Pengertian
Hyperplasia prostat atau BPH ( benign prostate hyperplasia) adalah pembesaran progresif
dari klenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua
komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dan terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti;
tetapi beberapa hipotesis bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan (purnomo,2005).
Selain faktor tersbut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat, yaitu sebagai berikut.
1. Dihydrotestosteron, peningkatan 5 alfa resduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testostosteron. Pada proses peuaan pada pria terjadi
peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasia
stroma.
3. Interaksi stroma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
C. Manifestasi klinis
- Pasien BPH dapat menunjukan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti-
ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau
semakin buruk secara spontan.
- Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi menjadi dua kategori: obstruktif ( terjadi ketika
factor dinamic dan/atau factor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
iritatif ( hasil obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih ). ( yuliana
elin,2011)
- Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala :
-
Keparahan penyakit Kekhasan gejala dan tanda
Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak < 10 ml/s
Volume iurin residu setelah pengosongan >25-50 mL
Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilang gejala dan
iritatif penghilang gejala ( tanda dari destrusor yang tidak stabil)
Parah Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi BPH
Jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada berat gejala klinikknya.
Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan
sisa volume urine.
1. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi pengobatan konsrvatif.
2. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melaluiuretra (trans urethral resection/tur )
3. Derajat tiga reseksi endoskopi dapat dikerjakan, bila di diperkirakan prostat cukup besar,
reseksi tidak cukup satu jam sebaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans
vesikal retropublik/ perianal.
4. Derajat empat, tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine
total dengan pemasangan kateter.
D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia. Jika
prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih) sehingga pada bagian
dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot destrusor dan kandung kemih berkontraksi
lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa : hipertropi, otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya sekula, dan divertikel kandung kemih.
E. Pathway
(dari buku nanda nic noc )
Pathway
(dari buku arif muttaqin )
F. Pengkajian diagnostik
1. Urinalisisi untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran kemih
2. Fungsi ginjal untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal
3. Pemeriksaan uroflowmetri
4. Foto polos abdomen, untuk menilai batu saluran kemih
5. PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada uereter dan ginjal, seperti hidroureter,
hidronefrosis.
G. Penatalaksanaan medis
1. Penghambat adrenergik agar mengurangi resistensi otot polos prostat.
2. Teknk pembedahan.
a. Pembedahan endourologi (TURP) atau pembedahan terbuka. Bertujuan untuk
reseksi prostat yang membesar.
b. Kriteria pembedahan dilakukan : klien yang mengalami retensi urin akut atau
pernah retensi urin akut \, klien dengan residual urin < 100 ml, klien dengan
penyulit, terapi medikamentosa tidak berhasil dan flowmetri menunjukan pola
obstruktif
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit yang lain nya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit bawaan seperti hypertensi,
diabetes, kolestrol atau yang lainnya.
d. Riwayat pemakaian obat
Apakah klien pernah menggunakan obat apa saja sebelumnya.
4. Pemeriksaaan TTV dilakukan terutama pada klien preoperatif. Nadi dapat meningkat
pada keadaan kesakitan, pada retensi urine akut, dehidrasi sampai syok pada retensi
urine, serta urosepsis sampai syok septik.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra memeberikan manifestasi
pada tanda-tanda obstruktif dan iritasi saluran kemih. Tanda obstruktif yang didapatkan,
,meliputi hesistansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, dan menetes setelah miksi.
Sementara itu tanda iritasi, meliputi : adanya peningkatan frekuensi, urgensi, nokturia,
dan disuria.
Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk
menentukan adanya epididmitis.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosi dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfisis, keadaan retensi akan
menojo. Saat palpasi terasa adanya ballotement dan klien akan terasaingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk untuk mengetahui ada tidaknya residual urine.
Rectal touch/ pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistem persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
5. Pola fungsional gordon
a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan pada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah klien langsung
mncari pengobatan atau menunggu sampai penyakit mengganggu aktifitas klien.
DO:
Gangguan pemenuhan
- Distensi kandung eliminasi urin
kemih
- Berkemih tidak
tuntas (hesitancy)
- Volume residu
urine meningkat
2 DS: Hormone prostat memebesar Nyeri akut b.d agent
- Mengeluh nyeri injuri fisik ( spasme
kandung kemih )
DO:
Prostat membesar
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
(mis. Waspada, TURP
posisi menghindari
nyeri) Iritasi mukosa kandung
- Gelisah kencing, terputusnya jaringan,
- Frekuesni nadi trauma bekas insisi
meningkat sulit
tidur Rangsangan syaraf diameter
kecil
Nyeri akut
Resiko infeksi
4 DS: Faktor usia Retensi urin
- Sensasi penuh pada
kandung kemih Sel stroma pertumbuhan
berpacu
DO:
- disuria/anuria
- distensi kandung Prostat membesar
kemih
Retensi urina
DO:
Kurang nya informasi
- tampak gelisah terhadap pembedahan
- tampak tegang
- sulit tidur Ansietas
Prostat membesar
TURP
Resiko pembedahan
C. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urin
2. Nyeri akut b.d agent injuri fisik ( spasme kandung kemih )
3. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek skunder dari prosedur pembedahan
4. Retensi urin
5. Ansietas b.d perasaan taku terhadap tindakan pemebedahan
6. Resiko pendarahan b.d trauma efek samping pembedahan
D. Rencana keperawatan
( intervensi keperawatan dari buku nanda nic noc)
E. Rencana keperawatan
( dari buku arif muttaqin)
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari
pembesaran prostat
Tujuan : dalam waktu 7x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi :
Intervensi rasional
Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
tiap 6 jam. dengan frekuensi miksi.
Menghindari minum banyak dalam waktu Mencegah oven distensi kandung kemih akibat
singkat, menghindari alkohol dan diuretik. tonus otot destrusor menurun.
Intervensi pasca bedah: Retensi dapat terjadi karena edema area bedah,
- Kaji urine dan sistem kateter/drainase, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
khusunya selama irigasi kandung Kateter biasanya dilepas 2-5 hari stelaha
kemih bedah,tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi
- Perhatikan waktu, jumlah berkemihdan masalah untuk beberapa waktu karena edema
ukuran aliran setelah kateter dilepas uretra dan kehilangan tonus.
- Doorng pemasukan cairan 3000 ml Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi
sesuai toleransi. ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi Untuk megurangi resistensi otot polos
- Pemberian obat penghambat adrenergik prostat.tindakan endourologi adalah tindsakan
a. invasif minimal untuk reseksi prostat. Lebih
- Tindakan trans uretral reseksi postat aman apabila pada klien yang mengalaami
risiko tinggi pembedahan tidak perlu insisi
pembedahan.
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruktif uretra sekunder dari
pembesaran prostat, repons pasca bedah
Tujuan : dalam waktu 7x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi :
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih dan catat produksi urine Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
tiap 1 jam. Khusunya selama irigasi kandung dengan frekuensi miksi. Pda pasca bedah,
kemih retensi dapat terjadi karena edema area bedah,
bekuan darah, dan spasme kandung kemih.
Menghindari minum banyak dalam waktu Mencegah over distensi kandung kemih akibat
singkat, menghindari alkohol dn diureutik. tonusotot destrusor menurun
Kolaborasi: Untuk megurangi resistensi otot polos
- Pemberian obat penghambat adrenergik prostat.tindakan endourologi adalah tindsakan
a. invasif minimal untuk reseksi prostat. Lebih
- Tindakan trans uretral reseksi prostat. aman apabila pada klien yang mengalaami
risiko tinggi pembedahan tidak perlu insisi
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan kumala sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : salemba medika
Kusuma, hardi dan amin hudan nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016 . Standar diagnosis keperawatan indonesia. jakarta :
Dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
CIMAHI
2019