PENDAHULUAN
Minyak kelapa sawit mengandung beberapa lemak jenuh dan lemak tak
jenuh dalam bentuk gliseril laurat (0,1%, jenuh), miristat (1%, jenuh), palmitat
(44%, jenuh), stearat (5%, jenuh), oleat (39%, tak jenuh tunggal), Linoleat (10%,
tak jenuh ganda), dan alpha-linolenate (0,3%, tak jenuh ganda). Seperti semua
minyak nabati, minyak kelapa sawit tidak mengandung kolesterol (ditemukan
dalam lemak hewani dimurnikan), meskipun asupan lemak jenuh meningkatkan
baik LDL dan HDL kolesterol.
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40
persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Komposisis Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit
Asam lemak (persen) (persen)
Asam kaprilat - 3–4
Asam kaproat - 3–7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9
Asam stearate 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam oleat 39 – 45 13 – 19
Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2
[Sumber: Eckey,S.W., 1955]
Minyak kelapa sawit memiliki sifat fisika dan kimia yang meliputi warna,
bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot
melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyata dan
titik api. Beberapa sifat fisika-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu
0,9 0,9 – 0,913
kamar
Indeks bias D 40oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan iod 48 – 56 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254
[Sumber: Krischenbauer, 1960]
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik
cair yang berbeda-beda.
1.2.2.3 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai
bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi
etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh
bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.
Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan
bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol
yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai
berikut:
1.2.4.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung
dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak
nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur
molekul dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar
1.2.5 Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-
alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol
adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya
paling tinggi selain itu lebih mudah untuk direcoveri walaupun tidak menutup
kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol [Fangrui,
1999].
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk
mendorong reaksi agar bergerak kekanan sehingga dihasilkan metil ester
(biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu
produk yang harus dipisahkan [Hambali, 2007]. Berikut ini disajikan reaksi
transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester
(biodiesel).
Gambar 1.3 Reaksi Transesterifikasi
[Sumber : Ketaren, 1986]
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, waktu reaksi, kandungan air dan kandungan asam lemak
bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang
mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel diantaranya kandungan gliserol,
jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan
kandungan sabun. Pada proses transesterifikasi selain menghasilkan biodiesel
hasil sampingnya yaitu gliserin (gliserol) yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan sabun [Hambali, 2007].
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Tahapan Reaksi Transesterifikasi
[Sumber : Hikmah dan Zuliyana, 2010]
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida).
Gambar 1.5 Reaksi Esterifikasi Dari Asam Lemak Menjadi Metil Ester
[Sumber : Hikmah dan Zuliyana, 2010]
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.