Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Menjelaskan proses dan pengaruh variabel proses pada pembuatan metil
ester asam lemak melalui reaksi transesterifikasi
2. Menghitung persentase yield metil ester asam lemak

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Biodiesel
Biodiesel adalah alternatif bahan bakar solar yang terbuat dari sumber daya
alam yang dapat diperbarui seperti dari minyak tumbuhan dan minyak binatang.
Biodiesel bersifat biodegradable dan tidak mengandung senyawa beracun (toxic)
dan beremisi rendah serta ramah lingkungan [Fangrui, 1999].
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa
metil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi)
antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa
menjadi metil ester dan gliserol. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara
12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang, namun yang
paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak
nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-
senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi,
minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida,
sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol.
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang
bisa diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak


Isi
Sumber
Nama Lokal Nama Latin % Berat P / NP
Minyak
Kering
Jatropha
Jarak Pagar Inti biji 40-60 NP
curcas
Riccinus
Jarak Kaliki Biji 45-50 NP
communis
PEBRIAN
Arachis
Kacang Suuk Biji 35-55 SAHPUTRA
hypogea
GANTENG
Ceiba
Kapok / Randu Biji 24-40 NP
pantandra
PEBRIAN
Hevea
Karet Biji 40-50 SAHPUTRA
brasiliensis
GANTENG
PEBRIAN
Psophocarpus
Kecipir Biji 15-20 SAHPUTRA
tetrag
GANTENG
PEBRIAN
Kelapa Cocos nucifera Inti biji 60-70 SAHPUTRA
GANTENG
PEBRIAN
Moringa
Kelor Biji 30-49 SAHPUTRA
oleifera
GANTENG
Aleurites
Kemiri Inti biji 57-69 NP
moluccana
Sleichera
Kusambi Sabut 55-70 NP
trijuga
Azadiruchta
Nimba Inti biji 40-50 NP
Indica
PEBRIAN
Adenanthera
Saga Utan Inti biji 14-28 SAHPUTRA
pavonina
GANTENG
PEBRIAN
Elais Sabut dan 45-70 + 46-
Sawit SAHPUTRA
suincencis biji 54
GANTENG
PEBRIAN
Callophyllum
Nyamplung Inti biji 40-73 SAHPUTRA
lanceatum
GANTENG
Randu Alas Bombax Biji 18-26 NP
malabaricum
Annona
Sirsak Inti biji 20-30 NP
muricata
Srikaya Annona squosa Biji 15-20 NP
[Sumber : Soerawidjaya, 2005]

Penggunaan biodiesel sangat menguntungkan karena tidak memerlukan


modifikasi dalam mesin atau sistem injeksi dan dapat digunakan dalam mesin
diesel secara langsung. Biodiesel mempunyai banyak keunggulan dibandingkan
dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi. Bahan bakar yang terbentuk cair ini
bersifat menyerupai solar, sehingga sangat produktif untuk dikembangkan.
Apalagi biodiesel mempunyai kelebihan lain dibanding dengan solar, yaitu
sebagai berikut [Hambali, 2007]:
a. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang lebih baik
(free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global,
b. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih
baik dibandingkan dengan minyak solar,
c. Memiliki sifat pelumas terhadap piston mesin dan dapat terurai,
d. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbaharui,
e. Meningkatkan indenpendensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal.

1.2.2 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


1.2.2.1 Crude Palm Oil
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis). Minyak kelapa sawit dapat
dihasilkan dari inti kelapa sawit melalui proses ekstraksi dan pengeringan. Jadi
minyak kelapa sawit (CPO) adalah minyak nabati (minyak yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan) berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses
pengempaan (ekstraksi) daging buah tanaman Elaeis guinneensis. Syarat mutu
minyak kelapa sawit :
Tabel 1.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Warna - Jingga kemerah-merahan
2. Kadar air dan kotoran %, fraksi massa 0,5 maks
3. Asam lemak bebas %, fraksi massa 0,5 maks
4. Bilangan yodium g Yodium/100 g 50-55
[Sumber: Ketaren,1986]

Minyak kelapa sawit mengandung beberapa lemak jenuh dan lemak tak
jenuh dalam bentuk gliseril laurat (0,1%, jenuh), miristat (1%, jenuh), palmitat
(44%, jenuh), stearat (5%, jenuh), oleat (39%, tak jenuh tunggal), Linoleat (10%,
tak jenuh ganda), dan alpha-linolenate (0,3%, tak jenuh ganda). Seperti semua
minyak nabati, minyak kelapa sawit tidak mengandung kolesterol (ditemukan
dalam lemak hewani dimurnikan), meskipun asupan lemak jenuh meningkatkan
baik LDL dan HDL kolesterol.
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40
persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Komposisis Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit
Asam lemak (persen) (persen)
Asam kaprilat - 3–4
Asam kaproat - 3–7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9
Asam stearate 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam oleat 39 – 45 13 – 19
Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2
[Sumber: Eckey,S.W., 1955]
Minyak kelapa sawit memiliki sifat fisika dan kimia yang meliputi warna,
bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot
melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyata dan
titik api. Beberapa sifat fisika-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada
Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu
0,9 0,9 – 0,913
kamar
Indeks bias D 40oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan iod 48 – 56 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254
[Sumber: Krischenbauer, 1960]

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik
cair yang berbeda-beda.

1.2.2.2 Minyak Ikan


Minyak ikan adalah minyak berasal dari jaringan dari ikan berminyak.
Minyak ikan mengandung asam lemak omega-3 asam eicosapentaenoic (EPA),
dan docosahexaenoic acid (DHA), prekursor eicosanoid yang dikenal untuk
mengurangi peradangan di seluruh tubuh, dan diperkirakan memiliki banyak
manfaat kesehatan.
Minyak ikan termasuk senyawa lipida yang bersifat tidak larut dalam air.
Minyak ikan ini dibagi dalam dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil)
yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan D, dan golongan
lainnya adalah minyak tubuh ikan (body oil).
Sifat minyak ikan yang telah dimurnikan secara organoletik, yaitu cairan
yang berwarna kuning muda, jernih dan berbau khas minyak ikan. Sifat fisiknya
berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92 gr/ml dan sifatnya yaitu angka iod
lebih dari 65 gr/100 gr, angka penyabunan 185-195 mg/gr, asam lemak bebas 0,1-
13 % dan angka tidak tersabunkan 0,5-2,0 mg/gr.
Ikan tidak benar-benar menghasilkan omega-3 asam lemak, melainkan
mengumpulkan mereka dengan mengkonsumsi baik mikroalga atau ikan mangsa
yang telah terakumulasi omega-3 asam lemak dari mikroalga. Lemak ikan
predator seperti hiu, ikan pedang, tilefish, dan tuna albacore mungkin tinggi
omega-3 asam lemak, namun karena posisi mereka di puncak rantai makanan,
spesies ini juga dapat menumpuk beracun. Untuk alasan ini, AS Food and Drug
Administration merekomendasikan membatasi konsumsi tertentu (predator)
spesies ikan (misalnya tuna, hiu, king mackerel, tilefish, dan todak) karena
tingginya kadar kontaminan beracun seperti merkuri, dioksin, PCB dan chlordane.
Minyak ikan digunakan sebagai komponen dalam budidaya pakan. Lebih dari 50
persen dari minyak ikan dunia digunakan dalam akuakultur pakan adalah untuk
makan salmon.
Asam lemak omega-3 dalam minyak ikan dianggap bermanfaat dalam
mengobati hipertrigliseridemia, dan mungkin bermanfaat dalam mencegah
penyakit jantung. Minyak ikan dan omega-3 asam lemak telah diteliti di berbagai
kondisi lain, seperti depresi klinis, kecemasan, kanker, dan degenerasi makula,
meskipun manfaat dalam kondisi ini masih harus dibuktikan.

1.2.2.3 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai
bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi
etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh
bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.
Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan
bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol
yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai
berikut:

Gambar 1.1 Reaksi Kimia Metanol Yang Terbakar Di Udara


[Sumber : Hikmah dan Zuliyana, 2010]
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik. Sifat-sifat fisik dan
kimia metanol ditunjukkan pada Tabel 1.5 berikut.
Tabel 1.5 Sifat Fisika Dan Kimia Metanol

Massa molar 32,04 g/mol


Wujud Cairan tidak berwarna
Spesific gravity 0,7918
Titik leleh -97 oC, -142,9 oF (176 K)
Titik didih 64,7 oC, 148,4 oF (337,8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman (pKa) ~ 15,5
[Sumber : Perry, 1984]

1.2.3 Bahan Pendukung untuk Pembuatan Biodiesel


1.2.3.1 Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam.
Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai
titik leleh 10,49 oC dan titik didih pada 340 oC tergantung kepekatan serta pada
temperatur 300 oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida.
(Nurul, 2010). Berikut sifat-sifat fisik dan kimia asam sulfat ditunjukkan pada
Tabel 1.6 berikut :

Tabel 1.6 Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Asam Sulfat


Berat molekul 98,08 g/gmol
Titik leleh 10,49 oC
Titik didih 340 oC
Spesific gravity 1,834
Warna Tidak berwarna
Wujud Cair
[Sumber: Perry, 1984]
1.2.3.2 KOH
Kalium hidroksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
KOH. Kalium hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali kalium
yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Bentuk kristal, butir, serpih, padat,
batang yang berwarna putih sampai kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air
dingin, air panas, dan tidak larut dalam dietil eter. Kalium hidroksida ialah salah
satu bahan kimia perindustrian utama yang digunakan sebagai bes dalam berbagai
proses kimia. Kalium hidroksida (KOH) disebut juga sebagai potasy kaustik.
Salah satu kegunaan KOH yang amat penting adalah untuk baterai alkali
yang menggunakan larutan KOH sebagai elektrolit. Oleh karena itu, kalium
hidroksida digunakan dalam pembuatan lampu senter dan barang-barang yang
menggunakan baterai. Kalium hidroksida digunakan sebagai fotografi dan
litografi, membuat sabun cair, mengabsorpsi karbon dioksida, menghilangkan cat
pernis, pewarna kain, dan tinta cetak. Dalam bidang pertanian, kalium hidroksida
digunakan untuk menetralkan pH tanah yang asam, juga dapat digunakan sebagai
fungisida dan herbisida. Kalium hidroksida dapat ditemukan dalam bentuk murni
dengan mereaksikan natrium hidroksida dengan kalium murni. Sifat – sifat kalium
hidroksida ditunjukkan pada tabel 1.5 :
Tabel 1.5 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Kalium hidroksida
Berat Molekul 56,1047
Wujud Padat
Warna Putih atau kuning
PH 13,5 (0,1 M larutan)
Titik didih 2408oF
Titik lebur 680oF
Specific Gravity 2,04
(Sumber : MSDS, 1999)
1.2.4 Komposisi dalam Minyak Nabati
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur [Destiana, 2007]. Bahan-
bahan mentah pembuatan biodiesel adalah
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan
minyak-lemak,
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan
(refining) lemak dan minyak-lemak.

1.2.4.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung
dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak
nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur
molekul dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar

Gambar 1.2 Struktur Molekul Gliserida


[Sumber : Ketaren, 1986]

1.2.4.2 Asam Lemak


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Didalam buah
misalnya buah sawit, sudah terkandung asam lemak bebas. Asam lemak bebas
tersebut terbentuk akibat adanya mikroba atau enzim lipase pada buah.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap preesterifikasi.

1.2.5 Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-
alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol
adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya
paling tinggi selain itu lebih mudah untuk direcoveri walaupun tidak menutup
kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol [Fangrui,
1999].
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk
mendorong reaksi agar bergerak kekanan sehingga dihasilkan metil ester
(biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu
produk yang harus dipisahkan [Hambali, 2007]. Berikut ini disajikan reaksi
transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester
(biodiesel).
Gambar 1.3 Reaksi Transesterifikasi
[Sumber : Ketaren, 1986]
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, waktu reaksi, kandungan air dan kandungan asam lemak
bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang
mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel diantaranya kandungan gliserol,
jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan
kandungan sabun. Pada proses transesterifikasi selain menghasilkan biodiesel
hasil sampingnya yaitu gliserin (gliserol) yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan sabun [Hambali, 2007].
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Tahapan Reaksi Transesterifikasi
[Sumber : Hikmah dan Zuliyana, 2010]

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil


asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah
produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm)
Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan
yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan
katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar
dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan
karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan
1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada
3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum.
3. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
4. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida

(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida).

Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan


jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk
reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak
nabati untuk natrium hidroksida.
5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
6. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih
metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Hal ini ditunjukan pada
Gambar 2.7. Untuk waktu 6 menit, pada temperatur 60oC konversi telah
mencapai 94% sedangkan pada 45oC yaitu 87% dan pada 32oC yaitu 64%.
Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun
dengan waktu reaksi yang lebih lama.
1.2.5 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial [Soerawidjaja, 2006]. Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120°C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah
yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan
air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak.
Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode
penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat
dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat
pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Reaksi Esterifikasi Dari Asam Lemak Menjadi Metil Ester
[Sumber : Hikmah dan Zuliyana, 2010]
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

1.2.6 Syarat Mutu Biodiesel


Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk
yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan
dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di
Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan
diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006
yang tercantum pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Persyaratan Kualitas Biodiesel menurut SNI-04-7182-2006


Batas Metode
Parameter dan Satuannya Metode Uji
Nilai Setara
850 –
Massa jenis pada 40 oC, kg/m2 ASTMD 1298 ISO 3675
890
Viskositas kinematika pada 40 oC,
2,3 – 6,0 ASTMD 445 ISO 3104
mm2/s (cSt)
Angka setara Min 51 ASTMD 613 ISO 5165
Titik nyala (mangkok tertutup), oC Min 100 ASTMD 93 ISO 2710
Titik kabut, oC Maks 18 ASTMD 2500 -
Maks no
Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 oC) ASTMD 130 ISO 2160
3
Maks
Residu karbon, %-berat
0,05
 Dalam contoh asli ASTMD 4530 ISO 10370
(maks
 Dalam 10 % ampas distilasi 0,03)
Maks
Air dan sedimen, %-volum ASTMD 2709 -
0,05
Maks
Temperature distilasi 90 %, oC ASTMD 1160 -
360
Maks
Abu tersulfatkan, % berat ASTMD 874 ISO 3987
0,02
Maks PREN ISO
Belerang, ppm-b (mg/kg) ASTMD 5453
100 20884
AOCS Ca 12-
Fosfor,ppm-b (mg/kg) Maks 10 FBI-A05-03
55
Angka asam, mg-KOH/g Maks 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03
Maks AOCS Ca 14-
Gliserol bebas, %-berat FBI-A02-03
0,02 56
Maks AOCS Ca 14-
Gliserol total, %-berat FBI-A02-03
0,24 56
Kadar ester alkil, %-berat Min 96,5 Dihitung FBI-A03-03
Maks
Angka iodium, g-I2/(100 g) AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03
115
Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03
[Sumber : Dewan Kelapa Indonesia, 2013]
Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat
dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan
0,02%-b) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi.
Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel
menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah
yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang
baik pula.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rodiansono., dan Anggono Wijaya. 2007. Optimasi Perbandingan Mol


Metanol/Minyak Sawit dan Volume Pelarut pada Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Petroleum Benzin. Program Studi Kimia FMIPA.
Universitas Lambung Mangkurat.
Bradshaw, G. dan Meuly,W.C. 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office
2,360,844.
Dewan Kelapa Indonesia. 2013. Standar Nasional Biodiesel. http://www.dekindo.
com / media.php?standar_mutu=2. Diakses pada tanggal 13 November
2013.
Destiana, M, A. Zandi, Nazef dan S. Puspasari. 2007. Intensifikasi Proses
Produksi Biodiesel. Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang Energi
Penghargaan PT. Rekayasa Industri. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Encinar, J. M., Gonzales J. F., Rodriguez, J. J., dan Tejedor A., 2002, Biodiesel
Fuels from Vegetable Oils: Transesterifikasi of Cyanara Cardunculus L.
Oils with Ethanol, Energy Fuels, 16, 443-450.
Eckey, S.W. 1955. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta.
Universitas Indonesia.
Fangrui, Ma., Milford, A., Hanna. 1999. Biodiesel Production. Jurnal Bioresource
Technology. 70. 1–5.
Haas, J.M., A.J. McAloon, W.C. Yee, and T.A. Foglia. 2003, “A Process Model
to Estimate Biodiesel Production Costs”, Bioresource Technol., 97:671-
678.
Hambali, E. Mujdalipah, S. Armansyah. Pttiwiri, A. Waries. Dan Handroko, R.
2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia, Jakarta.
Hikmah, Zuliana, 2010, Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak
Dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi,
Universitas Diponegoro : Semarang
Kapilakarn and Peugtong (2007), A comparison of costs of biodiesel production
from transesterification, International Energy Journal, 8, 1-6
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta.
Universitas Indonesia.
Krischenbauer. 1960. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Jakarta.
Universitas Indonesia.
Nurul, M.H, Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi.
http://eprints.undip.ac.id/13469/1/SKRIPSI.pdf. Diakses pada tanggal 26
November 2012.
Perry, R.H., & Green, D.W. 1984. Perry’s Chemical Engineering Handbook. 6th
ed. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York.
Soerawidjaja, Tatang H., Prakoso, Tirto., Reksowardojo, Iman K. 2005. Prospek,
Status dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia.
Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Soerawidjaja, T.H. 2006. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi
Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional Biodiesel Sebagai
Energi Alternatif Masa Depan. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Anda mungkin juga menyukai