Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keuangan negara merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan


pembangunan nasional yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai
pilar utama dalam pembiayaan atas terselenggaranya tujuan dan fungsi negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran
rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi
penerimaan dan sisi pengeluaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat
pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN
bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan
politik.
Begitu pula dengan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) yang
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan ketetapan Peraturan Daerah
dengan masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. APBD sendiri bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi
pajak daerah retribusi daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-
lain.
Untuk mewujudkan pembangunan nasional yang berkedaulatan sebagaimana
yang diamanatkan undang – undang sekaligus dalam rangka mewujudkan good
governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, maka penting kiranya untuk
kita mempelajari sekaligus mendapatkan pengetahuan dan informasi terkait dengan
proses bagaimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) maupun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dikelola sebagai urat nadi
kelangsungan perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang melalui makalah
ini.
1.2. Rumusan Pemikiran Makalah
Adapun rumusan penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang :
1. Bagaimana Defenisi Keuangan Negara ?
2. Menjelaskan Jenis-jenis Penganggaran.
3. Menjelaskan Siklus Anggaran, dan
4. Bagaimana Siklus APBN / APBD

I.3. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah:
1. Untuk mengetahui Defenisi Keuangan Negara
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis penganggaran
3. Untuk mengetahui Siklus Anggaran. Serta
4. Untuk mengetahui Siklus APBN / APBD.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Keuangan Negara

Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara, termasuk didalamnya


segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a. berada dalam penguasan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga
Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan
yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak
ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari
sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan
Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan / atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara / Daerah dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Seiring dengan diterapkannya Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah dan Undangundang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi pergeseran dan
pengelolaan keuangan publik di Indonesia. Pergeseran terjadi berkaitan dengan
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih desentralistik.
Optimalisasi pengelolaan keuangan di daerah dimaksudkan agar pemerintah
daerah sebagai penyelenggara otonomi tidak mengalami defisit fiskal. Oleh karena itu,
dilaksanakan reformasi segala bidang meliputi reformasi kelembagaan dan
reformasi manajemen sektor publik terutama yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan publik demi untuk mendukung terciptanya good governance.
Tuntutan pembaruan sistem keuangan publik dimaksudkan agar pengelolaan
uang rakyat secara transparan sehingga tercipta akuntabilitas publik. Reformasi
manajemen keuangan publik terkait dengan perlunya digunakan modul pengelolaan
keuangan publik yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Reformasi keuangan daerah berhubungan dengan perubahan sumbersumber
penerimaan keuangan daerah. Dimensi reformasi keuangan daerah adalah berikut ini.
1. Perubahan kewenangan daerah dalam pemanfaatan dana perimbangan keuangan.
2. Perubahan prinsip pengelolaan anggaran.
3. Perubahan prinsip penggunaaan dana pinjaman dan defisit spending.
4. Perubahan strategi pembiayaan.
Adapun prinsip - prinsip Keuangan Negara adalah sebagai berikut:
1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang -undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jelasnya, setiap penyelenggara negara
wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup
keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan
pertanggung-jawaban.
2. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap
tahun ditetapkan dengan undang-undang.
3. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap
tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
4. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
5. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
6. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
7. Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
8. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk dana cadangan
atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
Dalam ruang lingkup keuangan negara itu sendiri terdapat pula bagian yang
tak terpisahkan yakni bagaimana negara memiliki pendapatan yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari
dalam dan luar negeri selama tahun anggaran yang bersangkutan.
1. Penerimaan Pajak, Pajak merupakan pembayaran iuran oleh rakyat kepada
pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan bukan pajak merupakan
penerimaan yang terdiri atas sumber daya alam dan bagian pemerintah atas laba
BUMN.
3. Hibah, Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan jasa yang berasal
dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri
yang tidak mengikat.
Sementara Pemerintah Daerah, memiliki pendapatan yang bersumber dari:
1. pendapatan asli daerah;
2. dana perimbangan;
3. pendapatan lain-lain.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan asli daerah bersumber dari:
1. Pajak daerah, Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak daerah
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah.
2. Retribusi daerah, Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Pendapatan asli daerah lain-lain yang sah, meliputi:
 hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
 hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan;
 jasa giro;
 pendapatan bunga;
 tuntutan ganti rugi;
 keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
 komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan
pengadaan barang dan jasa oleh daerah.
Pendapatan asli daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, serta untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu
melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
Perlu juga kiranya dalam penulisan makalah ini dijelaskan bahwa di Daerah,
ada juga yang disebut dengan Dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun
2000, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan melalui dana
perimbangan (DP), di antaranya sebagai berikut.
1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Perseorangan,
dan Sumber Daya Alam (SDA).
a) Penerimaan negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan
10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.
b) Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi
dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
c) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor
pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20%
untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
2.1.1. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk
membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada
Menteri / Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara / lembaga yang dipimpinnya.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada
hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational
Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan
secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung
jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Sesuai dengan
asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan
Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola
keuangan daerah.

2.1.2. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara


Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-
tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan
atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan
pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang
tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome).
Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN,
demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi
barang dan/atau jasa yang disediakan (output).

2.2. Jenis-jenis Anggaran


Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan
dalam ukuran keuangan. Penganggaran memainkan peran penting dalam perencanaan,
pengendalian, dan pembuatan keputusan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan
bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrument kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian serta pemerataan dalam rangka mencapai tujuan bernegara
Menurut Mardiasmo (2011) Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua yaitu
1. Anggaran Operasional (operation/ recurrent budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari
dalam menjalankan pemerintahan misalnya Belanja Rutin (Reccurent
Expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun
anggaran dan tidak dapat menambah asset atau kekayaan bagi pemerintah. Secara
umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja
Administrasi Umum dan Belanja Operasional dan Pemeliharaan
2. Anggaran Modal /Investasi (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas
aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.
Belanja Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu
tahun dan akan menambah asset atau kekayaan pemerintah, dan selanjudnya akan
menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.
Secara garis besar ada dua Pendekatan penganggaran sektor publik yang
memiliki perbedaan mendasar yaitu:
1. Pendekatan Tradisional .
Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu :
a) Cara penyusunannya dengan pendekatan incrementalism.
b) Pendekatan struktur dan susunan anggaran yang bersifat line item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional ini adalah cenderung
sentralistis, bersifat spesifikasi, tahunan dan menggunakan prinsip bruto.
2. Pendekatan New Publik Manajement (NPM) adalah anggaran yang berorientasi
pada Kinerja Yang terdiri dari:
a) Planing Programming and budgeting system (PPBS)
b) ZERO (Zero Based Budgeting)

2.3. Siklus Anggaran


Siklus Anggaran menurut Mardiasmo (2009:70) adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan anggaran (Preparation)
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas
dasar taksiran pendapatan yang tersedia.
Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diketahui adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan
penaksiran pendapatan secara akurat. Selain itu, harus didasari adanya masalah
yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersama
dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
2. Tahap Ratifikasi Anggaran (budget ratification)
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit
dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntun tidak hanya memiliki managerial
skill, namun juga harus mempunyai political skill, salesmanship, dan coalition
building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari
eksekutif sangat penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus
mempunyai kemampuan dalam menjawab dan memberikan argumentasi yang
rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari
pihak legislatif.
3. Tahap pelaksanaan anggaran (budget implementation)
Setelah anggaran disetujui oleh pihak legislatif, tahap berikutnya adalah
pelaksanaan anggaran. Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang
harus diperhatikan oleh manajer kuangan publik adalah dimilikinya sistem
informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan
publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi
yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang
telah disepakati. Dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan
anggaran periode berikutnya.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran (budget reporting and evaluation)
Tahap akhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek
operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan
aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem
akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka
diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui
masalah.

2.4. Siklus APBN / APBD

2.4.1. Siklus APBN


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara memiliki 4 siklus yaitu :

1. Tahap Penyusunan Anggaran


Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei
tahun berjalan. Berdasarkan hasil pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-
pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan
umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian
negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga
untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk selanjutnya, petunjuk
teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun melalui Keputusan Menteri
Keuangan.

2. Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan
anggaran oleh Menteri Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan
oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal
Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait,
Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran.
Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA.
Sedangkan dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran
(SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan anggaran belanja, pasal 17 Undang-Undang
Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan
anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan
pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman dalam
rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.

3. Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara
nyata dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Namun, Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden Nomor 72
Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada Bab IX memuat hal-hal yang
mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap
pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. (Yang berlaku
sekarang sesuai dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas
bendahara tersebut dilaksanakan sekurang-kurangnya satu bulan sekali.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula
pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak
langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring
berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR selambat-lambatnya satu bulan
setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan tersebut
harus pula mencantumkan prognosa untuk semester II dengan maksud agar DPR dapat
mengantisipasi kemungkinan ada atau tidaknya APBN Perubahan untuk tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II tersebut dibahas
dalam rapat kerja antara Panitia Anggaran DPR dan Menteri Keuangan sebagai wakil
pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil
pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yanag dilakukan
BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN.

4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran


Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang meliputi Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang
dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pada kementerian
negara/lembaga masing-masing. Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga oleh
menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya
dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun
rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30
menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan Rancangan Undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan, serta dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan
badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

2.4.2. Siklus APBD


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah
suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan
Negara).
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari
dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap
sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh
melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan,
pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang
secara garis besar terdiri dari:

1. Proses Penyusunan APBD di pemerintah daerah


Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan
kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Adapun proses penyusunan dan penetapan APBD sebagai berikut :
1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya,
baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum
tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2. Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu
menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Dalam menyusun
rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun,
disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah
kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni. Rancangan KUA yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah
menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kepala daerah
menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas
paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan
oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas
selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran
berjalan. KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam
nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan
DPRD.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan
rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD
sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Format RKASKPD,
analisis standar belanja dan standar satuan harga, surat edaran kepala daerah perihal
pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun
anggaran berjalan.

5. Penyiapan Raperda APBD


Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan
pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk
menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar
satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar
SKPD.

6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD


Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan


Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih
dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah
menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.

9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas
bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.

2. Siklus pelaksanaan APBD (penatausahaan keuangan daerah)


Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh (satu) orang wakil
Presiden, dan oleh menteri negara. Penyelenggara pemerintahan daerah adalah
pemerintah daerah dan DPRD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan
oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilakukan paling lambat
tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan
DPA-SKPD. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program,
kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana
penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan. Kepala SKPD
menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari kerja
setelah pemberitahuan. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-
sama dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD
mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah. DPA-SKPD
yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan
daerah , dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
disahkan. DPA-SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala
SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran
SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD disampaikan kepada PPKD selaku BUD
bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD
dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD. PPKD selaku BUD
menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang
cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana
yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas memuat
perkiraan arus kas masuk dan perrkiraan arus kas keluar yang digunakan guna
mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Siklus penatausahaan penerimaan
keuangan daerah terdiri atas dua siklus yaitu siklus penatausahaan penerimaan
keuangan daerah dan siklus penatausahaan pengeluaran keuangan daerah.
 Siklus Penatausahaan Penerimaan Keuangan Daerah
Penerimaan daerah dianggap sah jika penerimaan daerah disetor ke rekening kas
umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa
BUD menerima nota kredit. Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum
daerah, dilakukan dengan cara:

1. Disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga


2. Disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh
pihak ketiga
3. Disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga

 Siklus Penatausahaan Pengeluaran Keuangan Daerah


Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas
menerbitkan SPD. SPD disiapkan oleh kuasa BUD untuk ditandatangani oleh PPKD.
Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD. Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD. SPP terdiri dari:
1. SPP Uang Persediaan (SPP-UP)
2. SPP Ganti Uang (SPP-GU)
3. SPP Tambahan Uang (SPP-TU)
4. SPP Langsung (SPP-LS)

3. Siklus pelaporan dan pertanggungjawaban (akuntansi)


Terdapat empat sistem dan prosedur akuntansi yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah:
1. Sistem dan prosedur akuntansi penerimaan kas meliputi serangkaian proses mulai
dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan
dengan penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
2. Sistem dan prosedur akuntansi pengeluaran kas meliputi serangkaian proses mulai
dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan
dengan penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
3. Sistem dan prosedur akuntansi aset pada SKPD meliputi pencatatan dan pelaporan,
pemeliharaan, rehabilitasi, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset
tetap yang dikuasai/digunakan pemerintah daerah.
4. Sistem dan prosedur akuntansi selain kas meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan
dengan semua transaksi atau kejadian selain kas.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas pelaporan


menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. Laporan realisasi anggaran
2. Neraca
3. Laporan arus kas
4. Catatan atas laporan keuangan
Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah dalam rangka
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan diserahkan
kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Kepala daerah melakukan tanggapan dan melaksanakan penyesuaian
terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

1. Keuangan negara merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan


nasional yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai pilar utama
dalam pembiayaan atas terselenggaranya tujuan dan fungsi negara.
2. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan
bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrument kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan dalam rangka
mencapai tujuan bernegara.
3. Menurut Mardiasmo (2011) Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua yaitu :
- Anggaran Operasional (operation/ recurrent budget)
- Anggaran Modal /Investasi (capital/investment budget)
4. Secara garis besar ada dua Pendekatan penganggaran sektor publik yang memiliki
perbedaan mendasar yaitu:
 Pendekatan Tradisional .
- Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu :
a. Cara penyusunannya dengan pendekatan incrementalism.
b. Pendekatan struktur dan susunan anggaran yang bersifat line item.
5. Pendekatan New Publik Manajement (NPM) adalah anggaran yang berorientasi
pada Kinerja Yang terdiri dari:
a. Planing Programming and budgrting system (PPBS)
b. ZERO (Zero Based Budgeting)
6. Siklus Anggaran menurut Mardiasmo (2009:70) adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan anggaran (Preparation)
2. Tahap Ratifikasi Anggaran (budget ratification)
3. Tahap pelaksanaan anggaran (budget implementation)
4. Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran (budget reporting and evaluation)

7. Anggaran Pendapatan Belanja Negara memiliki 4 siklus yaitu :


1. Tahap Penyusunan Anggaran
2. Pelaksanaan Anggaran
3. Pengawasan Anggaran
4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran

8. Adapun proses penyusunan dan penetapan APBD sebagai berikut :


1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
2. Kebijakan Umum APBD
3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
5. Penyiapan Raperda APBD
6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama
bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan
untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama
DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
9. Perubahan APBD

DAFTAR RUJUKAN

Mardiasmo, (2002), “Akuntansi Sektor Publik”, Yogyakarta: Andi.

Mardiasmo, (2009), “Akuntansi Sektor Publik”, Yogyakarta: Andi.

http://wahyu-natalia.blogspot.co.id/2012/03/keuangan-negara-dan-penggangaran-sektor.html,

Jum’at 30 Maret 2012

http://belberkit.blogspot.co.id/2015/11/makalah-keuangan-negara-dan-daerah.html. Minggu,

22 November 2015

http://wahyoenoegroho.blogspot.co.id/2013/03/makalah-penganggaran-sektor-ublik.html.

Minggu, 24 Maret 2013

www.anggaran.depkeu.go.id/.../buku%20pokok%20siklus%20apbn.pdf

Anda mungkin juga menyukai