Anda di halaman 1dari 6

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang

mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

produktivitasnya cukup tinggi. Telur burung puyuh sangat disukai masyarakat

karena rasanya yang gurih, selain itu harganya juga terjangkau dan memiliki

kualitas yang baik. Hingga saat ini produksi telur puyuh belum dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat karena permintaannya yang tinggi, sehingga selain untuk

memenuhi kebutuhan telur, peternakan puyuh banyak dikembangkan untuk

meningkatkan populasinya. Peternak juga senang beternak puyuh karena puyuh

menghasilkan telur yang relatif lebih besar perbandingan antara bobot telur dan

bobot induk dibandingkan dengan ternak lainnya.

Produksi telur, selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi

oleh lingkungan. Secara genetik produksi telur pada puyuh jepang (Coturnix-

coturnix japonica) sangat tinggi, tetapi sifat ini tidak akan tercapai apabila faktor

lingkungan tidak menunjang. Salah satu faktor lingkungan yang penting adalah

pemberian pakan. Pemberian pakan sehari-harinya dimanifestasikan dalam bentuk

ransum. Ransum adalah campuran satu atau lebih bahan pakan yang telah

memenuhi kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam. Kandungan nutrien ransum

secara garis besar adalah protein, energi, lemak, vitamin, dan mineral. Unsur-

unsur tersebut harus selalu tersedia dalam pakan agar diperoleh produksi dan

kualitas telur yang baik.


2

Telur puyuh memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan

dengan telur ternak lain, sehingga kandungan protein ransum puyuh petelur

cenderung lebih tinggi dibandingkan kandungan protein ransum untuk ternak

petelur lain. Protein merupakan nutrien yang sangat penting yang harus berada

dalam ransum karena merupakan zat pembangun baik untuk daging maupun telur.

Kandungan protein ransum berpengaruh terhadap produksi telur maupun

kualitas telur. Guna mengetahui kualitas telur dapat dilakukan dengan cara

mengukur kualitas eksterior dan interior diantaranya eksterior meliputi bentuk

telur, bobot telur sedangkan interior meliputi nilai haugh unit (HU) dan albumen

telur.

Puyuh yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh hasil silangan

antara puyuh warna hitam dan puyuh warna coklat. Upaya yang dapat dilakukan

dalam perbaikan mutu genetik adalah dengan cara persilangan antar jenis puyuh

yang berbeda untuk mendapatkan bibit puyuh yang berkualitas. Upaya ini

diharapkan dapat memperbaiki mutu bibit, khususnya melihat evaluasii kualitas

telur yang meliputi bobot telur, bentuk telur, shape indeks, dan haugh unit.

Kebutuhan protein ransum untuk puyuh hasil silangan ini belum diketahui,

sehingga perlu dilakukan penelitian agar didapatkan standar kebutuhan protein

optimal untuk mendapatkan kualitas telur yang baik. Berdasarkan uraian di atas

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pemberian Tingkat protein dalam Ransum terhadap kualitas telur puyuh

(Coturnix-coturnix japonica)”.
3

1.2 Identifiksi Masalah

1) Berapa besar pengaruh tingkat protein ransum terhadap kualitas telur

puyuh.

2) Pada tingkat protein ransum berapa dapat menghasilkan kualitas telur

puyuh optimal.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1) Mengtahui pengaruh tingkat protein dalam ransum terhadap kualitas telur.

2) Mendapatkan tingkat protein dalam ransum yang menghasilkan kualitas

telur puyuh optimal.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah dalam

pemanfaatan puyuh petelur sebagai penghasil telur, khususnya mengenai tingkat

protein dalam ransum ternak puyuh petelur hasil persilangan antara puyuh hitam

dan puyuh coklat. Hasil ini juga diharapkan menjadi sumbangan bagi

perkembangan ilmu ternak unggas khususnya puyuh.

1.5 Kerangka Pemikiran

Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan ternak yang memiliki

produktivitas tinggi. Puyuh telah lama dibudidayakan sebagai penghasil telur dan

daging. Peternakan puyuh mampu menghasilkan telur yang dapat membantu

mencukupi kebutuhan protein masyarakat Indonesia. Dalam hal ini produksi telur

merupakan petunjuk yang paling baik dari potensi unggas petelur (North dan Bell,

1990). Selain menghasilkan daging, burung puyuh juga merupakan produsen telur
4

dengan produktivitas cukup tinggi yaitu mencapai 300 butir/ekor/tahun (Schaible,

1970 dalam Nugroho dan Mayun, 1986).

Telur adalah produk unggas yang mempunyai nilai gizi tinggi dan mudah

dicerna. Karakteristik paling utama untuk telur konsumsi yaitu kesegaran, besar

telur, warna kerabang telur dan warna kuning telur (Tri-Yuwanta, 2004).

Penentuan dan pengukuran kualitas telur mencakup dua hal yaitu kualitas

eksterior yang meliputi berat telur, bentuk serta ukuran telur (indeks telur),

sedangkan kualitas interior meliputi Haugh Unit, indeks putih telur (Stadellman

dan Cotterill, 1995). Berat telur dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jenis

unggas, musim saat bertelur, genetik, berat tubuh induk dan ransum yang

dikonsumsi ( Murtidjo, 1985).

Bobot telur puyuh tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas ransum yang

dikonsumsi namun kualitas ransum juga berperan penting, khususnya kandungan

protein yang terdapat dalam ransum (Mozin, 2006). Kekurangan protein dapat

mengakibatkan menurunnya besar telur dan jumlah albumen telur (Amrullah,

2003). Pada saat telur tidak dibentuk pada hari-hari tertentu, terjadi akumulasi

protein sehingga ketersediaan protein untuk membentuk satu butir telur pada hari

berikutnya menjadi lebih banyak yang pada gilirannya telur yang dihasilkan

menjadi lebih besar (Widjastuti dan Kartasudjana, 2006). Kebutuhan protein

sangat penting dalam pembentukan telur. Faktor terpenting dalam ransum yang

mempengaruhi berat telur yaitu protein terutama kandungan asam amino sebab

lebih dari 50% berat kering telur merupakan protein (Anggorodi, 1985).

Indeks telur merupakan perbandingan antara ukuran lebar dengan panjang

telur. Telur yang baik berbentuk oval dan idealnya mempunyai indeks telur antara

72-76 (Sumarni dan Djuarnani,1995). Telur yang normal memiliki bentuk oval
5

dengan salah satu ujung lebih besar daripada yang lain, dan meruncing ke arah

ujung yang lebih kecil. Ujung telur biasanya disebut ujung tumpul dan ujung

runcing (USDA, 2000).

Indeks putih telur terdapat diantara kulit telur dan kuning telur dengan

jumlah sekitar 60% dari total berat telur (Murtidjo, 1985). Putih telur yang

berhubungan struktur gel adalah ovimicum. Tinggi putih telur ditentukan oleh

bahan utama yaitu ovimicum, dan pembentukan ovimicum itu ditunjang dari

konsumsi protein (Tri-yuwanta, 2002).

Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi

antara bobot telur (gram) dengan tinggi albumen telur (mm) (Haryono, 2000).

Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi albumen, maka tinggi pula

nilai HU dan kualitas telur semakin bagus (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Ovomucin sangat berperan dalam pengikatan air untuk membentuk struktur gel

albumen, jika jala-jala ovomucin banyak dan kuat maka albumen akan semakin

kental yang berarti viskositas albumennya tinggi yang diperlihatkan pada

indikator HU (Roesdiyanto, 2002). Nilai haugt unit pada umur nol hari yaitu 88,4

(Imai dkk, 1984). Kualitas telur yang baik dapat diwujudkan dengan pemberian

ransum.

Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan

kebutuhan ternak (Anggorodi, 1994). Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan

penggunaan ransum, beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum

antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas

ternak, energi ransum dan tingkat produksi.

Baik dan buruknya kualitas ransum selain dilihat dari kandungan protein,

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : energi, susunan dan imbangan
6

asam-asam amino serta status produksi ternak yang bersangkutan (Rasyaf, 1983).

Protein adalah komponen zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena

dapat berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh, juga dalam

keadaan tertentu dapat berfungsi sebagai zat pembakar. Protein merupakan

sumber asam amino yang mengandung gugus carbon, hydrogen, oksigen dan

nitrogen yang tidak dimiliki oleh zat makanan lainya seperti lemak dan

karbohidrat (Winarno, 1984 ; Wahju 1992).

Puyuh yang diberikan kadar protein sebesar 22% dalam ransum pada fase

bertelur akan berpengaruh terhadap komposisi protein dalam telur (BSN, 2006).

Puyuh berumur 20-21 minggu dan 31-32 minggu dengan pemberian pakan

mengandung protein 22% menghasilkan telur dengan bobot 10,1 g dan 11,0 g

(Eishu et al., 2005).

Berdasarkan dari kerangka pemikiran diatas maka diperoleh hipotesis

bahwa tingkat protein 22% dalam ransum mengoptimalkan bobot telur, bentuk

telur, tinggi albumen dan nilai haugh unit.

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016 selama 1 bulan.

Penelitian dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas

Padjadajaran, kemudian pengamatan telur puyuh dilaksanakan di Laboratorium

Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai