, SGOT , SGPT, fungsi ginjal, GDS, profil
lipid, elektrolit)
 EKG
 MRI thorax
 EEG
X. Pemeriksaan
Lab Darah 22/09/2018
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI NORMAL
Compelete Blood Count
Hemoglobin 11.70 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 35.5 % 40.00-52.00
Erythrocyte 4.04 x 106 /μl 4.40-5.90
White Blood Cell 15.17 x 103/ μl 3.80-10.60
Differential Count
Basophil 1% 0-1%
Eosinophil 2% 1-3%
Band Neutrophil 3% 2-6%
Segment Neutrophil 80% 50-70%
Lymphocyte 6% 25-40%
Monocyte 8% 2-8%
Platelet Count 225 x 103/ 150.000-440.000
ESR 40 mm/hours 0-20
MCV, MCH, MCHC

MCV 87.90 fL 80.00-100.00


MCH 29.00 pg 26.00-34.00
MCHC 33.00 g/dL 32.00-36.00
Biochemistry

SGOT – SGPT
SGOT (AST) 33 U/L 0 – 40
SGPT (ALT) 24 U/L 0 – 41

Electrolyte
Sodium (Na) 141 mmol/L 137-145
Potasium (K) 3.5 mmol/L 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) 102 mmol/L 98– 107
Fungsi ginjal
Ureum 20 mg/dL < 71.00
Creatinin 0.52 mg/dL 0.5 – 1.1
eGFR 12.2 mL/mnt/ 1.73 m2 > 60

Glucose poct 119 mg / dL < 200


Phenytoin (dilantin) 0.5 μg/mL 10 – 20

MRI kepala (11/05/2018)


Kesan:
 Lesi hipointense
 Tampak midline shift
EKG (22/09/2018)

Xray thorax (22/09/2018)


Kesan:
 Efusi pleura kanan
 Infiltrate pada perihiler dan parakardial kiri DD/ pneumonia
 Aorta elongasi

CT Scan Thorax dengan kontras (30-08-2018)


Kesan:
 Lesi hipodens heterogen dengan batas tidak tegas, kalsifikasi(+) tepi irregular
pada perihiler kanan mencapai mediastinum sisi kanan ukuran +/- 4,38 x 5,85 x
2,81 cm dengan infiltrate disekitarnya, menyempitkan cabang bronkus inferior
kanan, mengelilingi arteri pulmonalis kanan. Suspek ca paru
 Efusi pleura kanan dengan kolaps paru kanan lobus inferior
 Emfisematous lung bilateral
 Lymphadenopathy multiple upper dan lower paratrakea bilateral, paraaorta,
subcarina, perihiler, bilateral diameter +/- 0,98 – 2,12 cm
 Lesi hipodens dengan batas tidak tegas segmen 2,3,4,5,6,7,8 diameter +/- 1,62 –
6,43cm. Sugestif metastasis
 Lesi blastik pada corpus vertebra Th 1,3,4,6,7,8,9,10,11,12. Suspek metastasis

XI. Diagnosis kerja setelah pemeriksaan penunjang


Epilepsi simtomatik e.c tumor otak
Ca paru
Hipertensi grade 1

XII. Terapi yang diberikan


 Konsultasi spesialis bedah saraf
 Konsultasi spesialis paru
 Nacl 0.9% 500 ml
 Fenitoin 100 – 100 – 200 mg IV
 Dexamethasone 4 x 5 mg IV
 Omeprazole 2 x 40 mg IV
 Paracetamol 3 x 500 mg PO prn
 Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
 Ventolin + Bisolvon 3 x 20 gtt Nebu

XIII. Follow Up

25/09/18 – Bangsal Lantai 6 Jam 13.00


S Pasien mengeluh lemas
O KU : sakit sedang, kesadaran: Compos Mentis
TD: 140/90, N: 90 x/m, R: 20 x/m, S: 36.4oC
GCS : E4M6V afasia
Nervus VII
 Tutup mata, mengerutkan alis, mengangkat dahi : dalam batas
normal
 Senyum : bibir kanan tertinggal
 Mengembungkan pipi : pipi kanan tidak bisa mengembung
 Kesan : parese nervus VII dextra sentral
Nervus XII
 Sikap lidah di dalam mulut: deviasi kea rah kiri
 Lidah saat dijulurkan : deviasi minimal ke arah kanan
 Kesan : parese nervus XII dextra sentral
Motorik
2222 | 5555
3333 | 5555
Kesan: hemiparese dextra dan lateralisasi dextra

A Epilepsi simtomatik e.c tumor otak


Ca paru
Hipertensi grade 1
P  Nacl 0.9% 500 ml
 Fenitoin 100 – 100 – 200 mg IV
 Dexamethasone 4 x 5 mg IV
 Omeprazole 2 x 40 mg IV
 Paracetamol 3 x 500 mg PO prn
 Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
 Ventolin + Bisolvon 3 x 20 gtt Nebu

26/09/18 – Bangsal Lantai 6 Jam 13.00


S Pasien mengeluh lemas
O KU : sakit sedang, kesadaran: Compos Mentis
TD: 130/80, N: 88 x/m, R: 20 x/m, S: 36.4oC
GCS : E4M6V afasia
Nervus VII
 Tutup mata, mengerutkan alis, mengangkat dahi : dalam batas
normal
 Senyum : bibir kanan tertinggal
 Mengembungkan pipi : pipi kanan tidak bisa mengembung
 Kesan : parese nervus VII dextra sentral
Nervus XII
 Sikap lidah di dalam mulut: deviasi kea rah kiri
 Lidah saat dijulurkan : deviasi minimal ke arah kanan
 Kesan : parese nervus XII dextra sentral
Motorik
2222 | 5555
3333 | 5555
Kesan: hemiparese dextra dan lateralisasi dextra

A Epilepsi simtomatik e.c tumor otak


Ca paru
Hipertensi grade 1
P  Pungsi pleura oleh Sp.P
 Nacl 0.9% 500 ml
 Fenitoin 100 – 100 – 200 mg IV
 Dexamethasone 4 x 5 mg IV
 Omeprazole 2 x 40 mg IV
 Paracetamol 3 x 500 mg PO prn
 Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
 Ventolin + Bisolvon 3 x 20 gtt Nebu
ANALISA KASUS

Kejang memiliki 2 penyebab besar yaitu akibat kelainan struktural di otak yang
disebut kejang primer dan akibat kelainan metabolik yang disebut kejang sekunder.
Pada pasien ini penyebab metabolik dapat disingkirkan karena hasil dari
laboratorium menunjukkan hasil yang normal baik dari kadar gula darah, elektrolit
maupun fungsi ginjal dan hati. Sementara pada anamnesis didapatkan bahwa pasien
pernah didiagnosis terdapat tumor otak ditambah terdapat riwayat karsinoma paru
yang kemungkinan sudah metastasis. Maka kemungkinan besar kejang terjadi
akibat adanya kelainan struktur di otak yaitu SOL. Setelah mengetahui penyebab
kejang maka perlu dipikirkan kejadian pre iktal, iktal dan post iktal nya. Pada pasien
ini kejadian pre iktal tidak dapat diketahui secara jelas sebab pasien tidak dapat
berbicara dengan baik. Kejadian pre iktal dapat membantu mengetahui lokasi lesi.
Namun pada pasien ini didapat defisit neurologis lain yang dapat membantu
menentukan lokasi lesi. Berdasarkan defisit neurologisnya yaitu yaitu kelemahan
anggota gerak kanan, afasia motorik, parese nervus VII dextra sentral dan parese
nervus XII dextra sentral maka diperkirakan bahwa lesi nya terdapat pada korteks
lobus posterior inferior frontal dan subkorteks hemisfer cerebri kiri.
Sementara pada saat iktal, perlu ditanyakan bagaimana tipe kejang dari pasien
karena ini akan menentukan klasifikasi dari tipe kejang pasien yang juga
menentukan terapi. Pada pasien ini bentuk kejangnya diawali dengan mata melirik
ke atas dan kepala menengok ke kanan lalu dilanjutkan dengan semua anggota
gerak kelojotan serta mulutnya mengatup dan mengeluarkan busa. Selama kejadian
iktal pasien tidak sadar. Maka jenis kejang pada pasien ini adalah focal to
generalized tonik klonik. Penting juga ditanyakan durasi kejang untuk menentukan
apakah pasien jatuh ke status epileptikus atau tidak. Selain itu pada post iktal juga
penting diketahui apakah pasien langsung sadar, apakah pasien mengalami kejang
berulang. Pada pasien ini kejang berlangsung selama 2 menit dan setelah itu pasien
langsung sadar dan tidak mengalami kejang berulang. Oleh karena itu pasien tidak
termasuk dalam status epileptikus. Syarat dari SE pada kejang konvulsif adalah
kejang berlangsung lebih dari 5 menit, diantara 2 kejang pasien tidak sadar, dan
terjadi kejang berulang selama 30 menit atau lebih.
Setelah itu pasien dilihat apakah masuk ke kategori epilepsi atau bukan karena
apabila pasien termasuk kategori epilepsi maka harus minum obat anti epilepsi.
Menurut kriteria ILAE 2017, seseorang pasien dapat didiagnosa dengan epilepsi
apabila:
 Setidaknya 2 kejang yang tidak terprovokasi (refleks) yang berlangsung lebih
dari 24 jam dari kejang pertama hingga yang kedua
 Satu kali kejang yang tidak terprovokasi (refleks) dan ada probabilitas bahwa
pasien akan mengalami kejang lagi yang mirip dengan general recurrence risk
(setidaknya 60%) setelah 2 kejang yang tidak terprovokasi, berlangsung lebih
dari 10 tahun kedepan.
 Terdiagnosis sindrom epilepsi.
Epilepsi dianggap selesai untuk seorang individu yang memiliki sindroma epilepsi
yang bergantung dengan usia namun sudah melewati batas usianya dan tidak kejang
lagi selama 10 tahun terakhir dan tidak mengkonsumsi obat anti kejang selama 5
tahun terakhir. Pasien ini termasuk dalam kategori epilepsi karena pasien
mengalami 1 kali kejang yang tidak terprovokasi dan ada kemungkinan kejang akan
berulang karena terdapat lesi pada otak yang merupakan fokus kejang. Untuk
memastikan adanya lesi epileptogenik diperlukan pemeriksaan penunjang EEG.
Untuk penatalaksanaan epilepsi harus dikontrol dengan OAE yang dimulai dengan
dosis rendah kemudian dititrasi untuk mencapai kadar terendah yang dapat
mengontrol kejang pasien. Prinsip dalam pengobatan epilepsi adalah "bebas
bangkitan, tanpa efek samping".
Berdasarkan jenis kejang pasien maka pilihan obat anti epilepsi pasien adalah
phenobarbitone, phenytoin, carbamazepin, dan sodium valporate. Pada pasien ini
sudah sesuai dengan diberikan fenitoin.

Anda mungkin juga menyukai