Anda di halaman 1dari 12

Sistem panas bumi (geothermal system) secara umum dapat diartikan sebagai sistem

penghantaran panas di dalam mantel atas dan kerak bumi dimana panas dihantarkan dari suatu sumber
panas (heat source) menuju suatu tempat penampungan panas (heat sink). Dalam hal ini, panas
merambat dari dalam bumi (heat source) menuju permukaan bumi (heat sink).

Sumber gambar: http://geothermal.marin.org/GEOpresentation/sld00x.htm

Proses penghantaran panas pada sistem panas bumi melibatkan fluida termal yang bisa berupa batuan
yang meleleh, gas, uap, air panas, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, fluida termal yang berupa uap dan
atau air panas dapat tersimpan dalam suatu formasi batuan yang berada diantara sumber panas dan
daerah tampungan panas. Formasi batuan ini selanjutnya dikatakan sebagai reservoir.

Sistem panas bumi yang terpengaruh kuat oleh adanya uap dan atau air panas dikatakan sebagai sistem
hydrothermal. Sistem ini sering berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau gunung api di sekitarnya. Jika
fluida magmatik dari gunung api lebih mendominasi sistem hidrotermal, maka dikatakan sebagai sistem
vulkanik hidrotermal (volcanic hydrothermal system). Sistem panas bumi dapat berada pada daerah
bermorfologi datar (flat terrain) dan dapat pula berada pada daerah bermorfologi curam (step terrain).
Di Indonesia, sistem panas bumi yang umum ditemukan adalah sistem hidrotermal yang berasosiasi
dengan pusat vulkanisme pada daerah bermorfologi step terrain.

Selain sistem hidrotermal, terdapat pula jenis lain dari sistem panas bumi, seperti: hot dry rock system,
geopressured system, heat sweep system.

Komponen – Komponen Sistem Panas Bumi

Komponen sistem panas bumi yang dimaksud di sini adalah komponen-kompenen dari sistem panas
bumi jenis hidrotermal, karena sistem inilah yang paling umum ditemukan di Indonesia. Sistem
hidrotermal didefenisikan sebagai jenis sistem panas bumi dimana transfer panas dari sumber panas
menuju permukaan bumi adalah melalui proses konveksi bebas yang melibatkan fluida meteorik dengan
atau tanpa jejak fluida magmatik. Fluida meteorik contohnya adalah air hujan yang meresap jauh ke
bawah permukaan tanah.

Komponen-komponen penting dari sistem hidrotermal adalah: sumber panas, reservoir dengan fluida
termal, daerah resapan (recharge), daerah luahan (discharge) dengan manifestasi permukaan.

1. Sumber Panas

Sepanjang waktu panas dari dalam bumi ditransfer menuju permukaan bumi dan seluruh muka bumi
menjadi tempat penampungan panas (heat sink). Namun begitu, di beberapa tempat energi panas ini
dapat terkonsentrasi dalam jumlah besar dan melebihi jumlah energi panas per satuan luas yang rata-
rata ditemui.

Gunung api merupakan contoh dimana panas terkonsentrasi dalam jumlah besar. Pada gunung api,
konsentrasi panas ini bersifat intermittent yang artinya sewaktu-waktu dapat dilepaskan dalam bentuk
letusan gunung api. Berbeda dengan gunung api, pada sistem panas bumi konsentrasi panas ini bersifat
kontinu. Namun demikian, pada kebanyakan kasus, umumnya gunung api baik yang aktif maupun yang
dormant, adalah sumber panas dari sistem panas bumi. Hal ini ditemui di Indonesia dimana umumnya
sistem panas buminya adalah sistem hidrotermal yang berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau
gunung api. Dalam hal ini, gunung api menjadi penyuplai panas dari sistem panas bumi di dekatnya.

Oleh karena gunung api merupakan sumber panas potensial dari suatu sistem panas bumi, maka daerah
yang berada pada jalur gunung api berpotensi besar memiliki sistem panas bumi temperatur tinggi (di
atas 225 Celcius). Itulah kenapa Indonesia yang dikenal berada pada jalur cincin api (ring of fire) diklaim
memiliki potensi panas bumi atau geothermal terbesar di dunia.

Daerah lain yang berpotensi menjadi sumber panas adalah: daerah dengan tekanan litostatik lebih besar
dari normal (misal pada geopressured system), daerah yang memiliki kapasitas panas tinggi akibat
peluruhan radioaktif yang terkandung di dalam batuan, daerah yang memiliki magmatisme dangkal di
bawah basemen. Namun pada kasus-kasus ini, intensitas panasnya tidak sebesar panas dari gunung api.

2. Reservoir

Reservoir panas bumi adalah formasi batuan di bawah permukaan yang mampu menyimpan dan
mengalirkan fluida termal (uap dan atau air panas). Reservoir biasanya merupakan batuan yang memiliki
porositas dan permeabilitas yang baik. Porositas berperan dalam menyimpan fluida termal sedangkan
permeabilitas berperan dalam mengalirkan fluida termal.

Reservoir panas bumi dicirikan oleh adanya kandungan Cl (klorida) yang tinggi dengan pH mendekati
normal, adanya pengayaan isotop oksigen pada fluida reservoir jika dibandingkan dengan air meteorik
(air hujan) namun di saat bersamaan memiliki isotop deuterium yang sama atau mendekati air meteorik,
adanya lapisan konduktif yang menudungi reservoir tersebut di bagian atas, dan adanya gradien
temperatur yang tinggi dan relatif konstan terhadap kedalaman.
Reservoir panas bumi bisa saja ditudungi atau dikelilingi oleh lapisan batuan yang memiliki permeabilitas
sangat kecil (impermeable). Lapisan ini dikenal sebagai lapisan penudung atau cap rock. Batuan
penudung ini umumnya terdiri dari minera-mineral lempung yang mampu mengikat air namun sulit
meloloskannya (swelling). Mineral-mineral lempung ini mengandung ikatan-ikatan hidroksil dan ion-ion
seperti Ka dan Ca sehingga menyebabkan lapisan tersebut menjadi sangat konduktif. Sifat konduktif dari
lapisan ini bisa dideteksi dengan melakukan survei magneto-tellurik (MT) sehingga posisi lapisan
konduktif ini di bawah permukaan dapat terpetakan. Dengan mengetahui posisi dari lapisan konduktif
ini, maka posisi reservoir dapat diperkirakan, karena reservoir panas bumi biasanya berada di bawah
lapisan konduktif ini.

3. Daerah Resapan (Recharge)

Daerah resapan merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat tersebut bergerak menjauhi
muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah resapan bergerak menuju ke bawah permukaan bumi.

Dalam suatu lapangan panas bumi, daerah resapan berada pada elevasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan elevasi dari daerah dimana sumur-sumur produksi berada. Daerah resapan juga ditandai dengan
rata-rata resapan air tanah per tahun yang bernilai tinggi.

Menjaga kelestarian daerah resapan penting artinya dalam pengembangan suatu lapangan panas bumi.
Menjaga kelesatarian daerah resapan berarti juga menjaga keberlanjutan hidup dari reservoir panas
bumi untuk jangka panjang. Hal ini karena daerah resapan yang terjaga dengan baik akan menopang
tekanan di dalam formasi reservoir karena adanya fluida yang mengisi pori di dalam reservoir secara
berkelanjutan. Menjaga kelestarian daerah resapan juga penting artinya bagi kelestarian lingkungan
hidup. Sehingga dari sini dapat dikatakan juga bahwa pengembangan panas bumi bersahabat dengan
lingkungan.

4. Daerah Discharge dengan Manifestasi Permukaan

Daerah luahan (discharge area) merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat tersebut
bergerak menuju muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah luahan akan bergerak menuju ke
atas permukaan bumi. Daerah luahan pada sistem panas bumi ditandai dengan hadirnya manifestasi di
permukaan. Manifestasi permukaan adalah tanda-tanda yang tampak di permukaan bumi yang
menunjukkan adanya sistem panas bumi di bawah permukaan di sekitar kemunculannya.

Manifestasi permukaan bisa keluar secara langsung (direct discharge) seperti mata air panas dan
fumarola. Fumarola adalah uap panas (vapor) yang keluar melalui celah-celah batuan dengan kecepatan
tinggi yang akhirnya berubah menjadi uap air (steam). Tingginya kecepatan dari fumarola sering kali
menimbulkan bunyi bising.

Manifestasi permukaan juga bisa keluar secara terdifusi seperti pada kasus tanah beruap (steaming
ground) dan tanah hangat (warm ground), juga bisa keluar secara intermittent seperti pada manifestasi
geyser, dan juga bisa keluar secara tersembunyi seperti dalam bentuk rembesan di sungai.
Secara umum, manifetasi permukaan yang sering muncul pada sistem-sistem panas bumi di Indonesia
adalah: mata air panas, fumarola, steaming ground, warm ground, kolam lumpur panas, solfatara, dan
batuan teralterasi. Solfatara adalah uap air (steam) yang keluar melalui rekahan batuan yang bercampur
dengan H2S, CO2, dan kadang juga SO2 serta dapat mengendapkan sulfur di sekitar rekahan tempat
keluarnya. Sedangkan batuan teralterasi adalah batuan yang terubahkan karena adanya reaksi antara
batuan tersebut dengan fluida panas bumi.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1) Warm Ground (Tanah Hangat)

Panas keluar karena konduktifitas thermal pada lapisan bagian atas dan gradient temperature lebih dari
25-300C/meter. Aliran panas ini dideteksi dengan infra merah.

Contoh area warm ground :

§ Fuzhou (South China)

§ Ngawha (New Zealand)

§ Puhimau Thermal area, Chain of Craters Road, Kilauea Volcano (Hawaii)

2) Hot Steaming Ground (Tanah dengan Uap panas)

Hot ground merupakan hasil konduksi panas dari bawah tanah. Uap panas naik ke permukaan tapi tidak
benar-benar habis. Sebuah lapisan uap tipis yang mengembun dalam kondisi udara lembab, sedangkan
pada udara kering tidak ada uap yang teramati.

3) Hot Pools (Kolam air panas)

Hot pools terbentuk dari air panas atau uap pemanas kolam dari air tanah. Hot pools mungkin bisa
tenang, ebulliant (effervescent) atau mendidih. Biasanya terdapat ditengah-tengah suatu erupsi
hydrothermal minor purba

4) Hot Lakes (Danau Panas)

Danau ini berisi hydrothermal hasil depresi pada area geothermal. Danau ini merupakan subclass dari
danau volcanic.

5) Hot Springs (Mata air panas)

Mata air panas merupakan aktifitas geotermal yang paling umum dijumpai. Mata air panas berlokasi
dimana air datang dari sebuah sistem geotermal yang mencapai permukaan. Hot springs biasanya agak
asam, bila netral umumnya berasosiasi dengan system air panas jenuh dengan silica dan menghasilkan
endapan sinter

6) Fumaroles
Fumarol merupakan sebuah uap dan gas magmatic yang keluar dengan suhu tinggi, naik tanpa menjadi
air panas dulu. Sebuah solfatara berisi emisi sulfur. Soffioni menghasilkan asam borat. Fumarol bisa
terbakar, berhati-hati saat mendekatinya.

7) Geysers

Geyser merupakan sebuah vent (celah) tempat dimana air panas dan uap dipancarkan dengan kuat.
Syarat terbentuk geyser adalah batuan dengan retakan dan air mendidih pada kedalaman dangkal.

Contoh Geyser :

§ Regular eruptions (Old Faithful, Yellowstone, USA)

§ Rainy season eruptions (Rajabasa, Sumatra, Indonesia)

8) Hydrothermal Eruptions (Letusan hidrotermal)

Letusan hidrotermal disebabkan oleh pelepasan catastrophic dari air yang mendekati titik didih, sebuah
letusan phreatic. Tidak ada debu, incandesence, or klastik yang meletus. Letusan hidrotermal bisa
disebabkan oleh reduksi dari tekanan atasnya.

Contoh hydrothermal eruptions :

§ Waiotapu (New Zealand)

§ Rotarua (New Zealand)

§ Kawah Komojang Field (Java, Indonesia)

§ Yangbajing (Tibet) Drilling induced

9) Geothermal Seepages (Rembesan Panas Bumi)

Rembesan merupakan istilah umum yang mendeskripsikan debit dari fluida panas bawah permukaan
dalam sebuah area panas bumi. Rembesan bisa masuk ke sungai atau ke danau. Sebuah sungai
rembesan bisa diidentifikasi dengan membedakan konstituen tidak reaktif di atas dan di bawah
rembesan keluar.

Contoh seepage :

Mokai (New Zelaland) River seepage.

10) Mud pool (Kolam lumpur)

Mud pool merupakan sumber air panas atau fumarol terdiri dari kolam yang biasanya ada gelembung
lumpur. Lumpur ini umumnya berwarna putih keabu-abuan, tapi kadang-kadang berwarna bintik-bintik
kemerahan atau pink dari senyawa besi.
Bentuk Mudpots dalam geotermal area denga temperatur tinggi, dimana air dengan suplai pendek.
Sedikit air yang naik ke permukaan di tempat dimana tanah kaya akan debu vulkanik, clay (lempung) dan
partikel halus lainnya. Ketebalan dari lumpur biasanya berubah sepanjang musiman tabel air.

Lumpur ini kental, sering bergelembung, dan seperti bubur. Sebagai lumpur yang mendidih, sering
menyembur hingga melebihi pinggiran dari mudpot, vulkanik kecil dapat terbentuk dengan tinggi 3–5
feet. Walaupun mudpots sering disebut mud volcanoes, sebenarnya mud volcanoes sangat berbeda di
alam. Area geotermal Taman Nasional Yellowstone terdiri dari beberapa contoh baik mudpot dan paint
pot, kita dapat jumpai juga di beberapa area di Iceland dan New Zealand.

11) Batuan Alterasi

Alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi sebagai hasil interaksi batuan dengan fluida panas,
yang disebut hidrotermal. Hidrotermal mengandung logam yang berasal dari batuan beku di sekitarnya,
atau hasil pencucian batuan disekitarnya. Alterasi hidrotermal merupakan fenomena umum dalam
berbagai lingkungan geologi, termasuk zona-zona patahan dan fitur ledakan vulkanik.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Metode Silika Geotermometer

Hal ini disebahkan karena metode ini sangat dipengaruhi oleh proses — proses fisika seperti pendidihan
(boiling) dan pelarutan (dilution) karena metode ini dihitung berdasarkan konsentrasi absolute silika
dalam fluida, hukan berdasarkan rasio dari konsentrasi tersebut.

Silika Geotermometer juga dipengaruhi oleh kelarutan silika dalam air dan jumlah uap air (steam) yang
terbentuk pada tekanan uap (vapour). Dibawah ini merupakan rumus – rumus yang digunakan untuk
mengetahui berapa temperatur yang ada dibawah permukaan berdasarkan persamaan Silika
Geotermometer.

Tabel geotermometerSilika

Pada suhu < 250° C dimana fluida yang dipancarkan akan kehilangan uap air (steam loss) sehingga
konsentrasi silika meningkat tetapi tidak mengalami kehilangan atau penambahan panas (adiabatic).

2. Metode Na / K Geotermometer.

Pada sistem panasbumi bertemperatur tinggi, variasi Na dan K sangat dikontrol oleh perubahan
temperatur dan pertukaran ion — ion yang terdapat dalam mineral alkali feldspar. Pada metode ini
terdapat 7 persamaan untuk menghitung temperatur reservoir panasbumi yang ada dibawah
permukaan berdasarkan persamaan Na/K geotermometer (Nicholas 1993) dalam (Sumintadireja.
P,2005), yaitu :

1 T(C) = 856/I log (Na/K) + 0.857)1-273 Truesdell (1976)

2 T(C) = 883 /1 log ( Na/K) + 0,780)1-273 Tonani (1980)


3 T(C) = 933 /I log ( Na/K) + 0,993)1-273 Amorson (1983)

4 T(C) = 1319 /1 log ( Na/K) + 1,699)1-273 Amorson (1983)

5 T(C) = 1217 1 log ( Na/K) + 1,483)1-273 Fournier (1979b)

6 T(C) = 1178/1 log ( Na/K) + 1,470)1-273 Nieva & Nieval (1978)

7 T(C) = 1390 1 log ( Na/K) + 1,750)1I-273 Giggenbach (1988)

Dalam menggunakan persamaan Na/K geotermometer sebaiknya digunakan 2 atau 3 persamaan agar
penulis dapat memperoleh gambaran besar rcntangan perbedaanya. Apabila hanya menggunakan satu
persamaan saja maka sebaiknya menggunakan formula dari Gigenhuch (1988) karena menghasilkan
tertinggi. Hal ini dikarenakan persamaan tersebut menggunakan nilai tertinggi dari data, bukan
menggunakan nilai tengah yang mempersentasikan semua data (Nicholson 1993) dalam
(Sumintadireja.P, 2005).

3. Metode Na-K-Ca Geothermometer

Persamaan ini dikembangkan oleh Fournier dan Truesdall (1973) dalam (Sumintadireja.P.2005) untuk
mengatasi kekurangan metode sebelumnya yaitu Na-K geotermometer. Geotermometer ini khususnya
digunakan pada temperatur lebih rendah dan airnya kaya ion Ca. Pertimbangan untuk memasukkan Ca
dalam persamaan karena Ca adalah ion yang juga terikut dalam kestimbangan feldspar dan berperan
sangat baik dalam pertukaran dengan mineral- mineral lempung. Sehingga Ca memiliki control yang
cukup besar dalam perhitungan Na-K geotermometer.

Persamaan geotermometer ini agak kompleks dan harus diperhatikan benar-benar pemilihan factor β.
Prosedur penggunaan formula adalah sebagai berikut (unit yang digunakan untuk konsentrasi Ca adalah
mg/kg).

1. Hitung [log(Cal/2/Na + 2.06]; bila hasilnya positif, hitunglah temperatur T°C, menggunakan β = 4/3.

2.Apabila T < 1000 C gunakanlah temperatur ini

3.Apabila T > 100°C atau (log(Ca I/2/Na 2.06) hasilnya negatif, dihitung

temperatur T°C, menggunakan β = 1 /3.

Formula yang digunakan adalah

T Na-K-Ca °C = 1647 ________ – 273.15

Log Na/ K+ [log √NiCa/Na]+2,24

Keterangan : T Na-K-Ca > 70°C

Na, K dan Ca = konsentrasi Na, K, Ca dalam mg/kg


β= 4/3 apabila T < 100° C

β= 1/3 apabilaT > C

Penggunaan geothermometer ini Jehih berhati hati apabila digunakan pada suhu kurang dari 200°C
khususnya juga pada air yang kaya CO2. Sebaiknya tidak menggunakan geotermometer ini untuk tipe air
dengan kandungan Cl yang rendah atau air HCO3,

4. Metode Na-K-Mg Geothermometer

Metode ini dikembangkan oleh Gigenbach (1988) dalam (Sumintadireja.P, 2005) yaitu dengan
mengeplotkan Na/ 1000 — K/100 √Mg dalam suatu diagram segitiga. Geotermometer ini
menggabungkan dua persamaan geotermometer lain yaitu Na/K dan K-Mg. Na/K mewakili proses
kesetimbangan reaksi didalam reservoir yang bersifat lambat, sedangkan K-Mg mewakili proses
kesetimbangan yang cepat pada daerah yang mendekati permukaan. Dengan dernikian geotermometer
ini dapat digunakan untuk mengevaluasi didalam reservoir maupun dilevel dekat permukaan.

Keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat menggambarkan jumlah sampel yang sangat banyak
dalam situ diagram sehingga analisa semikuantitatif dapat di lakukan sekaligus.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

a. Tinjauan Umum

Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi
celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada
lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih
dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk
pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa
sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-
struktur pergeseran (dilatational jog).

b. Genesa dan Karakteristik

Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang berpindah
jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan dan membentuk
jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-
mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk pengendapan
emas sebagai respon atas turunnya tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur
“crusstiform banding” dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi
mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses
boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk.,
1996 dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas. Proses boiling
dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan stabilitas
mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga
umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat
bijih sistem sulfidasi rendah

Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa–adularia, karbonat dan
serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali
hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung CO2 dan CH4 yang
bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur
sedang (150°-300° C) dan didominasi oleh air permukaan

Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali, riodasit, dasit,
riolit ataupun batuan – batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi rendah dengan variasi jenis
silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang
terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist
dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat
breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah

(Corbett dan Leach, 1996).

Tipe endapan

Sinter breccia, stockwork

Posisi tektonik

Subduction, collision, dan rift

Tekstur

Colloform atau crusstiform

Asosiasi mineral

Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida

Mineral bijih

Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit

Contoh endapan

Pongkor, Hishikari dan Golden Cross

c. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi oleh air klorit
dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang dalam dan
mengandung CO2, NaCl, and H2S

d. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

Gambar.2.9 Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).

Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi rendah. Dari
gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan yang berperan
dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air magmatik dengan air meteorit.

a. Tinjauan Umum

Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik bersifat asam
hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional atau intrusi subvulkanik,
kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal
High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang
cukup dalam, fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-rekahan pada batuan
dengan suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida ini didominasi oleh fluida magmatik dengan
kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).
Gambar 2.10 Keberadaan sistem sulfidasi tinggi

Gambar 2.11 Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

a. Genesa dan Karakteristik

Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan fluida magma asam yang
panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang akhirnya membentuk endapan
Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi,
struktur, alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan kedalaman formasi. High sulphidation
berhubungan dengan pH asam, timbul dari bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan
larutan sisa magma yang bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman yang dekat
dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.

b. Interaksi Fluida

Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal yang didominasi
oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan vapor yang
mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel input dari air meteorik lokal.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Energi geothermal merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan
dan disimpan di dalam inti bumi. Istilah geothermal berakar dari bahasa Yunani dimana kata, "geo",
berarti bumi dan, "thermos", berarti panas, menjadi geothermal yang juga sering disebut panas bumi.
Energi panas di inti bumi sebagian besar berasal dari peluruhan radioaktif dari berbagai mineral di dalam
inti bumi.

Hochstein dan Browne (2000), mendeskripsikan panas bumi sebagai proses perpindahan panas dari
suatu tempat ke tempat tertentu dalam kerak bumi, dimana panas (heat) dipindahkan dari sumber
panas (heat source) menuju ke suatu tempat pengeluaran panas di permukaan (heat sink).

UU Panas Bumi No 21 Tahun 2014, menyebutkan bahwa panas bumi didefinisikan sebagai sumber
energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan, bersama mineral ikutan dan gas
lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kecepatan pergerakan tu brukan antara satu lempeng dengan lempeng lainnya di Busur Sunda rata-rata
60 mm/tahun dan di Busur Banda 75- 104 mm/tahun. Tubrukan ini menyebabkan adanya proses
magmatik di banyak daerah dan membentuk sekitar 500 gunung api muda yang 129 di antaranya
merupakan gunung api aktif. Gunung api muda di Indonesia, yang berusia Akhir Tersier atau Kuarter,
kebanyakannya mengelompok sepanjang busur gunung api di seluruh Indonesia, dan panjangnya sekitar
7.000 km.

Proses geologi regional dan struktur lokalnya menyebabkan adanya gugusan gunung api muda di
Indonesia yang banyak di antaranya melepaskan panas bumi dan manifestasi lainnya, seperti Kerinci
(Pulau Sumatra), Kamojang (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah), Mataloko (Pulau Flores), Lahendong
(Sulawesi Utara). Pulau Sumatra dan Jawa mewakili Busur Sunda, sementara Pulau Ambon mewakili
Busur Banda, dan Lahendong merepresentasikan Busur Sulawesi Utara.

Berdasarkan hasil kajian Badan Geologi, status tahun 2012, diketahui sebanyak 299 lokasi panas bumi di
Indonesia dengan total potensi energinya sebesar 28.835 MWe (Megawatt electrical, atau 106 watt
listrik). Meski sedikit sekali, kurang dari 5%, dari seluruh potensi tersebut yang sudah dimanfaatkan
menjadi energi listrik, namun potensi panas bumi Indonesia adalah terbesar di dunia. Dari sini, timbul
masalah menarik mengenai pertautan antara tektonik Indonesia dan proses panas bumi, dan cara
mengelola serta mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia. Tulisan ini akan berupaya
menjawabnya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai