Teori Semiotika Ferdinand de Saussure
Teori Semiotika Ferdinand de Saussure
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sering melihat dan menemukan berbagai hal dari yang
terlihat kasat mata seperti benda dan warna; hingga hal-hal yang tidak begitu tampak jelas seperti
gerak-gerik dan sikap orang lain. Mungkin hal-hal itu bukan lagi hal yang asing kita temui
sehingga kita tidak terlalu memikirkan makna di baliknya, namun tahukah Anda kalau hal-hal
tersebut bisa saja memiliki tanda dan arti tersendiri? Pada pembahasan kali ini, kita akan
mengulas mengenai teori semiotika yang berisi kajian tanda dari Ferdinand de Saussure. (Baca
juga: Teknik Dasar Fotografi)
Pengertian Semiotika
Seperti yang telah diulas sedikit, semiotika adalah kajian ilmu mengenai tanda yang ada dalam
kehidupan manusia serta makna dibalik tanda tersebut. Ada beberapa pendapat mengenai asal
kata semiotika yang keduanya dari bahasa Yunani, pertama adalah seme yang berarti “penafsiran
tanda”, sedangkan yang kedua adalah semeion yang berarti “tanda”. Pada perkembangannya,
terdapat beberapa ahli yang mengkaji semiotika dalam studi mereka dan menciptakan teori-teori
semiotika, salah satunya adalah Ferdinand de Saussure. (Baca juga: Konvergensi Media)
Semiologi menurut Saussure adalah kajian mengenai tanda dalam kehidupan sosial manusia,
mencakup apa saja tanda tersebut dan hukum apa yang mengatur terbentuknya tanda. Hal ini
menunjukkan bahwa tanda dan makna dibalik tanda terbentuk dalam kehidupan sosial dan
terpengaruhi oleh sistem (atau hukum) yang berlaku di dalamnya.
Ada beberapa hal dalam sistem yang mempengaruhi pembentukan dan pelestarian tanda dalam
masyarakat, dan Saussure lebih menekankan pada peranan bahasa dibanding aspek lain seperti
sistem tulisan, agama, sopan-santun, adat istiadat, dan lain sebagainya. (Baca juga: Fotografi
Jurnalistik)
Jika ditinjau dari segi linguistik yang merupakan dasar dari konsep semiologi Saussure,
perumpamaannya bisa dianalogikan dengan kata dan benda “pintu”. Pintu
secara signifiant merupakan komponen dari kumpulan huruf yaitu p-i-n-t-u, sedangkan
secara signifie dapat dipahami sebagai sesuatu yang menghubungkan satu ruang dengan ruang
lain. Kombinasi dari signifiant dan signifie ini yang kemudian membentuk tanda atas “pintu”,
bukan sekedar benda mati yang digunakan oleh manusia.
Sedangkan parole adalah praktik berbahasa dan bentuk ujaran individu dalam masyarakat pada
satu waktu atau saat tertentu. (Baca juga: Nilai Berita)
Saussure menjelaskan bahwa langue bisa dikatakan sebagai fakta sosial dan menjadi acuan
masyarakat dalam berbahasa, yang juga berperan sebagai sistem yang menetapkan hubungan
antara signifiant dan signifie. Langue yang direalisasikan dan diterapkan oleh individu dalam
masyarakat sebagai wujud ucapan bahasa ini kemudian disebut sebagai parole. Parole satu
individu dengan individu lainnya bisa saja berbeda-beda karena realisasi dan penerapannya bisa
beragam satu sama lain. (Baca juga: Kode Etik Wartawan)
Synchronic seringkali disebut sebagai studi linguistik deskriptif, karena kajian didalamnya
banyak mengkaji hal yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan bahasa apa yang
digunakan pada suatu masa tertentu. Sedangkan diachronic lebih bersifat pada studi historis dan
komparatif, karena bertujuan untuk mengetahui sejarah, perubahan, dan perkembangan struktural
suatu bahasa pada masa yang tak terbatas. (Baca juga: Teori Komunikasi Organisasi)
Kita tentu sudah sering mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia yang membahas unsur-unsur
dalam kalimat berupa subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK); namun pada
kenyataannya tidak semua kalimat selalu memiliki unsur-unsur tersebut, bukan? Kajian
semiologi menyatakan jika sebuah kalimat memiliki unsur SPOK yang lengkap dan memiliki
kesatuan arti dari gabungan unsur tersebut sehingga tidak bisa digantikan dengan unsur lain
karena dapat merubah makna, maka kalimat tersebut memiliki hubungan syntagmatig.
Dan sebaliknya, jika sebuah kalimat tidak memiliki susunan SPOK lengkap dan salah satu
unsurnya dapat diganti dengan kata lain tanpa merubah makna, maka kalimat tersebut memiliki
hubungan paradigmatic.
Bahasa Sebagai Sistem Tanda
Dengan latar belakang kajian linguistik dan bahasa, Saussure menempatkan bahasa sebagai dasar
dari sistem tanda dalam teori semiologi yang dibuatnya. Bahasa dipandang oleh Saussure sebagai
sistem tanda yang dapat menyampaikan dan mengekspresikan ide serta gagasan dengan lebih
baik dibanding sistem lainnya. Bahasa merupakan suatu sistem atau struktur yang tertata dengan
cara tertentu, dan bisa menjadi tidak bermakna jika terlepas dari stuktur yang terkait. (Baca
juga: Analisis Framing)
Saussure menjelaskan bahwa kajian linguistik masih terlalu umum untuk membahas sistem tanda,
karenanya perlu dibuat kajian yang lebih khusus yang ia namakan semiologi. Karena berangkat
dari dasar linguistik itulah, kajian semiotika dari Saussure ini dikenal juga dalam dunia ilmu
pengetahuan sebagai semiotika linguistik. Saussure sendiri menyebutkan tiga kata dalam bahasa
Prancis yang berarti ‘bahasa’, yaitu parole, langage, dan langue. (Baca juga: Literasi Media)
Parole adalah ekspresi bahasa yang muncul dari pikiran tiap individu dan tidak bisa disebut fakta
sosial karena cenderung subjektif. Langage merupakan gabungan dari parole dan kaidah bahasa,
yang mana digunakan oleh seluruh masyarakat sebagai gabungan dari ekspresi sehingga belum
bisa disebut fakta sosial. Sedangkan langue merupakan kaidah bahasa yang digunakan dan
diterapkan oleh kelompok masyarakat tertentu yang memungkinkan berbagai elemen di
dalamnya untuk memahaminya sehingga bisa dikatakan sebagai realitas yang ada. (Baca
juga: Etnografi Komunikasi)