Anda di halaman 1dari 26

“ASUHAN KEPERWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)”

Dosen Pembimbing : Rodiyah S.Kep,Ns,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Ayu Lu’lu’ul Jannah (151001005)


2. Daniel Tanaem (151001008)
3. Fitri Fajarwati Zulfa (151001016)
4. Galih Puji Prasetyo (151001017)
5. Mufid Asadullah (151001027)
6. Nisa’ul Ilmi C A (151001030)
7. Putri Ayu Natalia S (151001037)
8. Widya pangestu Ambarwati (151001045)
9. Wiwik Aryunani (151001046)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEMKAB JOMBANG
2017-2018

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta
karunianya-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah urologi “ASUHAN
KEPERWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)”

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan dan doanya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini,
sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses belajar mengajar. Makalah ini
mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini.

Jombang, 01 April 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
COVER...............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi.................................................................................................................3

2.2 Etiologi.................................................................................................................3

2.3 Patofisiologi.........................................................................................................4

2.4 Klasifikasi............................................................................................................6

2.5 Manifestasi Klinik................................................................................................6

2.6 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................7

2.7 Komplikasi...........................................................................................................10

2.7 Penatalaksanaan Medis........................................................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian............................................................................................................14

3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................17

3.3 Intervensi Keperawatan........................................................................................17

3.4 Implementasi........................................................................................................17

iii
3.5 Evaluasi................................................................................................................18

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Format Resume ...................................................................................................19

4.2 Masalah Keperawatan..........................................................................................21

4.3 Intervensi dan Implementasi................................................................................21

4.4 Evaluasi................................................................................................................21

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..........................................................................................................24

5.2 Saran.....................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................v

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acute Coronary syndrome (ACS) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke
otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah
yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Alwi dkk, 2006).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, Sebanyak 17.3 juta penduduk didunia
meninggal karena penyakit tersebut.Sebanyak 80% kematian akibat ACS berada di
negara maju dan berkembang dan terjadi pada laki-laki dan perempuan. (WHO,
2012). Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, ACS pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian (Departemen
Kesehatan, RI, 2006).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit ACS
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% dan prevalensi penderita
ACS di Jawa barat adalah 8,2% (Balitbangkes, 2007). Sedangkan prevalensi
penderita ACS di RS Siloam Hospitals Lippo Village Karawaci Gedung A, yang
dirawat dari bulan januari sampai bulan oktober 2017 mencapai 40 orang dari 320
pasien yang dirawat di ruang ICCU.
Dari data tersebut diatas kami tertarik untuk membahas kasus asuhan
keperawatan pasien dengan ACS, khususnya tentang penanganan dan perawatan
pasien selama berada di intensive area sehingga banyak menyelamatkan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita.Hal ini berkat therapy reperfusi cepat (primary
PCI) untuk membuka sumbatan arteri coroner, kunci penting untuk mencapai hal
tersebut adalah ketepatan dan kecepatan diagnosis serta therapy dini pada ACS.
1.2 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami mengenai “Acute Coronary syndrome (ACS)”


2. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi “Acute Coronary syndrome (ACS)”

3. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi “Acute Coronary syndrome


(ACS)”

1
4. Mengetahui dan memahami mengenai klasifikasi “Acute Coronary syndrome (ACS)”

5. Mengetahui dan memahami mengenai manifestasi klinik “Acute Coronary syndrome


(ACS)”

6. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan diagnostik “Acute Coronary


syndrome (ACS)”

7. Mengetahui dan memahami mengenai Komplikasi “Acute Coronary syndrome


(ACS)”

8. Mengetahui dan memahami mengenai penatalaksanaan medis “Acute Coronary


syndrome (ACS)”

9. Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan teori “Acute Coronary


syndrome (ACS)”

10. Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan kasus “Acute Coronary
syndrome (ACS)”

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Sindrome coroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark
miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris tidak stabil
(Dharma, 2010)
ACS adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya coroner
iskemik , dimana pasien berada pada resiko untuk berkembang adanya kerusakan
miokard, terdapat 3 kondisi dari ACS yaitu angina tidak stabil, NSTEMI ( Non ST
Elevasi Miocardial Infarct ), dan STEMI ( ST Elevasi Miocardial Infarct ). (Chintya
lee, 2013 )
Penyakit syndrome coroner akut ( ACS ) adalah terjadinya ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan miokard,dimana gabungan gejala klinik yang
menandakan iskemik miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST ( STEMI ), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI )
dan angina pectoris tidak stabil ( UAP ). ( PERKI 2014 )

2.2 Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:
a) Faktor pembuluh darah
 Aterosklerosis
 Spasme
 Arteritis
b) Faktor sirkulasi
 Hipotensi
 Stenosis aorta
 Insufisiensi
c) Faktor darah
 Anemia
 Hypoxemia
 polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat
 Aktifitas berlebihan
 Emosi

3
 Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:
 Kerusakan miokard
 Hypertropi miokard
 Hypertensi diastolik

2. Faktor predisposisi
Factor resiko biologis yang tidak dapat diubah:
a. Usia ≥ 40thn
b. Jenis kelamin: insiden pada pria sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
3. Factor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor
 Hiperlipidemia
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes
 Obesitas
 Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor
 Inaktifitas fisik
 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif)
 Stress psikologis berlebihan

2.3 Patofisiologi

Proses akut thrombosis akibat rupturnya plak aterosklerosis yang


menyebabkan sumbatan aliran darah coroner mendadak. Plak yang terbentuk lambat
laun berkembang menjadi bercak sclerosis (plak/kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadi penyempitan/penyumbatan pembuluh darah, sehingga resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat. Bila semakin lanjut penyempitan lumen akan
diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah
untuk melebar, sehingga menyebabkan keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan iskemia miokard. Jika
plak pecah atau robek terjadi perdarahan subendotel mulailah proses trombogenik
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh coroner.

Pada saat ini muncul perubahan yang tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak
stabil atau infark miokard, sedangkan thrombosis merupakan proses pembentukan
atau adanya darah beku yang terdapat didalam pembuluh darah. Thrombus yang
terbentuk merupakan campuran dari thrombus merah dan thrombus putih.Spasme

4
arteri coroner juga berperan penting dalam patofisiologi ACS, spasme atau
vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekatlesi atau
sebagai respon terhadap diserupsi plak dari lesi plak itu sendiri.

1. Plak tidak stabil


Penyebab utama terjadinya ACS adalah rupturnya plak yang kaya lipid dan
cangkang yang tipis, umumnya plak yang mengalami rupture secara
haemodinamik tidak signifikan besar lesinya, adanya sel inflamasi yang berada
dibawah sub endotelmerupakan titik lemah dan predisposisi terjadinya rupture
plak.
2. Rupture plak
Setelah rupture plak sel-sel platelet akan menutupi/menempel pada plak yang
rupture. Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet, fibrinogen
akan menyelimuti platelet yang kemudian akan merangsang pembentukan
thrombin.
3. Angina tidak stabil
Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama
dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini thrombus kaya akan platelet sehingga
therapy aspirin, clopidogrel. Pemberian trombolisis pada fase ini efektif dan malah
sebaliknya dapat mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang
berikatan dengan thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi
thrombus yang bersifat intermitten dapat menyebabkan nekrosis miokard
sehingga menimbulkan NSTEMI.
4. Mikroemboli
Berasal dari trombus distal dan bersarang didalam mikrovaskuler coroner yang
menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda adanya nekrosis
dijantung).Kondisi ini merupakan risiko tinggi terjadinya infark yang lebih luas.
5. Oklusi thrombus
Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah coroner dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya thrombin, karena itu
pemberian fibrinolysis yang cepat dan tepat (PCI) dapat membatasi perluasan
infark (PERKI,2012).

2.4 Klasifikasi
ACS meliputi:
1. Angina pectoris tak stabil
2. Non ST-Elevasi MI (NSTEMI)
3. ST-Elevasi MI (STEMI)

5
2.5 Manifestasi klinis
1. Nyeri
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadisecara mendadak dan terus
menerus tidak mereda. Biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
kebahu dan terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional ), menetap selama beberapa jam atau hari dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar kearah rahang atau leher .
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat,
pening atau sakit kepala terasa melayang dan mual muntah .
g. Pasien dengan diabetes militus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak nafas, mual, nyeri epigastric.
3. Perubahan tanda vital seperti tachicardi, tachipneu, hypertensi atau hypotensi dan
menurunkan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. EKG
a. STEMI : perubahan pada pasien dengan infark miokard akut, meliputi
hyperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block / yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1mm pada 2 sadapanyang
berdekatan pada limb lead dan atau segmen elevasi ≥ 2mm pada 2 sadapan
chest lead
b. NSTEMI : perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥1mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segmen depresi ≥ 2mm pada 2
sadapan chest lead
c. Gambaran EKG
 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam
mendiagnosa ACS. Pemeriksaan yang sederhana, murah tapi
mempunyai nilai klinis yang tinggi. Pada APTS / Non Q infark, perubahan
berupa adanya ST segment depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan
dengan tanda hipertropi ventrikel kiri.

6
Gambaran 11

EKG berupa ST Depresi

 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segmen


elevasi, yang pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T
tinggi) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new
RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark
gelombang Q

7
Gambar 12
EKG berupa ST Elevasi

 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG nya normal


menunjukan besar kemungkinan non cardiakpain. Sementara prognosis
dengan perubahan ECG hanya T inverted lebih baik dari ST segmen
depresi yang masuk dalam resiko tinggi.
2. Enzim jantung, yaitu:
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada
24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung , dapat di deteksi 4-8
jam pasca infark.
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infak, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari

Tabel 1

Puncak Kembali Normal


Marker Meningkat
Peningkata

Troponin T 3 – 12 Jam 12 Jam – 2 hari 5 – 14 Hari

CK 3 – 12 Jam 24 Jam Tidak diketahui

CK-MB 2 – 6 Jam 18 Jam 48 – 72 Jam

3. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktiitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemia
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000-20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. AGD
Dapat menunjukan hypoxia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
6. Kolesterol atau trigliserida
Jika meningkat menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab IMA
7. Rontgen dada

8
Mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
8. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
9. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri coroner.Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekatibedah jantung angioplasty atau emergensi.

2.7 Komplikasi
Ada beberapa kompikasi yang dapat ditemukan, antara lain:
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal jantung
5. Emboli paru
6. Rupture septum ventrikuler
7. Rupture muskulus papilaris
8. Aneurisma ventrikel

2.8 Penatalaksanaan medis


1. Penatalaksanaan ACS terbagi dua
a. Prehospital
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi
 Transportasi pasien ke Rumah Sakit
b. Hospital
 Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
 EKG 12 lead
 Pasang Intravena
 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah.
 Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi
 Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah
 Pemeriksaan sinar X, (≥30 menit setelah pasien sampai di IGD)

2. Terapi Awal di IGD

a. Segera berikan oksigen 4 LPM nasal kanul, terutama jika saturasi kurang dari
94%

b. Berikan aspirin 160-325mg dikunyah


c. Nitrogliserin sub lingual atau spray
d. Morpin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin

3. Terapi Umum Pada ACS

9
a. Oksigen
Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas, tanda gagal
jantung, syok atau saturasi oksigen < 94%

b. Aspirin

Aspirin direkomendasikan pada pasien ACS kecuali terdapat kontraindikasi.


Diberikan 160-325mg dikunyah jika tidak ada alergi dan tidak ada perdarahan
lambung.
c. Nitrogliserin
Dapat diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-
5menit jika tidak ada kontraindikasi.
d. Analgetik
Analgetik morpin diberikan pada kasus ACS, jika pemberian nitrogliserin
sublingual atau spray tiidak reespon. Dosis bolus 2-4mg IV.
e. Clopidogrel
Clopidogrel (antiagregasi platelet). Dosis pertama 300mg dan dilanjutkan
dengan dosis harian 75mg. Pasien yang dipersiapkan untuk invasif therapi
diberikan 600mg.(PERKI, 2015)
f. Therapi reperfusi pada STEMI
Reperfusi pada pasien ACS akan mengembalikan aliran koroner pada arteri
yang berhubungan dengan area infark, mengurangi ukuran infark, dan
menurunkan mortalitas jangka panjang. Fibrinolitik berhasil mengembalikan
aliran normal koroner pada 50-60% kasus. Sedangkan PCI dapat
mengembalikan aliran darah normal sampai 90% kasus, dan manfaat ini lebih
besar didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik. PCI juga menurunkan
resiko perdarahan intrakranial dan Stroke. Langkah pertama untuk reperfusi
adalah evaluasi nilai waktu onset serangan, resiko fibrinolitik, waktu yang
diperlukan dari transportasi kepada ahli intervensi (kateterisasi/PCI). Langkah
kedua adalah strategi therapi reperfusi (Fibrinolisis atau invasif)
 Therapi Fibrinolitik
Pemberian Fibrinolitiklebih awal (door to drug < 30 menit) dapat
membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka
kematian. Beberapa jenis obat misalnya: Alteplase recombinant (activase),
Reteplase, Teneplase dan Streptokinase (streptase). Di indonesia umumnya
tersedia streptokinase dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta unit
dilarutkan dalam 100 ml Ns 0,9% atau dextrose 5% diberikan secara infus
selama 60 menit.
Kontra indikasi absolut terapi fibrinolitik adalah :

10
 Pendarahan intrakranial kapanpun
 Struk iskemik kurang dari 3 bulan dan lebih dari 3 jam
 Kecurigaan diseksi aorta
 Tumor intrakrania
 Adanya kelainan AVM
 Perdarahan internal aktif atau gangguan sistem pembekuan darah
 Cidera kepala tertutup atau cidera wajah dalam 3 bulan terakhir
Kontra indikasi relatif terapi fibrinolitik adalah :
 Tekanan darah yang tidak terkontrol
 TD sistolik lebih dari 180 Mmhg, diastolik ≥110Mmhg
 Riwayat stroke iskemik 3 bulan
 Trauma atau RJP lama (10 menit) atau oprasi besar kurang dari 3 bulan
 Perdarahan internal dalam 2 sampai 4 minggu
 Penusukan pembuluh darah yang sulit dilakukan penekanan
 Pernah mendapat streptokinase 5 hari yang lalu atau lebih, atau riwayat
alergi terhadap obat tersebut
 Hamil
 Ulkus peptikum aktif
 Sedang menggunakan antikoagulan dengan hasil INR tinggi
 Tindakan Perkutaneous Coroanary Intervention (PCI) Primer
Angioplasticoroner dengan atau tanpa pemasangan stent adalah terapi
terpilih pada tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan kontak door to
baloon < 90 menit pada pusat kesehatan yang mempunyai fasilitas PCI
terlatih. Angiplasticoroner dilakukan dengan menggunakan cateter yang
memiliki balon khusus pada ujungnya.

Balon tersebut diletakan pada tempat penyempitan atau sumbatan arteri


koloner. Pengembangan balon cateter menyebabkan balon mendorong
keluar melawan penyempitan dan sekitar dinding artery koroner. Tindakan
ini dilakukan di cath lab. Monitoring EKG irama jantung dan tekanan
darah akan dilakukan sepanjang prosedur angioplastikoroner dijalankan.
Introducer sheath (pipa kecil) semacam selongsong akan dimasukan ke
arteri femoralis atau lengan lalu guiding cateter (selang panjang yang
fleksibel) dengan diameter hanya 1,75 – 2,5 ml akan dimasukan ke sheath
dan di dorong melalui aorta menuju arteri koroner jantung. Cairan kontras
disuntikkan melalui kateter ke arteri koroner kiri dan kanan secara
bergantian. Saat kontras masuk ke koroner akan terlihat gambar arteri
koroner di layar monitor seperti akar pohon berwarna hitam. Dokter
jantung memilih balon yang sesuai dengan ukuran pembuluh darah
koroner pasien.

11
Balon akan dimasukkan ke kateter balon melalui kateter pandu menuju
tempat penyempitan. Prosedur akan berlangsung 1 – 3jam atau lebih.
Selama tindakan dokter mungkin memutuskan untuk memasukkan stent
kedalam pembuluh darah. Stent yang sudah terpasang tidak dapat
dilepaskan, karena terpasang secara permanen pada pembuluh darah
koroner. Saat tindakan sudah selesai kateter akan ditarik keluar namun
introduser sheath akan dipertahankan ditempatnya dan dibiarkan
ditempatnya selama kurang lebih 4 sampai 6 jam sesuai dengan hasil
laboratorium ( waktu pembekuan darah / ACT ).

BAB III
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
1. Aktifitas
 Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, jadwal
olahraga tidak teratur.
 Tanda : takikardi, dispneu pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
 Gejala :
a. Riwayat IMA sebelumnya
b. Penyakit arteri coroner
c. Masalah tekanan darah
d. Diabetes mellitus
 Tanda :
a. TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
b. Nadi : dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
c. Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau complain ventrikel.
d. Murmur : bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi oto papilar

12
e. Friksi : dicurigai pericarditis
f. Irama jantung dapat teraturatau tidak teratur
g. Edema : distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
h. Warna : pucat atau sianosis, kuku datar, pada membrane mukosa atau bibir
3. Integritas ego
 Gejala :
a. Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
b. Perasaan ajal sudah dekat
c. Marah pada penyakit atau perawatan
d. Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.

 Tanda :
a. Menolak
b. Menyangkal
c. Cemas
d. Kurang kontak mata
e. Gelisah
f. Marah
g. Perilaku menyerang
h. Fokus pada diri sendiri
i. Koma nyeri
4. Eliminasi
 Tanda :
a. Normal
b. Bunyi usus menurun
5. Makanan atau cairan
 Gejala :
a. Mual
b. Kehilangan nafsu makan
c. Bersendawa
d. Nyeri uluhati atau rasa terbakar
 Tanda :
a. Penurunan turgor kulit
b. Kulit kering atau berkeringat
c. Muntah
d. Perubahan berat badan
6. Hygiene
 Gejala dan tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
 Gejala :
a. Pusing
b. Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istirahat)
 Tanda :
a. Perubahan mental
b. Kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
 Gejala :

13
a. Nyeri dada yang ditimbukan mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan visceral).
b. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, precordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas : crushing, menyempit, berat, menetap, tertekan.
d. Intensitas : biasanya 10 (pada skala 1-10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, DM,
hipertensi, lansia
9. Pernafasan
 Gejala :
a. Dispneu saat aktifitas ataupun saat istirahat
b. Dispneu nocturnal
c. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
d. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
 Tanda :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan
b. Nafas sesak atau kuat
c. Pucat, sianosis
d. Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi) , sputum
10. Interaksi sosial
 Gejala : kesulitan koping dengan stressor yang ada
 Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang
11. Penyuluhan atau pembelajaran
 Gejala :
a. Riwayat keluarga penyakit jantung/ IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer, penggunaan tembakau
b. Pertimbangan rencana pemulangan : menunjukan rata-rata lama dirawat 7
hari (2 - 4hari di ICCU), perawatan dirumah.

3.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatanyang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri dada berhubungan dengan berkurangnya aliran darah koroner
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
jantung
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan
4. Anxieatas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian / perubahan status
kesehatan
5. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah

14
6. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan natrium
/retensi air, penurunan perfusi ginjal
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan

3.3 Intervensi
Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik mandiri
maupun kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada diagnose kepewaratan.

3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah
direncanakan. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan tindakan-
tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan dilanjutkan dengan pendokumentasian
semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis
pada catatan keperawatan dan proses keperawatan

3.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Tahap evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam penggunaan proses keperawatan.
Evaluasi terdiri dari dua bagian yaitu :
a. Tinjauan laporan klien harus mencakup riwayat perawatan, kartu catatan, hasil-
hasil tes dan semua laporan observasi.
b. Pengkajian kembali terhadap klien berdasarkan pada tujuan kriteria yang diukur
dan mencakup reaksi klien terhadap lingkungan yang dilakukan. Reaksi klien
secara fisiologis dapat diukur dengan kriteria seperti mengukur tekanan darah, suhu
dan lain – lain.

15
BAB IV
ASKEP KASUS
CONTOH KASUS

Seorang pria bernama Tn. A berumur 67 tahun masuk ruang UGD pada jam 5 sore
dengan diagnosa ACS NSTEMI, Pasien mengatakan nyeri dada dan sesak nafas sejak jam 4
sore, lalu keluarganya membawa Tn. A ke rumah sakit, saat dilakukan pengkajian klien
mengatakan nyeri dada sedikit berkurang. Nyerinya terasa di dada sebelah kiri dan sampai ke
punggung, dari Hasil pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan skala 5, TD : 170/130, N:
111x/mnt, RR 28x/mnt, Suhu : 38 oC. Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 liter.

4.1 FORMAT RESUME

1. IDENTITAS PASIEN
NAMA : Tn. A
UMUR : 67 tahun
JENIS KELAMIN : Laki- Laki
ALAMAT :jombang
AGAMA : Islam
PEKERJAAN :wiraswasta
DX. MEDIS : ACS NSTEMI
PENANGGUNGJAWAB: Tn. F (Anak)

PRIMARY SURVEY:
TRIAGE: KUNING
Keluhan utama/keadaan umum:
Kesadaran (A/V/P/U):
A. Airway : Tidak ada gangguan jalan nafas dan suara nafas tambahan
B. Breathing : RR: 28x/mnt, polanafas tidak teratur, sesak nafas (+), SpO2

16
100%, Terpasang O2 nassal kanul 3 Lpm
C. Circulating : TD : 170/130 mmHg, N: 111x/mnt, nadi teraba kuat, tidak ada
sianosis, sakral hangat.
D. Disability : 15 compos mentis,
E. Exposure : Tidak ada fraktur, tidak ada perdarahan, tidak ada oedem
SECONDARY SURVEY:
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah mengalami serangan jantung mendadak dan
Hipertensi
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengalami ACS NSTEMI
S : Pasien merasa nyeri dan Sesak (+),
A : Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan
M : Pemberian oksigen
P : Pasien memiliki riwayat serangan jantung dan hipertensi
L : Pasien mengatakan belum makan sebelum ke UGD
E : Keluarga mengatakan pasien bekerja berlebihan dan larut malam
Tanda-tanda vital : TD: 170/130 mm/Hg RR: 28 x/mnt
Nadi: 111 x/mnt Suhu: 38 °C
Nyeri: 5
GCS (Eye, Verbal, Motorik): 15 Compos Mentis
PEMERIKSAAAN FISIK:
Head to toe
Kepala:
Inspeksi : tidak ada oedem
Palpasi : tidak ada benjolan
Leher:
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Palpasi : -
Dada:
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat otot bantu nafas, terdapat atraksi dada
Palpasi : ictus cordis teraba, pengembangan paru tidak simetris
Auskultasi : terdapat suara tambahan murmur
Perkusi : Pekak, terdapat pembesaran jantung
Abdomen:
Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen, bentuk datar
Palpasi : terdapat nyeri tekan di kuadran II
Auskultasi : peristaltik 14 x/mnt
Perkusi : terdengar tympani pada usus redup pada dan ginjal
Lower back/Punggung bawah:
Inspeksi : -
Palpasi : -
Pelvis:
Inspeksi : -
Palpasi : -
Genitalia:
Inspeksi : terpasang karteter
17
Ekstremitas atas dan bawah, kulit:
Inspeksi : terpasang infus, tidak ada oedem
Palpasi : tidak ada fraktur
kekuatan otot : 5,5,5,5
Persyarafan (if necessasry)
4.2 Masalah Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi atau irama jantung
2. Nyeri akut b/d agen injuri biologis
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidak seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan

4.3 Intervensi dan Implementasi Diurutkan permasalahan A,B,C,D


No. Intervensi Rasional Jam/Waktu Implementasi
1 Berikan posisi kepala (> Memperlancar 05.30 Memberikan posisi kepala ( >
tinggi dari ekstremitas ) sirkulasi udara tinggi dari ekstremitas )
2 Pemberian O2 menggunakan Mengurangi sesak 0530 Memberikan O2,
nasal kanul menggunakan nasal kaul
3 Palpasi nadi perifer secara Indikasi kedalaman 05.30 Memeriksa nadi perifer dan
rutin dan evaluasi pengisian circulation evaluasi pengisian vaskuler
vaskuler
4 Pemeriksaan GCS Untuk menilai tingkat 05.30 Memeriksa GCS
kesadaran pasien

4.4 Evaluasi & Hands off”


Evaluasi Komunikasi
SUBJEKTIF: Sitution:
Pasien mengatakan nyeri dada dan sesak Pasien sadar
nafas sejak jam 4 sore
OBJEKTIF: Background:
TD : 170/130, Seorang pria bernama Tn. A berumur 67
N: 111x/mnt, tahun masuk ruang UGD pada jam 5 sore
RR 28x/mnt, dengan diagnosa ACS NSTEMI, Pasien
Suhu : 38 oC mengatakan nyeri dada dan sesak nafas sejak
Nyeri Skala : 5 jam 4 sore, lalu keluarganya membawa Tn. A
ke rumah sakit, saat dilakukan pengkajian
klien mengatakan nyeri dada sedikit
berkurang. Nyerinya terasa di dada sebelah
kiri dan sampai kepunggung, dari Hasil

18
pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan
skala 5, TD : 170/130, N: 111x/mnt, RR
28x/mnt, Suhu : 38 oC. Pasien terpasang O2
nasal kanul 3 liter.

ASSESMENT: Assessment:
Masalah teratasi Head to toe
Kepala:
Inspeksi : tidak ada oedem
Palpasi : tidak ada benjolan
Leher:
Inspeksi : Tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid
Palpasi : -
Dada:
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat
otot bantu nafas, terdapat atraksi dada
Palpasi : ictus cordis teraba,
pengembangan paru tidak simetris
Auskultasi : terdapat suara tambahan
murmur
Perkusi : Pekak, terdapat pembesaran
jantung
Abdomen:
Inspeksi : tidak ada pembesaran
abdomen, bentuk datar
Palpasi : terdapat nyeri tekan di
kuadran II
Auskultasi : peristaltik 14 x/mnt
Perkusi : terdengar tympani pada usus
redup pada dan ginjal
Lower back/Punggung bawah:
Inspeksi : -
Palpasi : -
Pelvis:
Inspeksi : -
Palpasi : -
Genitalia:
Inspeksi : terpasang karteter
Ekstremitas atas dan bawah, kulit:
Inspeksi : terpasang infus, tidak ada
oedem
Palpasi : tidak ada fraktur

19
kekuatan otot : 5,5,5,5
Persyarafan (if necessasry)
PLANNING: Recomendation:
Lanjutkan ke Intervensi Perawat menganjurkan untuk melakukan
pemberian O2

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Acut coroner sindrom merupakan sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai
dengan iskemia miokard akut, dapat berupa angina pectoris yang tidak stabil, Non ST elevasi
dan ST elevasi yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak.
Keluhan yang sering muncul yaitu nyeri dada, dada terasa berat seperti dihimpit, tidak
enak badan, badan terasa lemas, kadang kala dapat disertai mual, muntah, keringat dingin
atau gejala pada penderita sakit magh. Bila ditemukan satu atau lebih dari gejala diatas,
jangan dianggap sepele segeralah periksakan diri kedokter atau Rumah Sakit terdekat, lebih
cepat diperiksa lebih cepat diketahui penyebab dan penanganannya juga bias cepat dilakukan.
Cara mengenal kemungkinan pasien Acut coroner syndrome dalam lima menit adalah ada
keluhan nyeri dada / perasaan tidak enak didada, perubahan EKG dan perubahan enzyme
jantung. Bila dua diantaranya ada, pasien dapat dicurigai dengan ACS, tetapi pasien ACS
80% mengalami keluhan. Banyak factor yang dapat memicu terjadinya ACs ini, diantaranya
adalah kolesterol, Stres dan pola diet yang tidak baik. Untuk mencegah terjadinya penyakit
jantung ini, mulai dari sekarang atau sedini mungkin kita perbaiki pola hidup yang baik.
Sayangilah jantung kita.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk perawat
1. Untuk perawat di Rumah Sakit diharapkan dapat memberi Asuhan Keperawatan pada
pasien ACS yang lebih baik lagi.
2. Perawat mampu mengenali gejala dini dari ACS sehingga perawat mampu
memberikan ASKEP pada ACS dengan cepat dan tepat

20
3. Perawat mampu melakukan pendokumentasian pada pasien ACS dengan baik dan
benar
4. Perawat mempunyai ketrampilan yang lebih untuk dapat memberikan ASKEP pada
ACS
5.2.2 Saran untuk institusi
1. Melengkapi dan menyediakan buku – buku terbitan terbaru di perpustakaan agar
pengetahuan dan pemahaman peserta semakin meningkat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E, 2012. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC

Doenges Marilyn E, 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta: EGC

Perki, 2015. ACLS Indonesia, Edisi 2015 Jakarta:Perki

Ronny, 2010. Fisiologi Kardiovaskuler Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta:EGC

Siloam LippoVillage karawaci

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017. Edisi ke-1 cetakan III (Revisi), Jakarta:
DPP PPNI

Udijanti, 2010. Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta:Salemba medika

Wartonah, T.2011. Kebutuhan Dasar Manusia Keperawatan, Edisi ke-4. Jakarta: Salemba
medika

Anda mungkin juga menyukai