Tinpus PLP.1
Tinpus PLP.1
TINJAUAN PUSTAKA
1
tanah (10-12) sehingga dapat diserap dengan mudah oleh tanaman. Agar proses
pengomposan berlangsung optimum, maka kondisi saat proses harus dikontrol.
Berdasarkan ketersediaan oksigen bebas, mekanisme proses pengomposan
dibagi menjadi 2, yaitu pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Pengomposan
secara aerobik merupakan proses pengomposan yang memerlukan ketersediaan
oksigen. Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan
organik selama proses pengomposan berlangsung. Sedangkan pengomposan
secara anaerobik merupakan proses pengomposan yang tidak memerlukan
ketersediaan oksigen, namun hanya memerlukan tambahan panas dari luar
(Sutanto, 2002).
Kualitas kompos ditentukan oleh tingkat kematangan kompos seperti :
warna, tekstur, bau, suhu, pH, serta kualitas bahan organik kompos. Bahan
organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang
merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang
ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan penyerapan bahan
nutrient antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Menurut Sutanto (2002),
keadaan tersebut dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman.
Kompos yang berkualitas baik diperoleh dari bahan baku yang bermutu baik.
Kompos yang berkualitas baik secara visual dicirikan dengan warna yang cokelat
kehitaman menyerupai tanah, bertekstur remah, dan tidak menimbulkan bau
busuk.
Beragamnya bahan baku serta teknik pembuatan kompos tentunya sangat
berpengaruh terhadap kualitas serta kandungan kompos yang dihasilkan. Agar
kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas baik, maka diperlukan adanya
standar yang digunakan sebagai acuan, salah satunya adalah SNI 19-7030-2004
tentang spesifikasi kompos. Berikut disajikan tabel tentang spesifikasi kompos
berdasarkan SNI 19-7030-2004.
2
Tabel 1. Standar Kompos SNI 19-7030-2004
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % o
C 50
2 Temperatur Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan Ikat Air % 58
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan Asing % 1,5
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor (P2O5) % 0,10
13 C/N-Rasio 10 20
14 Kalium (K2O) % 0,20
15 Arsen mg/Kg 13
16 Cadmium (Cd) mg/Kg 3
17 Cobalt (Co) mg/Kg 34
18 Chromium (Cr) mg/Kg 210
19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100
20 Merkuri (Hg) mg/Kg 0,0
21 Nikel (Ni) mg/Kg 62
22 Timbal (Pb) mg/Kg 150
23 Selenium (Se) mg/Kg 2
24 Seng (Zn) mg/Kg 500
25 Calsium (Ca) % 25,50
26 Magnesium (Mg) % 0,60
27 Besi (Fe) % 2,00
28 Aluminium (Al) % 2,20
29 Mangan (Mn) % 0,10
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4gr 3
Sumber : SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
2.2.1 Rasio C/N
Rasio C/N merupakan perbandingan dari unsur karbon (C) dengan nitrogen
(N) yang berkaitan dengan metabolisme mikroorganisme pengurai dalam proses
pengomposan. Selama proses pengomposan, mikroorganisme pengurai
membutuhkan karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai zat
pembentuk sel mikroorgnasime. Jika rasio C/N tinggi, maka aktivitas
mikroorganisme pengurai akan berjalan lambat untuk mendekomposisi bahan
organik kompos sehingga waktu pengomposan menjadi lebih lama. Sedangkan
apabila rasio C/N rendah, maka nitrogen yang merupakan komponen penting pada
kompos akan dibebaskan menjadi ammonia dan menimbulkan bau busuk pada
kompos (Djuarnani, 2005).
2.4.1 Jerami
Jerami adalah hasil sampingan dari usaha pertanian berupa tangkai dan
batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijinya dipisahkan. Jerami
merupakan limbah pertanian terbesar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bahan organik tambahan pada tanah. Namun, jerami sering dipandang menjadi
permasalahan bagi petani, sehingga solusi yang sering dilakukan adalah dengan
membakar limbah tersebut atau hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak
alternatif saat musim kering akibat sulitnya mendapatkan hijauan.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi
dimanfaatkan sebagai penambah unsur hara apabila dikembalikan ke dalam tanah.
Menurut Ekawati (2003), jerami padi memiliki kandungan hara yang berguna
untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan hara yang terkandung dalam
jerami padi disajikan pada Tabel 2.
Jerami padi tergolong bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi. Bahan
organik yang mempunyai rasio C/N tinggi memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap perubahan sifat-sifat fisik tanah. Namun, bahan organik dengan rasio
C/N tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama mengalami proses pengomposan
sehingga membutuhkan campuran bahan organik lain seperti kotoran ternak yang
mempunyai rasio C/N rendah agar proses pengomposan dapat berjalan optimal.
Selain rasio C/N tinggi, jerami padi juga memiliki kandungan selulosa dan
lignin yang tinggi sehingga sulit didekomposisi oleh mikroorganisme. Maka dari
itu, diperlukan suatu dekomposer yang mempunyai aktivitas selulolitik tinggi
dengan dikeluarkannya enzim selulose. Penambahan jerami yang sudah diolah
menjadi kompos secara konsisten dalam jangka panjang dapat meningkatkan
kandungan bahan organik tanah.
(w 0−w 1)
Kadar Air (%) = x100%
w0
Keterangan : W0 = berat sampel bahan baku awal (gram)
W1 = berat sampel bahan baku akhir (gram)