Laporan Pendahuluan PDF
Laporan Pendahuluan PDF
KATA PENGANTAR
Laporan Pendahuluan ini merupakan laporan pertama yang kami susun yang secara garis
besar berisi tentang konsep perencanaan, rencana kerja, metodologi pelaksanaan kerja,
jadwal pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi dan sistem pelaporan yang dalam
penyusunannya telah mengacu kepada KAK, Usulan Teknis, hasil survei awal dan
literatur serta peraturan lainnya yang berlaku.
Laporan Pendahuluan ini nantinya akan menjadi guide line kami dalam melaksanakan
pekerjaan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan, saran serta kritik dari semua
pihak yang terkait.
Atas segala perhatian, masukan dan saran untuk menyempurnakan laporan ini kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. I–1
1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................... I–1
1.3 Sasaran.............................................................................................. I–2
1.4 Interprestasi Terhadap KAK ............................................................. I–3
1.5 Lokasi Kegiatan ................................................................................. I–4
1.6 Foto – Foto Lokasi ............................................................................. I–8
1.7 Data Hasil Pengukuran Topografi ..................................................... I – 10
BAB VI LAPORAN
6.1 Sistem Pelaporan ............................................................................. VI – 1
6.2 Keluaran/Output Hasil Pekerjaan Perencanaan .............................. VI – 1
6.3 Penjelasan Laporan .......................................................................... VI – 3
Jumlah 100 10
WAKTU PELAKSANAAN
No. TAHAPAN URAIAN KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER KETERANGAN
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
I KONSEPSI PERENCANAAN
1 Interpretasi KAK/study literatur 20 HK
2 Pengumpulan data & Informasi Lapangan
3 Pengukuran
4 Klarifikasi data
5 Membuat Konsep, gagasan, sketsa
6 Konsultasi 1
II PRA RENCANA
1 Analisa Data 20 HK
2 Rencana Program Ruang
3 Rencana Denah/Tapak/Potongan bangunan
4 Rencana perkiraan biaya
5 Konsultasi / Presentasi 2
6 Review Konsep & Hasil Konsultasi aw al
sebelumnya
IV RENCANA DETAIL
1 Gambar detail : arsitektur, struktur, mekanikal, 35 HK
elektrikal
2 Menyusun RKS
3 Menyusun BoQ
4 Menyusun RAB
5 Presentasi 4
6 Penyempurnaan
7 Pengesahan dari instansi terkait
8 Gambar 3D Final
9 Animasi
10 Flashdisk
11 Maket
Catatan :
Kegiatan yang telah dilaksanakan
Waktu efektif Penyelesaian Perencanaan Total
Waktu yang bisa dilaksanakan secara simultan
Presentasi
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan yang ada, Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr.
M. Salamun Bandung perlu terus meningkatkan pelayanan kesehatannya terhadap
masyarakat terutama masyarakat Jawa Barat. Pembangunan Gedung Operasi, ICU,
NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 merupakan salah satu
program penting yang dimaksud.
Adanya fasilitas Gedung Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat
Inap Kelas 3 ini akan sangat membantu meningkatkan kinerja RSAU dr. M.
Salamun Bandung sebagai salah satu bentuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Pembangunan gedung diatas harus memenuhi standar dan
persyaratan serta spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi untuk operasional
Gedung Rumah Sakit, sehingga diperlukan perencanaan yang ditangani oleh
tenaga-tenaga profesional yang berpengalaman dibidangnya
Bab I -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Adapun lebih terperinci maksud dan tujuan tersebut kami uraikan sebagai berikut:
1.3 SASARAN
Bab I -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Sebagai bentuk hasil dari perencanaan ini adalah berupa laporan hasil pekerjaan
perencanaan yang secara garis besar terdiri dari :
1) Laporan Pendahuluan
2) Laporan Antara
3) Produk Akhir
Untuk lebih detailnya tersaji didalam BAB VI pada Laporan Pendahuluan ini.
Lokasi Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD,
CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung berada di
Jl. Ciumbuleuit No.203, Hegarmanah, Kota Bandung, Jawa Barat 40141 yang telah
disiapkan mengikuti kaidah perencanaan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah. Kebutuhan yang terdapat dalam data program ruang menjadi satu
kesatuan dengan fungsi didalamnya secara kompak, efisien namun ramah
lingkungan.
Bab I -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Lokasi Pekerjaan
Bab I -10
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
2
3
5
6 7
4
10
9
8
12 14 15
13 16
25
26 17
24 22
23
27
21 20
28
30
31
34 36
29
33
37
35
38
39
Berdasarkan data ukur hasil survey topografi hasil pengukuran T0 dan waterpass
dilakukan perhitungan-perhitungan T0, waterpass dan tachimetri dengan
menggunakan program excel. Dimana hasil perhitungan-perhitungan tersebut akan
digunakan sebagai input data dalam penggambaran yang menggunakan program
komputer Autodesk Land Depelovment yang akan menghasilkan gambar peta
topografi untuk digunakan perencanaan teknis seperti dibawah ini dan luas
bangunan hasil pengukuran sebesar 15286.902 m2 sedangkan luas area hasil
pengukuran sebesar 32164.206 m2.
Bab I -11
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -12
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab I -13
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB II
KONSEP PERENCANAAN
Bab II -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
orientasi dan tata letak massa. Dalam penentuan konsep perencanaan tapak ini
mempertimbangkan beberapa potensi dan kendala yang dimiliki tapak, regulasi
tapak dan kawasan yang telah ditentukan oleh Pemda setempat serta fungsi dan
kegiatan dalam tapak.
1. Zonasi/Pendaerahan
Pengelompokan kegiatan di dalam tapak Perencanaan Pembangunan Gedung
Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3
RSAU dr. M. Salamun Bandung akan terbagi atas tingkat kebutuhan aktifitas
yang berkaitan dengan privasi masing-masing bangunan dan ruang terhadap
kegiatan di dalam maupun di luar tapak. Pengelompokan kegiatan tersebut
akan dibagi menjadi beberapa area kelompok kegiatan sebagai berikut :
a. Zona Publik
Merupakan area yang mewadahi kegiatan dalam tapak yang mempunyai
tingkat intensitas kegiatan/interaksi dengan pihak luar relatif tinggi.
c. Zona Privat
Merupakan area yang mewadahi kegiatan intern dalam tapak dengan
tingkat intensitas kegiatan/interkasi yang terbatas terhadap pihak luar.
d. Zona Servis
Merupakan area yang mewadahi kegiatan pelayanan terhadap area publik
maupun privat.
e. Zona Penunjang
Merupakan area penunjang terhadap kegiatan Perencanaan
Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan
Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung serta yang
dapat menjembatani interkasi sosial antara kegiatan di dalam tapak dengan
lingkungan di sekitar tapak.
Bab II -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Perletakan masa sesuai kontur tersebut di atas akan membentuk suatu simpul
atau titik orientasi (point of interest) yang berfungsi sebagai pusat orientasi dari
massa-massa bangunan yang direncanakan. Pusat orientasi ini pada tapak
akan ditentukan dengan menempatkan hirarki dari bangunan yang membentuk
suatu ruang terbuka/inner court yang berfungsi juga sebagai ”paru-paru”
bangunan dalam tapak untuk mendapatkan sinar matahari dan matahari udara
bersih serta pemandangan yang baik pada bangunan di sekelilingnya.
Bab II -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
masih memiliki nilai estetis. Ketebalan/daging bangunan direncakan tidak lebih dari
20 meter untuk memungkinkan pencahayaan dan pertukaran udara di dalam
bangunan dapat dimaksimalkan.
2. Pemakai Bangunan
Pemakai adalah yang akan berada dan memakai serta membutuhkan ruang atau
massa pada gedung ini adalah :
a. Pasien
b. Staff medis
c. Paramedis
d. Staff non medis
e. Penunggu pasien
f. Staff administrasi dan direksi
3. Organisasi Ruang
Dari banyaknya ruang yang harus disediakan, sesuai pemakai dan sifat ruangnya
harus dikelompokkan sesuai sifatnya. Pengelompokan yang tepat akan
menciptakan pola dan alur sirkulasi yang efisien dan aman, karena dalam fungsi
gedung sebagai Ruang Perawatan, organisasi ruang yang baik akan sangat
membantu proses tindakan dan pelayanan paramedis terhadap pasien secara cepat
dan tepat.
Bab II -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Daerah bebas (area); Area lalu lintas dari luar, termasuk pasien seperti koridor-
koridor utama, lobby, ruang tunggu dan ruang administrasi.
Daerah semi steril; yaitu daerah R. Rawat Inap, R. Observasi, R. Tindakan
dimana diberlakukan waktu kunjungan sesuai dengan yang telah ditetapkan
oleh Rumah Sakit.
Secara prinsip gedung ini terdiri dari tiga elemen keseimbangan arsitektur yaitu :
Kepala, Badan dan Kaki. Uraian penjelasan dari ketiga elemen di atas adalah
sebagai berikut :
Kepala
Kepala pada bangunan adalah bagian atas bangunan / atap berfungsi sebagai
penutup suatu bangunan pelindung terhadap panas, hujan, angin dan gangguan
lainnya atau diartikan penyelesaian akiran suatu bangunan pada bagian paling
atas, apapun bentuk materialnya.
Badan
Badan yang dimaksud pada bangunan adalah tempat / ruang dimana bangunan
itu difungsikan. Selain sebagai wadah / tempat dimana bangunan itu bisa
difungsikan. Pada bangunan fungsi pokoknya adalah untuk melindungi apa
yang ada di dalam terhadap segala gangguan eksternal khususnya terhadap
iklim (panas, dingin, air dan udara).
Kaki
Kaki yang dimaksud pada bangunan adalah pondasi apapun teknik dan
materialnya. Pondasi adalah bagian yang menjadikan bangunan itu berdiri. Jadi
Bab II -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
prinsipnya kokoh atau tidaknya bangunan itu berdiri tergantung dari kekuatan
kaki (pondasi)-nya.
ANTISIPASI TERHADAP
TAMPIAS AIR HUJAN
MEMANFAATKAN PENGHAWAAN
RUANGAN ALAMI. DISESUAIKAN KEBUTUHAN
TERANG DARI
SINAR PANTUL
KONSTRUKSI TABIR
SINAR (SUN SCREEN)
MENGURANGI SINAR
MATAHARI LANGSUNG
Konsep dasar interior didasarkan pada besaran ruang standar, kebutuhan ruang
standar serta material finishing, warna dan pola yang terkait erat dengan sifat dan
fungsi ruang. Konsep interior banyak dipengaruhi oleh selera dan psikologis yang
dikehendaki.
Seperti halnya pada eksterior, interior juga terdiri dari tiga elemen yaitu
Plafond,Dinding,Lantai. Uraian penjelasan dari tiga elemen interior itu adalah
sebagai berikut :
Plafond / Langit-langit
Plafond / langit-langit adalah elemen yang menjadikan sesuatu menjadi
ruangan pada batas atasnya. Langit-langit menjadikan ruangan yang
volumenya tak terbatas menjadi terbatas / terhitung
Bab II -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Dinding
Dinding pada interior adalah berfungsi sebagai pembatas ruangan yang
bersebelahan, berbeda fungsi maupun sifat ruangnya. Dinding juga dapat
memberikan kesan / pengaruh psikologis luas, sempit / menekan. Dan dari
material finishingnya bisa memberikan halus / lembut, kuat, kokoh atau kasar.
Pada ruang perawatan ini pembatas dinding berkonsep / bernuansa halus dan
lembut serta higienis.
Lantai
Lantai bisa diartikan sebagai alas / dasar / pembatas ruangan tiga dimensi bagi
bawah. Selain sebagai alas / dasar dengan dalam finishingnya mempunyai
pengaruh cukup besar terhadap rupa suatu ruangan. Ruang bisa terkesan
ringan, higienis, berat, kasar, mengarahkan dan sebagainya tergantung
material finishing serta penerapan polanya.
Pada RS ini konsep untuk bidang lantai yang diambil adalah bersih, higienis,
mengarahkan, halus serta mudah dibersihkan.
Bab II -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
LOKAL CONTENT
Budaya Lokal
Bahwa suatu karya desain harus
juga mencerminkan karakter
budaya lokal dari daerah setempat,
sehingga akan dapat
merepresentasikan nilai budaya
kedalam gubahan fisik bangunan,
baik itu arsitektural maupun interior
Bab II -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Minimalis Geometris
Penggunaan material vinyl pada lantai sebagai suatu standar
material yang harus dipergunakan di area perawatan juga dipola
dengan bentukan geometris yang berupa garis-garis vertikal
horisontal
Bab II -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -10
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Tinggi tempat tidur untuk pasien yang ada di lapangan dalam keadaan diposisikan
dalam ketinggian 80 cm.
Selain itu laci samping ini juga digunakan sebagai tempat untuk menyisipkan meja
makan (over-bed table) yaitu disamping kiri yang dapat ditarik ke atas apabila
hendak digunakan. Ukuran ketinggian meja makan ini dapat disesuaikan dengan
posisi tidur pasien. Dengan demikian maka dari segi anthropometri tidak tidak ada
masalah karena pada hakekatnya telah dirancang sesuai standar dasarnya.
Bab II -11
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Panero dan Zelnik (1979) menetapkan lebar minimum area tempat tidur pasien
251,5 cm, sehingga kedua sisi di samping tempat tidur pasien memiliki lebar
masing-masing 76,2 cm.
Bab II -12
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Panero dan Zelnik (1979) menetapkan luas area depan pintu 152,4 cm x 152,4 cm
untuk mengakomodasi pemakai kursi roda. Sebuah kursi roda juga dapat digunakan
dalam area 121,9 cm x 121,9 cm, tetapi alokasi luasan ini terlalu sempit dan harus
dipandang sebagai ukuran yang paling minimal.
Jarak Lebar Pintu yang Mungkin untuk Dilalui Tempat Tidur Standar
Panero dan Zelnik (1979) menetapkan lebar pintu antara 116,8 – 121,9 cm adalah
jarak standar untuk dapat mengakomodasi tempat tidur pasien standar (121 cm x
99 cm).
Bab II -13
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Luas Toilet
Kloset
Goldsmith (1984) menetapkan jarak vertikal yang diperlukan antara ketinggian air
dan bibir dudukan harus tidak kurang dari 20 cm. Data lapangan menunjukkan
bahwa ketinggian air tersebut kurang lebih sama dengan ketentuan di atas. Dengan
demikian maka orang yang tidak dapat berjalan dapat membersihkan diri tanpa
beranjak dari kloset. Selanjutnya Goldsmith juga menetapkan jarak bibir kloset dari
lantai setinggi 47,5 cm.
Wastafel
Bab II -14
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Goldsmith (1984) menerangkan bahwa wastafel harus disediakan tetapi tidak perlu
untuk dapat dijangkau langsung oleh orang yang sedang duduk di kloset. Wastafel
sebaiknya ditempatkan di pojok yang bukan merupakan jalan tempat orang keluar-
masuk toilet.
Untuk orang yang duduk di kursi roda ketinggian yang sesuai untuk bibir wastafel
berkisar antara 67 cm – 82 cm. Sementara untuk orang yang dapat berdiri bibir
wastafel dapat dipasang hingga ketinggian 90 cm.
Cermin
Goldsmith (1984) menetapkan bahwa untuk orang normal berdiri, ujung atas cermin
dinding tidak boleh lebih rendah dari 180 cm di atas lantai, sementara ujung bawah
tidak boleh lebih tinggi dari 130 cm.
Bab II -15
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Pegangan Tangan
Menurut Goldsmith (1984) pegangan tangan yang berbentuk rel horisontal dapat
dipasang pada samping dudukan pada ketinggian sekitar 22,5 cm di atas bibir
kloset. Panjang minimum rel adalah 40 cm, dan akan lebih baik bila diperpanjang
untuk membantu orang menarik diri dari kursi roda.
Malkin (1992) menyatakan bahwa waktu untuk berjalan dan kemampuan untuk
menengok pasien menjadi semakin penting untuk mengatasi keterbatasan tenaga
perawat. Jika jarak perjalanan pendek dan suplai mudah maka perawat dapat
menggunakan waktu lebih banyak untuk pasien. Jadi dapat ditegaskan bahwa jarak
ruang perawat terhadap ruang pasien harus sedekat mungkin sehingga
memudahkan jangkauan.
De Chiara dan Challender (1990) menyatakan bahwa rencana ruang perawat harus
menyertakan pula ruang-ruang yang mengakomodasi kereta penyimpanan linan,
alat-alat dan suplai lainnya yang dibawa dari unit suplai dan sterilisasi sentral. Jadi
jarak ruang perawat harus sedekat mungkin dengan ruang-ruang tersebut, dan bila
Bab II -16
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
ruang berada di lantai atas maka lift untuk barang atau ramps harus diletakkan di
luarnya.
Menurut Panero dan Zelnik (1979) lebar 91,4 cm adalah jarak ruang minimal yang
memungkinkan antara meja kerja dengan meja belakang. Ini akan memungkinkan
akses ke meja belakang bagi orang ke dua sementara perawat sedang
menggunakan meja kerja. Disamping itu juga membuat arsip-arsip mudah
terjangkau oleh perawat yang memutar kursinya ke belakang.
Ruang Perawat
Menurut Panero dan Zelnik (1979) ketinggian meja pelayanan harus nyaman untuk
pengunjung dan tidak menghalangi penglihatan perawat. Untuk itu ketinggian meja
pelayanan yang baik sekitar 106,7 – 109,2 cm dari lantai. Lebar alas kepala meja
38,1 – 45,7 cm, lebar area meja untuk kerja perawat 53,3 – 54,6 cm dan tinggi meja
kerja 76,2 serta tinggi alas duduk kursi kerja 38,1 – 45,7 cm.
Bab II -17
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
ANTROPOMETRI KORIDOR
Menurut Woodson (1981), koridor harus cukup lebar sehingga orang tidak harus
berjalan berhati-hati agar tidak menabrak dinding, orang lain, atau perabot yang
menempel pada dinding atau dibawa dengan alat dorong. Minimal lebar corridor
dengan manufer bed pasien dan peralatan lainnya 240 cm dan lebar pintu ruang
pasien minimal 120 cm.
Bab II -18
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Konsep secara umum dari Gedung ini secara umum adalah form follow function
(bentuk mengikuti fungsi) disamping tetap memperhatikan kaidah dan fungsi serta
interaksi lingkungan dan budaya setempat, typologi arsitektur tropis, faktor estetika
(permainan detail) dan pertimbangan maintenance (perawatan gedung).
Peraturan :
1 SNI Beban Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur lain.(SNI 1727-2013)
2 SNI Gempa Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI- 03-1726-2012)
3 SNI Beton Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung
(SNI 2847 : 2013)
4 SNI Baja Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
(SNI 1729 : 2015)
Standard :
1 PUBI Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
2 SII Standar Industri Indonesia
3 ASTM American Society for Testing and Materials
4 ACI American Concrete Institute
5 AISC American Institute of Steel Construction
6 BS British Standard
7 JIS Japanese Industrial Standard
8 UBC Uniform Building Code 1997
Bab II -19
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Referensi :
1 SNI Gempa Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung (SNI - 03-1726 - 2002)
2 SNI Beton Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung (SNI 03 -2847-2002)-(S-2002)
3 PBI 1971 Peraturan Beton Indonesia 1971 (NI-2)
4 ACI Commentary Building Code and Commentary - ACI 318 M-11
5 Note on ACI Note on ACI 318-05
6 FEMA 450 – 2003 “NEHRP Recommended Provisions For Seismic
Regulation For New Buildings And Other Structures”
7 ASCE 7-10 “Minimum Design Load For Building and OTHERS Struture
Dan
Keseluruhan struktur atau sebagian, dikatakan gagal ketika limit state (Kondisi
Batas) tercapai, atau bahkan terlampaui.
(1) Limit state disesuaikan dengan beban penyebab kegagalan, termasuk faktor
ketidakstabilan: karena kegagalan struktur akan menyebabkan kerugian
material dan non-material, maka desain untuk memungkinkan terjadinya
kegagalan haarus rendah; dan
(2) Serviceability limit state, yang mencakup kriteria masa layanan bangunan. Hal
ini berkaitan dengan kekuatan bangunan untuk operasional secara normal.
Bab II -20
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Limit state diperoleh sebagai hasil suatu kombinasi acak. Sebagian faktor
keamanan dipakai untuk kondisi yang berbeda yang mewakili keadaan atau
kejadian tertentu dari pembebanan dan struktur yang ada. Tujuan yang terkandung
dari perhitungan desain struktur adalah untuk memastikan bahwa limit state tidak
terlampaui.
Dalam perencanaan struktur atas dan struktur bawah suatu gedung terhadap
pengaruh Gempa Rencana, struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari
struktur atas. Untuk itu, terhadap pengaruh Gempa Rencana unsur-unsur struktur
bawah harus tetap berperilaku elastik, tak bergantung pada tingkat daktilitas yang
dimiliki struktur atasnya.
Metoda analisa yang digunakan adalah metode Dynamic dan diasumsikan bahwa
struktur tersebut berperilaku elastis. Walaupun beban angin dan gempa bersifat
temporer secara alami, namun mudah diterapkan dan sangat diperlukan pada
sebagian besar perhitungan struktur dengan distribusi gaya dynamic.
Bab II -21
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
struktur bangunan harus lebih besar dibandingkan momen guling yang diwakili oleh
suatu angka faktor keamanan terhadap stabilitas.
Penetapan drift indeks merupakan suatu keputusan penting dalam desain tetapi
sulit untuk dipenuhi. Engineer kemudian dihadapkan pada pemilihan nilai yang tepat
untuk digunakan. Angka yang diambil akan mencerminkan fungsi bangunan, jenis
kriteria desain (sebagai contoh, kondisi beban batas), bentuk konstruksi, material,
Bab II -22
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
termasuk substansial infill atau cladding, beban angin dan khususnya, riwayat
tentang bangunan serupa yang sudah dibangun dengan hasil memuaskan.
Hingga kini tidak ada standard internasional yang bersifat universal untuk kriteria
kenyamanan, walaupun sudah sering dibahas dan perencana harus mendasarkan
kriteria desain pada suatu data yang layak. Umumnya disepakati bahwa percepatan
adalah parameter utama dalam menentukan respon manusia terhadap getaran
tetapi faktor lain seperti periode, amplitudo, orientasi bentuk, akustik dan visual,
serta pengalaman masa lalu dapat berpengaruh. Kurva yang tersedia memberi
berbagai batas perilaku manusia seperti persepsi gerak yang melampaui kesulitan
Bab II -23
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
bekerja sampai batas orang dapat berjalan dalam kaitannya dengan periode dan
percepatan.
Dari pandangan awam, suatu struktur bangunan tidak boleh bergerak, atau
pergerakannya masih bisa diterima, begitu juga dengan gedung tinggi yang
mempunyai dampak lebih luas. Suatu struktur menjadi bangunan yang tidak
dikehendaki akan mengalami kesulitan dalam hal pemasarannya. Untuk struktur
yang layak, tidak cukup hanya menahan tegangan termasuk beban desain, dengan
kekakuan cukup untuk mencegah pergerakan berlebihan dan kerusakan pada
elemen non-structural: perancang harus memastikan juga bahwa tidak ada gerakan
yang tidak diinginkan yang bisa mempengaruhi penghuni.
Menjadi tantangan tersendiri untuk membangun suatu gedung yang tidak akan
bergerak akibat angin topan atau selama terjadi gempa bumi. Sebagai konsekuensi,
karena beberapa gerakan tak bisa diabaikan, harus memperhitungkan kompromi
antara kenyamanan dan nilai ekonomis.
Dalam analisis kekuatan elemen struktur digunakan program aplikasi yaitu concrete
design dalam program bantu ETABS dengan faktor beban dan faktor reduksi
kekuatan, yang disesuaikan dengan SNI 03-2847-2013.
Bab II -24
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Hasil keluaran program tersebut masih dikoreksi secara manual, karena ada
beberapa perbedaan antara ACI dengan SNI Beton, seperti dalam merancang
tulangan geser (sengkang), baik untuk balok maupun kolom. Juga diperhatikan
tentang batasan seperti luas tulangan minimum dan maksimum, jarak maksimum
sengkang, dan juga perbandingan antara tulangan tarik dan tekan pada satu
penampang, agar penampang tersebut dapat berperilaku daktail.
1. Ketentuan umum
Untuk perencanaan dan konstruksi komponen struktur beton bertulang dari suatu
struktur, untuk mana gaya rencana, akibat gerak gempa, telah ditentukan
berdasarkan dissipasi energi di dalam daerah nonlinier dari respon struktur tersebut.
Dalam hal ini beban rencana lateral dasar akibat gerakan gempa untuk suatu daerah
harus diambil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam SNI 1726-2012
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung.
a. Untuk daerah dengan resiko gempa yang rendah, ketentuan dari SNI 03-2847-
2013 Pasal 3 hingga Pasal 20 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung tetap berlaku kecuali bila dimodifikasi oleh ketentuan
dalam ini;
b. Untuk daerah dengan resiko gempa menengah, harus digunakan sistem rangka
pemikul momen khusus (SRPMK) atau menengah (SRPMM), atau sistem dinding
struktural beton biasa atau khusus untuk memikul gaya-gaya yang diakibatkan
oleh gempa;
c. Untuk daerah dengan resiko gempa yang tinggi, harus digunakan sistem rangka
pemikul momen khusus, atau sistem dinding struktural beton khusus, dan
diafragma serta rangka batang;
d. Komponen struktur yang tidak direncanakan memikul gaya-gaya yang diakibatkan
oleh gempa harus direncanakan sesuai dengan ketentuan dalam ini.
Bab II -25
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
3. Faktor reduksi kekuatan harus diambil sesuai dengan ketentuan menurut SNI 03-
2847 Pasal 11.3
4. Beton pada komponen struktur yang menahan gaya yang timbul akibat gempa
sebagai berikut:
a. Kuat tekan f‘c dari beton tidak boleh kurang dari 20 MPa;
b. Kuat tekan dari beton agregat ringan yang digunakan dalam perencanaan tidak
boleh melampaui 30 MPa.
5. Tulangan lentur dan aksial yang digunakan dalam komponen struktur dari sistem
rangka dan komponen batas dari sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan
ASTM A 706. Tulangan yang memenuhi ASTM A615 mutu 300 dan 400 boleh
digunakan dalam komponen struktur di atas bila:
a. Kuat leleh aktual berdasarkan pengujian di pabrik tidak melampaui kuat leleh yang
ditentukan lebih dari 120 MPa (uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang
melampaui harga ini lebih dari 20 MPa);
b. Rasio dari tegangan tarik batas aktual terhadap kuat leleh tarik aktual tidak kurang
dari 1,25.
6. Tulangan yang disambung dengan sambungan mekanis terdiri dari tipe 1 dan tipe 2
sebagai berikut:
a. Tipe 1 adalah sambungan mekanis yang seseuai dengan SNI 03-2847-2013
Pasal 14.14(3(2));
Bab II -26
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
b. Tipe 2 adalah sambungan mekanis yang sesuai dengan SNI 03-2847-2013 Pasal
14.14(3(2)) dan harus lebih kuat daripada tulangan yang disambungkan.
7. Pengelasan dari sengkang, kait ikat, sisipan tulangan, atau elemen lain yang serupa
kepada tulangan longitudinal yang diperlukan dalam perhitungan perencanaan tidak
diperkenankan.
a. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur tersebut tidak melebihi
0,1 Ag f c'
;
b. Bentang bersih dari komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi
efektifnya, kecuali untuk perangkai dinding geser;
c. Rasio dari lebar terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,3;
d. Lebar tidak boleh: (a). Kurang dari 250 mm; (b). Lebih dari komponen penumpu
(diukur dari bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal dari komponen lentur)
ditambah jarak yang tidak melebihi tiga perempat dari tinggi komponen lentur
pada tiap sisi dari komponen penumpu.
f c'
Asmin bd
4 fy
, (1)
Bab II -27
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
1, 4
Asmin bd
fy
(2)
serta rasio tulangan ρ tidak melebihi 0,025. Sekurang-kurangnya harus ada dua
batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah yang dipasang secara
menerus;
b. Kuat lentur positif komponen struktur pada sisi muka dari kolom tidak boleh kurang
dari ½ kuat momen negatif yang disediakan pada muka tersebut. Baik kuat lentur
negatif maupun kuat lentur positif pada setiap penampang di sepanjang bentang
tidak boleh kurang dari ¼ kuat lentur terbesar yang disediakan pada kedua muka
kolom tersebut;
c. Sambungan lewatan dari pada tulangan lentur hanya diizinkan jika ada tulangan
spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan lewatan tersebut.
Spasi sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tersebut tidak
melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan:
i. Pada daerah hubungan balok-kolom;
ii. Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom;
iii. Pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihat- kan
kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis
struktur rangka.
d. Sambungan mekanis dan las yang sesuai dengan ketentuan menurut SNI 03-
2847-2013 Pasal 23.2(6) dan Pasal 23.2(7(1)) boleh digunakan untuk
penyambungan tulangan asal pelaksanaan penyambungan pada suatu
penampang pada tiap lapis tulangan tidak lebih dari dari pelaksanaan berselang,
dan jarak sumbu ke sumbu dari sambungan batang yang berdekatan tidak kurang
dari 600 mm, diukur sepanjang sumbu longitudinal dari komponen struktur rangka.
Bab II -28
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
i. Sepanjang dua kali tinggi balok diukur dari muka komponen struktur
pendukung ke arah tengah bentang, pada kedua ujung dari komponen struktur
lentur;
ii. Sepanjang dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu penampang dimana
mungkin terjadi leleh lentur sehubungan dengan perpindahan lateral inelatis
dari rangka.
b. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 m dari muka
tumpuan. Spasi maksimum dari sengkang tertutup tersebut tidak melebihi:
i. d / 4;
ii. delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil;
iii. 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup;
iv. 300 mm.
d. Sengkang tertutup pada komponen struktur lentur boleh dibentuk dari dua
potongan tulangan, yaitu sebuah sengkang terbuka U yang mempunyai kait 135 o
dengan perpanjangan sebesar 6 kali diameter (tetapi tidak kurang ari 75 mm) yang
dijangkar di dalam inti yang terkekang dan satu kait silang penutup hingga
keduanya membentuk suatu gabungan sengkang tertutup. Kait silang penutup
yang berurutan yang mengait pada satu tulangan longitudinal yang sama harus
dipasang sedemikian hingga kait 90 derajatnya terpasang berselang pada sisi
yang berlawanan dari komponen struktur lentur. Bila batang tulangan longitudinal
yang terikat oleh sengkang kait penutup hanya di batasi oleh pelat pada satu sisi
dari komponen struktur rangka lentur, maka kait 90 derajat dari kait silang penutup
tersebut harus dipasang di sisi itu.
Bab II -29
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
e. Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan kait
gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2
pada seluruh panjang komponen struktur tersebut.
Beban gravitasi
Vu Vu
Mpr1 Mpr2
M pr1 M pr2 W
Vu
L 2
Catatan:
i. Arah gaya geser Vu tergantung pada besar relatif beban gravitasi dan geser
yang dihasilkan oleh momen ujung;
1, 25 f y fy
ii. Momen ujung Mpr didasarkan pada tegangan tarik , dimana adalah
kuat leleh disyaratkan. (Kedua momen ujung harus diperhitungkan untuk
kedua arah yaitu searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam);
Bab II -30
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
iii. Vu tidak boleh lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan berdasarkan hasil
analisis struktur.
b. Tulangan transversal
Tulangan transversal sepanjang daerah menurut ketentuan 2.4.2.3.a di atas harus
dirancang untuk memikul geser dengan menganggap Vc = 0 bila:
i. Gaya geser akibat gempa yang dihitung menurut 2.4.2.4.a di atas mewakili
setengah atau lebih daripada kuat geser perlu maksimum di sepanjang daerah
tersebut;
A g f c'
ii. Gaya aksial tekan terfaktor, termasuk akibat gempa, lebih kecil dari 20 .
0,1 Ag f c'
a. Menerima beban aksial terfaktor lebih besar daripada , dan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
i. Dimensi penampang terkecil, diukur pada satu garis lurus yang melalui titik
berat penampang, tidak boleh kurang dari 300 mm;
ii. Rasio dimensi penampang terkecil terhadap dimensi yang tegak lurus
padanya tidak boleh kurang dari 0,4;
iii. Rasio tinggi antar kolom terhadap dimensi penampang kolom yang terkecil
tidak boleh lebih besar dari 25. Untuk kolom yang mengalami momen yang
dapat berbalik tanda, rasionya tidak boleh lebih besar dari 16. Untuk kolom
kantilever rasionya tidak boleh lebih besar dari 10;
dimana: ΣMc adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom,
sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan
balok-kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor,
Bab II -31
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai
kuat lentur yang terkecil. ΣMg adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-
kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada
hubungan balok-kolom tersebut. Pada konstruksi balok-T, dimana pelat dalam
keadaan tertarik pada muka kolom, tulangan pelat yang berada dalam lebar efektif
pelat harus diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal balok bila
tulangan tersebut terangkur dengan baik pada penampang kritis lentur. Kuat lentur
harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom berlawanan dengan momen
balok. Persamaan (3) harus dipenuhi untuk kedua arah momen balok yang
bekerja pada bidang rangka yang ditinjau.
c.2. Sambungan lewatan hanya digunakan di luar daerah sendi plastis potensial
dan harus proporsikan sebagai sambungan tarik. Sambungan mekanis dan
las yang sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 23.2(6) dan
Pasal 23.2(7) boleh digunakan untuk menyambung tulangan pada sebarang
tempat asal pengaturan penyambungan batang tulangan longitudinal pada
satu penampang tidak lebih dari pengaturan berselang dan jarak antara
sambungan adalah 600 mm atau lebih sepanjang sumbu longitudinal dari
tulangan.
0,12 f c'
s
f yh
(4)
Bab II -32
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
A g f c'
s 0, 45 1
Ac f yh ( 5 )
dengan fyh adalah kuat leleh tulangan spiral, tapi tidak boleh diambil lebih
besar dari 400 MPa.
ii. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang
daripada yang ditentukan persamaan berikut:
s h c f c' A g
Ash 0,3 1
f A
yh ch (6)
s h c f c'
Ash 0, 09
f
yh (7)
d.2. Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak lebih daripada:
i. Satu per empat dari dimensi terkecil komponen struktur;
ii. Enam kali diameter tulangan longitudinal;
iii. Sx sesuai dengan persamaan berikut ini:
350 h x
Sx 100
3 (8)
Bab II -33
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
d.3. Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang dengan spasi lebih daripada
350 mm dari sumbu ke sumbu dalam arah tegak lurus sumbu komponen
struktur.
d.5. Bila gaya aksial terfaktor akibat beban gempa yang bekerja pada komponen
0,1 Ag f c'
struktur melampaui dan gaya aksial tersebut berasal dari
komponen struktur lainnya yang sangat kaku yang didukungya, misalnya
dinding, maka kolom tersebut harus diberi tulangan transversal yang
ditentukan pada 2.4.2.5.d.1. sampai dengan 2.4.2.5.d.5. diatas pada seluruh
tinggi kolom.
d.6. Bila tulangan transversal yang ditentukan pada 2.4.2.5.d.1. sampai dengan
2.4.2.5.d.3. di atas tidak dipasang di seluruh panjang kolom maka pada
daerah sisanya harus dipasang tulangan spiral atau sengkang tertutup
dengan spasi sumbu ke sumbu tidak lebih daripada:
Nilai terkecil dari enam kali diameter tulangan longitudinal kolom;
Bab II -34
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
P
Mpr1
Vu
Vu
Mpr2
P
M pr1 M pr2
Vu
H
Catatan:
i. Arah gaya geser rencana, Vu, tergantung pada besar relatif beban
gravitasi dan geser yang dihasilkan oleh momen-momen ujung;
Bab II -35
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
balok kolom. Vu tidak boleh lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan
berdasarkan hasil analisis struktur.
c. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan
hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai dengan
2.4.3.g. dibawah untuk tulangan tarik dan SNI 03-2847-2013 Pasal 14 untuk
tulangan tekan;
Bab II -36
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
tersebut tidak boleh kurang dari 26 kali diameter tulangan longitudinal terbesar
balok;
e. Tulangan transversal
e.1. Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup sesuai dengan 2.4.2.5.d.
Harus dipasang di dalam daerah hubungan balok kolo, kecuali bila
hubungan balok kolom tersebut dikekang oleh komponen-komponen
struktur berikut;
Bab II -37
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Cc1 Tc1
Vjh Balok
dengan:
M kap, b1 M kap, b2
Vc1
0,5 h k,a h k,b
( 14 )
Vn 0,083 f c' b j h c
( 15 )
dengan:
Bab II -38
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
bc
bc
h Kolom Kolom h
b j bb bc 2 b j bb bc 2
b j bb h b j bb h 2
bb bb
Untuk beton ringan, panjang penyaluran tulangan tarik dengan kait standar
90o tidak boleh diambil lebih kecil daripada:
i. 10db;
ii. 190 mm;
iii. 1,25 kali persamaan (16) di atas.
Bab II -39
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
g.3. Tulangan tanpa kait yang berhenti pada hubungan balok-kolom harus
diteruskan melewati inti terkekang dari kolom atau elemen batas. Setiap
bagian dari tulangan tanpa kait yang tertanam bukan di dalam daerah inti
terkekang kolom harus diperpanjang sebesar 1,6 kali;
g.4. Bila digunakan tulangan yang dilapisi epoksi, panjang penyaluran pada
2.4.3.g.1. hingga 2.4.3.g.3. di atas harus dikalikan dengan faktor-faktor yang
berlaku menurut ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 12.2.(4) atau Pasal
14.5(3(6)).
0,1 Ag f c'
a. Beban aksial terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi , dan
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
i. Bentang bersih dari komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya, kecuali untuk balok perangkai dinding geser;
ii. Rasio dari lebar balok terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,25;
iii. Lebar balok tidak boleh: (a). Kurang dari 200mm; (b). Lebih lebar dari
komponen penumpu (diukur dari bdang tegak lurus terhadap sumbu
longitudinal dari komponen lentur) ditambah jarak yang tidak melebihi tiga
perempat dari tinggi komponen lentur pada tiap sisi dari komponen penumpu.
b. Tulangan Longitudinal
b.1. Pada setiap irisan penampang dari suatu komponen struktur lentur tidak
boleh kurang dari persamaan (1) dan (2) di atas serta rasio penulangan ρ
tidak lebih dari 0,025.
b.2. Kuat lentur positif komponen struktur pada muka kolom tidak boleh lebih
kecil dari sepertiga kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat
lentur positif maupun kuat lentur negatif pada setiap irisan penampang di
sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperlima kuat lentur yang
Bab II -40
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
c. Tulangan Transversal
c.1. Pada kedua ujung komponen struktur lentur tersebut harus dipasang
sengkang tertutup sepanjang jarak dua kali kali tinggi komponen struktur
diukur dari muka perletakan ke arah tengah bentang;
c.2. Sengkang tertutup pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada
50 mm dari muka perletakan. Spasi maksimum sengkang tidak melebihi:
i. d/4;
ii. Sepuluh kali diameter tulangan longitudinal terkecil;
iii. 24 kali diameter sengkang;
iv. 300 mm;
3 f y As, t b
v. , dimana As,l adalah luas satu kaki dari tulangan
transversal, b adalah lebar badan balok dan fy adalah kuat leleh tulangan
longitudinal (MPa).
c.3. Di daerah yang memerlukan sengkang tertutup, sengkang dan sengkang
ikat harus diatur sedemikian hingga setiap sudut dan tulangan longitudinal
yang berselang harus mempunyai dukungan lateral yang didapat dari sudut
sebuah sengkang atau kait ikat yang sudut dalamnya tidak lebih dari 135 o,
dan tidak boleh ada bataing tulangan yang jarak bersihnya lebih dari 150
mm pada tiap sisi sepanjang sengkang atau sengkang ikat terhadap batang
tulangan yang didukung secara lateral. Jika tulangan longitudinal terletak
Bab II -41
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
c.5. Sengkang tertutup pada komponen struktur lentur boleh dari dua potongan
tulangan, yaitu sebuah sengkang terbuka U yang mempunyai kait 135-
derajat dengan perpanjangan sebesar enam kali diameter (tetapi tidak
kurang 75 mm) yang dijangkar di dalam inti yang terkekang dan satu kait
silang penutup hingga keduanya membentuk satu gabungan sengkang
tertutup. Kait silang penutup yang berurutan yang mengait pada satu
tulangan longitudinal yang sama harus dipasang sedemikian hingga kait 90
derajat terpasang berselang pada sisi yang berlawanan dari komponen
struktur lentur. Bila batang tulangan longitudinal yang terikat oleh sengkang
kait penutup hanya dibatasi oleh pelat pada satu sisi dari komponen struktur
rangka lentur, maka kait 90 derajat dari kait silang penutup silang tersebut
harus dipasang di sisi itu.
0,1 Ag f c'
a. Beban aksial terfaktor pada komponen struktur melebihi , dan
memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. Dimensi penampang terpendek, diukur pada satu garis lurus yang melalui
titik berat penampang, tidak boleh kurang dari 250 mm;
ii. Rasio dimensi penampang terpendek dihitung terhadap dimensi tegak lurus
padanya tidak boleh kurang dari 0,4;
iii. Rasio antara tinggi kolom terhadap dimensi penampang kolom yang
terpendek tidak boleh lebih besar dari 25.
b. Tulangan longitudinal
i. Rasio tulangan ρ tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari 0,06
dan 0,08 pada daerah sambungan;
Bab II -42
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
ii. Sambungan lewatan hanya digunakan di luar daerah sendi plastis potensial
dan harus proporsikan sebagai sambungan tarik. Sambungan mekanis dan
las yang sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 23.2(6) dan
Pasal 23.2(7) boleh digunakan untuk menyambung tulangan pada sebarang
tempat asal pengaturan penyambungan batang tulangan longitudinal pada
satu penampang tidak lebih dari pengaturan berselang dan jarak antara
sambungan adalah 600 mm atau lebih sepanjang sumbu longitudinal dari
tulangan.
c. Tulangan Transversal
c.1. Pada seluruh tinggi kolom harus dipasang tulangan transversal menurut
ketentuan SNI-2847-2013 Pasal 13.1 hingga Pasal 13.5 kecuali bila
diperlukan suatu jumlah yang lebih besar menurut ketentuan 2.4.4.2.c.2.
berikut;
c.2. Tulangan transversal boleh terdiri dari sengkang tertutup tunggal atau
majemuk atau menggunakan kait silang penutup dengan diameter dan spasi
yang sama dengan diameter dan spasi yang ditetapkan untuk sengkang
tertutup. Setiap ujung dari kait silang penutup yang berurutan harus diatur
sehingga kait ujungnya terpasang berselang sepanjang tulangan
longitudinal yang ada. Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi
tidak melebihi:
i. Setengah dari dimensi komponen struktur yang terkecil;
ii. Lebih kecil atau sama dengan 10 kali diameter tulangan memanjang;
iii. Lebih kecil atau sama dengan 200 mm.
c.3. Pada setiap muka joint dan pada kedua sisi dari setiap penampang dari
rangka harus dipasang tulangan transversal dengan jumlah sesuai dengan
jumlah seperti yang ditentukan dalam 2.4.4.2.c.1 dan 2.4.4.2.c.2 di atas,
sepajang Lo dari muka yang ditinjau. Panjang Lo tidak boleh kurang dari:
Nuk 0,3 Ag f c'
i. Tinggi komponen dimensi struktur untuk ;
ii. Satu setengah kali tinggi komponen dimensi struktur untuk
Nuk 0,3 Ag f c'
;
Bab II -43
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
c.4. Bila gaya tekan aksial terfaktor yang berhubungan dengan pengaruh gempa
0,1 Ag f c'
yang bekerja pada komponen struktur nilainya melampaui , maka
pada seluruh tinggi kolom yang berada dibawah ketinggian dimana terjadi
pengakhiran komponen struktur kaku dan yang memikul reaksi dari
komponen struktur kaku yang terputus tadi, misalnya dinding, harus diberi
tulangan transversal seperti yang ditentukan oleh 2.4.4.2.c.1. dan
2.4.4.2.c.2. di atas, harus menerus ke dalam dinding paling tidak sejarak
panjang penyaluran dari tulangan longitudinal kolom yang terbesar pada titik
pemutusan. Bila kolomnya berakhir pada suatu pondasi telapak atau
pondasi rakit, maka tulangan transversal yang memenuhi 2.4.4.2.c.1. dan
2.4.4.2.c.2. di atas harus menerus paling kurang 300 mm ke dalam pondasi
tersebut.
Spasi tulangan pada tiap arah tidak boleh melebihi 450mm Tulangan
yang dipasang untuk mendapatkan kuat geser harus menerus dan harus
didistribusikan pada seluruh bidang geser;
ii. Bila tebal dinding lebih besar atau sama dengan 200 mm, dan atau bila
nilai gaya geser terfaktor yang bekerja pada suatu bidang dinding
Acp f c' 6
melampui , maka pada dinding tersebut paling sedikit harus
dipasang dua lapis tulangan;
iii. Komponen struktur rangka batang, strat, struktur pengikat, dan
komponen struktur pengumpul yang mengalami tegangan tekan lebih
0, 2 f c'
dari harus diberi tulangan transversal khusus, seperti yang
Bab II -44
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -45
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -46
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
3
1, 2WD 1, 6WL
4
Mnl Mnr
Ln
M nl M nr 3
Vu 1, 2WD 1, 6WL L n
Ln 8
Pu
Mnt
Gaya lintang kolom
hn
Mnl M nt M nb
Vu
Pu hn
Bab II -47
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
a) beton
b) baja tulangan
1. Beton
Beton pada komponen struktur yang menahan gaya yang timbul akibat gempa
sebagai berikut:
a) Kuat tekan fc’ dari beton tidak boleh kurang dari 20 MPa;
b) Kuat tekan dari beton agregat ringan yang digunakan dalam perencanaan tidak
boleh melampaui 30 MPa.
Mutu beton yang digunakan pada berbagai elemen struktur pada bangunan ini
adalah beton kelas K-300 dengan karakteristik sebagai berikut:
Ec = 21443 MPa
2. Baja Tulangan
Tulangan lentur dan aksial yang digunakan dalam komponen struktur dari sistem
rangka dan komponen batas dari sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan
ASTM A 706. Tulangan yang memenuhi ASTM A615 mutu 300 dan 400 boleh
digunakan dalam komponen struktur di atas bila:
a. Kuat leleh aktual berdasarkan pengujian di pabrik tidak melampaui kuat leleh yang
ditentukan lebih dari 120 MPa (uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang
melampaui harga ini lebih dari 20 MPa);
b. Rasio dari tegangan tarik batas aktual terhadap kuat leleh tarik aktual tidak kurang
dari 1,25.
Baja tulangan yang digunakan pada semua elemen struktur adalah baja dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Bab II -48
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
a. Lantai
- Berat pelat 0,13 x 2400 = 312 kg/m 2
= 421 kg/m2
b. Dinding bata
- Dinding bata ringan ½ bata = 150 kg/m2
Bab II -49
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m 2, dan di tepi laut sampai sejauh 5 km
dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m 2.
Jika ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan besar, maka tekanan tiup
harus dihitung menurut rumus:
atau bagian bangunan, laut sampai sejauh 5 tekanan tiup yang lebih
v2
p 16 (kg/m2) .
4. Beban Gempa
Dilakukan analisis Dinamik Ragam Spektrum Respons dengan menggunakan
Respons Dinamik terbesar dari seluruh mode yang memiliki kontribusi berarti
terhadap respons total struktur (Effective Mass Modal harus lebih besar dari 90 %).
Respons Modal dari setiap mode dihitung dengan menggunakan koordinat
Spektrum Respons Rencana (C) dari Peraturan Indonesia yang nilainya tergantung
dari periode getar.
Semua gaya dalam dan peralihan dari setiap mode dikombinasikan dengan cara
CQC (Commplete Quadratic Combination). Gaya geser dasar hasil analisis dinamik
untuk setiap arah tidak boleh kurang dari 90 % gaya geser dasar statik arah yang
bersangkutan.
Bab II -50
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Struktur dianalisis dan dirancang terhadap gempa yang bekerja pada setiap arah
utama gedung, namun persyaratan efek orthogonal harus dipenuhi dengan cara
merencanakan semua elemen terhadap 100 % gaya gempa dalam satu arah
dengan 30 % arah gempa yang tegak lurusnya.
Bab II -51
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Pada daerah gempa, beban inertia dari goyangan pada dasar bangunan dapat
melebihi akibat beban angin, yang selanjutnya berpengaruh besar dalam bentuk
struktural bangunan, rancang dan biaya. Sebagai masalah inertia, respon dinamis
bangunan memainkan peranan penting dan dalam mengestimasi pembebanan
efektif struktur.
Kecuali beban mati, pembebanan pada bangunan tidak dapat diprediksi secara
akurat. Ketika beban hidup dapat diantisipasi dengan pendekatan pengujian
lapangan, beban angin dan gempa adalah bukan merupakan angka-angka pasti,
sehingga akan lebih sulit untuk diprediksi secara tepat. Penggunaan teori
probabilitas akan sangat membantu, dalam pendekatan untuk menghitung
pembebanan akibat angin dan gempa.
b. Faktor Keutamaan
Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang
dengan pemakaian suatu Faktor Keutamaan yang nilainya lebih lebih besar dari
1,0. Suatu Faktor yang lebih besar harus dipakai pada bangunan rumah sakit yang
menjadi pusat pelayanan utama yang penting bagi usaha penyelamatan setelah
gempa terjadi, gedung-gedung monumental, dan bangunan-bangunan yang dapat
mendatangkan bahaya luar biasa kepada khalayak umum (seperti reactor nuklir).
Faktor Keutamaan untuk berbagai jenis bangunan dapat dilihat pada Tabel
Bab II -52
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Jenis Gedung I1 I2 I
Gedung Umum (hunian, niaga dan lain2) 1.0 1,0 1.0
Monumen
kantor) dan bangunan monumental 1.0 1.6 1,6
Gedung Penting (Rumah Sakit, lnstalasi Air
Air Bersih, Pembangkit Tenaga Listrik, Pusat 1,5 1,0 1,5
Penyelamatan Keadaan Darurat, Fasilitas
Radio dan Televisi)
Gedung Tempat penyimpanan bahan
Berbahaya (gas, bahan bakar minyak, asam, 1.6 1,0 1.6
dan bahan beracun)
Cerobong, Tangki, dan Menara 1,5 1,0 1,5
Catatan :
I = adalah nilai yang dapat dikalikan 80% untuk bangunan gedung yang ijin
penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya standar SNI 03-1726-2012.
Faktor daktilitas maksimum faktor reduksi gempa maksimum (R), dan Faktor
tahahan lebih struktur (f) dan tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan
subsistem struktur gedung dapat dilihat pada Tabel.
Beban geser dasar akibat gempa (V), selanjutnya harus dibagikan sepanjang tinggi
bangunan menjadi beban-beban horizontal terpusat (gaya gempa tingkat, F). yang
mempunyai titik tangkap pada masing-masing taraf lantai tingkat, menurut rumus,
3.1.
Wi ,hi
Fi = .V
Wi ,hi (3.1)
dimana : hi adalah ketinggian lantai sampai taraf I diukur dari dasar bangunan.
Bab II -53
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Beban gempa terdiri dari gaya inersia massa bangunan yang diakibatkan oleh
goyangan seismik pada pondasi bangunan tersebut. Tahanan gempa dirancang
untuk menahan translasi gaya-gaya inersia, yang pengaruhnya pada bangunan
sangat signifikan dibandingkan komponen goyangan vertikal lainnya.
Kerusakan lain akibat gempa yang mungkin muncul, seperti longsor, penurunan
sub-sidence, patahan aktif dibawah pondasi ataupun liquifaksi akibat getaran.
Gangguan ini bersifat lokal dan dapat menjadi besar sehingga kemungkinannya
disarankan untuk pemilihan lokasi bangunan.
Besarnya beban gempa adalah hasil respon dinamis bangunan terhadap goyangan
pada pondasi. Untuk memprediksi beban seismis, ada dua pendekatan umum yang
digunakan, dimana dengan memperhatikan catatan kejadian gempa masa lalu
didaerah tersebut dan sifat-sifat struktur.
Bab II -54
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -55
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
redaman ditetapkan oleh komponen bangunan dan reduksi gaya akibat daktilitas
efektif elemen struktur yang melebihi batas elastis. Metode yang cepat dan
sederhana dan direkomendasikan untuk bangunan tinggi tanpa pengecualian dari
aturan-aturan struktur. Ini juga bermanfaat untuk rancang awal bangunan tinggi.
d. Kombinasi Pembebanan
Ada dua group kombinasi pembebanan yang ditinjau, yang pertama adalah
kombinasi pembeban yang berkaitan dengan kekuatan dan kemampuan layan pada
struktur yang dihitung menurut ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 11 (kondisi
ultimate limit state), sedang kan kombinasi pembebanan group yang kedua adalah
berdasarkan kondisi service limit state. Kombinasi pembebanan group kedua ini
digunakan untuk perencanaan struktur bawah (fondasi).
Bab II -56
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -57
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -58
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -59
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -60
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -61
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -62
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -63
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -64
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -65
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -66
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -67
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -68
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -69
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -70
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -71
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -72
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -73
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -74
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -75
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -76
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -77
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -78
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -79
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -80
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -81
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -82
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -83
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -84
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -85
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -86
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -87
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -88
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -89
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -90
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -91
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -92
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -93
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -94
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -95
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -96
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
b. Dasar-Dasar Perencanaan
Jaringan drainase ini berupa saluran-saluran pembuangan air hujan dimana
dimensi saluran dihitung berdasarkan metoda rasional sebagai berikut :
Q = 0.278 C.I.A
Dimana Q = debit air hujan, m3/detik
C = koefisien aliran
I = curah hujan maksimum tahunan, mm/m 2/jam
A = luas area, km2
Koefisien aliran (run off coefficient) untuk berbagai area adalah sebagai
berikut:
A R 2 3 S 12
Q AV Q b nh
n
Dimana A = luas basah saluran, m2
V = kecepatan aliran, m/detik
Bab II -97
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
R = jari-jari hidrolis, m
S = kemiringan saluran, %
n = koefisien manning
b = lebar saluran, m
h = tinggi saluran, m
Sebelum dialirkan ke saluran-saluran, sebaiknya dibuatkan sumur-sumur
resapan sehingga air hujan dapat meresap terlebih dahulu ke dalam tanah,
baru limpasannya disalurkan
2. Dasar-dasar perencanaan
Jaringan air bersih ini berupa jaringan pipa-pipa, dimana pipa yang digunakan
nantinya dari jenis Polyprophilyn PPr (PN 10), pipa jenis ini selain live time nya
yang bisa mencapai 50 tahun juga higenis. Untuk menyalurkan air bersih dari
sumbernya ke tempat-tempat yang membutuhkan. Kebutuhan air bersih ini
bervariasi, dan untuk kebutuhan per orang perhari dari berbagai jenis
hunian/bangunan adalah sebagai berikut :
Bab II -98
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
L V2
hf f
D 2g
V2
hf K
2g
Bab II -99
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Limbah cair sebagai salah satu produk limbah yang dihasilkan dari kegiatan setiap
peturasan. Maka perlu dipertimbangkan suatu upaya pengelolaan tertentu dalam
mengatasi persoalan limbahnya. Salah satu cara adalah dengan melakukan
pengolahan (minimisasi) terhadap kandungan parameter limbah cair yang
berpotensi mencemari lingkungan sampai pada batas yang disyaratkan oleh
Pemerintah.
Dalam SK Dirjen PPM & PLP No. 00.06.6.44 tentang Petunjuk Teknis Tatacara
Penyehatan Lingkungan dijelaskan antara lain sebagai berikut :
Bab II -100
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
kualitas limbah cair terutama berupa: BOD, COD, NH 3 bebas, NO2, Lemak, SS
dan pH.
Pada dasarnya air kotor dan air bekas dapat disalurkan langsung ke Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Bab II -101
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
2. Dasar-dasar perencanaan
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perencanaan pemadam
kebakaran diantaranya adalah sebagai berikut :
Bab II -102
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Tata Udara dengan penyaringan udara efisiensi tinggi (Hepa Filter) untuk
ruang operasi dan dilengkapi dengan ventilasi untuk kebutuhan “full fresh air”.
Air Coolled Chiller,Air Hndling Unit & Fan Coil Unit
Unit AC dengan Split System (Wall and Duct Type)
Ventilasi mekanis (exhaust fan) untuk ruangan-ruangan , dapur, gudang obat
dsb.
Ventilasi mekanis untuk toilet (exhaust fan).
2. Dasar-dasar perencanaan
Pada dasarnya Sistem Air Conditioning dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
Bab II -103
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -104
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
PolyUerratan Duct
Bab II -105
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Gudang
Ruang Panel
Power House
Ruang Genset
Toilet
Peralatan yang dipakai dalam sistem ini adalah in take fan dan exhaust fan
5. Prioritas
Mengingat besarnya biaya operasi dan pemeliharaan dari penggunaan Air
Conditioning, tidak semua ruang dapat dilengkapi dengan sarana ini.
Bab II -106
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Tube untuk mengirim dan memeriksa RM, contohnya seperti di laboratorium, dan
lain-lain.
2. Dasar-dasar perencanaan
Kriteria penting yang harus dipenuhi didalam perencanaan sistem
kelistrikan gedung Rumah Sakit diantaranya adalah kualitas dan
kontinuitas dalam penyediaan daya listrik. Selain itu sistem kelistrikan
tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan dan kriteria sebagai
berikut :
Bab II -107
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Kendala Sistem
Tata cara pengoperasian pelayanan pada gedung Rumah Sakit
menghendaki keandalan yang tinggi dalam penyediaan daya listrik, aman
dari kegagalan dan sesedikit mungkin gangguan terhadap sistem secara
keseluruhan.
Pengaturan Tegangan
Mengingat banyaknya peralatan (Sound Sistem,Mesin-mesin tata
udara,Peralatan Medis dll) dengan batas toleransi tegangan tertentu,
maka tegangan sumber listrik harus dapat dipertahankan pada berbagai
macam beban.
Pemeliharaan
Sistem distribusi kelistrikan harus direncanakan dengan berbagai
kemudahan bagi pemeriksaan dan perbaikan jika terjadi gangguan atau
kerusakan.
Fleksibilitas
Sistem kelistrikan harus direncanakan dengan cukup fleksibel, yang
berarti tanggap terhadap kemungkinan terjadinya penambahan dan
perluasan bangunan serta peralatan. Harus diperhatikan perubahan
tegangan listrik, rating peralatan, penambahan ruang peralatan baru
bahkan kemungkinan penambahan beban kelistrikan.
Bab II -108
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Kategori Pembebanan
Beban listrik untuk bangunan rumah sakit dibedakan atas tiga katagori
sebagai berikut :
Prioritas Utama (kategori A); beban yang harus disuplai secara kontinu
tanpa boleh terputus sama sekali, baik oleh sumber listrik PLN maupun
sumber cadangannya.
Bab II -109
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Prioritas Sedang (katagori B); beban yang dilayani secara kontinu oleh
sumber listrik PLN dengan sumber cadangan Diesel- Generator.
Beban Umum (katagori C); beban yang hanya dilayani oleh sumber
listrik PLN saja.
Diesel-Generator Set
Sebagai sumber tenaga cadangan (khususnya untuk melayani Peralatan
Utama : Sistem Telephone,Tata Suara dan Tata Cahaya dan sistem air
conditioning), digunakan diesel-generator Set dengan perkiraan kapasitas
antara 30% sampai dengan 70% dari total beban puncak.
Bab II -110
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Perhitungan Pencahayaan
Kualitas Luminaire
Bab II -111
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Kualitas dari fixture luminaire adalah hal yang sangat penting dalam menghasilkan
pencahayaan yang optimal. Kualitas luminaire mencakup kualitas dari segi bahan,
proses pembuatan dan kelengkapan yang menjamin standar proteksi (IP)
luminaire tersebut. Khususnya pada luminaire-luminaire untuk aplikasi diluar
ruangan, misalnya luminaire lampu sorot dan lampu penerangan jalan.
Bahan pembuat luminaire harus terbuat dari bahan anti karat dengan proses
pembuatan (penekukan, pengelasan,dll) dilakukan secara teliti. Standar proteksi
luminaire adalah standar internasional yang mengklasifikasian luminaire untuk
proteksi terhadap cairan dan debu/kotoran.
Bab II -112
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
2. Dasar-dasar perencanaan
Sistem telekomunikasi yang akan direncanakan yaitu Sistem Telepon
(PABX), Sistem Tata Suara dan Public Adres, dan Sistem Radio
Komunikasi.
Bab II -113
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab II -114
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB III
METODE DAN RENCANA KERJA
2. Metode Kerja
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencari informasi yang dibutuhkan yang
berkaitan dengan lokasi, luas, batas, prasarana-sarana yang ada, dengan antara
lain :
Bab III -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab III -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Gambar
KAK dan BA Program
Interpretasi KAK, Survey, Pengukuran, Site,
EVALUASI / REVISI
EVALUASI / REVISI
EVALUASI / REVISI
Zoning
Bahan Maket
Struktur
Rencana Induk Layout
Lingkungan / Kota dll
DOKUMEN LELANG
DOKUMEN LELANG
DOKUMEN LELANG
dan Master Plan, Gambar
hasil perencanaan Interior RKS
tahap sebelumnya Mekanikal Kons. Beton
Elektrikal Kons. Atap
Kons.
Hasil Keputusan Gambar
Penahan
Rapat oleh Pemberi Rencana
Tanah
Tugas bersama- Struktur
sama Team Proyek Sanitasi / BoQ
Drainase
Jaringan
Gambar
Sanitasi dan
Drainase Rencana
Mechanical Elektrikal &
dll Mekanikal
RAB
Sanitasi/
Drainase
Bab III -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
b. Pemakai Bangunan:
1. Struktur organisasi
2. Jumlah personil-personil sekarang dan proyeksi pengembangan untuk
tahun mendatang (umumnya 5 tahun)
3. Kegiatan utama, penunjang, pelengkap
4. Perlengkapan/peralatan khusus, jenis, berat, dan dimensinya
c. Kebutuhan Bangunan :
1. Program ruang
2. Keinginan tentang organisasi/pemanfaatan ruang
3. Letak dan elevasi bangunan sesuai kontur dan bangunan yang ada
Bab III -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Berdasarkan pada sifat informasi dan data yang dibutuhkan tersebut, maka
metode yang digunakan adalah metode observasi, pengukuran di lapangan,
Bab III -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Kegiatan ini diperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 20 (dua puluh) hari
kalender.
3. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah Laporan Pendahuluan yang terdiri dari :
Bab III -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
2. Metoda Kerja
Metode kerja untuk mencapai tujuan diatas adalah dengan membuat
gambar gambar kerja.Produk tahap ini untuk Pemberi Tugas pada
pokoknya berisi informasi atau gambaran mengenai sistem bangunan
secara keseluruhan.Produk tersebut disajikan dalam bentuk gambar-
gambar dan laporan tertulis.
Gambar-gambar
Pada tahap ini skala gambar yang digunakan adalah 1 : 500, 1 : 200,
Laporan :
Laporan teknis yang berisikan penjelasan tentang :
Bab III -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Rencana Anggaran :
Perhitungan secara kasar biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan
bangunan tersebut lengkap dengan seluruh sub sistem.
Setelah diperiksa dan disetujui oleh Pemberi Tugas hasil Pra Rencana ini
dianggap oleh Arsitek sebagai dasar untuk pengembangan tahap
selanjutnya.
1. Tujuan :
Untuk memastikan dan menguraikan ukuran serta wujud karakter proyek
secara menyeluruh dan terpadu.
Untuk mematangkan konsepsi desain / rancangan secara keseluruhan,
terutama ditinjau dari keselarasan sistem-sistem yang terkandung di
dalamnya baik dari segi kelayakan dan fungsi, estetika dan ekonomi
bangunan.
2. Metode :
Pada tahap pra rancangan pelaksanaan baik Tenaga Ahli Arsitek, Mekanikal,
Elektrikal dan Struktur akan bekerja atas dasar Pra Rancangan / Rancangan
Bab III -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Pada dasarnya tahap ini merupakan integrasi dari semua sub sistem yang
dipilih untuk digunakan di dalam bangunan dan yang menyatakan semua
bahan-bahan bangunan yang akan digunakan sudah jelas ditentukan.
Dalam tahap ini gambar lebih besar dari tahap sebelumnya gambar sudah
menunjukkan hal-hal yang lebih terinci, dan secara garis besar produk dalam
tahap ini harus sudah digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan
konstruksi fisik. Dengan demikian pula dengan rencana anggara biaya, sudah
lebih pasti dari pada perkiraan-perkiraan tahap sebelumnya. Hal ini
merupakan informasi penting bagi Pemberi Tugas untuk dapat memberikan
keputusan apakah perlu dilakukan perubahan-perubahan bahan atau
peralatan yang akan digunakan, bila diperlukan yang disesuaikan dengan
dana pembangunan yang disediakan.
Bab III -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Gambar-gambar
Pada tahap ini skala gambar yang digunakan adalah 1 : 200, 1 : 100, 1 :
50, 1 : 20 sesuai dengan kejelasan informasi yang ingin disampaikan.
Denah : yang menunjukkan tiap lantai yang penting dan lantai tipikal;
semua titik acuan harus sudah tertentu koordinatnya dihubungkan dengan
rancangan tapak. Pada gambar denah harus sudah dijelaskan ukuran-
ukuran (dalam, luar, sumbu), ketinggian peil lantai tiap ruangan, bahan-
bahan yang digunakan.
Apabila diperlukan gambar potongan dapat dibuat beberapa buah agar semua
informasi tentang bangunan dapat disajikan sejelas mungkin.
Rencana Anggaran :
Estimasi perhitungan biaya yang lebih terinci untuk masing-masing sub
sistem Arsitektur dan struktur.
Setelah diperiksa dan disetujui oleh Pemberi Tugas hasil Rancangan
pelaksanaan ini dianggap sebagai Rancangan Tetap dan digunakan oleh
Arsitek sebagai dasar untuk pengembangan tahap selanjutnya.
4. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah sebagai berikut :
Pada tahap ini gambar – gambar kerja / gambar detail yang diperlukan adalah
gambar struktur dan gambar sparing, sedangkan gambar arsitektur hanya
merupakan gambar informasi yang pada tahap ini belum dikembangkan lebih
detail.
2. Metoda Kerja
Berpedoman kepada gambar Pra Rencana yang telah disepakati bersama
dengan pihak Pemberi Tugas (user), untuk selanjutnya pada tahap
pembangunan ini masing-masing disiplin ahli terutama tenaga ahli struktur
4. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah sebagai berikut :
Lingkup pekerjaan perencanaan harus ditangani secara terpadu mulai awal sampai
berakhirnya tahap perencanaan proyek, tahap pelelangan konstruksi serta tahap
pengawasan berkala saat pelaksanaan konstruksi, sehingga didapat hasil
perencanaan proyek secara utuh serta hasil fisik bangunan yang diharapkan oleh
pihak Pemberi Tugas (Pengguna Jasa).
Secara rinci rencana kerja Konsultan Perencana dapat diuraikan sebagai berikut:
- Batas lahan
- Luasan
- Kontur
Soil Test (investigasi tanah) untuk mengetahui komposisi tanah,
daya dukung tanah, dsb.
2) Data Sekunder:
- Data perencanaan sebelumnya
- Peta-peta (data eksisting bangunan)
- Studi Perbandingan dan Literatur
- Data-data Kondisi Eksisting
b. Data dan informasi lahan dan sekitarnya :
1) Lokasi lahan dan bangunan sekitarnya (dilampiri gambar situasi).
2) Ukuran dan bentuk lahan yang jelas batas-batasnya.
3) Topografi dan perbedaan tinggi/rendah tanah terhadap
muka/punggung jalan yang ada di dalamnnya serta muka lantai/peil
bangunan yang ada dan akan digunakan sebagai titik
awal/patokan/titik duga.
4) Kondisi air zigma tanah/daya dukung tanah dari hasil soil test
berdasrkan hasil Laboratorium Mekanika Tanah dan data-data
tanah lainnya yang diperlukan untuk perencanaan bangunan berat
dan curah hujan.
5) Status lahan, hubungannya dengan Pemberi Tugas.
6) Saluran-saluran kota yang ada disekitar lokasi, antara lain: saluran
air bersih, saluran air kotor, listrik dan telepon.
7) Kemungkinan adanya rencana pembangunan prasarana.
Kwantitasnya pada pelaksanaannya.
8) Kondisi lahan berkaitan dengan usulan type pondasi yang akan
dipakai.
9) Kondisi jalan disekitar, lebar jalan, kelas jalan dan sebagainya.
c. Informasi dari pemerintah daerah setempat, antara lain :
1) Advis planning (Keterangan Peruntukkan) dari Pemerintah Daerah
setempat dan penjelasan perihal High Control Zone.
2) Ketentuan tentang ruang yang berlaku untuk lahan, seperti, Garis
Sempadan Bangunan (GSB), Koeffisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), tinggi bangunan, perkerasan
dan sebagainya.
3) Standard-standard yang harus digunakan.
4) Peraturan-peraturan yang harus diikuti dalam perencanaan
maupun pelaksanaan bangunan.
5) Iuran-iuran yang harus dibayar.
6) dan lain-lain.
1. Tahap Perencanaan :
a. Meninjau/melihat dan meneliti lokasi lahan untuk mendapatkan
gambaran dan suasana kondisi/situasi existing, data-data primer berupa
ukuran site, fasilitas utilitas yang tersedia, potensi dan kendalanya serta
mengadakan survey topografi dan survey geoteknik sehingga data yang
didapat akurat dan dapat dipertanggung jawabkan dalam proses
perencanaan.
b. Mencari data-data sekunder antar lain berupa Master Plan, data fisik
eksisting (bangunan & sistem utilitasnya), serta peraturan-peraturan
dan atau persyaratan-persyaratan yang berlaku/disyaratkan untuk
perencanaan.
c. Mengadakan koordinasi, konsultasi, presentasi dan komunikasi yang
intensif dengan KPA, MK dan Tim Teknis serta pihak-pihak instansi
teknis terkait; berkenaan dengan masalah perencanaan dalam bentuk
rapat-rapat rutin atau rapat-rapat ad-hoc untuk keperluan yang penting
dan mendesak.
d. Segala bentuk komunikasi yang bersifat usulan, keputusan-keputusan
dan perubahan-perubahan harus/wajib dibuat tertulis dalam bentuk
surat maupun risalah rapat dan bersifat mengikat kontraktual.
e. Menghadiri rapat-rapat rutin, rapat-rapat koordinasi, rapat ad-hoc dan
undangan dari proyek (bila proyek menghendaki) ke kantor proyek.
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
PEKERJAAN
Saat dimulai pelaksanaan pekerjaan ini adalah saat ditandatangani Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK). Setiap akhir dari tahapan pelaksanaan pekerjaan akan
dilakukan konsultasi / diskusi baik dengan user maupun dengan instansi terkait.
Bab IV -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
WAKTU PELAKSANAAN
No. TAHAPAN URAIAN KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER KETERANGAN
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
I KONSEPSI PERENCANAAN
1 Interpretasi KAK/study literatur 20 HK
2 Pengumpulan data & Informasi Lapangan
3 Pengukuran
4 Klarifikasi data
5 Membuat Konsep, gagasan, sketsa
6 Konsultasi 1
II PRA RENCANA
1 Analisa Data 20 HK
2 Rencana Program Ruang
3 Rencana Denah/Tapak/Potongan bangunan
4 Rencana perkiraan biaya
5 Konsultasi / Presentasi 2
6 Review Konsep & Hasil Konsultasi aw al
sebelumnya
IV RENCANA DETAIL
1 Gambar detail : arsitektur, struktur, mekanikal, 35 HK
elektrikal
2 Menyusun RKS
3 Menyusun BoQ
4 Menyusun RAB
5 Presentasi 4
6 Penyempurnaan
7 Pengesahan dari instansi terkait
8 Gambar 3D Final
9 Animasi
10 Flashdisk
11 Maket
Catatan :
Waktu efektif Penyelesaian Perencanaan Total
Waktu yang bisa dilaksanakan secara simultan
Presentasi
Bab IV -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab IV -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab IV -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB V
ORGANISASI PELAKSANAAN
Organisasi merupakan salah satu fungsi manajemen atau alat untuk mencapai
tujuan. Agar pekerjaan perencanaan ini dapat berjalan lancar, terarah, terkoordinasi
maka perlu adanya organisasi kerja yang baik yang merupakan Team Work.
Bab V -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Team Leader
Dr. Abang Winarwan
Ir. Permadi Herry Putranto Ir. Arie Adrian M. Arif Toto Rahardjo, ST, Ir. Zafri Malik Ir. Aryono Dwi Nugroho Ir. Dwiyanto, MT
M.Eng
Trianjaya Wicaksana, Dwi Haryono Aji W, ST, Dwi Arsa Priambodo, ST
ST, MT MT
Ir. Bambang Wahyu Ir. Liliek Sudirahardjo Benny Ardinan, ST Achmad Sulaeman, ST Drs. Dadang Kusnadi, Sriyono, ST, MT
Handoko MARS
Desman Nurahmanto,
ST
TENAGA PENDUKUNG
TENAGA PENDUKUNG
Administrasi / Keuangan : Ina Nurdamayanti, S.Sos
Surveyor : Suryoto, Aminudin, Achmad Sudarmanto, M. Waliyulloh Firdaus, Purwo Hendri Siswoyo, Eko Aprianto
Estimator : Anies Mujihartono, ST, Asep Fajar Supriatna, ST, Sukasdi, ST, Priyo Budisantoso, ST, Andik Hadi Wijaya, ST, Wardi, ST
Drafter CAD : Rizwan Aries Setiadi, ST, Rino Kurniowati, ST, Rahmat Adesaputra, ST, Andri Faizal, ST, Siti Aisyah Damiati, ST, Adhityo Januprabowo, ST
Operator Komputer : Daryanto, S.Kom, Fany Fitryani, Amd
Keberhasilan Team Work ini tergantung pada strategi manajemen yang dipakai
dimana untuk pekerjaan ini dipergunakan :
a. Strategi manajemen komunikasi, dipakai strategi komunikasi terbuka terbatas
artinya segala permasalahan penting didiskusikan lebih dahulu sebelum
diambil keputusan.
b. Strategi manajemen organisasi, dipakai sistem terpusat dalam perwakilan sub
bidang pekerjaan artinya di masing-masing bidang pekerjaan perlu adanya
personil-personil ahli yang sesuai bidangnya, bertugas dan bertanggung jawab
pada penanggung jawab kegiatan.
c. Strategi manajemen keuangan, dipakai sistem terbuka terbatas, artinya
administrasi dan keuangan dapat dipantau dan diketahui setiap oleh anggota
Bab V -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Konsultan Perencana dalam menjalankan tugas dari tahap awal sampai tahap
penyerahan hasil pekerjaan, melakukan beberapa langkah kegiatan dengan
memenuhi prosedur dan hubungan kerja dengan berbagai pihak, yang secara
diagramatik bisa digambarkan sebagai berikut :
Notasi :
a. Kuasa Pengguna Anggaran
Terlibat langsung
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Terlibat tidak langsung c. Pengelola Teknik Proyek & Unsur Terkait
d. User/Pemakai
e. Konsultan MK (Bila ada)
Bab V -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bulan Ke-
Pengawasan
No Nama Personil Jabatan OKTOBER NOVEMBER DESEMBER Keterlibatan
Berkala
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
A TENAGA AHLI
1 Dr. Abang Winarwan Team Leader 2.60
2 Ir. Permadi Herry Putranto Koordinator Ahli Arsitektur 2.10
3 Ir. Arie Adrian Tenaga Ahli Arsitektur 2.10
4 Trianjaya Wicaksana, ST, MT Tenaga Ahli Arsitektur 2.10
5 M. Arif Toto Rahardjo, ST, M.EngKoordinator Ahli Sipil/Struktur 1.53
6 Ir. Zafri Malik Tenaga Ahli Sipil/Struktur 1.53
7 Dwi Haryono Aji W, ST, MT Tenaga Ahli Sipil/Struktur 1.53
8 Ir. Aryono Dwi Nugroho Koordinator Ahli Elektrikal 1.73
9 Ir. Dwiyanto, MT Tenaga Ahli Elektrikal 1.73
10 Dwi Arsa Priambodo, ST Tenaga Ahli Elektrikal 1.73
11 Ir. Bambang Wahyu Handoko Koordinator Ahli Mekanikal 1.53
12 Ir. Liliek Sudirahardjo Tenaga Ahli Mekanikal 1.53
13 Desman Nurahmanto, ST Tenaga Ahli Mekanikal 1.53
14 Benny Ardinan, ST Koordinator Ahli Interior 1.47
15 Achmad Sulaeman, ST Tenaga Ahli Interior 1.47
16 Drs. Dadang Kusnadi, MARS Tenaga Ahli Manaj Rumah Sakit 1.87
17 Sriyono, ST, MT Tenaga Ahli Estimator Biaya 1.90
Bulan Ke-
Pengawasan
No Nama Personil Jabatan OKTOBER NOVEMBER DESEMBER Keterlibatan
Berkala
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
B TENAGA PENDUKUNG
1 Ina Nurdamayanti, S.Sos Administrasi / Keuangan 2.53
2 Suryoto Surveyor 0.73
3 Aminudin Surveyor 0.73
4 Achmad Sudarmanto Surveyor 0.73
5 M. Waliyulloh Firdaus Surveyor 0.73
6 Purwo Hendri Siswoyo Surveyor 0.73
7 Eko Aprianto Surveyor 0.73
8 Anies Mujihartono, ST Estimator 1.80
9 Asep Fajar Supriatna, ST Estimator 1.80
10 Sukasdi, ST Estimator 1.80
11 Priyo Budisantoso, ST Estimator 1.80
12 Andik Hadi Wijaya, ST Estimator 1.80
13 Wardi, ST Estimator 1.80
14 Rizwan Aries Setiadi, ST Drafter CAD 2.23
15 Rino Kurniowati, ST Drafter CAD 2.23
16 Rahmat Adesaputra, ST Drafter CAD 2.23
17 Andri Faizal, ST Drafter CAD 2.23
18 Siti Aisyah Damiati, ST Drafter CAD 2.23
19 Adhityo Januprabowo, ST Drafter CAD 2.23
20 Daryanto, S.Kom Operator Komputer 2.53
21 Fany Fitryani, Amd Operator Komputer 2.53
KETERANGAN :
Waktu Kerja Full
Waktu Kerja periodik
Bab V -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB VI
LAPORAN
Secara umum keluaran yang dihasilkan oleh Konsultan Perencana dalam pekerjaan
ini secara periodik selama masa kontrak adalah sebagai berikut :
Bab VI -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
d. Metodologi
2. Lapoaran Antara
Sesuai proses/tahapan pelaksanaan pekerjaan, antara lain memuat :
a. Laporan Konsep Perancangan & Program, sesuai dengan lingkup pekerjaan.
Ruang / Bangunan / Tapak/Lingkungan / Vegetasi dan Sanprasnya (Jenis,
volume / besaran, kapasitas, spesifikasi dan persyaratan dll.) serta sketsa-
sketsa 3D.
b. Laporan Pra Rancangan (Gambar-gambar + Perkiraan Biaya Global)
c. Laporan Pengembangan Rancangan
3. Produk Akhir
Produk akhir terdiri dari :
a. Dokumen Perencanaan Lengkap (Gambar Arsitek, Struktur Mekanikal,
Elektrikal dan Plambing /MEP)
b. Kalkir Dokumen Perencanaan
c. Executive summary
d. Gambar-gambar Perspektif Eksterior/Interior dalam figura kaca
e. Gambar Animasi dengan waktu tayang minimal 15 menit.
f. Maket lengkap dengan kaca+meja, ukuran 1x1 m
Bab VI -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab VI -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Gambar Arsitektur
Gambar Struktur
Gambar Mekanikal
Gambar Elektrikal
Gambar Plumbing
1). RAB harus disusun berdasarkan gambar kerja dan RKS dengan
memperhitungkan berbagai faktor pengadaan bahan maupun alat.
2). RAB harus tajam dan realistis, lengkap untuk masing-masing sub sistem
dalam perancangan proyek.
3). Data lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung RAB :
a). Analisa Harga Satuan
b). Data Harga Satuan
c). Brosur-brosur/Price List/data survey harga material
d). Actual Check / lembar kerja perhitungan volume
Berisi :
1). Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) terdiri dari 3 (tiga) bagian:
Bab VI -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
2). RKS (terutama spesifikasi teknis) dalam hal ini akan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a). Pernyataan tentang masukan (bahan, peralatan, perlengkapan) dan
penjelasan:
Mutu yang diijinkan, standard yang digunakan.
b). Persyaratan proses yang terutama menyangkut cara dan waktu, yang
menjelaskan:
Cara penanganan bahan (processing) untuk semua bahan,
komponen maupun peralatan.
Bab VI -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Cara pengujiannya.
Adapun stadar minimal dari yang terdapat dalam gambar DED adalah :
Gambar detail kusen pintu dan jendela, Gambar detail fasde ,gambar detail
potongan plafon dan lantai yang akan menunjukan urutan pemasangan
Bab VI -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab VI -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
Bab VI -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung
BAB VII
PENUTUP
Sebagai penutup dari Dokumen Laporan Pendahuluan ini, sekali lagi kami ucapkan
terima*kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami untuk melaksanakan
Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD,
CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung Tahun Anggaran
2017.
Dokumen Laporan Pendahuluan yang kami susun ini akan menjadi acuan bagi kami pada
tahapan pekerjaan selanjutnya, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan serta
saran dari semua pihak terkait untuk penyempurnaan dokumen ini.
Terima kasih atas segala kesempatan yang diberikan kepada perusahaan kami.
Bab VII -1