Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Tifus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus

halus.(Manjoer, 2010).

Menurut Mansjoer (2010), Tifus Abdominalis merupakan penyakit

infeksi akut usus halus. Sinonim dari tifus abdominalis adalah tifoid,

paratifoid, typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever dan paratifus

abdominalis. Paratyphoid secara patologik maupun secara klinis sama

dengan demam typhoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini

disebabkan oleh spesies Salmonella enteridis.

Tifus Abdominalis merupakan suatu istilah yang mencakup berbagai

penyakit menular yang umumnya disertai dengan gangguan kesadaran.

Menurut Nursalam (2005), Tifus Abdominalis merupakan penyakit

infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari satu minggu gangguan pada pencernaan dan

gangguan kesadaran.

Dari definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa Tifus Abdominalis

adalah suatu penyakit menular yang disebabkan karena infeksi akut yang

terjadi pada usus halus dan jika tidak segera diobati secara progresif

menyerbu jaringan diseluruh tubuh.

6
7

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

a. Antomi

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Sistem Pencernaan (Cambridge Communication

limited.1999 )

1) Mulut, Tenggorokan dan Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan

sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput

lendir.

Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah

rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat

lidah, yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di

belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring).

Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan

lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung.

Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
8

Penciuman lebih rumit, terdiri dari bagian macam bau. Makanan

dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi

belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih

mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-

bagaian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan

mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan

bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan

lainnya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya

lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara

langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara

otomatis. Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam

pipa udara (trakea) dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut

sebelah belakang (palatum mole,langit-langit lunak) terangkat agar

makanan tidak masuk ke dalam hidung. Kerongkongan (esofagus)

merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh

selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan

lambung. Maknan didorong melalui kerongkongan bukanoleh gaya

tarik bumi, tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik

yang disebut dengan peristaltik.

2) Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan

berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari tiga bagian yaitu

kardia,fundus dan antrum.


9

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui

otot berbentuk cincin (sfinger), yang bisa membuka dan menutup.

Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi

lambung ke dalam kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

a) Lendir

b) Asam klorida

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung dan enzim.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini (apakah karena infeksi

oleh bakteri helicobacter pylori atau karena aspirin), bisa

menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya

tukak lambung. Asam klorida menciptakan suasana yang sangat

asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.

Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang

terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bskteri.

Pepsin bertanggung jawab atas pemecahan sekitar 10%

protein. Pepsin merupakan satu-satunya enzim yang mencerna

kolagen, yang merupakan suatu protein dan kandungan utama dari

daging. Hanya beberapa zat yang bisa diserap langsung dari


10

lambung (misalnya alkohol dan aspirin) dan itupun hanya dalam

jumlah yang sangat kecil.

3) Usus Halus

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam

jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus.

Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung

untuk berhenti mengalirkan makanan. Duodenum menerima enzim

pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati. Cairan tersebut (yang

masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter

Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan

penyerapan.

Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan

dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang

dihasilkan oleh usus. Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum

adalah licin, tetapi sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan

kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili). Vili dan

mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan

duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum. Bagian ini terutama

bertanggung jawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya.

Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri

dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovila.


11

Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-

zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan

lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga

melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,gula dan

lemak. Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring

dengan perjalanannya melalui usus halus.

Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus

untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus

bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air,

lendir dan enzim-enzim pankreatik.

4) Pankreas

Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan

dasar:

a) Asini,menghasilkan enzim-enzim pencernaan.

b) Pulau pankreas, menghasilkan hormon.

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duo denum

dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim-enzim pencernaan

dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui berbagai saluran

ke dalam duktus pankreas. Duktus pangkreatikus akan bergabung

dengan saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya akan

masuk ke dalam duodenum. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik

memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh


12

tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan

aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga

melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

Tiga hormon yang dihasilkan oleh pankreas adalah :

(1) Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

(2) Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah.

(3) Somatostain, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua

hormon lainnya (insulin dan glukagon).

5) Hati

Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki bagian

fungsi, bebrapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat

gizi gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan

pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan

darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar

dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena vorta.

6) Kandung Empedu & Saluran Empedu

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan

kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus

umum.

Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang

berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk

saluran empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan

saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum. Sebelum


13

makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu

dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati.

Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal

hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.

Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan

bercampur dengan makanan. Empedu memiliki 2 fungsi penting :

a) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

b) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling

oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal

sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam

tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap

sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar

(kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi

berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali

dan sisanya dibuang bersama tinja.

7) Usus Besar

Usus besar terdiri dari :

a) Kolon asendens (kanan)

b) Kolon transversum

c) Kolon desendens (kiri)

d) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).


14

Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan

elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk

cairan, tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapatan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat

penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal

dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi

iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkan lendir dan air, dan

terjadilah diare.

8) Rektum & Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus

besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum

ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu

pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke

dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang

dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi

bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.

b. Fisiologi Pencernaan

Jumlah makanan yang dicerna oleh seorang terutama ditentukan oleh

keinginan intrinsik akan makanan yang disebut lapar. Jenis makanan


15

yang dicari orang ditentukan oleh selera. Mekanisme ini ada didalam

tubuh seseorang dan merupakan sistem pengaturan otomatis.

Makanan dimasukkan kedalam mulut kemudian dikunyah oleh gigi.

Gigi sudah di rancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi

anterior (insisivus) menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi

posterior (molar), kerja menggiling. Semua otot rahang bawah yang

bekerja bersama-sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar

55 pound pada insisivus dan 200 pound pada molar.

Setelah itu makanan ditelan. Menelan adalah mekanisme yang

kompleks, terutama karena faring hampir setiap saat melakukan beberapa

fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah dalam beberapa detik

kedalam traktus untuk mendorong makanan. Esofagus terutama berfungsi

untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung dan gerakannya

diatur secara khusus untuk fungsi tersebut.

Fungsi lambung ada tiga, yaitu penyimpanan sejumlah besar

makanan sampai makanan dapat diproses didalam duodenum,

pencampuran makanan ini dengan sekresi setengah cair yang disebut

kumis, pengosongan makanan dengan lambat dari lambung kedalam usus

halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang

tepat oleh usus halus.

Setelah kelambung makanan akan masuk ke usus halus dan

diabsorbsi. Makanan akan digerakkan dengan cara melakukan gerakan

pristaltik. Pristaltik usus yang normal 12 kali permenit. Makanan

kemudian akan didorong ke usus besar dan akan dibsorbsi air, elektrolit
16

dan penimbunan bahan feses di rektum sampai dapat dikeluarkan melalui

anus melalui proses defekasi.

3. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman samnoella

Thposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak

menghasilkan spore, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun

suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70ºC dan antiseptik.

Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne

Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman,

Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat

termolabil dan Antigen Vi=kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh

kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen

ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut

aglutinin (Sutisna, 2010).

4. Patofisiologi dan Clinical Pathway

Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang

terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke

jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid

mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman

kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju

organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini

kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikulo entodtelial sistem (RES) dan

kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9

hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh


17

(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama

limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan

kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi

usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin.

Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit

pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah

mempengaruh pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan

timbulnya gejala demam (Mansjoer, 2010).

Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut

monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun

sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi

jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah

berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka

terbentuk modul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium,

limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.

Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang

hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada

dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau

perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut

(Tambayong, 2007).
18

Clinical Pathway

Gambar 2.2 Clinical Pathway Tifus Abdominalis (Mansjoer, 2010).

5. Tanda dan Gejala

Menurut Noer (2004), tanda dan gejala dari penyakit Tifus Abdominalis,

antara lain :

a. Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-20).

b. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa :

rasa tidak badan.

c. Pada kasus khas terdapat deman remiten pada minggu pertama, biasanya

menurun pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.

d. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam yang

turun secara berangsur-berangsur pada minggu ketiga.


19

e. Lidah kotor, yaitu lidah kurang bersih, ujung dan tepi kemerahan jarang

disertai tremor (gemetaran).

f. Hati dan limfa membesar dan nyeri pada perabaan (hepotomegali).

g. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare.

h. Bradicardi relatif.

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut NANDA (2015), pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan,

antara lain :

a. Pemeriksaan darah perifer lengkap.

Dapat ditemukan leukopenia, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit

normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tampak disertai impeksi

skunder.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT.

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah

sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan

penanganan khusus.

c. Pemeriksaan uji widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri

Salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi

oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin).

d. Kultur

Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama

Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua


20

Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga

e. Anti Salmonella typhi lgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut

Salmonella typhi, karena antibodi lgM muncul pada hari ke 3 dan 4

terjadinya demam.

7. Penatalaksanaan

Pengobatan Tifus Abdominalis terdiri atas 3 bagian, yaitu perawatan,

diet dan obat (Juwono, 2004).

Perawatan

Pasien tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan

pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya

kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-

ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia

hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang

terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

Diet

Di masa lampau, pasien tifoid diberi bubur sarin, kemudian bubur kasar

dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kebutuhan pasien. Pemberian bubur

saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus


21

atau perforasi usus, karena ada pendapat, bahwa usus perlu diistirahatkan.

Banyak pasien tidak menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan

selera mereka. Karena mereka hanya makan sedikit keadaan umum dan gizi

pasien semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,

yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat

kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien tifoid. Karena ada juga

pasien demam tifoid yang takut makan nasi, maka selain macam/bentuk

makanan yang diinginkan, terserah pada pasien sendiri apakah mau makan

bubur saring, bubur kasar atau nasi dengan lauk pauk rendah selulosa.

Obat

Diantara pengobatan tersebut, yaitu :

a. Tirah baring atau bed rest

b. Diit lunak atau diit pada rendah selulosa (pantang sayur dan buahan),

kecuali komplikasi pada intestinal.

c. Obat-obat :

1) Antimikroba :

b) Kloramfenikol 4 x 500 mg sehari/iv

c) Tiamfenikol 4 x 500 mg sehari oral

d) Kontrimoksazol 2 x 2 tablet sehari oral (1 tablet =sulfametoksazol

400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan

dalam 250 ml cairan infus.

e) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi

dalam 3 atau 4 dosis.


22

f) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas

demam.

2) Antipiretik seperlunya.

3) Vitamin B kompleks dan vitamin C

d. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

8. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

a. Komplikasi Intestinal

(a) Perdarahan usus

(b)Perforasi usus

(c) Ileus paralitik

b. Komplikasi Ekstra-Intestinal :

1) Komplikasi Kardiovaskuler

Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

2) Komplikasi Darah

Anemia hemolitik, trombositopenia dan disseminated

intravasculer coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.

a) Komplikasi Paru

Pneumonia, empiema dan pleuritis.

b) Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis.

c) Komplikasi Ginjal

Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

d) Komplikasi Tulang
23

Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

e) Komplikasi Neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom

guallain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.

B. Konsep Dasar Klien Keperawatan Klien Tifus Abdominalis

Asuhan keperawatan adalah suatu tindakan kegiatan kegiatan atau proses

dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien untuk

memenuhi kebutuhan objektif klien sehingga dapat mengatasi masalah yang

sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan

kaidah-kaidah ilmu keperawatan (Christensen, 2009).

Proses keperawatan adalah aktivitas yang mempunyai maksud yaitu

praktik keperawatan dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama proses

keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan yang komprehensif

untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian yang bijaksana dan

diagnosis, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan yang diinginkan klien, dan

merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang

tepat guna mencapai hasil akhir tersebut (Christensen, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data relevan yang kontinu

tentang respons manusia, status kesehatan, kekuatan dan masalah klien.

Keterampilan berpikir kritis digunakan untuk membedakan informasi

esensial dan relevan dari data yang tidak relevan, memvalidasi data penting,

dan mengategorikan dan mengorganisasi informasi dengan cara yang

bermakna. Setelah informasi awal tentang situasi klien didapatkan, model


24

keperawatan dipilih untuk memandu pengumpulan data yang komprehensif

(Christensen, 2009).

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat

diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjung lainnya.

1) Anamnesis

a) Identitas Penderita

Identitas pasien meliputi usia yaitu sering terjadi pada usia diatas 1

tahun, di daerah endemic Tifus Abdominalis insidensi tertinggi

didapatkan pada anak-anak.

b) Keluhan Utama

Badan terasa panas, adanya rasa mual-muntah, sakit atau nyeri

epigastrium sampai kejang perut, buang air besar konstipasi atau

kadang-kadang diare.

c) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan mulai terjadinya sakit, penyebab

terjadinya sakit seperti makanan yang telah dimakan, ada riwayat

alergi pada makanan tertentu, serta upaya yang telah dilakukan oleh

penderita untuk mengatasinya.


25

d) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat medis yang pernah di dapat maupun obat-

obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita Tifus Abdominalis.

f) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubung dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.

2) Pemeriksaan fisik

Menurut Wilkinson (2012), pemeriksaan fisik yang dapat

dilakukan, yaitu :

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran suara bicara, tinggi

badan, berat badan dan tanda-tanda vital.

b) Pemeriksaan persystem

(1)Esofagus dan abdomen kiri atas

Perawat menanyakan tentang nafsu makan pasien, tetap

sama, meningkat atau menurun.

(2)Lambung

Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat

makan, mual atau muntah.


26

(3)Abdomen kuadran kanan atas

Kaji adanya keluhan digestif, mual, muntah darah,

anoreksia, diarae dan melena.

(4)Abdomen kuadran kiri dan kanan bawah

Bila pasien mengalami nyeri abdomen atau nyeri punggung

bawah, kaji karakter nyeri secara terperinci.

(5)Feses

Bila feses mengandung darah yang menghasilkan warna

hitam (melena), dicurigai adanya pendarahan pada rektal bawah

atau anal.

c) Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hasan (2007), pemeriksaan penunjang yang

dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa medis Tifus Abdominalis,

antara lain :

(1)Pemeriksaan yang berguna untuk menyongkong diagnosa :

(a) Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif dan

aneosinofilia pada permulaan sakit.

(b)Pemeriksaan sumsum tulang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan

ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana.


27

(2)Pemeriksaan laboratorium untuk menyongkong diagnosis

Biakan empedu untuk menemukan salmonella typhosa dan

pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus

abdominalis yang pasti.

(a) Biakan empedu

Basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah

penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya

lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin

akan teteap positif untuk waktu yang lama.

(b)Pemeriksaan widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen

dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap

salmonella terdapat dalam serum pasien tifoid, juga pada

orang yang pernah ketularan salmonella dan orang yang

pernah divaksinasi terhadap demam tifoid (Rahmat Juwono,

2004).

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

sallmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka

menderita demam tifoid.

Akibat dari infeksi oleh S.typhi,pasien membuat

antibodi (aglutinin), yaitu :


28

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman).

 Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagela kuman).

 Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H

yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi

titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita

demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan

meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang

paling sedikit 5 hari.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat tentang

masalah klien serta pengembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah

melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah keputusan kelinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau

potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai

tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (NANDA,

2013).

Klasifikasi diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2000) meliputi :

a. Diagnosa aktual adalah menjelaskan masalah yang nyata, sesuai dengan

data klinik yang ditemukan.


29

b. Diagnosa resiko adalah menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan

terjadi jika tidak dilakukan intervensi.

c. Diagnosa potensial wellness adalah keputusan klinik tentang individu,

keluarga, masyarakat dalam keadaan transisi dari tingkat kesejahteraan

tertentu ke tingkat yang lebih tinggi.

d. Diagnosa kemungkinan adalah menjelaskan bahwa perlu adanya data

tambahan untuk memastikan masalah kemungkinan. Pada saat ini,

masalah dan faktor pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang

dapat menimbulkan masalah (Keliat, 1990).

e. Diagnosa syndrom adalah diagnosa keperawatan yang terdiri dari

kelompok diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang

diperkirakan akan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi

tertentu.

Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan diagnosa medis Tifus

Abdominalis adalah sebagai berikut menurut (NANDA, 2007-2008)

masalah yang lazim muncul pada klien :

a. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang

kurang, mual, muntah atau pengeluaran yang berlebihan, diare, panas

tubuh.

b. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau

output yang berlebihan akibat diare.

c. Konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus

halus.
30

d. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.

e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada dinding usus halus.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat

tidur / tirah baring.

g. Resiko tinggi trauma fisik berhubungan dengan gangguan mental,

delirium / psikosis.

a. Rumusan Diagnosa Keperawatan

1) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang

kurang, mual, muntah atau pengeluaran yang berlebihan, diare, panas

tubuh.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat

tidur/tirah baring.

3) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada dinding usus halus.

3. Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pengkajian dan menentukan masalah

yang sistematis, penentuan tujuan, serta strategi pelaksanaan pemecahan

masalah (Zaidin Ali, 2002).

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Rencana Tindakan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Rencana Rasional
Hasil
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Resiko defisit Setalah dilakukan 1. Meyakinkan
volume cairan tindakan keperawatan, 1. Pertahanan keseimbang
berhubungan diharapkan tidak catatan an antara
dengan terjadi deficit volume intake dan intake dan
pemasukan yang cairan dengan kriteria output yang output
kurang, mual, hasil: akurat 2. Mengetahui
muntah,/pengelua 1. Mempertahankan 2. Monitor status
ran yang urin output. vital sign perkembang
berlebihan, diare, 2. TD, nadi, suhu 3. Monitor an klien
panas tubuh. tubuh dalam batas masukan 3. Klien tidak
31

normal, yaitu: makanan/cai mengkonsu


TD: 120/80 mmhg ran dan msi cairan
Nadi: 90-100x/mnt hitung sama sekali
Suhu: 36,5-37,5 intake kalori mengakibat
3. Tidak ada tanda harian kan
dehidrasi elastis 4. Kolaborasi dehidrasi
4. Turgor kulit baik pemberian 4. Pemberian
5. Membran mukosa cairan IV cairan IV
lembab tidak ada 5. Monitor akan
haus yang status nutrisi mengganti
berlebihan 6. Berikan cairan yang
cairan IV hilang
7. Dorong 5. Untuk
keluarga mengetahui
untuk terjadinya
membantu perubahan
klien makan nutrisi pada
klien
6. Melakukan
re dehidrasi
7. Untuk
terpenuhiny
a kebutuhan
nutrisi klien

2 Intoleransi Setalah dilakukan 1. Pemberian


aktivitas tindakan keperawatan 1. Berikan bantuan
berhubungan diharapkan: bantuan pada klien
dengan keharusan kebutuhan klien dapat untuk dapat
istirahat di tempat terpenuhi dengan pemenuhan menghindari
tidur/tirah baring kriteria: nutrisi terjadinya
1. Kebutuhan mandi, sehari-hari komplikasi
makan, minum, berupa yang
eliminasi, ganti makanan, berhubunga
pakaian, minuman, n dengan
kebersihan mulut, ganti baju pergerakan
rambut, kuku dan dan yang
genetalia terpenuhi perhatikan melanggar
2. Klien kebersihan program
berpartisipasi mulut, tirah baring
dalam tirah baring rambut, 2. Partisipasi
3. Klien mobilisasi genetalia, keluarga
secara bertahap dan kuku sangat
2. Libatkan penting
keluarga untuk
dalam mempermud
pemenuhan ah proses
ADL keperawatan
3. Jelaskan dan
tujuan tirah mencegah
baring untuk komplikasi
mencegah lebih lanjut
komplikasi 3. Istirahat
dan menurunkan
mempercepa mobilitas
t proses usus dan
penyembuha menurunkan
n lanjut
32

metabolism
e dan
infeksi

3 Nyeri Akut setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Perubahan


berhungan tindakan keperawatan nyeri, lokasi, pada
dengan diharapkan: Klien lamanya, karakteristik
peradangan pada tidak mengalami nyeri intensitas nyeri dapat
dinding usus dengan kriteria: 1. dan menunjukka
halus Melaporkan nyeri kerakteristik n
hilang atau terkontrol. nyeri. penyebaran
2. Tanpak rileks 2. Kaji ulang penyakit
mampu tidur atau paktor yang atau
istirahat secara meningkatka komplikasi.
adekuat. n dan 2. Dapat
menurunkan menunjukka
nyeri. n dengan
3. Beri tepat faktor
kompres pencetus
hangat pada atau faktor
daerah nyeri. yang
4. Kolaborasi memperbera
dengan tim t (seperti
medis lainya stres, tidak
dalam toleran
pemberian terhadap
analgetik. makanan)
atau
mengidentif
ikasi
terjadinya
komplikasi,
serta
membantu
dalam
membuat
diagnosis
dan
kebutuhan
terapi.
3. Untuk
menghilang
kan nyeri.
4. Analgetik
dapat
membantu
menurunkan
nyeri.
(NANDA, 2008).

Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa

komponen yang perlu diperhatikan: (Nusalam, 2005).


33

a. Menentukan prioritas masalah

Berbagai cara dalam memprioritaskan masalah di antaranya :

1) Berdasarkan Hierarki Maslow yaitu fisiologi, keamanan/keselamatan,

mencintai dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri.

2) Berdasarkan Griffth-Kenney Christensen dengan urutan :

a) Ancaman kehidupan dan kesehatan

b) Sumber dana dan daya yang tersedia

c) Peran serta pasien

d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan

b. Menentukan kriteria hasil

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kriteria hasil

yaitu SMART :

S (Spesific) bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu misalnya klien dapat

menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 hari setelah operasi.

M (measurable) dapat diukur misalnya klien dapat menyebutkan tujuan

bedres total.

A (Assement) artinya mempertimbangkan keadaan dan keinginan klien.

R (Realistik) artinya dalam menentukan pilihan harus di pertimbangkan

faktor fisiologi / patologis penyakit yang di alami dan sumber yang

tersedia dan waktu pencapaian.

T (Time) menunjukkan jangka waktu tertentu.

c. Menentukan intervensi

Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan

mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan


34

keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan,

penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan

merumuskan intervensi keperawatan.

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata

dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan klien tetapi juga jenis

dan kwalitas pelayanan kesehatan yang diberikan.

Tujuan Utama Dokumentasi :

1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat

kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan, tindakan keperawatan

dan mengevaluasi tindakan.

2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika.

4. Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan adalah melaksanakan dengan cermat dan efisien

dalam situasi yang tepat, keamanan fisik dan fsikologi, dilindungi dan

dokumentasi perawat berupa pencatatan dan pelaporan (Zainal Ali, 2002).

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan perawat harus bekerja sama

dengan anggota perawat lain dan dengan anak / keluarga dan petugas

kesehatan lain. Selain itu, pada tahap ini perawat benar-benar di tuntut untuk

menerapkan kemampuan dan pengetahuan sesuai dengan ilmu keperawatan.

Bila perawatan telah dilaksanakan perawat harus memantau dan mencatat

respon klien yang terdapat dalam intervensi dan mendokumentasikan

informasi ini kepada penyedia perawat lainnya. Kemudian menggunakan


35

data perawat pengevaluasi serta merefisi rencana keperawatan dalam tahap

proses keperawatan berikutnya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi

proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

Evaluasi sebagian yang direncanakan, dan perbandingan yang

sistematik pada status kesehatan klien (Handayaningsih, 2009)

Anda mungkin juga menyukai