Anda di halaman 1dari 5

Kasus Outbreak Penyakit Hepatic Veno-Occlusive (VOD) Akibat Kontaminasi

Pyrrolizidine Alkaloid Pada Tepung Terigu di Afghanistan Tahun 1974

Oleh :
Nadia Novitasari Hartono
175100100111042
Kelas D / 21
Kasus Outbreak Penyakit Hepatic Veno-Occlusive (VOD) Akibat Kontaminasi Pyrrolizidine
Alkaloid Pada Tepung Terigu di Afghanistan Tahun 1974

Pada tahun 1974, terjadi suatu kasus yang disebut Penyakit Gulran di Afghanistan dimana 7800
orang terkena dampaknya dengan 1600 orang meninggal dunia. Penyakit Gulran ini disebabkan
oleh konsumsi roti berbahan dasar tepung terigu yang terkontaminasi oleh biji charmac
(Heliotropium popovii H. Riedl ssp. gillianum). Biji charmac ini mengandung senyawa yang
disebut pyrrolizidine alkaloids (PAs). Senyawa ini merupakan senyawa yang dapat menyebabkan
penyakit hepatic veno-occlusive (VOD). Selain kasus yang terjadi di Afghanistan, keracunan
karena kontaminasi pyrrolizidine alkaloids juga terjadi di India pada tahun 1973 dengan 486 orang
terkena dampaknya dan terulang kembali di Afghanistan pada tahun 2008 dengan 270 orang
menjadi korban. Masih banyak kasus-kasus keracunan karena kontaminasi oleh pyrrolizidine
alkaloid yang terjadi pada beberapa orang. Namun, apabila dilihat dari kasus outbreak yang
memakan korban ratusan orang, maka dapat dilihat bahwa senyawa ini merupakan senyawa yang
memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Efek yang ditimbulkan apabila mengonsumsi pyrrolizidine
alkaloid yaitu sakit perut, muntah-muntah, kirosis, VOD, liver carsinoma, endemic ascites,
nekrosis pada liver, dan kehilangan kesadaran. Senyawa pyrrolizidine alkaloid dapat ditemukan di
banyak sumber, diantaranya adalah Senecio illicifolius, S. burchelli, C. pumila, teh herbal dengan
Crotalaria spp., Gynura segetum, Senecio longilobus, teh Paraguay, gandum yang terkontaminasi
charmac, dan lain-lain. Pyrrolizidine alkaloids ditemukan pada sekitar 6000 spesies tanaman
berbunga.

Pyrrolizidine alkaloid dapat beracun pada manusia dengan level akut, sub-akut, bahkan kronis.
Keracunan akut ditentukan dari haemorrhagic necrosis, hepatomegaly, dan ascites. Kematian dapat
disebabkan oleh gagal hati akibat nekrosis dan disfungsi hati. Level sub-akut dilihat dari penyakit
hepatomegaly dan recurrent ascites (endothelial proliferation dan medial hypertrophy yang dapat
mengarah ke VOD). VOD dapat menyebabkan centrilobular congestion, nekrosis, fibrosis, dan
liver cirrhosis yang merupakan tahap akhir pada intoksikasi pyrrolizidine alkaloid.

Toksisitas dari PA tidak hanya ditentukan dari jumlah dan durasi konsumsi/ paparan, tetapi
toksisitasnya juga bergantung kepada jenis kelamin dimana laki-laki akan lebih sensitif terhadap
PA dibandingkan dengan wanita, usia dimana anak-anak jauh lebih sensitif dibandingkan dengan
orang dewasa. Pada 2003 terdapat sebuah kasus dimana seorang ibu yang sedang hamil
mengonsumsi teh herbal yang mengandung PA (~7µg per hari). PA tidak mempengaruhi kinerja
hati ibu tersebut tetapi mempengaruhi hati dari bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang baru
lahir 2 hari kemudian meninggal. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keracunan PA adalah
agen perusak hati, infeksi bakteri ataupun virus, obat-obatan medis seperti barbiturates, logam
seperti copper, dan mycotoxin seperti aflatoxin. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kerusakan
hati yang ditimbulkan oleh PA.

Alkaloids merupakan golongan dari turunan asam amino dan senyawa pembawa molekul nitrogen
yang banyak ditemukan di tanaman, mikroorganisme, dan hewan. Alkaloid di tanaman ditemukan
dalam bentuk garam asam organik, seperti malat, asetat, dan sitrat. Alkaloid bersifat lipofilik yang
larut di pelarut nonpolar dan alkohol. Pyrrolizidine alkaloid merupakan salah satu jenis alkaloid
yang banyak menjadi perhatian. Pyrrolizidine alkaloid tersebar pada berbagai macam tanaman dan
banyak yang berkaitan dengan konsumsi manusia. Pyrrolizidine alkaloid merupakan senyawa
turunan asam amino yang memiliki potensi toksisitas dan juga farmakologi. Pyrrolizidine alkaloid
adalah alkaloid turunan dari ornithine yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan
insektisida. Senyawa ini terdapat di alam dalam bentuk ester (mono-, di-, atau macrocrylic diester)
yang dibentuk dari amino alkohol dan mono- atau dicarboxylic aliphatic acid. Berdasarkan struktur
basa necine, PA dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu retronecine-, heliotridine-,
otonecine-, dan platynecine-.

Selain bersifat toksik, pyrrolyzidine alkaloid memiliki aktivitas biologis seperti aktivitas anti
mikroba, anti inflamasi, anti kanker, anti HIV, dan sebagai acetylcholinesterase inhibitor. Namun,
karena sifat toksisitasnya yang berbahaya, PA harus diperhatikan dalam konsumsinya. Toksisitas
PA disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan. Mattocks (1968) menjelaskan mekanisme
toksisitas dari PA yang dinamakan pengikatan DHPA oleh golongan yang mengandung sulfur,
nitrogen, dan oksigen dalam protein. Pengikatan ini akan membentuk 2,3-dihydro-1H-
pyrrolizineprotein. Pyrroles dapat melakukan penetrasi ke nukleus dan bereaksi dengan DNA,
yang dapat menyebabkan ikatan silang DNA dan ikatan silang DNA-protein dengan fungsi yang
abnormal dan dapat menyebabkan kerusakan terutama di dalam hepatosit. Penyakit yang dapat
ditimbulakn oleh metabolit toksik dalam hepatosit dan dinding pembuluh hepatik yaitu VOD atau
yang sekarang disebut dengan hepatic sinusoidal obstruction syndrome (HSOS).
Target utama pada mekanisme toksisitas PA adalah organ hati. Hal ini disebabkan oleh proses
bioaktivasi yang terjadi di organ tersebut. VOD merupakan penyakit yang umumnya timbul akibat
intoksikasi PA. Gejala-gejala VOD adalah muntah-muntah, pembengkakan liver, dan diare yang
berdarah. Intoksikasi PA dapat dibedakan menjadi akut, sub-akut, dan kronis. Masing-masing level
memiliki gejala yang berbeda-beda. Intoksikasi akut dapat dilihat dari gejala hemorrhagic necrosis,
hepatomegaly, dan ascites. Intoksikasi sub-akut dapat dilihat dengan adanya blokade pada
pembuluh hepatik yang menyebabkan HSOS (kerusakan sinusoidal primer dan disfungsi sel
parenkim). Paparan PA yang kronis dapat dilihat dari gejala yang ditimbulkan yaitu necrosis,
fibrosis, cirrhosis, dan proliferasi dari epitelium kantung empedu, gagal hati, dan kematian yang
merupakan tingkatan tertinggi dari toksisitas PA.

Pada penelitian menggunakan hewan, retrosine dapat menyebabkan induksi tumor. Tumor ini
berkembang di hati, paru-paru, kandung kemih, kulit, otak, tulang belakang, pankreas, dan saluran
gastrointestinal. Jenis- jenis PA yang dapat menyebabkan efek-efek tersebut adalah heliotridine-,
retronecine-, dan otonecine-. Mekanisme pembentukan tumor ini diawali dengan DNA adduct
dalam bentuk DHPA. Di samping pembentukan DHPA, komponen ini juga dapat bereaksi dengan
protein dan menyebabkan ikatan silang DNA, sister chromatid exchange, dan chromosomal
abberations. Selanjutnya, PA juga dapat menyebabkan kanker kulit karena dapat mengarah pada
photosensitization pada hewan. Phylloerythin, turunan dari klorofil yang rusak oleh
mikroorganisme, yang terdapat di seluran gastrointestinal akan melewati sirkulasi dan
diekskresikan oleh hati menuju empedu. Hati yang rusak karena PA tidak dapat mengeliminasi
phylloerythrin sehingga senyawa ini terakumulasi di darah dan kulit. Phylloerythrin yang terpapar
sinar matahari akan menghasilkan metabolit yang dapat menyebabkan oxidative stress dan lipid
peroxidation pada jaringan kulit dan akan menyebabkan pembentukan tumor. Metabolisme hati
manusia hampir sama dengan hewan pengerat termasuk DNA adduct. Pada hewan pengerat, PA
menginduksi tumor hati melalui DNA adduct tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa PA dapat
bersifat genotoxic dan tumorigenic pada manusia. National Toxicology Program di Amerika
Serikat telah menyebutkan bahwa PA diantisipasi sebagai karsinogen pada manusia. Penyakit-
penyakit yang dapat ditimbulkan PA seperti kanker, pulmonary hipertension, anomali bawaan, dan
penyakit hati.
Keracunan PA telah menjadi masalah kesehatan publik. Beberapa negara telah membuat regulasi
mengenai PA dalam pangan. Food and Drug Administration Amerika Serikat melarang tanaman
comfrey yang mengandung PA dari pasaran. The German Federal Department of Health
memperketat penggunaan dengan level penggunaan 1µg/ hari. Apabila digunakan dalam jangka
waktu yang panjang maka batas tiap hari dikurangi menjadi 0.1µg. Regulasi lain juga menetapkan
adanya label pada produk yang mengandung PA yang mencantumkan larangan konsumsi bagi ibu
yang mengandung dan menyusui. European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan bahwa
konsumsi PA dapat menginduksi VOD dan memiliki efek karsinogenik pada hewan pengerat. Pada
tahun 2011, EFSA juga menetapkan tidak ada tolerable daily intake untuk PA. The European
Medicines Agency juga menyebutkan bahwa berdasarkan pertimbangan toksikologi, maximum
daily intake yang direkomendasikan untuk PA adalah 0.35µg PA/ hari untuk orang dengan berat
badan 50 kg dan untuk paparan yang berlangsung lama. Austria mengeluarkan semua produk yang
mengandung PA dari pasaran. Belanda menetapkan bahwa batasan PA dalam produk akhir dari
bahan pangan, herbal, dan ekstrak tanaman adalah 1µg/kg atau 1 µg/ L.

Daftar Pustaka

Moreira, R., Pereira, D., Valentao, P., & Andrade, P. (2018). Pyrrolizidine Alkaloids: Chemistry,
Pharmacology, Toxicology and Food Safety. International Journal of Molecular Sciences.
Ozansoy, G., & Kuplulu, O. (2017). Importance of Pyrrolizidine Alkaloids in Bee Products.
Mellifera, 1-8.
Wiedenfeld, H. (2011). Plants containing Pyrrolizidine Alkaloids - Toxicity and Problems. Food
Additives and Contaminants, 282-292.

Anda mungkin juga menyukai