Anda di halaman 1dari 172

DINAS KESEHATAN ANGKATAN UDARA

RSAU dr. M. SALAMUN


Jl. Ciumbuleuit No. 203 Bandung

Perencanaan Pembangunan Gedung Operasi, ICU, NICU, PICU,


HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3
RSAU dr. M. Salamun Bandung
Tahun Anggaran 2017

CV. GRIYA LOKA Design Engineering, Construction Management &Environment Consultant


Jl. Soma No. 15 Telp. (022) 7273156, Fax. (022) 7273103
KONSULTAN Email : pandupersada@yahoo.com / pandupsd@2.pacific.net.id
PEKERJAAN PERENCANAAN DAN PENGAWASAN :
TEKNIK SIPIL, GEODESI, ARSITEKTUR, PLANOLOGI Ki ar acondong - Bandung 40281
ELEKTRONIKA KOMUNIKASI, MESIN INTERIOR DAN PERTAMANAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas


kepercayaan yang diberikan kepada kami PT. PANDU PERSADA untuk mengemban
amanah yang cukup besar ini yaitu melaksanakan Pekerjaan Perencanaan Gedung
Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr.
M. Salamun Bandung, semoga amanah ini bisa kami laksanakan dengan sebaik-baiknya.

Laporan Pendahuluan ini merupakan laporan pertama yang kami susun yang secara garis
besar berisi tentang konsep perencanaan, rencana kerja, metodologi pelaksanaan kerja,
jadwal pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi dan sistem pelaporan yang dalam
penyusunannya telah mengacu kepada KAK, Usulan Teknis, hasil survei awal dan
literatur serta peraturan lainnya yang berlaku.

Laporan Pendahuluan ini nantinya akan menjadi guide line kami dalam melaksanakan
pekerjaan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan, saran serta kritik dari semua
pihak yang terkait.

Atas segala perhatian, masukan dan saran untuk menyempurnakan laporan ini kami
ucapkan terima kasih.

Bandung, Oktober 2017


Konsultan Perencana
PT. PANDU PERSADA

Panji Harjasa, ST, MT.


Direktur Utama
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Laporan Kemajuan Pekerjaan Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. I–1
1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................... I–1
1.3 Sasaran.............................................................................................. I–2
1.4 Interprestasi Terhadap KAK ............................................................. I–3
1.5 Lokasi Kegiatan ................................................................................. I–4
1.6 Foto – Foto Lokasi ............................................................................. I–8
1.7 Data Hasil Pengukuran Topografi ..................................................... I – 10

BAB II KONSEPSI PERENCANAAN


2.1 Konsep Arsitektural ........................................................................ II – 1
2.2 Konsep Struktural ............................................................................. II – 19
2.3 Konsep Mekanikal, Elektrikal dan Plumbing ..................................... II – 97

BAB III METODOLOGI DAN RENCANA KERJA


3.1 Persiapan dan Konsepsi Perencanaan .......................................... III – 1
3.2 Pra Rencana ................................................................................... III – 6
3.3 Pengembangan Rencana ................................................................. III – 8
3.4 Penyusunan Gambar Kerja, RKS dan RAB (Rencana Detail) ........ III – 11
3.5 Program Kerja ................................................................................... III – 13
3.5.1 Tahap Persiapan dan Konsepsi Perencanaan .................... III – 13
3.5.2 Tahap Pra Rencana ............................................................ III – 17
3.5.3 Tahap Pengembangan Rencana ......................................... III – 18
3.5.4 Tahap Rencana Detail .......................................................... III – 19
3.5.5 Kewajiban Konsultasi Perencana ......................................... III – 20
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB IV JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ....................................................... IV – 1
4.2 Kegiatan Presentasi ......................................................................... IV – 2

BAB V ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN


5.1 Organisasi Pelaksana ..................................................................... V–1
5.2 Koordinasi Kerja .............................................................................. V–3
5.3 Strategi Manajemen ........................................................................ V–3
5.4 Sistem Pengendalian Kegiatan ....................................................... V–4
5.5 Jadwal Penugasan Personil ............................................................ V–5

BAB VI LAPORAN
6.1 Sistem Pelaporan ............................................................................. VI – 1
6.2 Keluaran/Output Hasil Pekerjaan Perencanaan .............................. VI – 1
6.3 Penjelasan Laporan .......................................................................... VI – 3

BAB VII PENUTUP


LAPORAN KEMAJUAN PEKERJAAN PERENCANAAN
LAPORAN PENDAHULUAN

PEKERJAAN : Perencanaan Pembangunan Gedung Operasi, ICU, NICU, NOMOR : 22.01/PP-DED/LKPP-1/X/2017


PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 TANGGAL : 22 Oktober 2017
RSAU dr. M. Salamun Bandung Tahun Anggaran 2017

1. Telah melaksanakan pekerjaan untuk :


a. Pekerjaan : Perencanaan Pembangunan Gedung Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan
Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung Tahun Anggaran 2017
b. Lokasi Perencaaan : Jl. Ciumbuleuit No.203, Hegarmanah, Kota Bandung, Jawa Barat 40141
c. Departemen / Lembaga : RSAU dr. M. Salamun
Jl. Ciumbuleuit No. 203, Hegarmanah, Kota Bandung, Jawa Barat 40141
d. Sumber Dana : DIPA APBN RSAU dr. M. Salamun Bandung Nomor : 012.24.2.344808/2017 Tanggal
3 Oktober 2017, Tahun Anggaran 2017
e. Konsultan Perencana : PT. PANDU PERSADA
Jl. Soma No. 15, Kiaracondong – Bandung
f. Surat Perjanjian Kerja, Tgl : Nomor : SPK/001/X/2017, 3 Oktober 2017
g. Biaya Perencanaan : Rp. 1.256.579.000,-
(Satu milyar dua ratus lima puluh enam juta lima ratus tujuh puluh sembilan ribu
rupiah)
h. Waktu Perencanaan : Tgl Mulai : 03 Oktober 2017
Tgl Selesai : 31 Desember 2017 (90 hari kalender)

2. Pelaksanaan pekerjaan perencanaan tersebut meliputi :

No Bobot Tahap Penyelesaian


Tahap Pekerjaan Bobot Prestasi (%)
. Pekerjaan (%) Pekerjaan (%)
1. Laporan Pendahuluan
 Laporan Survei / Pengukuran / Photo 10 100 10
 Laporan Hasil Penyelidikan Tanah (Sondir dan Boring)

2. Laporan Antara Antara, Teridi dari :


 Laporan Konsep Perencanaan & Program
50 0 0
 Laporan Pra Rencana
 Laporan Pengembangan Rencana

3. Dokumen Perencanaan, Teridi dari :


 Gambar A2
 Rencana Kerja dan Syart-Syarat (RKS)
 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
 Gambar Pigura 3 Dimensi
 Gambar Animasi Min 15 Menit 40 0 0
 Flashdisk
 Laporan Gambar Kalkir A2
 Laporan Eksekutif Summary
 Maket

Jumlah 100 10

Kemajuan pekerjaan telah mencapai prestasi sebesar 10 % (sepuluh persen).


Demikian laporan pekerjaan ini dibuat dengan sebenarnya untuk digunakan seperlunya.
Disetujui, Dibuat Oleh,
Konsultan MK Konsultan Perencana
PT. PANDU PERSADA

RAHADI PRIAMBODO, ST PANJI HARJASA, ST., MT.


Team Leader Direktur Utama
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG OPERASI, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD,
DAN GEDUNG RAWAT INAP KELAS 3 RSAU dr. M. SALAMUN BANDUNG
WAKTU PELAKSANAAN DED 90 HARI KALENDER (03 OKTOBER 2017 - 31 DESEMBER 2017)

WAKTU PELAKSANAAN
No. TAHAPAN URAIAN KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER KETERANGAN
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

I KONSEPSI PERENCANAAN
1 Interpretasi KAK/study literatur 20 HK
2 Pengumpulan data & Informasi Lapangan
3 Pengukuran
4 Klarifikasi data
5 Membuat Konsep, gagasan, sketsa
6 Konsultasi 1

II PRA RENCANA
1 Analisa Data 20 HK
2 Rencana Program Ruang
3 Rencana Denah/Tapak/Potongan bangunan
4 Rencana perkiraan biaya
5 Konsultasi / Presentasi 2
6 Review Konsep & Hasil Konsultasi aw al
sebelumnya

III PENGEMBANGAN RENCANA


1 Gambar arsitektur 15 HK
2 Gambar struktur
3 Gambar ME & utilitas
4 Outline specifications
5 Usulan Gambar 3D
6 Perkiraan biaya
7 Konsultasi / presentasi 3

IV RENCANA DETAIL
1 Gambar detail : arsitektur, struktur, mekanikal, 35 HK
elektrikal
2 Menyusun RKS
3 Menyusun BoQ
4 Menyusun RAB
5 Presentasi 4
6 Penyempurnaan
7 Pengesahan dari instansi terkait
8 Gambar 3D Final
9 Animasi
10 Flashdisk
11 Maket

Catatan :
Kegiatan yang telah dilaksanakan
Waktu efektif Penyelesaian Perencanaan Total
Waktu yang bisa dilaksanakan secara simultan
Presentasi
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN RSAU dr. M. SALAMUN

Seiring dengan perkembangan yang ada, Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr.
M. Salamun Bandung perlu terus meningkatkan pelayanan kesehatannya terhadap
masyarakat terutama masyarakat Jawa Barat. Pembangunan Gedung Operasi, ICU,
NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 merupakan salah satu
program penting yang dimaksud.

Adanya fasilitas Gedung Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat
Inap Kelas 3 ini akan sangat membantu meningkatkan kinerja RSAU dr. M.
Salamun Bandung sebagai salah satu bentuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Pembangunan gedung diatas harus memenuhi standar dan
persyaratan serta spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi untuk operasional
Gedung Rumah Sakit, sehingga diperlukan perencanaan yang ditangani oleh
tenaga-tenaga profesional yang berpengalaman dibidangnya

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud pekerjaan ini secara umum adalah membuat Perencanaan Pembangunan


Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 yang akan menghasilkan suatu pedoman pembangunan rumah sakit
dengan dinamika perubahan dan perkembangan dimasa mendatang, serta
mendapat kesesuaian fisik dan tidak terjadi fenomena tambal sulam didalam
kawasan RSAU dr. M. Salamun Bandung di masa mendatang. Dituntut dari
pekerjaan ini menghasilkan bangunan yang memenuhi syarat – syarat teknis yang

Bab I -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

ditetapkan, dapat dipertanggungjawabkan, fungsional, handal sesuai dengan azas,


kriteria serta unsur lokal / budaya setempat.

Adapun lebih terperinci maksud dan tujuan tersebut kami uraikan sebagai berikut:

 Membuat rencana detail Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang


Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3
yang ekonomis, berkualitas dan dapat berfungsi optimal, fungsional dan
handal.
 Merencanakan pekerjaan konstruksi struktur, arsitektur, interior, mekanikal,
elektrikal, dan kebutuhan lainnya dengan memperhitungkan biaya, mutu
dan waktu pelaksanaan yang efektif dan efisien.
 Sebagai pengendali bagi pelaksanaan dilapangan yang dilakukan oleh
kontraktor pembangunan fisik dan dikendalikan oleh Konsultan Manajemen
Konstruksi.
 Merancang gedung dan infrastruktur agar sesuai dengan fungsi – fungsi
yang akan dijalankan, yaitu fungsi pelayanan, kesehatan dan penelitian.

1.3 SASARAN

Sasaran dari pelaksanaan Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang


Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3
dimaksudkan untuk :
 Terwujudnya suatu Perencanaan yang komperhensif baik ditinjau dari
aspek arsitektural dan struktural, maupun dari aspek ekonomis dengan
tahapan tahapan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku
 Sebagai dokumen acuan dalam pelaksanaan pembangunan fisik
Pembangunan Rumah Sakit

Lingkup Pekerjaan adalah Perencanaan Pembangunan Gedung Operasi, ICU,


NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3, yang meliputi pekerjaan
perencanaan :
a) Pembangunan Gedung Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD (5 lantai)
b) Pembangunan Gedung Rawat Inap Kelas 3 (4 lantai)

Bab I -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

c) Pekerjaan Sarana dan Prasarana Gedung


d) Pekerjaan Sarana dan Prasarana Lingkungan
e) Dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan di lapangan.

1.4 INTERPRETASI TERHADAP KAK

1.4.1. LINGKUP PEKERJAAN

Lingkup kegiatan adalah Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU,


NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 dengan tahapan dan
lingkup kegiatan seperti yang diuraikan didalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Sebagai berikut:

Lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh Konsultan Perencana adalah


berpedoman pada ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 dan Pedoman Pelaksanaan
Jasa Konstruksi Pembangunan Bangunan Gedung Daerah, Keputusan Gubernur
Jawa Barat Nomor : 99 tahun 2009 tanggal 14 September 2009, yang meliputi
tugas-tugas perencanaan lingkungan, site/tapak bangunan dan perencanaan fisik
bangunan gedung negara/daerah yang terdiri dari :

1) Persiapan Perencanaan seperti mengumpulkan data dan informasi lapangan


(termasuk penyelidikan tanah sederhana). Dalam hal ini kami selaku konsultan
perencana telah melakukan pengukuran lokasi untuk perencanaan gedung.
Topografi dan kegiatan penyelidikan tanah (sondir boring), sebagai data awal
hasil pengumpulan data lapangan telah diakomodir kedalam laporan ini.
Laporan Penyelidikan tanah dan topografi disajikan dalam laporan tersendiri .
2) Konsultasi dengan pemerintah setempat diperoleh pada saat kick off meeting
dimana secara garis besar tentang peraturan daerah yang berkenaan rencana
pembangunan gedung khususnya untuk wilahayah Bandung Utara. Berkaitan
perencanaan gedung berada di wilayah lokasi yang sudah terbentuk didalam
kawasan Rumah Sakit Salamun dimana rencana gedung Ruang Operasi, ICU,
NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 yang akan dibangun
akan menempati bangunan eksisting yang akan dipugar, sehingga dengan

Bab I -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

demikian perencanaan menyesuaikan dengan kondisi gedung gedung eksisting


dengan tetap memperhatikan tata peraturan pembangunan gedung yang telah
ditetapkan.

3) Konsultan perencana dalam perencanaan ini sesuai dengan tahapan


sebagaiman tercantum didalam Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan
Gedung Negara, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007
tanggal 27 Desember 2007 Penyusunan prarencana seperti rencana tapak, pra
rencana bangunan, DED Gedung , RKS dan RAB.

4) Penyusunan pengembangan rencana, antara lain membuat :


o Rencana arsitektur, beserta uraian konsep dan visualisasi yang mudah
dimengerti oleh pemberi tugas.
o Menyusun rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya.
o Rencana utilitas, beserta uraian konsep dan perhitungannya.
o Perkiraan biaya.

5) Menyusun rencana detail antara lain membuat :


1. Menyusun gambar detail, membuat gambar-gambar detail arsitektur, gambar
detail struktur, membuat gambar detail utilitas tahap selanjutnya sesuai
dengan gambar rencana yang telah disetujui. Semua gambar arsitektur,
struktur dan utilitas harus ditanda tangani oleh penanggung jawab
perusahaan dan tenaga ahli yang mempunyai ijin sertifikat.
2. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
3. Rincian volume pelaksanaan pekerjaan, rencana anggaran biaya pekerjaan
konstruksi (RAB).
4. Laporan akhir perencanaan.

6) Dalam hal IMB kami konsultan perencana hanya mempersiapkan bahan-bahan


untuk kebutuhan data pengurusan IMB sampai mendapatkan keterangan
rencana kota, keterangan persyaratan bangunan dan lingkungan.

Bab I -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

1.4.2. LAPORAN /KELUARAN

Sebagai bentuk hasil dari perencanaan ini adalah berupa laporan hasil pekerjaan
perencanaan yang secara garis besar terdiri dari :

1) Laporan Pendahuluan
2) Laporan Antara
3) Produk Akhir

Untuk lebih detailnya tersaji didalam BAB VI pada Laporan Pendahuluan ini.

1.4.3. LOKASI KEGIATAN

Lokasi Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD,
CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung berada di
Jl. Ciumbuleuit No.203, Hegarmanah, Kota Bandung, Jawa Barat 40141 yang telah
disiapkan mengikuti kaidah perencanaan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah. Kebutuhan yang terdapat dalam data program ruang menjadi satu
kesatuan dengan fungsi didalamnya secara kompak, efisien namun ramah
lingkungan.

Bab I -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Lokasi RSAU dr. M Salamun Bandung


Sumber : Google Earth

Bab I -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Lokasi RSAU dr. M. Salamun di RTRW Kota Bandung

Lokasi RSAU dr. M. Salamun di Insfrastruktur Kota Bandung

Bab I -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

1.5 FOTO – FOTO LOKASI

Gambar Eksisting Bangunan Gedung A Gambar Eksisting Bangunan Gedung A


Tampak Depan dari Lahan Parkir

Gambar Eksisting Bangunan Gedung A Gambar Eksisting Bangunan Gedung


A Tampak Belakang

Gambar Eksisting Ex Utilitas Gedung A Gambar Batas Gedung A yang akan


dibongkar

Bab I -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Eksisting Koridor Gedung A Gambar Eksisting Gedung Perawatan

Gambar Area Samping Gedung Perawatan Gambar Koridor Gedung Perawatan

Gambar Tower Eksisting Gedung Perawatan Gambar Batas Gedung Perawatan


yang Dibongkar

Bab I -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

1.6 DATA HASIL PENGUKURAN TOPOGRAFI

Lokasi Pekerjaan

Gambar Lokasi Pekerjaan Topografi

Bab I -10
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2
3

5
6 7
4

10
9
8

12 14 15
13 16

25
26 17

24 22
23
27
21 20
28
30
31
34 36
29
33

37
35
38
39

Gambar Peta Situasi RSAU dr.M.Salamun Bandung

Berdasarkan data ukur hasil survey topografi hasil pengukuran T0 dan waterpass
dilakukan perhitungan-perhitungan T0, waterpass dan tachimetri dengan
menggunakan program excel. Dimana hasil perhitungan-perhitungan tersebut akan
digunakan sebagai input data dalam penggambaran yang menggunakan program
komputer Autodesk Land Depelovment yang akan menghasilkan gambar peta
topografi untuk digunakan perencanaan teknis seperti dibawah ini dan luas
bangunan hasil pengukuran sebesar 15286.902 m2 sedangkan luas area hasil
pengukuran sebesar 32164.206 m2.

Bab I -11
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Potongan Memanjang RSAU dr.M.Salamun Bandung

Gambar Potongan Melintang RSAU dr.M.Salamun Bandung

Bab I -12
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Dokumentasi Survey Topografi

Bab I -13
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB II
KONSEP PERENCANAAN

2.1 KONSEP ARSITEKTURAL


2.1.1. Konsep Dasar Perencanaan

2.1.2. Perencanaan Tapak


Konsep Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU,
HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung akan
meliputi konsep zonasi atau pendaerahan fungsi tapak, sirkulasi dan aksesibilitas,

Bab II -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

orientasi dan tata letak massa. Dalam penentuan konsep perencanaan tapak ini
mempertimbangkan beberapa potensi dan kendala yang dimiliki tapak, regulasi
tapak dan kawasan yang telah ditentukan oleh Pemda setempat serta fungsi dan
kegiatan dalam tapak.

1. Zonasi/Pendaerahan
Pengelompokan kegiatan di dalam tapak Perencanaan Pembangunan Gedung
Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3
RSAU dr. M. Salamun Bandung akan terbagi atas tingkat kebutuhan aktifitas
yang berkaitan dengan privasi masing-masing bangunan dan ruang terhadap
kegiatan di dalam maupun di luar tapak. Pengelompokan kegiatan tersebut
akan dibagi menjadi beberapa area kelompok kegiatan sebagai berikut :

a. Zona Publik
Merupakan area yang mewadahi kegiatan dalam tapak yang mempunyai
tingkat intensitas kegiatan/interaksi dengan pihak luar relatif tinggi.

b. Zona Semi Publik


Zona ini dapat diakses namun terbatas kepada individu tertentu yang
mempunyai kepentingan.

c. Zona Privat
Merupakan area yang mewadahi kegiatan intern dalam tapak dengan
tingkat intensitas kegiatan/interkasi yang terbatas terhadap pihak luar.

d. Zona Servis
Merupakan area yang mewadahi kegiatan pelayanan terhadap area publik
maupun privat.

e. Zona Penunjang
Merupakan area penunjang terhadap kegiatan Perencanaan
Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan
Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung serta yang
dapat menjembatani interkasi sosial antara kegiatan di dalam tapak dengan
lingkungan di sekitar tapak.

Bab II -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2. Konsep Sirkulasi Dan Parkir


Hubungan ruang dan pola sirkulasi akan menentukan produktivitas kerja yang
baik, akan menentukan ketepatan dan kecepatan aktifitas. Oleh karena itu kami
mengusulkan sistem sirkulasi dalam bangunan Gedung ini adalah sistem
double corridor, dengan memisahkan area bebas, semi steril, dan steril (sesuai
konsep organisasi ruang).

Pada prinsipnya, system sirkulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pemisahan koridor berdasarkan hierarki kegiatan dan tingkat sterilitas ruang


yang dibutuhkan, terdiri dari :

1. koridor bebas untuk patient entrance, dan pengunjung umum


2. sterile corridor untuk pasien dan dokter/staff medis melalui ruang perantara
dengan pengkondisian udara (air lock), berhubungan langsung dengan
ruang perawatan
3. sterile corridor untuk clean material supply, berhubungan dari dumb
waiter/elevator servis.

3. Tata Letak Massa


Peletakan massa-massa bangunan pada tapak direncanakan dengan
mengikuti kontur tanah serta penzoningan sebagai acuan tata letak.

Perletakan masa sesuai kontur tersebut di atas akan membentuk suatu simpul
atau titik orientasi (point of interest) yang berfungsi sebagai pusat orientasi dari
massa-massa bangunan yang direncanakan. Pusat orientasi ini pada tapak
akan ditentukan dengan menempatkan hirarki dari bangunan yang membentuk
suatu ruang terbuka/inner court yang berfungsi juga sebagai ”paru-paru”
bangunan dalam tapak untuk mendapatkan sinar matahari dan matahari udara
bersih serta pemandangan yang baik pada bangunan di sekelilingnya.

2.1.3. Bentuk Bangunan dan Facade


Bentuk bangunan direncanakan menggunakan bentuk-bentuk geometris (persegi
panjang) yang sesuai dengan efisiensi dan efektifitas ruang dalam.

Bangunan direncanakan dengan konsep transformasi bentuk arsitektural eksisting


ke dalam bentuk yang lebih sederhana untuk memberikan kesan formal namun

Bab II -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

masih memiliki nilai estetis. Ketebalan/daging bangunan direncakan tidak lebih dari
20 meter untuk memungkinkan pencahayaan dan pertukaran udara di dalam
bangunan dapat dimaksimalkan.

Perencanaan facade atau kulit bangunan diusulkan dengan konsep penggabungan


bentuk kontekstual modern.

2.1.4. Program Ruang

1. Program Fungsi Ruang

Ruang-ruang yang dibutuhkan dan diimplementasikan dalam program ruang


Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD
dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun disusun berdasarkan
masukan dan diskusi dengan berbagai pihak khususnya Dinas Kesehatan dan
instansi terkait. Selain itu juga disusun berdasarkan analisis program fungsi untuk
mengoptimalkan pelayanan.

2. Pemakai Bangunan

Pemakai adalah yang akan berada dan memakai serta membutuhkan ruang atau
massa pada gedung ini adalah :

a. Pasien
b. Staff medis
c. Paramedis
d. Staff non medis
e. Penunggu pasien
f. Staff administrasi dan direksi

3. Organisasi Ruang

Dari banyaknya ruang yang harus disediakan, sesuai pemakai dan sifat ruangnya
harus dikelompokkan sesuai sifatnya. Pengelompokan yang tepat akan
menciptakan pola dan alur sirkulasi yang efisien dan aman, karena dalam fungsi
gedung sebagai Ruang Perawatan, organisasi ruang yang baik akan sangat
membantu proses tindakan dan pelayanan paramedis terhadap pasien secara cepat
dan tepat.

Bab II -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Daerah bebas (area); Area lalu lintas dari luar, termasuk pasien seperti koridor-
koridor utama, lobby, ruang tunggu dan ruang administrasi.
 Daerah semi steril; yaitu daerah R. Rawat Inap, R. Observasi, R. Tindakan
dimana diberlakukan waktu kunjungan sesuai dengan yang telah ditetapkan
oleh Rumah Sakit.

2.1.5. Konsep Desain Secara Umum


Konsep secara umum dari Gedung ini secara umum adalah form follow function
(bentuk mengikuti fungsi) disamping tetap memperhatikan kaidah dan fungsi serta
interaksi lingkungan dan budaya setempat, typologi arsitektur tropis, faktor estetika
(permainan detail) dan pertimbangan maintenance (perawatan gedung).

Secara prinsip gedung ini terdiri dari tiga elemen keseimbangan arsitektur yaitu :
Kepala, Badan dan Kaki. Uraian penjelasan dari ketiga elemen di atas adalah
sebagai berikut :

 Kepala
Kepala pada bangunan adalah bagian atas bangunan / atap berfungsi sebagai
penutup suatu bangunan pelindung terhadap panas, hujan, angin dan gangguan
lainnya atau diartikan penyelesaian akiran suatu bangunan pada bagian paling
atas, apapun bentuk materialnya.

 Badan
Badan yang dimaksud pada bangunan adalah tempat / ruang dimana bangunan
itu difungsikan. Selain sebagai wadah / tempat dimana bangunan itu bisa
difungsikan. Pada bangunan fungsi pokoknya adalah untuk melindungi apa
yang ada di dalam terhadap segala gangguan eksternal khususnya terhadap
iklim (panas, dingin, air dan udara).

 Kaki
Kaki yang dimaksud pada bangunan adalah pondasi apapun teknik dan
materialnya. Pondasi adalah bagian yang menjadikan bangunan itu berdiri. Jadi

Bab II -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

prinsipnya kokoh atau tidaknya bangunan itu berdiri tergantung dari kekuatan
kaki (pondasi)-nya.

ANTISIPASI TERHADAP
TAMPIAS AIR HUJAN

MEMANFAATKAN PENGHAWAAN
RUANGAN ALAMI. DISESUAIKAN KEBUTUHAN
TERANG DARI
SINAR PANTUL

KONSTRUKSI TABIR
SINAR (SUN SCREEN)
MENGURANGI SINAR
MATAHARI LANGSUNG

2.1.6. Konsep Desain Interior Secara Umum

Konsep dasar interior didasarkan pada besaran ruang standar, kebutuhan ruang
standar serta material finishing, warna dan pola yang terkait erat dengan sifat dan
fungsi ruang. Konsep interior banyak dipengaruhi oleh selera dan psikologis yang
dikehendaki.

Seperti halnya pada eksterior, interior juga terdiri dari tiga elemen yaitu
Plafond,Dinding,Lantai. Uraian penjelasan dari tiga elemen interior itu adalah
sebagai berikut :

 Plafond / Langit-langit
Plafond / langit-langit adalah elemen yang menjadikan sesuatu menjadi
ruangan pada batas atasnya. Langit-langit menjadikan ruangan yang
volumenya tak terbatas menjadi terbatas / terhitung

Bab II -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Plafond / langit-langit menjadikan suatu ruangan bisa dirasakan besar, kecil,


luas, lebar atau sempit / menekan, tinggi rendah dan lain-lain tergantung
perbandingan proporsi ketinggiannya terhadap bidang lantai dengan dinding.
Pada ruang perawatan desain skala ruangnya adalah skala natural /
manusiawi.

 Dinding
Dinding pada interior adalah berfungsi sebagai pembatas ruangan yang
bersebelahan, berbeda fungsi maupun sifat ruangnya. Dinding juga dapat
memberikan kesan / pengaruh psikologis luas, sempit / menekan. Dan dari
material finishingnya bisa memberikan halus / lembut, kuat, kokoh atau kasar.
Pada ruang perawatan ini pembatas dinding berkonsep / bernuansa halus dan
lembut serta higienis.

 Lantai
Lantai bisa diartikan sebagai alas / dasar / pembatas ruangan tiga dimensi bagi
bawah. Selain sebagai alas / dasar dengan dalam finishingnya mempunyai
pengaruh cukup besar terhadap rupa suatu ruangan. Ruang bisa terkesan
ringan, higienis, berat, kasar, mengarahkan dan sebagainya tergantung
material finishing serta penerapan polanya.
Pada RS ini konsep untuk bidang lantai yang diambil adalah bersih, higienis,
mengarahkan, halus serta mudah dibersihkan.

Bab II -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

LOKAL CONTENT
Budaya Lokal
Bahwa suatu karya desain harus
juga mencerminkan karakter
budaya lokal dari daerah setempat,
sehingga akan dapat
merepresentasikan nilai budaya
kedalam gubahan fisik bangunan,
baik itu arsitektural maupun interior

Bab II -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

KONSEP DESAIN - KORIDOR PERAWATAN


Modern - Megah
Permainan treatment interior dengan penerapan
garis vertikal horisontal yang tegas, juga diterapkan pada
area sirkulasi sekunder ( area foyer dan koridor ) di area
perawatan. Konsep ini bertujuan untuk lebih memberikan
kesan simple namun masih tetap dinamis.

Minimalis Geometris
Penggunaan material vinyl pada lantai sebagai suatu standar
material yang harus dipergunakan di area perawatan juga dipola
dengan bentukan geometris yang berupa garis-garis vertikal
horisontal

IMAGE LOBBY YANG BERNUANSA MODERN

Bab II -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

IMAGE RUANG PERAWATAN YANG BERNUANSA MODERN

RECEPTIONIS PADA AREA RAWAT INAP “MODERN & HIGYNIS

Bab II -10
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.1.7. Standar Perencanaan Bangunan Rumah Sakit


Antropometri Ruang Pasien
Jenis dan Ukuran Perabot
Reznikoff (1986) menetapkan fasilitas perabot standar pada ruang pasien meliputi
tempat tidur yang dapat dinaik-turunkan (hi-low bed), meja makan yang digunakan
di atas tempat tidur (over bed table), laci samping tempat tidur (drawer bedside),
meja tinggi (over-chair table), dan kursi geriatrik dengan sandaran punggung tinggi
(high-backed geriatric chair).

Gambar Standar Jenis dan Ukuran Perabot

Tinggi tempat tidur untuk pasien yang ada di lapangan dalam keadaan diposisikan
dalam ketinggian 80 cm.

Selain itu laci samping ini juga digunakan sebagai tempat untuk menyisipkan meja
makan (over-bed table) yaitu disamping kiri yang dapat ditarik ke atas apabila
hendak digunakan. Ukuran ketinggian meja makan ini dapat disesuaikan dengan
posisi tidur pasien. Dengan demikian maka dari segi anthropometri tidak tidak ada
masalah karena pada hakekatnya telah dirancang sesuai standar dasarnya.

Panel-Panel Kontrol dan Peletakannya

Reznikoff (1986) menetapkan standar peletakan beberapa panel kontrol untuk


ruang pasien. Panel-panel tersebut meliputi katub gas atau oksigen, rumahan untuk
panggilan perawat, jam digital, tombol tanda alarm, stop kontak bawah, papan
monitor dengan perlengkapan outlet, lampu atas tempat tidur dan lampu tarik-ulur.

Bab II -11
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Standar Panel Kontrol dan Peletakannya

Area Pribadi Sekitar Tempat Tidur Perseorangan dalam Susunan Ganda

Panero dan Zelnik (1979) menetapkan lebar minimum area tempat tidur pasien
251,5 cm, sehingga kedua sisi di samping tempat tidur pasien memiliki lebar
masing-masing 76,2 cm.

Gambar Standar Spasial di Sekitar Gambar Denah Ruang Pasien


Tempat Tidur Pasien

Bab II -12
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Jarak Ruang di Depan Pintu untuk Mengakomodasi Pemakai Kursi Roda

Panero dan Zelnik (1979) menetapkan luas area depan pintu 152,4 cm x 152,4 cm
untuk mengakomodasi pemakai kursi roda. Sebuah kursi roda juga dapat digunakan
dalam area 121,9 cm x 121,9 cm, tetapi alokasi luasan ini terlalu sempit dan harus
dipandang sebagai ukuran yang paling minimal.

Jarak Lebar Pintu yang Mungkin untuk Dilalui Tempat Tidur Standar

Panero dan Zelnik (1979) menetapkan lebar pintu antara 116,8 – 121,9 cm adalah
jarak standar untuk dapat mengakomodasi tempat tidur pasien standar (121 cm x
99 cm).

Gambar Standar Lebar Pintu untuk Dilalui Tempat Tidur

ANTROPOMETRI TOILET PASIEN


Penggunaan Toilet Dengan Kursi Roda
Goldsmith (1984) memberikan ilustrasi beberapa cara menggunakan toilet untuk
orang yang memakai kursi roda yaitu frontal transfer, oblique transfer, lateral
transfer, transfer through back of chair dan attendant-assisted transfer. Masing-
masing cara tersebut dapat dilakukan dengan persyaratan jarak ruang masing-
masing telah ditetapkan, yaitu antara 150 – 200 cm ke depan atau 95 cm ke samping
(dihitung dari posisi dudukan).

Bab II -13
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Standar Penggunaan Toilet dengan Kursi Roda

Luas Toilet

Goldsmith (1984) memberikan beberapa alternatif luasan toilet berdasarkan


peletakan pintu beserta perabot utamanya yaitu dudukan dan wastafel, agar dapat
mengakomodasi pemakai kursi roda.

Gambar Standar Luas Toilet

Kloset

Goldsmith (1984) menetapkan jarak vertikal yang diperlukan antara ketinggian air
dan bibir dudukan harus tidak kurang dari 20 cm. Data lapangan menunjukkan
bahwa ketinggian air tersebut kurang lebih sama dengan ketentuan di atas. Dengan
demikian maka orang yang tidak dapat berjalan dapat membersihkan diri tanpa
beranjak dari kloset. Selanjutnya Goldsmith juga menetapkan jarak bibir kloset dari
lantai setinggi 47,5 cm.

Wastafel

Bab II -14
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Goldsmith (1984) menerangkan bahwa wastafel harus disediakan tetapi tidak perlu
untuk dapat dijangkau langsung oleh orang yang sedang duduk di kloset. Wastafel
sebaiknya ditempatkan di pojok yang bukan merupakan jalan tempat orang keluar-
masuk toilet.

Gambar Standar Spasial Wastafel

Goldsmith (1984) menetapkan lebar wastafel (dari depan ke belakang) minimal 50


cm atau lebih, sedangkan panjangnya (dari sisi ke sisi) tidak begitu dipentingkan.
Kran air sebaiknya dipasang pada jarak tidak kurang dari 10 cm ke arah depan dan
melampaui garis bibir belakang, serta kurang lebih 10 cm di atas bibir wastafel untuk
menyediakan ruang untuk cuci tangan. Kran model pengungkit lebih dianjurkan
untuk memudahkan orang yang hanya dapat menggunakan satu tangan.

Untuk orang yang duduk di kursi roda ketinggian yang sesuai untuk bibir wastafel
berkisar antara 67 cm – 82 cm. Sementara untuk orang yang dapat berdiri bibir
wastafel dapat dipasang hingga ketinggian 90 cm.

Cermin

Goldsmith (1984) menetapkan bahwa untuk orang normal berdiri, ujung atas cermin
dinding tidak boleh lebih rendah dari 180 cm di atas lantai, sementara ujung bawah
tidak boleh lebih tinggi dari 130 cm.

Bab II -15
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Standar Peletakan Cermin

Pegangan Tangan

Menurut Goldsmith (1984) pegangan tangan yang berbentuk rel horisontal dapat
dipasang pada samping dudukan pada ketinggian sekitar 22,5 cm di atas bibir
kloset. Panjang minimum rel adalah 40 cm, dan akan lebih baik bila diperpanjang
untuk membantu orang menarik diri dari kursi roda.

Data lapangan menunjukkan bahwa pegangan tangan dipasang horisontal pada


ketinggian 36 cm atas bibir kloset, dengan panjang 38 cm. Dengan demikian maka
pemasangan pegangan tangan terlalu tinggi dan ukurannya terlalu pendek.

ANTROPOMETRI RUANG PERAWAT

Jarak Terhadap Ruang Pasien

Malkin (1992) menyatakan bahwa waktu untuk berjalan dan kemampuan untuk
menengok pasien menjadi semakin penting untuk mengatasi keterbatasan tenaga
perawat. Jika jarak perjalanan pendek dan suplai mudah maka perawat dapat
menggunakan waktu lebih banyak untuk pasien. Jadi dapat ditegaskan bahwa jarak
ruang perawat terhadap ruang pasien harus sedekat mungkin sehingga
memudahkan jangkauan.

Hubungan Dengan Ruang Pendukung

De Chiara dan Challender (1990) menyatakan bahwa rencana ruang perawat harus
menyertakan pula ruang-ruang yang mengakomodasi kereta penyimpanan linan,
alat-alat dan suplai lainnya yang dibawa dari unit suplai dan sterilisasi sentral. Jadi
jarak ruang perawat harus sedekat mungkin dengan ruang-ruang tersebut, dan bila

Bab II -16
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

ruang berada di lantai atas maka lift untuk barang atau ramps harus diletakkan di
luarnya.

Denah Area Kerja Perawat dan Jarak Ruang

Menurut Panero dan Zelnik (1979) lebar 91,4 cm adalah jarak ruang minimal yang
memungkinkan antara meja kerja dengan meja belakang. Ini akan memungkinkan
akses ke meja belakang bagi orang ke dua sementara perawat sedang
menggunakan meja kerja. Disamping itu juga membuat arsip-arsip mudah
terjangkau oleh perawat yang memutar kursinya ke belakang.

Gambar Denah Ruang


Perawat Gedung Lukas

Gambar Standar Jarak Area Kerja

Ruang Perawat

Tampak Samping Area Kerja Perawat dan Jarak dalam Ruang

Menurut Panero dan Zelnik (1979) ketinggian meja pelayanan harus nyaman untuk
pengunjung dan tidak menghalangi penglihatan perawat. Untuk itu ketinggian meja
pelayanan yang baik sekitar 106,7 – 109,2 cm dari lantai. Lebar alas kepala meja
38,1 – 45,7 cm, lebar area meja untuk kerja perawat 53,3 – 54,6 cm dan tinggi meja
kerja 76,2 serta tinggi alas duduk kursi kerja 38,1 – 45,7 cm.

Bab II -17
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Tampak Samping Area Kerja Ruang Perawat

ANTROPOMETRI KORIDOR
Menurut Woodson (1981), koridor harus cukup lebar sehingga orang tidak harus
berjalan berhati-hati agar tidak menabrak dinding, orang lain, atau perabot yang
menempel pada dinding atau dibawa dengan alat dorong. Minimal lebar corridor
dengan manufer bed pasien dan peralatan lainnya 240 cm dan lebar pintu ruang
pasien minimal 120 cm.

2.1.8. Penampilan/ Ekspresi Massa Bangunan


Yang dimaksudkan dengan tampilah disini lebih diarahkan kepada tampilan
permainan bidang berupa material finishing, bukaan (opening) tonjolan serta warna.
Secara umum tampilan fisik gedung ini akan diarahkan memiliki keterpaduan
dengan bangunan sekitar, atau secara kontekstual mengadopsi gaya arsitektur di
kawasan rumah sakit, dengan tetap memperhatikan proporsi bangunan.

Elemen pemersatu atau bangunan eksisting dengan bangunan baru dicapai


melalui penataan:
- Bahan - Warna - Tekstur
- Alignment - Bentuk dan raut / façade - Harmoni

Pemilihan bahan bangunan didasarkan atas :


 Kuat dan aman
 Pemeliharaan mudah dan murah

Bab II -18
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bangunan direncanakan dengan konsep modern minimalis untuk memberikan


kesan formal namun masih memiliki nilai estetis. Perencanaan facade atau kulit
bangunan diusulkan dengan konsep penggabungan bentuk kontekstual tradisional
dan modern dengan memperhatikan aspek fungsi ruang yang berada di dalamnya.

Konsep secara umum dari Gedung ini secara umum adalah form follow function
(bentuk mengikuti fungsi) disamping tetap memperhatikan kaidah dan fungsi serta
interaksi lingkungan dan budaya setempat, typologi arsitektur tropis, faktor estetika
(permainan detail) dan pertimbangan maintenance (perawatan gedung).

2.2 KONSEP STRUKTURAL


2.2.1. ACUAN PERATURAN, STANDARD DAN REFERENSI

Peraturan :
1 SNI Beban Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur lain.(SNI 1727-2013)
2 SNI Gempa Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI- 03-1726-2012)
3 SNI Beton Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung
(SNI 2847 : 2013)
4 SNI Baja Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
(SNI 1729 : 2015)

Standard :
1 PUBI Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia
2 SII Standar Industri Indonesia
3 ASTM American Society for Testing and Materials
4 ACI American Concrete Institute
5 AISC American Institute of Steel Construction
6 BS British Standard
7 JIS Japanese Industrial Standard
8 UBC Uniform Building Code 1997

Bab II -19
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Referensi :
1 SNI Gempa Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung (SNI - 03-1726 - 2002)
2 SNI Beton Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung (SNI 03 -2847-2002)-(S-2002)
3 PBI 1971 Peraturan Beton Indonesia 1971 (NI-2)
4 ACI Commentary Building Code and Commentary - ACI 318 M-11
5 Note on ACI Note on ACI 318-05
6 FEMA 450 – 2003 “NEHRP Recommended Provisions For Seismic
Regulation For New Buildings And Other Structures”

7 ASCE 7-10 “Minimum Design Load For Building and OTHERS Struture

Dan

Peraturan dan standard lainnya yang berlaku di Indonesia pada umumnya

2.2.2. FILOSOFI PERENCANAAN


Metode probabilitas untuk perilaku struktur dan kondisi pembebanan mengarah
kepada suatu filosofi kondisi batas, yang secara umum saat ini dapat diterima.
Tujuan metode ini adalah untuk memastikan bahwa seluruh struktur dan
komponennya dirancang untuk menahan beban berlebihan (dengan alasan
keamanan) dan deformasi yang mungkin terjadi pada saat pembangunan dan
dalam masa layanan konstruksi.

Keseluruhan struktur atau sebagian, dikatakan gagal ketika limit state (Kondisi
Batas) tercapai, atau bahkan terlampaui.

Dua jenis kondisi batas yang dipertimbangkan:

(1) Limit state disesuaikan dengan beban penyebab kegagalan, termasuk faktor
ketidakstabilan: karena kegagalan struktur akan menyebabkan kerugian
material dan non-material, maka desain untuk memungkinkan terjadinya
kegagalan haarus rendah; dan
(2) Serviceability limit state, yang mencakup kriteria masa layanan bangunan. Hal
ini berkaitan dengan kekuatan bangunan untuk operasional secara normal.

Bab II -20
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Limit state diperoleh sebagai hasil suatu kombinasi acak. Sebagian faktor
keamanan dipakai untuk kondisi yang berbeda yang mewakili keadaan atau
kejadian tertentu dari pembebanan dan struktur yang ada. Tujuan yang terkandung
dari perhitungan desain struktur adalah untuk memastikan bahwa limit state tidak
terlampaui.

Dalam perencanaan struktur atas dan struktur bawah suatu gedung terhadap
pengaruh Gempa Rencana, struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari
struktur atas. Untuk itu, terhadap pengaruh Gempa Rencana unsur-unsur struktur
bawah harus tetap berperilaku elastik, tak bergantung pada tingkat daktilitas yang
dimiliki struktur atasnya.

Metoda analisa yang digunakan adalah metode Dynamic dan diasumsikan bahwa
struktur tersebut berperilaku elastis. Walaupun beban angin dan gempa bersifat
temporer secara alami, namun mudah diterapkan dan sangat diperlukan pada
sebagian besar perhitungan struktur dengan distribusi gaya dynamic.

2.2.3. ASPEK PERENCANAAN


A. Kekuatan dan Stabilitas
Untuk ultimate limit state, kebutuhan utama dalam merancang struktur bangunan
adalah mampu dan mempunyai kekuatan yang cukup dan tetap stabil dari
kemungkinan terburuk akibat gaya yang bekerja selama konstruksi dan masa
layanan bangunan tersebut. Hal tersebut memerlukan suatu analisa gaya dan
kekuatan yang akan terjadi pada elemen sebagai hasil kombinasi beban paling
kritis, termasuk pembesaran momen (P-Delta efek). Harus memperhitungkan faktor
keamanan yang cukup, sesuai dengan faktor pembebanan yang dipakai. Harap
memperhatikan secara khusus elemen-eleman kritis yang apabila terjadi kegagalan
akan menjadi awal keruntuhan secara berlanjut terhadap sebagian atau
keseluruhan bangunan. Harus memperhitungkan juga gaya akibat creep,
penyusutan atau temperatur.

Sebagai tambahan, suatu koreksi harus dibuat berdasarkan kondisi kesetimbangan


untuk menetapkan bahwa gaya lateral yang terjadi tidak akan menyebabkan
keruntuhan menyeluruh pada bangunan. Tahanan momen akibat beban mati

Bab II -21
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

struktur bangunan harus lebih besar dibandingkan momen guling yang diwakili oleh
suatu angka faktor keamanan terhadap stabilitas.

B. Stiffnes dan Drift Limitation


Penetapan kekakuan yang cukup, terutama kekakuan lateral menjadi pertimbangan
utama dalam mendesain bangunan tinggi untuk berbagai alasan penting. Defleksi
lateral harus dibatasi untuk mencegah pengaruh second order P-Delta akibat beban
gravitasi yang mempercepat keruntuhan. Dalam hal service abilitas limit state,
pertama; defleksi harus dijaga pada tingkat bawah untuk mengijinkan fungsi
komponen non-structural seperti pintu dan elevator, kedua; untuk menghindari
kesulitan dalam struktur dan mencegah kekakuan yang merugikan seperti retak
yang berlebihan, menghindari distribusi ulang beban ke sekat non-load-bearing,
clading atau pemasangan kaca jendela, dan ketiga; struktur harus cukup kaku untuk
mencegah amplifikasi gerakan dinamis yang menyebabkan ketidaknyamanan
penghuni dan sensitifitas peralatan. Pada kenyataannya, perhitungan kekakuan
lateral untuk bangunan tinggi (highrise building) didasarkan pada bangunan rendah.

Satu parameter sederhana yang mampu mengestimasi kekakuan lateral pada


bangunan adalah indeks simpangan antar lantai (drift index) yang didefinisikan
sebagai rasio defleksi maksimum bangunan dengan tinggi total bangunan tersebut.
Sebagai tambahan, untuk bangunan satu tingkat, drift indeks memberikan sebuah
kriteria tentang deformasi berlebihan yang dilokalisir. Kontrol defleksi lateral sangat
penting pada bangunan modern, karena sekalipun drift index dijaga dalam suatu
batasan tertentu, seperti 1/500, belum tentu kriteria kenyamanan dinamis akan
terpenuhi. Permasalahan dapat muncul, misalnya, jika gabungan antara lentur dan
goyangan torsional yang berakibat terjadinya akselerasi atau gerakan kompleks
yang tidak dapat diterima. Di samping perhitungan defleksi statis, goyangan akibat
respon dinamis yang disertai akselerasi lateral, amplitudo, dan periode goyangan
juga harus diperhitungkan.

Penetapan drift indeks merupakan suatu keputusan penting dalam desain tetapi
sulit untuk dipenuhi. Engineer kemudian dihadapkan pada pemilihan nilai yang tepat
untuk digunakan. Angka yang diambil akan mencerminkan fungsi bangunan, jenis
kriteria desain (sebagai contoh, kondisi beban batas), bentuk konstruksi, material,

Bab II -22
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

termasuk substansial infill atau cladding, beban angin dan khususnya, riwayat
tentang bangunan serupa yang sudah dibangun dengan hasil memuaskan.

Pertimbangan limit-state ini memerlukan perkiraan akurat terhadap defleksi lateral


yang terjadi dan meliputi nilai kekakuan retak elemen, pengaruh penyusutan dan
rangkak, distribusi gaya yang dihasilkan dan pergerakan rotasi pada pondasi.
Dalam proses desain, kekakuan joint, terutama sekali pada struktur precast dan
prefabricated harus mendapat perhatian khusus untuk mendapatkan kekakuan
lateral yang cukup pada struktur dan untuk mencegah kemungkinan keruntuhan.
Kemungkinan deformasi torsional juga tidak boleh dilewatkan.

Perencanaan memerlukan pertimbangan ketika menentukan nilai drift indeks dan


kekakuan harus disertakan untuk memastikan bahwa defleksi tidak melebihi nilai,
dibawah kondisi beban ekstrim. Jika berlebihan, drift indeks pada struktur dapat
dikurangi dengan merubah konfigurasi geometris untuk merubah tahanan beban
lateral, penambahan kekakuan lentur elemen horisontal, menambah kekakuan
dengan pengaku dinding atau elemen core, stiffer connection dan menyamakan
kemiringan kolom terluar. Dalam keadaan ekstrim dimungkinkan penambahan
peredam jenis aktif maupun pasif.

C. Human Comfort Criteria


Jika suatu struktur lentur yang tinggi mengalami defleksi lateral atau torsional akibat
fluktuasi beban angin, goyangan yang berulang dapat menyebabkan respon
penghuni gedung, seperti kegelisahan dan ketidaknyamanan. Pergerakan itu
mempunyai pengaruh fisiologis atau psikologis pada penghuni yang kemudian
mengakibatkan suatu struktur bisa diterima atau sebaliknya, menjadi bangunan
yang tidak dikehendaki bahkan tidak bermanfaat.

Hingga kini tidak ada standard internasional yang bersifat universal untuk kriteria
kenyamanan, walaupun sudah sering dibahas dan perencana harus mendasarkan
kriteria desain pada suatu data yang layak. Umumnya disepakati bahwa percepatan
adalah parameter utama dalam menentukan respon manusia terhadap getaran
tetapi faktor lain seperti periode, amplitudo, orientasi bentuk, akustik dan visual,
serta pengalaman masa lalu dapat berpengaruh. Kurva yang tersedia memberi
berbagai batas perilaku manusia seperti persepsi gerak yang melampaui kesulitan

Bab II -23
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

bekerja sampai batas orang dapat berjalan dalam kaitannya dengan periode dan
percepatan.

Diperlukan analisa dinamis untuk memprediksi respon bangunan dibandingkan


dengan kondisi awal.

Dari pandangan awam, suatu struktur bangunan tidak boleh bergerak, atau
pergerakannya masih bisa diterima, begitu juga dengan gedung tinggi yang
mempunyai dampak lebih luas. Suatu struktur menjadi bangunan yang tidak
dikehendaki akan mengalami kesulitan dalam hal pemasarannya. Untuk struktur
yang layak, tidak cukup hanya menahan tegangan termasuk beban desain, dengan
kekakuan cukup untuk mencegah pergerakan berlebihan dan kerusakan pada
elemen non-structural: perancang harus memastikan juga bahwa tidak ada gerakan
yang tidak diinginkan yang bisa mempengaruhi penghuni.

Menjadi tantangan tersendiri untuk membangun suatu gedung yang tidak akan
bergerak akibat angin topan atau selama terjadi gempa bumi. Sebagai konsekuensi,
karena beberapa gerakan tak bisa diabaikan, harus memperhitungkan kompromi
antara kenyamanan dan nilai ekonomis.

2.2.4. ANALISIS KEKUATAN PENAMPANG


Struktur bangunan dirancang agar memenuhi persyaratan daktilitas, dengan
menggunakan disain kapasitas sesuai dengan prinsip balok lemah-kolom kuat
(weak beam-strong column). Dengan struktur demikian, jika terjadi gempa, maka
penyebaran energi ke elemen-elemen struktur dapat dengan sempurna terjadi,
sehingga struktur tetap dapat bertahan terhadap serangan gempa yang lebih besar
dari beban gempa rencana, tanpa mengalami kerusakan yang berarti. Daerah-
daerah kritis yang sering disebut sendi plastis dirancang secara inelastis, dan
keruntuhan akibat geser dihindari.

Dalam analisis kekuatan elemen struktur digunakan program aplikasi yaitu concrete
design dalam program bantu ETABS dengan faktor beban dan faktor reduksi
kekuatan, yang disesuaikan dengan SNI 03-2847-2013.

Bab II -24
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Hasil keluaran program tersebut masih dikoreksi secara manual, karena ada
beberapa perbedaan antara ACI dengan SNI Beton, seperti dalam merancang
tulangan geser (sengkang), baik untuk balok maupun kolom. Juga diperhatikan
tentang batasan seperti luas tulangan minimum dan maksimum, jarak maksimum
sengkang, dan juga perbandingan antara tulangan tarik dan tekan pada satu
penampang, agar penampang tersebut dapat berperilaku daktail.

1. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa


Di dalam perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa harus memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Ketentuan umum
Untuk perencanaan dan konstruksi komponen struktur beton bertulang dari suatu
struktur, untuk mana gaya rencana, akibat gerak gempa, telah ditentukan
berdasarkan dissipasi energi di dalam daerah nonlinier dari respon struktur tersebut.
Dalam hal ini beban rencana lateral dasar akibat gerakan gempa untuk suatu daerah
harus diambil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam SNI 1726-2012
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung.

a. Untuk daerah dengan resiko gempa yang rendah, ketentuan dari SNI 03-2847-
2013 Pasal 3 hingga Pasal 20 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung tetap berlaku kecuali bila dimodifikasi oleh ketentuan
dalam ini;
b. Untuk daerah dengan resiko gempa menengah, harus digunakan sistem rangka
pemikul momen khusus (SRPMK) atau menengah (SRPMM), atau sistem dinding
struktural beton biasa atau khusus untuk memikul gaya-gaya yang diakibatkan
oleh gempa;
c. Untuk daerah dengan resiko gempa yang tinggi, harus digunakan sistem rangka
pemikul momen khusus, atau sistem dinding struktural beton khusus, dan
diafragma serta rangka batang;
d. Komponen struktur yang tidak direncanakan memikul gaya-gaya yang diakibatkan
oleh gempa harus direncanakan sesuai dengan ketentuan dalam ini.

Bab II -25
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2. Analisis dan perhitungan proporsi dari komponen struktur


a. Interaksi dari semua komponen struktur dan nonstruktural yang secara nyata
mempengaruhi respons linier dan non-linier struktur terhadap gerakan gempa
harus ditinjau dalam analisis;
b. Komponen kaku yang diasumsikan tidak merupakan bagian dari sistem penahan
gaya lateral dapat digunakan asalkan pengaruhnya atas respon dari sistem
struktur ditinjau dan diperhitungkan dalam perhitungan struktur. Konsekuensi atas
keruntuhan dari komponen struktural dan nonstruktural yang bukan merupakan
bagian dari sistem penahan gaya lateral juga harus diperhitungkan.

3. Faktor reduksi kekuatan harus diambil sesuai dengan ketentuan menurut SNI 03-
2847 Pasal 11.3

4. Beton pada komponen struktur yang menahan gaya yang timbul akibat gempa
sebagai berikut:
a. Kuat tekan f‘c dari beton tidak boleh kurang dari 20 MPa;
b. Kuat tekan dari beton agregat ringan yang digunakan dalam perencanaan tidak
boleh melampaui 30 MPa.

5. Tulangan lentur dan aksial yang digunakan dalam komponen struktur dari sistem
rangka dan komponen batas dari sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan
ASTM A 706. Tulangan yang memenuhi ASTM A615 mutu 300 dan 400 boleh
digunakan dalam komponen struktur di atas bila:
a. Kuat leleh aktual berdasarkan pengujian di pabrik tidak melampaui kuat leleh yang
ditentukan lebih dari 120 MPa (uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang
melampaui harga ini lebih dari 20 MPa);
b. Rasio dari tegangan tarik batas aktual terhadap kuat leleh tarik aktual tidak kurang
dari 1,25.

6. Tulangan yang disambung dengan sambungan mekanis terdiri dari tipe 1 dan tipe 2
sebagai berikut:
a. Tipe 1 adalah sambungan mekanis yang seseuai dengan SNI 03-2847-2013
Pasal 14.14(3(2));

Bab II -26
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

b. Tipe 2 adalah sambungan mekanis yang sesuai dengan SNI 03-2847-2013 Pasal
14.14(3(2)) dan harus lebih kuat daripada tulangan yang disambungkan.

7. Pengelasan dari sengkang, kait ikat, sisipan tulangan, atau elemen lain yang serupa
kepada tulangan longitudinal yang diperlukan dalam perhitungan perencanaan tidak
diperkenankan.

2. Komponen Struktur pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)


Komponen struktur rangka dalam menahan gaya gempa yang memiliki daktilitas
penuh (R = 8,5) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Komponen struktur rangka yang mengalami beban lentur


Komponen struktur rangka yang mengalami beban lentur harus memenuhi ketentuan
berikut:

a. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur tersebut tidak melebihi
0,1 Ag  f c'
;
b. Bentang bersih dari komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi
efektifnya, kecuali untuk perangkai dinding geser;
c. Rasio dari lebar terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,3;
d. Lebar tidak boleh: (a). Kurang dari 250 mm; (b). Lebih dari komponen penumpu
(diukur dari bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal dari komponen lentur)
ditambah jarak yang tidak melebihi tiga perempat dari tinggi komponen lentur
pada tiap sisi dari komponen penumpu.

2. Tulangan longitudinal, yaitu:


a. Pada setiap irisan penampang dari suatu komponen struktur lentur tidak boleh
kurang dari

f c'
Asmin  bd
4  fy
, (1)

dan tidak lebih kecil dari :

Bab II -27
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

1, 4
Asmin  bd
fy
(2)

serta rasio tulangan ρ tidak melebihi 0,025. Sekurang-kurangnya harus ada dua
batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah yang dipasang secara
menerus;

b. Kuat lentur positif komponen struktur pada sisi muka dari kolom tidak boleh kurang
dari ½ kuat momen negatif yang disediakan pada muka tersebut. Baik kuat lentur
negatif maupun kuat lentur positif pada setiap penampang di sepanjang bentang
tidak boleh kurang dari ¼ kuat lentur terbesar yang disediakan pada kedua muka
kolom tersebut;

c. Sambungan lewatan dari pada tulangan lentur hanya diizinkan jika ada tulangan
spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan lewatan tersebut.
Spasi sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tersebut tidak
melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan:
i. Pada daerah hubungan balok-kolom;
ii. Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom;
iii. Pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihat- kan
kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis
struktur rangka.

d. Sambungan mekanis dan las yang sesuai dengan ketentuan menurut SNI 03-
2847-2013 Pasal 23.2(6) dan Pasal 23.2(7(1)) boleh digunakan untuk
penyambungan tulangan asal pelaksanaan penyambungan pada suatu
penampang pada tiap lapis tulangan tidak lebih dari dari pelaksanaan berselang,
dan jarak sumbu ke sumbu dari sambungan batang yang berdekatan tidak kurang
dari 600 mm, diukur sepanjang sumbu longitudinal dari komponen struktur rangka.

3. Tulangan transversal, yaitu:


a. Sengkang tertutup harus dipasang dalam daerah berikut dari komponen lentur
struktur rangka:

Bab II -28
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

i. Sepanjang dua kali tinggi balok diukur dari muka komponen struktur
pendukung ke arah tengah bentang, pada kedua ujung dari komponen struktur
lentur;
ii. Sepanjang dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu penampang dimana
mungkin terjadi leleh lentur sehubungan dengan perpindahan lateral inelatis
dari rangka.

b. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 m dari muka
tumpuan. Spasi maksimum dari sengkang tertutup tersebut tidak melebihi:
i. d / 4;
ii. delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil;
iii. 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup;
iv. 300 mm.

c. Di daerah yang memerlukan sengkang tertutup, sengkang dan sengkang ikat


harus diatur sedemikian hingga setiap sudut dan tulangan longitudinal yang
berselang harus mempunyai dukungan lateral yang didapat dari sudut sebuah
sengkang atau kait ikat yang sudut dalamnya tidak lebih dari 135o, dan tidak boleh
ada batang tulangan yang jarak bersihnya lebih dari 150 mm pada tiap sisi
sepanjang sengkang atau sengkang ikat terhadap batang tulangan yang didukung
secara lateral. Jika tulangan longitudinal terletak pada perimeter suatu lingkaran,
maka sengkang berbentuk lingkaran penuh dapat dipergunakan.

d. Sengkang tertutup pada komponen struktur lentur boleh dibentuk dari dua
potongan tulangan, yaitu sebuah sengkang terbuka U yang mempunyai kait 135 o
dengan perpanjangan sebesar 6 kali diameter (tetapi tidak kurang ari 75 mm) yang
dijangkar di dalam inti yang terkekang dan satu kait silang penutup hingga
keduanya membentuk suatu gabungan sengkang tertutup. Kait silang penutup
yang berurutan yang mengait pada satu tulangan longitudinal yang sama harus
dipasang sedemikian hingga kait 90 derajatnya terpasang berselang pada sisi
yang berlawanan dari komponen struktur lentur. Bila batang tulangan longitudinal
yang terikat oleh sengkang kait penutup hanya di batasi oleh pelat pada satu sisi
dari komponen struktur rangka lentur, maka kait 90 derajat dari kait silang penutup
tersebut harus dipasang di sisi itu.

Bab II -29
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

e. Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan kait
gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2
pada seluruh panjang komponen struktur tersebut.

4. Persyaratan kuat geser


a. Gaya geser rencana
Gaya geser rencana, Vu, harus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada
bagian komponen struktur antara dua muka tumpuan.

Momen-momen dengan tanda berlawanan sehubungan dengan kuat lentur


maksimum, Mpr, harus dianggap bekerja pada muka-muka tumpuan dan
komponen struktur tersebut dibebani dengan beban gravitasi terfaktor di
sepanjang bentangnya. (diilustrasikan pada Gambar berikut).

Beban gravitasi

Vu Vu

Mpr1 Mpr2

Gambar Gaya geser rencana balok SRPMK

M pr1  M pr2 W
Vu  
L 2

Catatan:

i. Arah gaya geser Vu tergantung pada besar relatif beban gravitasi dan geser
yang dihasilkan oleh momen ujung;
1, 25  f y fy
ii. Momen ujung Mpr didasarkan pada tegangan tarik , dimana adalah
kuat leleh disyaratkan. (Kedua momen ujung harus diperhitungkan untuk
kedua arah yaitu searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam);

Bab II -30
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

iii. Vu tidak boleh lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan berdasarkan hasil
analisis struktur.

b. Tulangan transversal
Tulangan transversal sepanjang daerah menurut ketentuan 2.4.2.3.a di atas harus
dirancang untuk memikul geser dengan menganggap Vc = 0 bila:

i. Gaya geser akibat gempa yang dihitung menurut 2.4.2.4.a di atas mewakili
setengah atau lebih daripada kuat geser perlu maksimum di sepanjang daerah
tersebut;
A g  f c'
ii. Gaya aksial tekan terfaktor, termasuk akibat gempa, lebih kecil dari 20 .

5. Komponen struktur rangka yang mengalami beban lentur dan aksial


Komponen struktur rangka yang mengalami beban lentur dan aksial harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:

0,1 Ag  f c'
a. Menerima beban aksial terfaktor lebih besar daripada , dan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
i. Dimensi penampang terkecil, diukur pada satu garis lurus yang melalui titik
berat penampang, tidak boleh kurang dari 300 mm;
ii. Rasio dimensi penampang terkecil terhadap dimensi yang tegak lurus
padanya tidak boleh kurang dari 0,4;
iii. Rasio tinggi antar kolom terhadap dimensi penampang kolom yang terkecil
tidak boleh lebih besar dari 25. Untuk kolom yang mengalami momen yang
dapat berbalik tanda, rasionya tidak boleh lebih besar dari 16. Untuk kolom
kantilever rasionya tidak boleh lebih besar dari 10;

b. Kuat lentur minimum dari kolom harus memenuhi persamaan berikut:


6
M c 
5
 Mg
(3)

dimana: ΣMc adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom,
sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan
balok-kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor,

Bab II -31
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai
kuat lentur yang terkecil. ΣMg adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-
kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada
hubungan balok-kolom tersebut. Pada konstruksi balok-T, dimana pelat dalam
keadaan tertarik pada muka kolom, tulangan pelat yang berada dalam lebar efektif
pelat harus diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal balok bila
tulangan tersebut terangkur dengan baik pada penampang kritis lentur. Kuat lentur
harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom berlawanan dengan momen
balok. Persamaan (3) harus dipenuhi untuk kedua arah momen balok yang
bekerja pada bidang rangka yang ditinjau.

c. Tulangan longitudinal, yaitu:


c.1. Rasio tulangan ρ tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari 0,06,
dan pada daerah sambungan tidak boleh lebih dari 0,08;

c.2. Sambungan lewatan hanya digunakan di luar daerah sendi plastis potensial
dan harus proporsikan sebagai sambungan tarik. Sambungan mekanis dan
las yang sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 23.2(6) dan
Pasal 23.2(7) boleh digunakan untuk menyambung tulangan pada sebarang
tempat asal pengaturan penyambungan batang tulangan longitudinal pada
satu penampang tidak lebih dari pengaturan berselang dan jarak antara
sambungan adalah 600 mm atau lebih sepanjang sumbu longitudinal dari
tulangan.

d. Tulangan transversal, yaitu:


d.1. Ketentuan mengenai jumlah tulangan transversal di bawah ini harus
dipenuhi kecuali bila ditentukan jumlah tulangan yang lebih besar
berdasarkan 2.4.2.5.c.1. dan 2.4.2.5.e.
i. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, ρ s, tidak boleh
kurang daripada yang ditentukan persamaan berikut:

0,12  f c'
s 
f yh
(4)

Bab II -32
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

dan tidak boleh kurang daripada persamaan berikut:

 A g  f c'
s  0, 45   1
 Ac  f yh ( 5 )

dengan fyh adalah kuat leleh tulangan spiral, tapi tidak boleh diambil lebih
besar dari 400 MPa.

ii. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang
daripada yang ditentukan persamaan berikut:
 s  h c  f c'   A g 
Ash  0,3      1
 f  A
 yh   ch  (6)

 s  h c  f c' 
Ash  0, 09   
 f
 yh  (7)

iii. Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk.


Tulangan pengikat silang dengan diameter dan spasi yang sama dengan
diameter dan spasi sengkang tertutup boleh digunakan. Tiap ujung
tulangan pengikat silang harus terkait pada tulangan longitudinal terluar.
Pengikat silang yang berurutan harus ditempatkan secara berselang-
seling berdasarkan bentuk kait ujungnya.
iv. Bila tebal selimut beton di luar tulangan tranversal pengekang lebih dari
100 mm, tulangan transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi
tidak melebihi 300 mm. Tebal selimut di luar tulangan transversal
tambahan tidak boleh melebihi 100 mm.

d.2. Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak lebih daripada:
i. Satu per empat dari dimensi terkecil komponen struktur;
ii. Enam kali diameter tulangan longitudinal;
iii. Sx sesuai dengan persamaan berikut ini:
350  h x
Sx  100 
3 (8)

Bab II -33
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Dengan hx adalah jarak terkecil antar tulangan longitundinal Nilai Sx tidak


perlu lebih besar daripada 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm.

d.3. Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang dengan spasi lebih daripada
350 mm dari sumbu ke sumbu dalam arah tegak lurus sumbu komponen
struktur.

d.4. Tulangan transversal sesuai dengan 2.4.2.5.d.1. sampai dengan 2.4.2.5.d.3.


di atas harus dipasang sepanjang Lo dari setiap muka hubungan balok-
kolom dan juga sepanjang Lo pada kedua sisi dari setiap penampang yang
berpotensi membentuk leleh lentur akibat deformasi lateral inelastis struktur
rangka. Panjang Lo tidak kurang daripada:
i. Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-kolom
atau segmen yang berpotensi membentuk leleh lentur untuk
Nuk  0,3  Ag  f c'
;
ii. Satu setengah kali tinggi penampang komponen struktur untuk
Nuk  0,3  Ag  f c'
iii. Seperenam bentang bersih komponen struktur;
iv. 500 mm.

d.5. Bila gaya aksial terfaktor akibat beban gempa yang bekerja pada komponen
0,1 Ag  f c'
struktur melampaui dan gaya aksial tersebut berasal dari
komponen struktur lainnya yang sangat kaku yang didukungya, misalnya
dinding, maka kolom tersebut harus diberi tulangan transversal yang
ditentukan pada 2.4.2.5.d.1. sampai dengan 2.4.2.5.d.5. diatas pada seluruh
tinggi kolom.

d.6. Bila tulangan transversal yang ditentukan pada 2.4.2.5.d.1. sampai dengan
2.4.2.5.d.3. di atas tidak dipasang di seluruh panjang kolom maka pada
daerah sisanya harus dipasang tulangan spiral atau sengkang tertutup
dengan spasi sumbu ke sumbu tidak lebih daripada:
Nilai terkecil dari enam kali diameter tulangan longitudinal kolom;

i. Atau 150 mm.

Bab II -34
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

e. Persyaratan kuat geser


e.1. Gaya-gaya rencana
Gaya geser rencana, Vu, harus ditentukan dengan memperhitungkan gaya-
gaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada
setiap ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka hubungan balok-
kolom tersebut harus ditentukan menggunakan kuat momen maksimum,
Mpr, dari komponen struktur tersebut yang terkait dengan rentang beban-
beban aksial terfaktor yang bekerja. (Seperti yang diilustrasikan menurut
Gambar 2.2. berikut).

P
Mpr1
Vu

Vu
Mpr2
P

Gambar Gaya geser rencana pada kolom SRPMK

M pr1  M pr2
Vu 
H

Catatan:

i. Arah gaya geser rencana, Vu, tergantung pada besar relatif beban
gravitasi dan geser yang dihasilkan oleh momen-momen ujung;

ii. Momen-momen ujung Mpr didasarkan pada tegangan 1, 25  f y . (Kedua


momen ujung harus diperhitungkan untuk kedua arah, yaitu searah
jarum jam dan berlawanan arah jarum jam);
iii. Momen-momen ujung Mpr untuk kolom tidak perlu lebih besar daripada
momen yang dihasilkan oleh Mpr balok yang merangka pada hubungan

Bab II -35
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

balok kolom. Vu tidak boleh lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan
berdasarkan hasil analisis struktur.

e.2. Tulangan transversal pada komponen struktur sepanjang Lo yang ditentukan


pada B.2.d.4. di atas, harus direncanakan untuk memikul geser dengan
menganggap Vc = 0, bila:
iv. Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan 2.4.2.5.e.1. di
atas mewakili 50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian
sepanjang Lo tersebut;
v. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak
A g  f c'
melampaui 20 .

2.2.5. Hubungan Balok-Kolom.


Hubungan balok-kolom dalam perencanaan gempa harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:

a. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom


harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik
1, 25  f y
lentur adalah ;

b. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi


kekuatan sesuai dengan SNI 03-2847-2013 Pasal 11.3;

c. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan
hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai dengan
2.4.3.g. dibawah untuk tulangan tarik dan SNI 03-2847-2013 Pasal 14 untuk
tulangan tekan;

d. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan balok-


kolom, dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok
tidak boleh kurang daripada 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar
balok untuk beton berat normal. Bila digunakan beton ringan maka dimensi

Bab II -36
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

tersebut tidak boleh kurang dari 26 kali diameter tulangan longitudinal terbesar
balok;

e. Tulangan transversal
e.1. Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup sesuai dengan 2.4.2.5.d.
Harus dipasang di dalam daerah hubungan balok kolo, kecuali bila
hubungan balok kolom tersebut dikekang oleh komponen-komponen
struktur berikut;

e.2. Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok, dengan lebar setidak-


tidaknya sebesar tiga perempat lebar kolom, merangka pada keempat
sisinya, didalam daerah harus dipasang tulangan transversal setidak-
tidaknya sejumlah setengah dari yang ditentukan pada 2.4.2.5d.1. diatas
balok terendah yang merangka ke hubungan tersebut. Pada daerah
tersebut, spasi tulangan transversal yang ditentukan 2.4.2.5.d.2.ii. di atas
dapat diperbesar menjadi 150 mm.
e.3. Pada hubungan balok kolom, dengan lebar balok lebih besar daripada lebar
kilom, tulangan transversal yang ditentukan pada 2.4.2.5.B.2.d. di atas harus
dipasang pada hubungan tersebut untuk memberikan kekangan terhadap
tulangan longitudinal balok yang berada di luar daerah inti kolom, terutama
bila kekangan tersebut tidak disediakan oleh balok yang merangka pada
hubungan tersebut.

f. Persyaratan kuat geser


f.1. Momen lentur dan gaya geser kolom serta geser horisontal Vjh dan geser
vertikal Vjv yang melewati inti balok kolom harus dievaluasi dengan analisis
rasional yang memperhitungkan seluruh pengaruh dari gaya-gaya yang
membentuk keseimbangan pada balok-kolom yang ditinjau, seperti Gambar
2.3. berikut.

Bab II -37
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Cc1 Tc1

Cb2 Tb1 As1

Vjh Balok

Tb2 Cb1 As2

Gambar Gaya geser horisontal pada balok-kolom

Vjh  Tb1  C b2 Vc1


( 11 )

dengan:

Cb1  Tb1  As1  f y


( 12 )

Tb2 = Cb2  As2  f y


( 13 )

M kap, b1  M kap, b2
Vc1 
0,5  h k,a  h k,b 
( 14 )

f.2. Kuat geser nominal


i. Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih
besar daripada ketentuan berikut ini untuk beton normal.

Vn  0,083    f c'  b j  h c
( 15 )

dengan:

γ = klasifikasi dari hubungan balok-kolom


= 20 untuk hubungan balok-kolom interior;
= 15 untuk hubungan balok-kolom eksterior;
= 12 untuk hubungan balok-kolom sudut (corner);

Sedangkan bj dan hc dapat diilustrasikan menurut Gambar 2.4 berikut ini.

Bab II -38
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

bc
bc

h Kolom Kolom h

b j   bb  bc  2 b j   bb  bc  2
b j  bb  h b j  bb  h 2
bb bb

Gambar Lebar efektif bj balok-kolom

g. Panjang penyaluran tulangan tarik


g.1. Panjang penyaluran Ldh untuk tulangan tarik dengan kait standar 90 o dalam
beton berat normal tidak boleh diambil lebih kecil daripada:
i. 8db;
ii. 150 mm;
fy  db
Ldh 
5,4  f c'
iii. ( 16 )
untuk diameter tulangan sebesar 10 mm hingga 36 mm.

Untuk beton ringan, panjang penyaluran tulangan tarik dengan kait standar
90o tidak boleh diambil lebih kecil daripada:

i. 10db;
ii. 190 mm;
iii. 1,25 kali persamaan (16) di atas.

g.2. Untuk diameter 10 mm hingga 36 mm, panjang penyaluran tulangan tarik Ld


tanpa kait tidak boleh diambil lebih kecil daripada:
i. Dua setengah kali panjang penyaluran yang ditentukan 2.4.3.g.1. di atas
bila ketebalan pengecoran beton di bawah tulangan tersebut kurang
daripada 300 mm;
ii. Tiga setengah kali panjang penyaluran yang ditentukan pada 2.4.3.g.1.
di atas bila ketebalan pengecoran beton di bawah tulangan tersebut
melebihi 300 mm.

Bab II -39
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

g.3. Tulangan tanpa kait yang berhenti pada hubungan balok-kolom harus
diteruskan melewati inti terkekang dari kolom atau elemen batas. Setiap
bagian dari tulangan tanpa kait yang tertanam bukan di dalam daerah inti
terkekang kolom harus diperpanjang sebesar 1,6 kali;

g.4. Bila digunakan tulangan yang dilapisi epoksi, panjang penyaluran pada
2.4.3.g.1. hingga 2.4.3.g.3. di atas harus dikalikan dengan faktor-faktor yang
berlaku menurut ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 12.2.(4) atau Pasal
14.5(3(6)).

3. Komponen Struktur Pada Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)


Komponen struktur rangka dalam menahan gaya gempa yang memiliki daktilitas
menengah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Perencanaan untuk Komponen Struktur Lentur

0,1 Ag  f c'
a. Beban aksial terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi , dan
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
i. Bentang bersih dari komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya, kecuali untuk balok perangkai dinding geser;
ii. Rasio dari lebar balok terhadap tinggi balok tidak boleh kurang dari 0,25;
iii. Lebar balok tidak boleh: (a). Kurang dari 200mm; (b). Lebih lebar dari
komponen penumpu (diukur dari bdang tegak lurus terhadap sumbu
longitudinal dari komponen lentur) ditambah jarak yang tidak melebihi tiga
perempat dari tinggi komponen lentur pada tiap sisi dari komponen penumpu.

b. Tulangan Longitudinal
b.1. Pada setiap irisan penampang dari suatu komponen struktur lentur tidak
boleh kurang dari persamaan (1) dan (2) di atas serta rasio penulangan ρ
tidak lebih dari 0,025.

b.2. Kuat lentur positif komponen struktur pada muka kolom tidak boleh lebih
kecil dari sepertiga kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat
lentur positif maupun kuat lentur negatif pada setiap irisan penampang di
sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperlima kuat lentur yang

Bab II -40
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

terbesar yang disediakan pada muka-muka kolom di kedua ujung komponen


struktur tersebut.

b.3. Sambungan lewatan dari tulangan lentur hanya diperbolehkan bila


sepanjang daerah sambungan lewatan tadi dipasang tulangan sengkang
penutup atau tulangan spiral. Jarak maksimum dari tulangan transversal
yang meliliti batang tulangan yang disambungan lewatan tidak boleh
melebihi:
i. d/2;
ii. 200 mm.

c. Tulangan Transversal
c.1. Pada kedua ujung komponen struktur lentur tersebut harus dipasang
sengkang tertutup sepanjang jarak dua kali kali tinggi komponen struktur
diukur dari muka perletakan ke arah tengah bentang;

c.2. Sengkang tertutup pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada
50 mm dari muka perletakan. Spasi maksimum sengkang tidak melebihi:
i. d/4;
ii. Sepuluh kali diameter tulangan longitudinal terkecil;
iii. 24 kali diameter sengkang;
iv. 300 mm;
3  f y  As, t b
v. , dimana As,l adalah luas satu kaki dari tulangan
transversal, b adalah lebar badan balok dan fy adalah kuat leleh tulangan
longitudinal (MPa).
c.3. Di daerah yang memerlukan sengkang tertutup, sengkang dan sengkang
ikat harus diatur sedemikian hingga setiap sudut dan tulangan longitudinal
yang berselang harus mempunyai dukungan lateral yang didapat dari sudut
sebuah sengkang atau kait ikat yang sudut dalamnya tidak lebih dari 135 o,
dan tidak boleh ada bataing tulangan yang jarak bersihnya lebih dari 150
mm pada tiap sisi sepanjang sengkang atau sengkang ikat terhadap batang
tulangan yang didukung secara lateral. Jika tulangan longitudinal terletak

Bab II -41
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

pada perimeter suatu lingkaran, maka sengkang berbentuk lingkaran penuh


dapat dipergunakan;

c.4. Di daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang harus


dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2 pada seluruh panjang komponen
struktur tersebut;

c.5. Sengkang tertutup pada komponen struktur lentur boleh dari dua potongan
tulangan, yaitu sebuah sengkang terbuka U yang mempunyai kait 135-
derajat dengan perpanjangan sebesar enam kali diameter (tetapi tidak
kurang 75 mm) yang dijangkar di dalam inti yang terkekang dan satu kait
silang penutup hingga keduanya membentuk satu gabungan sengkang
tertutup. Kait silang penutup yang berurutan yang mengait pada satu
tulangan longitudinal yang sama harus dipasang sedemikian hingga kait 90
derajat terpasang berselang pada sisi yang berlawanan dari komponen
struktur lentur. Bila batang tulangan longitudinal yang terikat oleh sengkang
kait penutup hanya dibatasi oleh pelat pada satu sisi dari komponen struktur
rangka lentur, maka kait 90 derajat dari kait silang penutup silang tersebut
harus dipasang di sisi itu.

2. Perencanaan untuk Komponen Struktur Lentur dan Aksial

0,1 Ag  f c'
a. Beban aksial terfaktor pada komponen struktur melebihi , dan
memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. Dimensi penampang terpendek, diukur pada satu garis lurus yang melalui
titik berat penampang, tidak boleh kurang dari 250 mm;
ii. Rasio dimensi penampang terpendek dihitung terhadap dimensi tegak lurus
padanya tidak boleh kurang dari 0,4;
iii. Rasio antara tinggi kolom terhadap dimensi penampang kolom yang
terpendek tidak boleh lebih besar dari 25.

b. Tulangan longitudinal
i. Rasio tulangan ρ tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari 0,06
dan 0,08 pada daerah sambungan;

Bab II -42
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

ii. Sambungan lewatan hanya digunakan di luar daerah sendi plastis potensial
dan harus proporsikan sebagai sambungan tarik. Sambungan mekanis dan
las yang sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 23.2(6) dan
Pasal 23.2(7) boleh digunakan untuk menyambung tulangan pada sebarang
tempat asal pengaturan penyambungan batang tulangan longitudinal pada
satu penampang tidak lebih dari pengaturan berselang dan jarak antara
sambungan adalah 600 mm atau lebih sepanjang sumbu longitudinal dari
tulangan.

c. Tulangan Transversal
c.1. Pada seluruh tinggi kolom harus dipasang tulangan transversal menurut
ketentuan SNI-2847-2013 Pasal 13.1 hingga Pasal 13.5 kecuali bila
diperlukan suatu jumlah yang lebih besar menurut ketentuan 2.4.4.2.c.2.
berikut;

c.2. Tulangan transversal boleh terdiri dari sengkang tertutup tunggal atau
majemuk atau menggunakan kait silang penutup dengan diameter dan spasi
yang sama dengan diameter dan spasi yang ditetapkan untuk sengkang
tertutup. Setiap ujung dari kait silang penutup yang berurutan harus diatur
sehingga kait ujungnya terpasang berselang sepanjang tulangan
longitudinal yang ada. Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi
tidak melebihi:
i. Setengah dari dimensi komponen struktur yang terkecil;
ii. Lebih kecil atau sama dengan 10 kali diameter tulangan memanjang;
iii. Lebih kecil atau sama dengan 200 mm.

c.3. Pada setiap muka joint dan pada kedua sisi dari setiap penampang dari
rangka harus dipasang tulangan transversal dengan jumlah sesuai dengan
jumlah seperti yang ditentukan dalam 2.4.4.2.c.1 dan 2.4.4.2.c.2 di atas,
sepajang Lo dari muka yang ditinjau. Panjang Lo tidak boleh kurang dari:
Nuk  0,3  Ag  f c'
i. Tinggi komponen dimensi struktur untuk ;
ii. Satu setengah kali tinggi komponen dimensi struktur untuk
Nuk  0,3  Ag  f c'
;

Bab II -43
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

iii. Seperenam tinggi bersih kolom;


iv. 450 mm.

c.4. Bila gaya tekan aksial terfaktor yang berhubungan dengan pengaruh gempa
0,1 Ag  f c'
yang bekerja pada komponen struktur nilainya melampaui , maka
pada seluruh tinggi kolom yang berada dibawah ketinggian dimana terjadi
pengakhiran komponen struktur kaku dan yang memikul reaksi dari
komponen struktur kaku yang terputus tadi, misalnya dinding, harus diberi
tulangan transversal seperti yang ditentukan oleh 2.4.4.2.c.1. dan
2.4.4.2.c.2. di atas, harus menerus ke dalam dinding paling tidak sejarak
panjang penyaluran dari tulangan longitudinal kolom yang terbesar pada titik
pemutusan. Bila kolomnya berakhir pada suatu pondasi telapak atau
pondasi rakit, maka tulangan transversal yang memenuhi 2.4.4.2.c.1. dan
2.4.4.2.c.2. di atas harus menerus paling kurang 300 mm ke dalam pondasi
tersebut.

d. Dinding diafragma dan rangka batang struktural


d.1. Tulangan:
i. Rasio tulangan untuk dinding struktural tidak boleh kurang dari ketentuan
SNI 03-2847 Pasal 16.3. di bawah.

Spasi tulangan pada tiap arah tidak boleh melebihi 450mm Tulangan
yang dipasang untuk mendapatkan kuat geser harus menerus dan harus
didistribusikan pada seluruh bidang geser;

ii. Bila tebal dinding lebih besar atau sama dengan 200 mm, dan atau bila
nilai gaya geser terfaktor yang bekerja pada suatu bidang dinding
Acp  f c' 6
melampui , maka pada dinding tersebut paling sedikit harus
dipasang dua lapis tulangan;
iii. Komponen struktur rangka batang, strat, struktur pengikat, dan
komponen struktur pengumpul yang mengalami tegangan tekan lebih
0, 2  f c'
dari harus diberi tulangan transversal khusus, seperti yang

Bab II -44
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

ditentukan pada 2.4.4.2.c.1. di atas, untuk seluruh panjang


komponennya; Tulangan transversal khusus tersebut boleh dihentikan
pada suatu penampang di mana tegangan tekan yang didapat dari

perhitungan lebih keci dari


0,15  f c' . Tegangan harus dihitung untuk gaya

terfaktor menggunakan suatu model elastis linear dan sifat penampang


bruto dari komponen struktur ditinjau;
iv. Semua tulangan yang menerus dalam komponen struktural dinding,
diafragma, rangka batang, strut, struktur pengikat, chord, dan komponen
struktur pengumpul struktural harus dijangkar atau disambung sesuai
dengan ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 14.

d.2. Komponen struktur pembatas untuk dinding dan diafragma struktural


i. Pada batas dan sekeliling sisi-sisi bukaan dari dinding diafragma
struktural dimana tegangan serta terluar maksimum, akibat gaya
terfaktor dimana sudah termasuk pengaruh gaya gempa, melampaui

0, 2  f c' harus dipasang komponen struktur pembatas, kecuali bila

seluruh komponen struktur dinding atau diafragma telah diperkuat


hingga memenuhi ketentuan tulangan transversal c.1. dan c.2. diatas,
komponen struktur pembatas boleh dihentikan pada daerah dimana

tegangan tekan yang didapat dari perhitungan lebih kecil dari


0,15  f c' .

Tegangan harus dihitung untuk gaya terfaktor menggunakan suatu


model elatis linier dan sifat penampang bruto;
ii. Komponen struktur pembatas, bila diperlukan, harus mempunyai
tulangan transversal seperti yang ditentukan dalam tulangan transversal
2.4.4.2.c.1. dan 2.4.4.2.c.2. di atas;
iii. Komponen struktur pembatas dari dinding struktural harus diproporsikan
untuk memikul seluruh beban gravitasi terfaktor yang bekerja pada
dinding, termasuk beban tributari dan berat sendiri, dan juga gaya
vertikal yang diperlukan untuk menahan momen guling yang dihitung
dari gaya terfaktor yang berhubungan dengan pengaruh gaya gempa;
iv. Komponen struktur pembatas dari diafragma struktural harus
diproporsikan untuk menahan jumlah dari gaya tekan yang bekerja di

Bab II -45
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

dalam bidang diafragma dan gaya yang didapat dengan membagi


momen terfaktor pada penampang dengan jarak antara sisi sisi
diafragma pada penampang tersebut;
v. Tulangan transversal di dalam dinding yang mempunyai komponen
struktur pembatas harus dijangkarkan ke dalam inti terkekang dari
komponen struktur pembatas untuk memungkinkan terjadinya
pengembangan tegangan leleh tarik dari tulangan transversal tersebut;
vi. Jarak antara tulangan vertikal tidak boleh diambil lebih dari 200 mm di
dalam daerah ujung sepanjang Lo dan 300 mm di luar daerah ujung
sepanjang Lo;
vii. Jarak antar tulangan di luar daerah ujung Lo tidak boleh diambil lebih
dari tiga kali tebal dinding, seperlima lebar dinding dan 450 mm;
viii. Jarak antar tulangan horisontal di dalam daerah ujung Lo tidak boleh
diambil lebih dari 200 mm;
ix. Panjang daerah ujung Lo tidak boleh diambil kurang dari lebar dinding,
seperenam dari tinggi dinding dan tidak perlu lebih besar dari dua kali
lebar dinding.

e. Semua siar pelaksanan di dalam dinding dan diafragma harus memenuhi


ketentuan yang berlaku dan permukaan temu harus dikasarkan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan menurut SNI 03-2847-2013Pasal 13.7(9).

3. Persyaratan Kuat Geser


a. Kuat geser rencana, Vu, akibat beban lentur, beban lentur dan aksial dapat
dihitung akibat termobilisasinya kuat lentur nominal komponen struktur pada
setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang akibat beban gravitasi terfaktor,
(Seperti yang dilukiskan dalam Gambar 2.5), atau
b. Gaya geser rencana maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana
termasuk pengaruh beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali nilai
yang ditentukan dalam peraturan perencanaan gempa.

Bab II -46
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3
1, 2WD  1, 6WL 
4

Mnl Mnr

Ln

Gaya lintang balok

M nl  M nr 3
Vu   1, 2WD  1, 6WL   L n
Ln 8

Pu
Mnt
Gaya lintang kolom

hn

Mnl M nt  M nb
Vu 
Pu hn

Gambar Gaya geser rencana untuk SRPMM

c. Tulangan transversal dalam komponen struktur rangka sebagai berikut:


i. Untuk menentukan tulangan transversal perlu di dalam komponen struktur
0,5  Vc
rangka akibat gempa dihitung berdasarkan yang ditentukan menurut
SNI 03-2847-2013 Pasal 13 untuk lokasi sepanjang d dari muka kolom dan
juga sepanjang daerah ujung dari kolom. Untuk daerah di luar daerah tersebut
kontribusi Vc tetap diperhitungkan sesuai dengan ketentuan SNI 03-2847-
2013 Pasal 13.
ii. Sengkang atau sengkang pengikat yang diperlukan untuk menahan geser
harus merupakan sengkang tertutup yang dipasang pada seluruh panjang
komponen struktur seperti yang ditentukan menurut ketentuan 2.4.4.2.b. dan
2.4.4.2.c.1. di atas.
d. Kuat geser dari dinding dan diafragma struktur
i. Kuat geser nominal dari dinding dan diafragma struktural harus ditentukan
menurut SNI 03-2847-2013 Pasal 13;
ii. Dinding (diafragma) harus memiliki tulangan geser yeng tersebar yang
memberikan perlawanan dalam dua arah yang saling tegak lurus dalam
h w lw
bidang dinding (diafragma). Bila rasio tidak melebihi 2,0 rasio tulangan,

ρ, tidak boleh kurang dari rasio tulangan


n .

Bab II -47
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.2.6. Material Konstruksi


Secara garis besar ada tiga material pokok yang digunakan pada Proyek
Pembangunan ini, yaitu:

a) beton
b) baja tulangan

1. Beton
Beton pada komponen struktur yang menahan gaya yang timbul akibat gempa
sebagai berikut:

a) Kuat tekan fc’ dari beton tidak boleh kurang dari 20 MPa;
b) Kuat tekan dari beton agregat ringan yang digunakan dalam perencanaan tidak
boleh melampaui 30 MPa.
Mutu beton yang digunakan pada berbagai elemen struktur pada bangunan ini
adalah beton kelas K-300 dengan karakteristik sebagai berikut:

fc’ = 25.00 MPa

Ec = 21443 MPa

2. Baja Tulangan
Tulangan lentur dan aksial yang digunakan dalam komponen struktur dari sistem
rangka dan komponen batas dari sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan
ASTM A 706. Tulangan yang memenuhi ASTM A615 mutu 300 dan 400 boleh
digunakan dalam komponen struktur di atas bila:

a. Kuat leleh aktual berdasarkan pengujian di pabrik tidak melampaui kuat leleh yang
ditentukan lebih dari 120 MPa (uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang
melampaui harga ini lebih dari 20 MPa);
b. Rasio dari tegangan tarik batas aktual terhadap kuat leleh tarik aktual tidak kurang
dari 1,25.
Baja tulangan yang digunakan pada semua elemen struktur adalah baja dengan
spesifikasi sebagai berikut :

Tegangan leleh : diameter ≤ 12 mm : BJTP-24, fy = 240 MPa

diameter ≥ 13 mm : BJTD-39, fy = 390 MPa

Bab II -48
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

untuk diameter 10 : D10 ulir (deformed) BJTD-39, fy = 390 MPa

dan d10 polos (undeformed) BJTP-24, fy = 240 MPa

Modulus Young (E) : 200000 Mpa

2.2.7. Beban Perancangan


1. Beban Mati (BM)
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap (fixed
equipment) yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangunan itu
(perlengkapan/peralatan bangunan).:

a. Lantai
- Berat pelat 0,13 x 2400 = 312 kg/m 2

- Berat lantai keramik + adukan = 66 kg/m 2

- Berat pafond dan gantungan = 18 kg/m 2

- Berat listrik, dll = 25 kg/m2

= 421 kg/m2

b. Dinding bata
- Dinding bata ringan ½ bata = 150 kg/m2

- Dinding bata ½ bata untuk lantai dasar = 250 kg/m 2

2. Beban Hidup (BH)


Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu bangunan, dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal
dari barang-barang yang dapat berpindah (moveable equipment), mesin-mesin
serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangunan
dan dapat diganti selama masa hidup dari bangunan itu, sehingga mengakibatkan
perubahan dalam pembebanan lantai dan atap bangunan tersebut. Khusus untuk
atap yang dianggap beban hidup termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik
akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.

Bab II -49
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

a. Beban hidup lantai untuk RSAU = 250 kg/m2


b. Beban hidup lantai untuk Basement = 400 kg/m2
c. Beban hidup lantai untuk Atap = 100 kg/m2

3. Beban Angin (BA)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan, yang disebabkan
oleh selisih dalam tekanan udara.

Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m 2, dan di tepi laut sampai sejauh 5 km
dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m 2.

Jika ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan besar, maka tekanan tiup
harus dihitung menurut rumus:

atau bagian bangunan, laut sampai sejauh 5 tekanan tiup yang lebih

v2

p 16 (kg/m2) .

di mana: v adalah kecepatan angin dalam m/det.

4. Beban Gempa
Dilakukan analisis Dinamik Ragam Spektrum Respons dengan menggunakan
Respons Dinamik terbesar dari seluruh mode yang memiliki kontribusi berarti
terhadap respons total struktur (Effective Mass Modal harus lebih besar dari 90 %).
Respons Modal dari setiap mode dihitung dengan menggunakan koordinat
Spektrum Respons Rencana (C) dari Peraturan Indonesia yang nilainya tergantung
dari periode getar.

Semua mode yang dominan dipertimbangkan sehingga paling sedikit 90 % dari


massa yang berpartisipasi ikut diperhitungkan pada waktu menentukan respons
dari setiap arah utama gempa.

Semua gaya dalam dan peralihan dari setiap mode dikombinasikan dengan cara
CQC (Commplete Quadratic Combination). Gaya geser dasar hasil analisis dinamik
untuk setiap arah tidak boleh kurang dari 90 % gaya geser dasar statik arah yang
bersangkutan.

Bab II -50
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Struktur dianalisis dan dirancang terhadap gempa yang bekerja pada setiap arah
utama gedung, namun persyaratan efek orthogonal harus dipenuhi dengan cara
merencanakan semua elemen terhadap 100 % gaya gempa dalam satu arah
dengan 30 % arah gempa yang tegak lurusnya.

Disain beton bertulang didasarkan pada metode kekuatan batas. Kombinasi


pembebanan dan faktor reduksi beban hidup didasarkan pada peraturan Standar
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung - SNI 03-2847-
2013

a. Koefisien Gempa Dasar

Koefisien dasar gempa harus ditentukan dari gambar-gambar wilayah


gempa. Dengan memakai waktu getar alami (T) struktur seperti ditentukan:

Gambar Wilayah Gempa Indonesia

Bab II -51
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Koefisien Gempa Dasar – C

Pada daerah gempa, beban inertia dari goyangan pada dasar bangunan dapat
melebihi akibat beban angin, yang selanjutnya berpengaruh besar dalam bentuk
struktural bangunan, rancang dan biaya. Sebagai masalah inertia, respon dinamis
bangunan memainkan peranan penting dan dalam mengestimasi pembebanan
efektif struktur.

Kecuali beban mati, pembebanan pada bangunan tidak dapat diprediksi secara
akurat. Ketika beban hidup dapat diantisipasi dengan pendekatan pengujian
lapangan, beban angin dan gempa adalah bukan merupakan angka-angka pasti,
sehingga akan lebih sulit untuk diprediksi secara tepat. Penggunaan teori
probabilitas akan sangat membantu, dalam pendekatan untuk menghitung
pembebanan akibat angin dan gempa.

b. Faktor Keutamaan

Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang
dengan pemakaian suatu Faktor Keutamaan yang nilainya lebih lebih besar dari
1,0. Suatu Faktor yang lebih besar harus dipakai pada bangunan rumah sakit yang
menjadi pusat pelayanan utama yang penting bagi usaha penyelamatan setelah
gempa terjadi, gedung-gedung monumental, dan bangunan-bangunan yang dapat
mendatangkan bahaya luar biasa kepada khalayak umum (seperti reactor nuklir).

Faktor Keutamaan untuk berbagai jenis bangunan dapat dilihat pada Tabel

Bab II -52
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Tabel Faktor Keutamaan - I

Jenis Gedung I1 I2 I
Gedung Umum (hunian, niaga dan lain2) 1.0 1,0 1.0
Monumen
kantor) dan bangunan monumental 1.0 1.6 1,6
Gedung Penting (Rumah Sakit, lnstalasi Air
Air Bersih, Pembangkit Tenaga Listrik, Pusat 1,5 1,0 1,5
Penyelamatan Keadaan Darurat, Fasilitas
Radio dan Televisi)
Gedung Tempat penyimpanan bahan
Berbahaya (gas, bahan bakar minyak, asam, 1.6 1,0 1.6
dan bahan beracun)
Cerobong, Tangki, dan Menara 1,5 1,0 1,5
Catatan :

I1 = adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan


dengan penyesuaian probabi-litas terjadinya gempa itu selama umur gedung.

I2 = adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa


dengan penyesuaian umur gedung tersebut.

I = adalah nilai yang dapat dikalikan 80% untuk bangunan gedung yang ijin
penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya standar SNI 03-1726-2012.

Dalam perancangan ini, digunakan I = 1.5

c. Faktor Daktilitas Struktur

Faktor daktilitas maksimum faktor reduksi gempa maksimum (R), dan Faktor
tahahan lebih struktur (f) dan tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan
subsistem struktur gedung dapat dilihat pada Tabel.

Beban geser dasar akibat gempa (V), selanjutnya harus dibagikan sepanjang tinggi
bangunan menjadi beban-beban horizontal terpusat (gaya gempa tingkat, F). yang
mempunyai titik tangkap pada masing-masing taraf lantai tingkat, menurut rumus,
3.1.

Wi ,hi
Fi = .V
Wi ,hi (3.1)

dimana : hi adalah ketinggian lantai sampai taraf I diukur dari dasar bangunan.

Bab II -53
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Wi adalah massa lantai pada taraf i

Beban gempa terdiri dari gaya inersia massa bangunan yang diakibatkan oleh
goyangan seismik pada pondasi bangunan tersebut. Tahanan gempa dirancang
untuk menahan translasi gaya-gaya inersia, yang pengaruhnya pada bangunan
sangat signifikan dibandingkan komponen goyangan vertikal lainnya.

Kerusakan lain akibat gempa yang mungkin muncul, seperti longsor, penurunan
sub-sidence, patahan aktif dibawah pondasi ataupun liquifaksi akibat getaran.
Gangguan ini bersifat lokal dan dapat menjadi besar sehingga kemungkinannya
disarankan untuk pemilihan lokasi bangunan.

Ketika gempa terjadi, intensitasnya dihubungkan dengan frekwensi kejadiannya.


Gempa yang merusak jarang terjadi, tetapi yang sedang/moderat lebih sering
terjadi, dan yang paling kecil sangat sering terjadi. Walaupun dapat dirancang suatu
bangunan yang menahan gempa yang paling merusak tanpa kerusakan yang
berarti, mau tidak mau kebutuhan akan kekuatan bangunan selama masa layanan
tidak membenarkan biaya tambahan yang besar. Konsekuensinya, filosofi umum
untuk menrancang bangunan tahan gempa didasarkan pada prinsip, yaitu:

1. menahan gempa kecil tanpa kerusakan;


2. menahan gempa sedang/moderat tanpa kerusakan struktural tetapi menerima
kemungkinan kerusakan non-structural.
3. tahanan rata-rata gempa dengan probabilitas struktur seperti halnya kerusakan
non-structural, tetapi tidak roboh.
Beberapa penyesuaian dibuat berdasarkan prinsip-prinsip diatas sebagai
pengenalan bahwa bangunan dengan suatu fungsi penting tertentu harus dapat
menahan kejadian gempa yang lebih kuat lagi.

Besarnya beban gempa adalah hasil respon dinamis bangunan terhadap goyangan
pada pondasi. Untuk memprediksi beban seismis, ada dua pendekatan umum yang
digunakan, dimana dengan memperhatikan catatan kejadian gempa masa lalu
didaerah tersebut dan sifat-sifat struktur.

Bab II -54
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Tabel Faktor Daktilitas, Reduksi Gempa dan Tahana Lebih Struktur

Dalam perancangan ini, digunakan R = 6

Pendekatan pertama, prosedur gaya lateral ekuivalen, menggunakan suatu


estimasi sederhana terhadap periode alami bangunan dan antisipasi percepatan
maksimum permukaan, bersamaan dengan faktor-faktor relevan lainnya dalam
menentukan geser dasar maksimum. Pembebanan horisontal ekuivalen untuk gaya
geser ini kemudian didistribusikan dengan bebarapa cara yang ditentukan melalui
ketinggian bangunan sebagai suatu analisa statis struktur. Gaya-gaya rancang
yang digunakan dalam analisa statis ini harus lebih kecil dari gaya aktual yang ada
pada bangunan. Pertimbangan untuk menggunakan gaya rancang yang lebih kecil
termasuk potensi kekuatan bangunan ditetapkan oleh tingkatan working stress,

Bab II -55
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

redaman ditetapkan oleh komponen bangunan dan reduksi gaya akibat daktilitas
efektif elemen struktur yang melebihi batas elastis. Metode yang cepat dan
sederhana dan direkomendasikan untuk bangunan tinggi tanpa pengecualian dari
aturan-aturan struktur. Ini juga bermanfaat untuk rancang awal bangunan tinggi.

Pendekatan kedua, prosedur berdasarkan analisa modal dimana frekuensi modal


struktur dianalisa dan kemudian digunakan untuk estimasi respons modal
maksimum. Kombinasi ini untuk mendapatkan nilai respon maksimum. Prosedur ini
lebih kompleks dan lama daripada prosedur gaya lateral ekivalen tetapi lebih akurat
seperti halnya pendekatan prilaku non-linier dari struktur.

d. Kombinasi Pembebanan

Ada dua group kombinasi pembebanan yang ditinjau, yang pertama adalah
kombinasi pembeban yang berkaitan dengan kekuatan dan kemampuan layan pada
struktur yang dihitung menurut ketentuan SNI 03-2847-2013 Pasal 11 (kondisi
ultimate limit state), sedang kan kombinasi pembebanan group yang kedua adalah
berdasarkan kondisi service limit state. Kombinasi pembebanan group kedua ini
digunakan untuk perencanaan struktur bawah (fondasi).

Bab II -56
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.2.8 Hasil Penyelidikan Tanah

Bab II -57
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -58
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -59
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -60
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -61
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -62
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -63
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -64
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -65
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -66
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -67
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -68
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -69
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -70
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -71
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -72
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -73
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -74
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -75
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -76
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -77
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -78
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -79
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -80
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -81
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -82
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -83
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -84
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -85
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -86
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -87
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -88
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -89
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -90
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -91
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -92
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -93
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -94
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -95
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Bab II -96
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.3 KONSEP MEKANIKAL, ELEKTRIKAL DAN PLUMBING


2.3.1. Jaringan Drainase
a. Standar – standar yang digunakan
a. Standar Plumbing Indonesia (SPI)
b. Standar Industri Indonesia (SII)
c. American Waste Water Society (AWWS)
d. British Standard (BS)

b. Dasar-Dasar Perencanaan
Jaringan drainase ini berupa saluran-saluran pembuangan air hujan dimana
dimensi saluran dihitung berdasarkan metoda rasional sebagai berikut :

Q = 0.278 C.I.A
Dimana Q = debit air hujan, m3/detik
C = koefisien aliran
I = curah hujan maksimum tahunan, mm/m 2/jam
A = luas area, km2
Koefisien aliran (run off coefficient) untuk berbagai area adalah sebagai
berikut:

Padang rumput / taman 0,05 – 0,10


Pedesaan 0,10 – 0,25
Permukiman 0,25 – 0,50
Daerah sedang 0,50 – 0,70
Daerah padat 0,70 – 0,90
Jalan aspal 0,25 – 0,60
Atap 0,70 – 0,95

c. Perhitungan Dimensi Saluran


Selanjutnya dimensi saluran dihitung berdasarkan hubungan sebagai berikut
:

A  R 2 3  S 12
Q  AV Q b  nh
n
Dimana A = luas basah saluran, m2
V = kecepatan aliran, m/detik

Bab II -97
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

R = jari-jari hidrolis, m
S = kemiringan saluran, %
n = koefisien manning
b = lebar saluran, m
h = tinggi saluran, m
Sebelum dialirkan ke saluran-saluran, sebaiknya dibuatkan sumur-sumur
resapan sehingga air hujan dapat meresap terlebih dahulu ke dalam tanah,
baru limpasannya disalurkan

2.3.2. Jaringan Air Bersih


1. Standar-standar yang digunakan
a. Standar Plumbing Indonesia (SPI)
b. Standar Industri Indonesia (SII)
c. American Water Association (AWA)
d. American Society for Testing Material (ASTM)
e. British Standard (BS)
f. Japan Industrial Standard (JIS)
g. Standar Nasional Indonesia (SNI)

2. Dasar-dasar perencanaan
Jaringan air bersih ini berupa jaringan pipa-pipa, dimana pipa yang digunakan
nantinya dari jenis Polyprophilyn PPr (PN 10), pipa jenis ini selain live time nya
yang bisa mencapai 50 tahun juga higenis. Untuk menyalurkan air bersih dari
sumbernya ke tempat-tempat yang membutuhkan. Kebutuhan air bersih ini
bervariasi, dan untuk kebutuhan per orang perhari dari berbagai jenis
hunian/bangunan adalah sebagai berikut :

Rumah Sakit Umum 425 liter/ Tempat Tidur/ hari


Rumah Sakit Mewah Menengah 750 liter/ Tempat Tidur/ hari
Rumah Sakit Mewah 1000 liter/ Tempat Tidur/ hari
Laboratorium 150 liter/ Jumlah Staf/ hari
Gedung Kantor 150 Liter/ pegawai/ hari
(dasar : SNI 03-7065-2005)

Bab II -98
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Dimensi pipa dihitung berdasarkan hubungan sebagai berikut :


Q V  A
Dimana Q = debit aliran, m3/detik
A = Luas penampang pipa, m 2
V = kecepatan aliran, antara 1-3 m/detik

4. Hambatan akibat gesekan sepanjang pipa dihitung sebagai berikut :

L V2
hf  f  
D 2g

Dimana hf = kerugian gesekan, m


f = faktor gesekan pipa
L = panjang pipa, m
D = diameter pipa, m
g = gravitasi, 9,81 m/detik2
5. Sedangkan hambatan akibat katub dan fitting dihitung sebagai berikut :

V2
hf  K 
2g

Dimana K = koefisien hambatan katub/ fitting

6. Jika sistem pemompaan digunakan, daya pompa dihitung sebagai berikut:


 Q H
P

Dimana P = daya pompa, Watt


 = berat jenis air, 9810 N/m 3
Q = debit aliran, m3/detik
H = head total, m

Bab II -99
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.3.3. Jaringan Air Kotor/ Air Bekas/ Air Limbah


Dengan jumlah peturasan (daerah basah) yang memenuhi kebutuhan Rumah
Sakit dengan kapasitas cukup banyak, kapasitas air limbah/ air kotor yang
dihasilkan dengan perkiraan 80% dari kebutuhan air bersih. Langkah-langkah
yang direncanakan sampai dengan akhir penggunaan adalah sebagai berikut :

Limbah cair sebagai salah satu produk limbah yang dihasilkan dari kegiatan setiap
peturasan. Maka perlu dipertimbangkan suatu upaya pengelolaan tertentu dalam
mengatasi persoalan limbahnya. Salah satu cara adalah dengan melakukan
pengolahan (minimisasi) terhadap kandungan parameter limbah cair yang
berpotensi mencemari lingkungan sampai pada batas yang disyaratkan oleh
Pemerintah.

Dalam SK Dirjen PPM & PLP No. 00.06.6.44 tentang Petunjuk Teknis Tatacara
Penyehatan Lingkungan dijelaskan antara lain sebagai berikut :

 Kualitas limbah (efluen) yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi


persyaratan Baku Mutu Efluen sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
 Rumah Sakit harus memiliki Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri
karena hampir semua limbah yang dihasilkan mengandung bakteri dan
infeksius harus memenuhi persyaratan teknis.

Konsep perancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Laboratorium


didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:

 Penyelesaian terhadap permasalahan limbah cair buangan dari setiap


peturasan diselesaikan dengan memperhatikan parameter yang ada.
 Mempertimbangkan kemampuan sumberdaya manusia yang bertindak sebagai
pengelola limbah Rumah Sakit. Dengan demikian IPAL akan dirancang untuk
memberikan kemudahan bagi tenaga pelaksananya.
 Hasil olahan/efluen dapat memenuhi persyaratan Baku Mutu Lingkungan
setempat/daerah terutama sesuai untuk kualitas badan air penerimanya.

Berdasarkan perbandingan kesamaan kualitas limbah cair dari berbagai


banguanan gedung di Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa parameter

Bab II -100
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

kualitas limbah cair terutama berupa: BOD, COD, NH 3 bebas, NO2, Lemak, SS
dan pH.

1. Standar-standar yang digunakan


a. Standar Plumbing Indonesia (SPI)
b. Standar Industri Indonesia (SII)
c. American Waste Water Association (AWWA)
d. American Society for Testing Material (ASTM)
e. British Standard (BS)
f. Japan Industrial Standard (JIS)
g. Peraturan/ perundang-undangan Lingkungan Hidup
2. Dasar-dasar perencanaan
Definisi Air Kotor : Air limpasan yang berasal dari buangan
WC/ kamar mandi

Definisi Air Bekas : Air buangan dari washtafel, tempat wudlu


atau tempat-tempat lain selain kamar
mandi

Pada dasarnya air kotor dan air bekas dapat disalurkan langsung ke Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).

2.3.4. Sistem Limbah Padat


a. Standar – standar yang digunakan
a. Peraturan perundang-undangan lingkungan hidup
b. Standar Industri Indonesia (SII)
b. Dasar-dasar perencanaan
Penanganan limbah padat pada rumah sakit dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
 Pemisahan limbah infeksius / klinis dari limbah padat lainnya
 Penerapan Program Minimalisasi Limbah Rumah Sakit

Bab II -101
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2.3.5. Sistem Penanggulangan Bahaya Kebakaran


Perencanaan sistem perlawanan kebakaran (Hydrandt) harus mampu melindungi
bangunan, peralatan dan penghuninya dari ancaman kebakaran. Beberapa kriteria
yang harus diperhatikan diantaranya:

 Sistem pemadam kebakaran harus dapat melayani seluruh bagian bangunan


 Pompa pemadam kebakaran (Pompa Diesel,Pompa Listrik dan Pompa Jocky)
dan reservoir
 Hydrant pillars, hydrant box harus ditempatkan dilokasi-lokasi yang mudah
dicapai
 Hydrant box harus ditempatkan di dalam bangunan di setiap lantai dengan
jumlah hydrant box yang sesuai dengan perhitungan konsep arsitektur dan
luas bangunan
 Volume reservoir air pemadam kebakaran dihitung berdasarkan standar yang
berlaku.
 Portable Fire Extinguisher di tempat-tempat yang ditentukan

1. Standar-standar yang digunakan


a. Standar Plumbing Indonesia (SPI)
b. Standar Industri Indonesia (SII)
c. National Fire Protection Association (NFPA)
d. British Standard (BS)
e. Japan Industrial Standard (JIS)

2. Dasar-dasar perencanaan
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perencanaan pemadam
kebakaran diantaranya adalah sebagai berikut :

 Sistem pemadam kebakaran tersebut harus dapat melayani seluruh


bagian bangunan.
 Perlu adanya pompa-pompa khusus pemadam kebakaran dan
reservoir.
 Hidrant pillars, hydrant box dan Siamise harus ditempatkan di lokasi-
lokasi yang mudah dicapai. Jarak antara dua hydrant pillar tidak
melebihi 60 meter

Bab II -102
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Hydrant box harus ditempatkan di dalam bangunan di setiap lantai.


Jumlah hydrant box harus dihitung berdasarkan konsep arsitektur dan
luas bangunan yang harus dilayani.
 Volume reservoar air pemadam kebakaran dihitung/ bisa memback up
selama 45 menit dihitung dari pusat PMK (berdasarkan standar yang
berlaku)
 Portable Fire Extinguisher di tempat-tempat yang ditentukan

2.3.6. Sistem Tata Udara dan Ventilasi


Pada bangunan RS. ini penting sekali, Peralatan Tata Udara dan ventilasi
termasuk jaringan instalasinya yang besar peranannya dalam rumah sakit secara
umum terdiri dari :

 Tata Udara dengan penyaringan udara efisiensi tinggi (Hepa Filter) untuk
ruang operasi dan dilengkapi dengan ventilasi untuk kebutuhan “full fresh air”.
 Air Coolled Chiller,Air Hndling Unit & Fan Coil Unit
 Unit AC dengan Split System (Wall and Duct Type)
 Ventilasi mekanis (exhaust fan) untuk ruangan-ruangan , dapur, gudang obat
dsb.
 Ventilasi mekanis untuk toilet (exhaust fan).

1. Standar-standar yang digunakan


a. ASTM (American Society for Testing and Material) dan ASME (American
Society of Mechanical Engineers) untuk material
b. ARI (Air Conditioning and Refrigerating Institute) untuk peralatan Air
Conditioning
c. SMACNA (Sheet Metal and Air Conditioning Contractors National
Association, Inc.) untuk pekerjaan saluran udara
d. ASHRAE (American Society of Heating; Refregerating and Air Conditioning
Engineers)

2. Dasar-dasar perencanaan
Pada dasarnya Sistem Air Conditioning dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Pendinginan dengan Air atau disebut juga Water Cooller.

Bab II -103
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

b. Pendinginan langsung dengan freon atau disebut juga Air Coolled


Peralatan Air Conditioning dan ventilasi termasuk jaringan instalasinya yang
besar peranannya dalam fungsi suatu gedung Rumah Sakit secara umum
terdiri dari :

 Sistem Air Conditioning dengan Colling Tower,Air coolled.


 Sistem Air Conditioning dengan Split System
 Ventilasi mekanis (exhaust fan dan Intake Fan) untuk ruangan-ruangan,
dapur, gudang,area parkir basemant dsb.
 Ventilasi mekanis untuk toilet (exhaust fan).
Adapun syarat-syarat perencanaan yang harus dipenuhi adalah sebagai beriku:

 Sistem Air Conditioning ruangan disesuaikan dengan penggunaan ruangan


bervariasi diantara 180C-240C.
 Kuantitas ventilasi udara sebesar 15-30 cfm per orang.
 Kelembaban relatif (RH) antara 50-55%.

3. Sistem dan peralatan Air Conditioning tersebut antara lain adalah :


Water Cooller unit/ Chiller Unit:

Untuk memenuhi kebutuhan Air Conditioning Ruamh Sakit di desain


menggunankan sistem Air Coolled atau Water Chiller dengan Load total
kapasitas estimasi awal 790 TR (Ton Refrigerant), agar seluruh ruang bisa
terkondisikan dengan maksimal.sementara sistem ini untuk mengkondisikan
seluruh ruang diperlukan Air Handling Unit (AHU) terdiri dari condenser dan fan
coil. Udara dingin dihembuskan dari fan coil melalui saluran udara (ducting)
untuk disebarkan keseluruh ruang rumah sakit melalui diffuser atau linear grill.

Bab II -104
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Air Handling Unit Fan Coil Unit

Saluran udara (Ducting) direncanakan menggunakan jenis Polyueratan dan


Kain (skin) yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk asen interior pada ruang
rumah sakit,berikut gambar-gambar ducting

PolyUerratan Duct

4. System Ventilasi Udara Mekanis


Area yang tidak dikondisikan dengan AC dilengkapi dengan ventilasi mekanis
yang memasukkan dan mengeluarkan udara, diantaranya untuk :

Bab II -105
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Gudang
 Ruang Panel
 Power House
 Ruang Genset
 Toilet
Peralatan yang dipakai dalam sistem ini adalah in take fan dan exhaust fan

5. Prioritas
Mengingat besarnya biaya operasi dan pemeliharaan dari penggunaan Air
Conditioning, tidak semua ruang dapat dilengkapi dengan sarana ini.

Referensi penggunaan ducting AC dengan menggunakan bahan poly


Uerathan

2.3.7. Sistem Transportasi Vertikal


Untuk keperluan transportasi vertikal digunakan 2 bad elevator (bad lift dan
passenger lift) yaitu :

a. Hospital Bed Elevator ( untuk keperluan pasien, paramedis )


b. Passenger Elevator ( untuk keperluan umum terutama pengunjung )
c. Dumbwriter ( untuk transportasi barang )

Spesifikasi umum untuk kedua elevator tersebut adalah :

1. Rated Capacity : Bed Lift = 1.000 kg/22 orang


Passanger Lift = 750 kg/15 orang

2. Rated Speed : 60 mpm


3. Service Floor : 1 , 2 , 3 , 4, 5, floor

2.3.8. Sistem Transportasi Tabung/Pneumatic Tube


Pada Rumah Sakit ini mengingat terdapat bangunan yang satu dengan yang cukup
jauh dan bertingat,untuk meudahkan dan mempercapat pelayanan transportasi
seperti sample dara,data rekam medik,obat-obatan yang harus dikirim dari
laboratorium ke ruang oprasi dan lain sebagainya, RSAU dr. M. Salamun perlu
pelayanan dan efisien waktu direncanakan, sistem transportasi tabung/Pneumatic

Bab II -106
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Tube untuk mengirim dan memeriksa RM, contohnya seperti di laboratorium, dan
lain-lain.

2.3.9. Sistem Elektrikal


Kualitas dan kontinuitas dalam penyediaan daya listrik merupakan kriteria penting
dalam Perencanaan Sistem Kelistrikan RS Dengan melihat kebutuhan Daya Listrik
pada RS ini cukup besar, untuk itu direncanakan mempunyai Power House
tersendiri (mulai HVMDP,Transformator berikut LVMDP dan Capasitor Bank).

Dari Panel Tegangan Rendah (LVMDP) didistribusikan ke panel-panel induk


bangunan (MDP) dan selanjutnya didistribusikan ke panel-panel Penerangan dan
Daya.

1. Standar-standar yang digunakan


a. PUIL 2000 - Indonesia Standard
b. JIS - Japanese Standard
c. VDE/DIN - German Standard
d. NEMA - U S A Standard
e. B S - British Standard
f. NFC \ - French Standard
g. NCFA - National Code Fire Alarm Standard
h. NEC - National Electric Codes
i. NFPA - National Fire Protection Association

2. Dasar-dasar perencanaan
Kriteria penting yang harus dipenuhi didalam perencanaan sistem
kelistrikan gedung Rumah Sakit diantaranya adalah kualitas dan
kontinuitas dalam penyediaan daya listrik. Selain itu sistem kelistrikan
tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan dan kriteria sebagai
berikut :

Bab II -107
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Kendala Sistem
Tata cara pengoperasian pelayanan pada gedung Rumah Sakit
menghendaki keandalan yang tinggi dalam penyediaan daya listrik, aman
dari kegagalan dan sesedikit mungkin gangguan terhadap sistem secara
keseluruhan.

 Kemudahan dalam Operasional dan Pemeliharaan


Sistem kelistrikan harus direncanakan sesederhana mungkin untuk
memudahkan dalam operasi dan pemeliharaan.

 Pengaturan Tegangan
Mengingat banyaknya peralatan (Sound Sistem,Mesin-mesin tata
udara,Peralatan Medis dll) dengan batas toleransi tegangan tertentu,
maka tegangan sumber listrik harus dapat dipertahankan pada berbagai
macam beban.

 Pemeliharaan
Sistem distribusi kelistrikan harus direncanakan dengan berbagai
kemudahan bagi pemeriksaan dan perbaikan jika terjadi gangguan atau
kerusakan.

 Fleksibilitas
Sistem kelistrikan harus direncanakan dengan cukup fleksibel, yang
berarti tanggap terhadap kemungkinan terjadinya penambahan dan
perluasan bangunan serta peralatan. Harus diperhatikan perubahan
tegangan listrik, rating peralatan, penambahan ruang peralatan baru
bahkan kemungkinan penambahan beban kelistrikan.

 Biaya Investasi dan Operasional


Sistem kelistrikan harus direncanakan dengan menekan serendah
mungkin biaya investasi dan biaya pengoperasiannya.

Bab II -108
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Sumber Daya Listrik


 Klasifikasi Beban Listrik
Perencanaan sistem kelistrikan harus diawali dengan memperhatikan
besaran dan sifat-sifat beban yang dilayani, termasuk kemungkinan
pertumbuhan beban akibat perluasan bangunan serta jenis peralatan
yang ada.
 Beban Penerangan
Standar VA/m2 untuk penerangan tergantung pada tingkat iluminasi dan
efisiensi dari perangkat pelengkapnya. Berdasarkan pada IEEE No. 241,
standar tersebut berkisar antara 10 VA/m2 sampai dengan 120 VA/m2.
Harga ini terlalu tinggi dan berdasarkan perkiraan rata-rata penerangan
di Indonesia, diambil standar antar 10 VA/m2 sampai 50 VA/m2, atau
rata-rata 25 VA/m2 untuk seluruh bangunan.
 Beban Biaya Peralatan
Yang termasuk beban peralatan diantaranya adalah :
- stop kontak
- air conditioning (AC) dan ventilasi
- pompa-pompa
- lemari pendingin
- elevator atau eskalator
- peralatan komunikasi
Beban ini berkisar antara 30 VA/m 3 sampai dengan 130 VA/m 2, dan
beban keseluruhan berkisar antara 30% sampai dengan 50% dari seluruh
luas bangunan yang ada.

 Perhitungan Beban Listrik


Berdasar rencana luasan bangunan beban keseluruhan tersambung
diperkirakan minimum 750 VA-1.500 VA.

 Kategori Pembebanan
Beban listrik untuk bangunan rumah sakit dibedakan atas tiga katagori
sebagai berikut :

 Prioritas Utama (kategori A); beban yang harus disuplai secara kontinu
tanpa boleh terputus sama sekali, baik oleh sumber listrik PLN maupun
sumber cadangannya.

Bab II -109
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Prioritas Sedang (katagori B); beban yang dilayani secara kontinu oleh
sumber listrik PLN dengan sumber cadangan Diesel- Generator.
 Beban Umum (katagori C); beban yang hanya dilayani oleh sumber
listrik PLN saja.

 Jaringan Distribusi dan Sumber Daya Cadangan


Faktor penting yang mempengaruhi perencanaan sistem kelistrikan dan
pengaturan jaringan adalah : karakteristik beban, kualitas pelayanan,
ukuran dan konfigurasi bangunan serta pertimbangan biaya.

Sedangkan cadangan sumber daya listrik adalah sebagai berikut :

 Diesel-Generator Set
Sebagai sumber tenaga cadangan (khususnya untuk melayani Peralatan
Utama : Sistem Telephone,Tata Suara dan Tata Cahaya dan sistem air
conditioning), digunakan diesel-generator Set dengan perkiraan kapasitas
antara 30% sampai dengan 70% dari total beban puncak.

 Uninterruptible Power Suplly (UPS)


UPS sangat penting untuk mensuplai daya listrik cadangan peralatan-
peralatan serta peralatan lain seperti alarm kebakaran, PABX serta
peralatan komunikasi dan komputer.

2.3.10. Sistem Pencahayaan


Untuk menghasilkan suatu pencahayaan yang optimal pada suatu bangunan
Rumah Sakit, maka sistem pencahayaan bangunan tersebut harus
direncanakan dengan baik. Adapun kriteria-kriteria yang harus diperhatikan
dalam perencanaan sistem pencahayaan antara lain :

 Pencahayaan harus disesuaikan dengan fungsi dari ruangan. Pada


ruangan periksa,ruang opreasi dll ,pencahayaan yang mampu
mengakomodasi semua tingkatan (level) pencahayaan untuk tiap kegiatan
tersebut.

Bab II -110
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Harus diperhatikan juga dimensi dan detail ruangan untuk memastikan


keadaan dan jenis atap yang akan digunakan, termasuk juga posisi pintu
dan jendela, konstruksi atap dan dinding, serta posisi ducting pendingin
udara, yang akan berpengaruh pada posisi penempatan titik lampu.
 Untuk dapat menentukan tipe dari sistem pencahayaan yang sesuai, perlu
juga diketahui beberapa hal mengenai penyelesaian (finishing) dan lay-out
ruangan tersebut. Hal ini berlaku untuk area kerja maupun area non-kerja.
Dalam beberapa kasus, sangatlah penting untuk mengetahui posisi stasiun
kerja (meja, lemari, kursi) secara akurat. Begitu juga apabila posisi stasiun
kerja tersebut harus dapat diubah-ubah.
 Pemilihan sistem pencahayaan, dalam hal ini pemilihan tipe luminaire dan
lampu (desain, warna, dll) pada suatu ruangan/bangunan adalah
dipengaruhi juga oleh gaya arsitektural secara keseluruhan pada
ruangan/bangunan tersebut.
 Dalam menentukan jumlah titik lampu yang diperlukan untuk mencapai
tingkat pencahayaan tertentu, perhitungan pencahayaan yang lebih detil
akan menjadi sangat penting, hal ini terkait dengan suasana dekoratif yang
diinginkan dalam suatu ruangan sehingga melibatkan faktor reflektansi dari
dinding, atap, lantai serta furniture sesuai dengan material yang digunakan.
 Anggaran biaya untuk pencahayaan yang telah direncanakan juga penting
pengaruhnya dalam menentukan sejauh mana perencanaan sistem
pencahayaan dapat dilakukan. Untuk memperoleh desain pencahayaan
yang terbaik, detail biaya juga menjadi bahan pertimbangan.

Perhitungan Pencahayaan

Pencahayaan didalam maupun diluar ruangan dihitung dengan menggunakan


bantuan perangkat lunak DiaLux versi 4.4 sehingga didapat hasil yang cepat dan
akurat. Perhitungan didasarkan pada petunjuk yang tercantum dalam standarisasi
internasional CIE mengenai penggolongan kualitas untuk pembatasan tingkat
kesilauan dan secara praktikal mengacu juga pada panduan

Kualitas Luminaire

Bab II -111
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Kualitas dari fixture luminaire adalah hal yang sangat penting dalam menghasilkan
pencahayaan yang optimal. Kualitas luminaire mencakup kualitas dari segi bahan,
proses pembuatan dan kelengkapan yang menjamin standar proteksi (IP)
luminaire tersebut. Khususnya pada luminaire-luminaire untuk aplikasi diluar
ruangan, misalnya luminaire lampu sorot dan lampu penerangan jalan.

Bahan pembuat luminaire harus terbuat dari bahan anti karat dengan proses
pembuatan (penekukan, pengelasan,dll) dilakukan secara teliti. Standar proteksi
luminaire adalah standar internasional yang mengklasifikasian luminaire untuk
proteksi terhadap cairan dan debu/kotoran.

2.3.11. Sistem Pengindra Kebakaran


Untuk bagian ini juga dilengkapi dengan sistem pengindra kebakaran (Fire
Alarm),pada setiap bangunan nantinya dilengkapi sistem pengindra kebakaran
guna untuk mendekteksi dini jika terjadi kebakaran,adapun detector yang harus
ada adalah: Heat detector, ROR detector,Smoke ditector dan Gas
ditector,sistem pengindra kebakaran yang akan direncanakan adalah sistem
semi addressible.

2.3.12. Sistem Telekomunikasi


Sistem Telekomunikasi yang akan direncanakan terdiri dari Sistem Telepon /
PABX,

1. Standar-standar yang digunakan


a. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000)
b. Peraturan/ Perundang-undangan Telekomunikasi Indonesia
c. Standar Industri Indonesia (SII)
d. USA Standard
e. British Standard (BS)
f. Japan Industrial Standard (JIS)

Bab II -112
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2. Dasar-dasar perencanaan
Sistem telekomunikasi yang akan direncanakan yaitu Sistem Telepon
(PABX), Sistem Tata Suara dan Public Adres, dan Sistem Radio
Komunikasi.

Berikut ini adalah perencanaan masing-masing sistem yang dapat


dikembangkan sebagai berikut :

 Sistem Telepon PABX


Untuk kelengkapan gedung dan kelancaran komunikasi termasuk untuk
menejemen gedung nantinya,diperlukan sistem telephone yang handal
oleh karena itu harus ada kapasitas line Telkom dengan jumlah yang
memadai.

2.3.13. Sistem Penunjang


1. Sistem Komputer
Sistem komputer berupa “Local Area Network” diperlukan guna menunjang
seluruh kegiatan informasi dan data gedung rumah sakit. Sistem ini berupa
jaringan komputer personal (PC) sebagai user dengan satu server sebagai
bank data diharapkan dapat meningkatkan menejemen rumah sakit secara
keseluruhan.

2. Sistem Pentanahan (Grounding System)


Berbagai area di dalam gedung Rumah Sakit memerlukan sistem
pentanahan yang baik, guna menghindarkan bahaya sengatan listrik
(electrical hazard). Untuk itu, berbagai persyaratan yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :

 Tiap-tiap panel Listrik,peralatan kesehatan ,motor mesin-mesin


pendingin ruang harus mempunyai sistem pentanahan yang baik.
 Tidak lebih dari dua group stop kontak dalam satu sirkuit cabang.
 Transformer, saklar-saklar, circuit breaker harus ditempatkan di lokasi
aman.

Bab II -113
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Sistem Proteksi Petir


Sistem proteksi petir pada gedung Rumah Sakit ini direncanakan
menggunakan sistem Eltrostatic dengan sistem guardian 2000, untuk
melindungi seluruh bangunan terdiri dari dua kategori sebagai berikut :

 Sistem Proteksi Petir Luar, sistem yang melindungi bangunan dan


penghuninya dari ancaman petir langsung maupun tidak langsung
yang berpotensi menyambar bangunan
 Sistem Proteksi Petir Dalam, sistem yang melindungi seluruh peralatan
elektronik dan penghuninya di dalam bangunan dari tegangan induksi
akibat aliran arus konduktor terkena sambaran petir.

Bab II -114
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB III
METODE DAN RENCANA KERJA

Pada prinsipnya untuk menghemat waktu antara tahap-tahap kegiatan pelaksanaan


pekerjaan perencanaan bisa dilaksanakan secara simultan artinya kegiatan satu dengan
lainnya waktu pelaksanaan bisa saling overlapping.

Namun begitu hirarki tahap-tahap pelaksanaan pekerjaan perencanaan, tetap harus


ditaati, ada tahap perencanaan yang belum bisa dilaksanakan sebelum tahap
sebelumnya dianggap fix sehingga nantinya akan dihasilkan hasil perencanaan yang
betul – betul sinkron antara perencanaan arsitektur, struktur, ME dan lain-lainnya.

Secara teknis langkah-langkah yang dilakukan di dalam melaksanakan Pekerjaan


Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan
Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung adalah sebagai berikut :

3.1. PERSIAPAN DAN KONSEPSI PERENCANAAN


1. Tujuan
Sebagai langkah awal untuk mendapatkan data dan informasi lapangan, membuat
interpretasi secara garis besar terhadap KAK dan hasil perencanaan sebelumnya
(konsep design dan pra design), menyusun program kerja perencanaan, sketsa
gagasan dan konsultasi dengan instansi terkait mengenai peraturan dan perijinan
bangunan.

2. Metode Kerja
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencari informasi yang dibutuhkan yang
berkaitan dengan lokasi, luas, batas, prasarana-sarana yang ada, dengan antara
lain :

Bab III -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Melakukan konsultasi baik dengan User, Tim Teknis maupun dengan


Pemerintah Daerah setempat.
 Menyusun program kerja perencanaan, konsep perencanaan, sketsa
gagasan rencana detail, dan lain-lain.
 Melakukan penyelidikan tanah (soil investigation) dengan sondir dan boring
seta pengukuran langsun di lokasi perencanaan.

Bab III -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Gambar Diagram Metode Pelaksanaan


 Tahap
Dasar Pertimbangan Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap Legalisasi
Penyelesaian
Perencanaan / Orientasi Persiapan Konsepsi Pra- Pengembangan E/R Penyusunan Penggan Dokumen
Tahap E/R E/R Dokumen
Perencanaan Rencana Rencana Dokumen Lelang daan lelang
Detail Lelang

Gambar
KAK dan BA  Program
Interpretasi KAK, Survey, Pengukuran, Site,

Studi literatur, konsep arsitektur, struktur, MEP, Interior,


Arsitektur Rencana
Penjelasan KAK Ruang Gambar
Arsitektur
 Sirkulasi Kerja
 Bentuk

EVALUASI / REVISI

EVALUASI / REVISI

EVALUASI / REVISI
 Zoning
 Bahan Maket
Struktur
Rencana Induk  Layout
Lingkungan / Kota  dll

DOKUMEN LELANG

DOKUMEN LELANG

DOKUMEN LELANG
dan Master Plan, Gambar
hasil perencanaan Interior RKS
tahap sebelumnya Mekanikal  Kons. Beton
Elektrikal  Kons. Atap
 Kons.
Hasil Keputusan Gambar
Penahan
Rapat oleh Pemberi Rencana
Tanah
Tugas bersama- Struktur
sama Team Proyek Sanitasi / BoQ
Drainase
 Jaringan
Gambar
Sanitasi dan
Drainase Rencana
 Mechanical Elektrikal &
 dll Mekanikal
RAB
Sanitasi/
Drainase

Konsultasi Konsultasi Konsultasi


Pemberi Tugas Pemberi Pemberi Penggan Legalisasi FINAL
Tugas Tugas daan PERENCAN
AAN

FEED BACK CANAAN

Bab III -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Adapun data yang diperlukan sebagai bahan kelengkapan untuk bahan


perencanaan yang akan diperoleh/ disurvai oleh kami pada saat tahap persiapan
setelah kami terpilih yang dinyatakan dengan SPMK/Kontrak, diantaranya
mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Informasi tentang lahan, meliputi :


1. Kondisi fisik lokasi seperti : luasan, batas-batas, dan topografi,
2. Kondisi tanah (hasil soil test bila bangunan lebih dari 1 lantai)
3. Keadaan air tanah
4. Peruntukan tanah
5. Koefisien dasar bangunan
6. Koefisien lantai bangunan
7. Perincian penggunaan lahan, perkerasan, penghijauan dan lain-lain

b. Pemakai Bangunan:
1. Struktur organisasi
2. Jumlah personil-personil sekarang dan proyeksi pengembangan untuk
tahun mendatang (umumnya 5 tahun)
3. Kegiatan utama, penunjang, pelengkap
4. Perlengkapan/peralatan khusus, jenis, berat, dan dimensinya

c. Kebutuhan Bangunan :
1. Program ruang
2. Keinginan tentang organisasi/pemanfaatan ruang
3. Letak dan elevasi bangunan sesuai kontur dan bangunan yang ada

d. Keinginan tentang ruang-ruang tertentu, baik yang berhubungan dengan


pemakai atau perlengkapan yang akan digunakan dalam ruang tersebut.

e. Keinginan tentang kemungkinan perubahan fungsi ruang / bangunan.

f. Kebutuhan tentang utilitas bangunan seperti :


1. Air bersih
 Kebutuhan (sekarang dan proyeksi mendatang)
 Sumber air dan kapasitasnya
 Jaringan air dan kapasitasnya

Bab III -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

2. Air hujan dan air buangan;


 Letak saluran kota
 Cara pembuangan keluar tapak air kotor dan sampah
3. Air kotor dan sampah
 Letak Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
 Cara pembuangan keluar dari TPS
4. Tata udara / A.C. (dipersyaratkan)
 Beban (Ton ref)
 Pembagian beban
 Sistem yang diinginkan
5. Transportasi vertikal dalam bangunan (dipersyaratkan)
 Type dan kapasitas yang akan dipilih
 Interval dan waktu tunggu (Waiting Time)
 Penggunaan Escalator dan Conveyor
6. Penanggulangan bahaya kebakaran (dipersyaratkan)
 Kebutuhan (sekarang dan mendatang)
 Detector (jenis, type)
 Fire Alarm (jenis)
 Peralatan Pemadam Kebakaran (jenis, kemampuan)
7. Pengamanan dari bahaya pencurian dan perusakan (dipersyaratkan)
 Alarm (jenis, type)
 Sistem yang dipilih
8. Jaringan listrik
 Kebutuhan daya
 Sumber daya dan spesifikasinya
 Cadangan apabila dibutuhkan (kapasitas, dan spesifikasi)
9. Jaringan komunikasi (telepon, telex, radio, intercom)
 Kebutuhan jumlah titik pembicaraan
 Sistem yang dipilih
10. Dan lain-lain sesuai keperluannya

Berdasarkan pada sifat informasi dan data yang dibutuhkan tersebut, maka
metode yang digunakan adalah metode observasi, pengukuran di lapangan,

Bab III -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

wawancara/interview dengan pihak-pihak pengguna gedung, studi literatur


terhadap hasil studi yang sudah ada.

Kegiatan ini diperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 20 (dua puluh) hari
kalender.

3. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah Laporan Pendahuluan yang terdiri dari :

a. Rencana kerja, jumlah pelaksanaan, organisasi, jumlah dan kualifikasi tim


perencana, metoda pelaksanaan dan tanggung jawab waktu perencanaan,
sistem pelaporan, dll
b. Laporan data dan informasi lapangan: Pengukuran Topografi dan geometri
tapak eksisting, Penyelidikan tanah (soil investigation).
c. Konsep skematik rencana teknis, termasuk program ruang, organisasi
hubungan ruang dll

3.2. PRA RENCANA

Pada tahap penyusunan Pra Rencana Arsitek akan mengembangkan konsepsi


dasar desain / rancangan yang terbaik yang mampu memenuhi persyaratan
program Rancangan yang dibutuhkan oleh Pemberi Tugas. Pola dan bentuk
Arsitektur bangunan diwujudkan dalam bentuk gambar-gambar dan nilai
fungsional dalam bentuk diagram-diagram; aspek-aspek kualitatif lainnya serta
aspek-aspek kuantitatif seperti perkiraan luas lantai, informasi penggunaan bahan
dan sistem, biaya dan waktu pelaksanaan pembangunan disajikan dalam bentuk
laporan tertulis. Sedangkan struktur dan MEP mulai menyusun konsep/sistem
yang akan direncanakan. Setelah diperiksa disetujui oleh Pemberi Tugas, Arsitek
akan melalui kegiatan tahap selanjutnya.

1. Tujuan Pra Rencana


 Untuk membantu Pemberi Tugas dalam memperoleh pengertian yang
lebih mendalam atas Program Rancangan yang telah dirumuskan oleh
Arsitek dalam Sketsa Gagasan.
 Untuk mencari konsepsi desain yang terbaik dan mencerminkannya
dalam jangka waktu yang paling singkat dengan biaya yang paling
ekonomis.

Bab III -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Untuk memperoleh keselarasan pengertian yang lebih mendalam atas


konsepsi desain serta pengaruhnya terhadap kelayakan proyek.
 Untuk membantu Pemberi Tugas dalam rangka perolehan
pendahuluan Izin Mendirikan Bangunan dari Pemerintah Daerah
setempat yang berwenang.

2. Metoda Kerja
Metode kerja untuk mencapai tujuan diatas adalah dengan membuat
gambar gambar kerja.Produk tahap ini untuk Pemberi Tugas pada
pokoknya berisi informasi atau gambaran mengenai sistem bangunan
secara keseluruhan.Produk tersebut disajikan dalam bentuk gambar-
gambar dan laporan tertulis.

Secara terinci, produk Pra Rencana untuk kepentingan Pemberi Tugas


terdiri dari :

 Gambar-gambar
Pada tahap ini skala gambar yang digunakan adalah 1 : 500, 1 : 200,

1 : 100, 1 : 50 sesuai dengan kejelasan informasi yang ingin disampaikan.

Gambar menjelaskan mengenai :

Denah : yang menunjukkan posisi dan nama ruangan dan ukuran


kasarnya. Tunjukkan denah-denah lantai yang penting dan lantai yang
tipikal kalau ada. Tunjukkan perbedaan tinggi lantai.

Tampak : yang menunjukkan pandangan ke arah bangunan dari empat


sisi, penampilan bahan-bahan bangunan yang digunakan, bayang-bayang
bangunan dan sebagainya.

Potongan : yang menunjukkan posisi ruangan dalam bangunan yang


dipotong secara memanjang dan lintang, yang menunjukkan garis besar
sistem struktur dari bangunan.

 Laporan :
Laporan teknis yang berisikan penjelasan tentang :

Bab III -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Pemilihan konsep bangunan


 Pemilihan sub sistem struktur yang digunakan dalam bangunan
 Pemilihan sub sistem mekanikal dan elektrikal yang digunakan dalam
bangunan

 Rencana Anggaran :
Perhitungan secara kasar biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan
bangunan tersebut lengkap dengan seluruh sub sistem.

Perhitungan didasarkan atas harga per meter persegi bangunan lengkap


dengan semua sub sistem yang ada.

Setelah diperiksa dan disetujui oleh Pemberi Tugas hasil Pra Rencana ini
dianggap oleh Arsitek sebagai dasar untuk pengembangan tahap
selanjutnya.

3. Tenaga dan Waktu

Selain Team Leader, ahli perumahsakitan, ahli peralatan medis, ahli


landscape dan Tenaga Ahli Arsitek serta asisten tenaga ahli, Tenaga Ahli
Struktur, Mekanikal, Elektrikal juga sudah mengajukan gambar – gambar
sistem, adapun waktu yang diperlukan untuk tahap ini adalah 20 (dua puluh)
hari kalender..

3.3. PENGEMBANGAN RENCANA

1. Tujuan :
 Untuk memastikan dan menguraikan ukuran serta wujud karakter proyek
secara menyeluruh dan terpadu.
 Untuk mematangkan konsepsi desain / rancangan secara keseluruhan,
terutama ditinjau dari keselarasan sistem-sistem yang terkandung di
dalamnya baik dari segi kelayakan dan fungsi, estetika dan ekonomi
bangunan.

2. Metode :
Pada tahap pra rancangan pelaksanaan baik Tenaga Ahli Arsitek, Mekanikal,
Elektrikal dan Struktur akan bekerja atas dasar Pra Rancangan / Rancangan

Bab III -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Skematik yang telah disetujui oleh Pemberi Tugas. Sistem-sistem konstruksi /


struktur bangunan dan instalasi teknik mekanikal dan elektrikal
dipertimbangkan kelayakan dan kelaikannya baik secara tersendiri maupun
secara menyeluruh / terpadu. Bahan bangunan dijelaskan secara garis besar
dengan mempertimbangkan nilai manfaat, persediaan, kemudian konstruksi
dan nilai ekonomi. Perkiraan biaya pelaksanaan pembangunan disusun
berdasarkan sistem. Arsitek menyajikan hasil dalam bentuk gambar-gambar,
diagram-diagram sistem dan laporan tertulis.

Setelah diperiksa dan disetujui oleh Pemberi Tugas, hasil rancangan


Pelaksanaan ini dianggap sebagai rancangan Tetap dan digunakan sebagai
dasar untuk mulai tahap selanjutnya.

Pada dasarnya tahap ini merupakan integrasi dari semua sub sistem yang
dipilih untuk digunakan di dalam bangunan dan yang menyatakan semua
bahan-bahan bangunan yang akan digunakan sudah jelas ditentukan.

Semua ukuran-ukuran dalam bangunan sudah ditentukan. Semua peralatan


yang akan digunakan sudah dipilih. Semua peralatan yang dipilih dan menjadi
bagian dari masing-masing sub sistem harus sudah terintegrasikan dengan
baik dalam bangunan.

Hal tersebut harus sudah ditunjukkan dalam gambar-gambar rencana


pelaksanaan.

Dalam tahap ini gambar lebih besar dari tahap sebelumnya gambar sudah
menunjukkan hal-hal yang lebih terinci, dan secara garis besar produk dalam
tahap ini harus sudah digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan
konstruksi fisik. Dengan demikian pula dengan rencana anggara biaya, sudah
lebih pasti dari pada perkiraan-perkiraan tahap sebelumnya. Hal ini
merupakan informasi penting bagi Pemberi Tugas untuk dapat memberikan
keputusan apakah perlu dilakukan perubahan-perubahan bahan atau
peralatan yang akan digunakan, bila diperlukan yang disesuaikan dengan
dana pembangunan yang disediakan.

Secara terinci, produk Pengembangan untuk kepentingan Pemberi Tugas


terdiri dari :

Bab III -9
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Gambar-gambar
Pada tahap ini skala gambar yang digunakan adalah 1 : 200, 1 : 100, 1 :
50, 1 : 20 sesuai dengan kejelasan informasi yang ingin disampaikan.

Gambar menjelaskan mengenai :

Denah : yang menunjukkan tiap lantai yang penting dan lantai tipikal;
semua titik acuan harus sudah tertentu koordinatnya dihubungkan dengan
rancangan tapak. Pada gambar denah harus sudah dijelaskan ukuran-
ukuran (dalam, luar, sumbu), ketinggian peil lantai tiap ruangan, bahan-
bahan yang digunakan.

Tampak : yang menunjukkan pandangan ke arah bangunan dari empat


sisi, dalam hal ini bahan bangunan yang digunakan digambarkan secara
jelas.

Potongan : melintang dan memanjang yang menunjukkan ketinggian


langit-langit pada setiap lantai, ketinggian bangunan secara keseluruhan,
ketinggian tiap anak tangga, tinggi ambang jendela, tinggi pintu dan
sebagainya.

Apabila diperlukan gambar potongan dapat dibuat beberapa buah agar semua
informasi tentang bangunan dapat disajikan sejelas mungkin.

Gambar system: Semua gambar – gambar sistem mekanikal dan elektrikal


serta gambar struktur sudah bisa ditampilkan untuk dibahas.
 Laporan :
Laporan teknis yang berisikan penjelasan tentang :
 Perhitungan-perhitungan yang lebih terinci tentang bangunan

 Rencana Anggaran :
Estimasi perhitungan biaya yang lebih terinci untuk masing-masing sub
sistem Arsitektur dan struktur.
Setelah diperiksa dan disetujui oleh Pemberi Tugas hasil Rancangan
pelaksanaan ini dianggap sebagai Rancangan Tetap dan digunakan oleh
Arsitek sebagai dasar untuk pengembangan tahap selanjutnya.

Bab III -10


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Tenaga dan Waktu


Pada tahap kegiatan pengembangan rencana ini diperlukan keterlibatan
seluruh Tenaga Ahli guna ikut memberikan masukan – masukan dari sisi
disiplin ilmu masing – masing sehingga hasil pengembangan rencana ini
nantinya bisa terjadi sinkronisasi baik segi arsitek, struktur, utilitas,
lansekap dan kaidah – kaidah perencanaan bangunan. Sedangkan waktu
yang diperlukan diestimasikan sekitar 15 (Lima belas) hari kalender.

4. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah sebagai berikut :

1. Rencana pengembangan arsitektur, beserta uraian konsep dwi dan trimatra


bila diperlukan
2. Rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya
3. Rencana mekanikal, elektrikal, beserta uraian konsep dan perhitungannya
4. Garis besar spesifikasi teknis (Outline Specification)
5. Perkiraan biaya yang lebih rinci

3.4. PENYUSUNAN RENCANA DETAIL (GAMBAR KERJA, RKS DAN RAB)


1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah mempersiapkan gambar-gambar detail atau
gambar pelaksanaan, menyusun Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dan
Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta perhitungan-perhitungan konstruksi
dan kekuatannya, yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dan
syarat-syarat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang sifatnya
mengikat dan mempunyai kekuatan hukum.

Pada tahap ini gambar – gambar kerja / gambar detail yang diperlukan adalah
gambar struktur dan gambar sparing, sedangkan gambar arsitektur hanya
merupakan gambar informasi yang pada tahap ini belum dikembangkan lebih
detail.

2. Metoda Kerja
Berpedoman kepada gambar Pra Rencana yang telah disepakati bersama
dengan pihak Pemberi Tugas (user), untuk selanjutnya pada tahap
pembangunan ini masing-masing disiplin ahli terutama tenaga ahli struktur

Bab III -11


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

dan mektan menganalisis dan mengembangkan rencananya dikaitkan dengan


teknis pelaksanaan di lapangan.Dari hasil analisis tersebut kemudian
ditentukan spesifikasi penggunaan bahan dan konstruksi, dimensi-dimensi
struktur utama dan struktur penunjangnya, serta pemakaian sarana dan
prasarana bangunannya agar memenuhi persyaratan teknis dan biayanya.

Kegiatan studio gambar dalam mempersiapkan gambar-gambar kerja perlu


dikoordinir oleh seorang arsitek dan seorang konstruktor dengan dibantu oleh
seorang koordinator studio dan seluruh tenaga gambar (draftman).Bersamaan
dengan kegiatan ini, estimator juga mulai memperhitungkan masalah biaya
yang memungkinkan untuk mendukung Perencanaan Pembangunan Gedung
Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas
3 RSAU dr. M. Salamun Bandung.

3. Waktu dan Tenaga


Pada kegiatan ini seluruh tenaga baik tenaga ahli maupun tenaga penunjang
bekerja secara paralel baik ahli Arsitek, asisten tenaga ahli, ahli
Struktur/Mektan, ahli Mekanikal dan Elektrikal, Ahli Estimator, Koordinator
Studio dan tenaga gambar (draftman), dan lain - lain.

Keterlibatan waktu untuk menyelesaikan tahap kegiatan ini adalah selama 35


(tiga puluh lima) hari kalender.

4. Keluaran
Keluaran pada tahap ini adalah sebagai berikut :

1. Rencana pengembangan arsitektur, beserta uraian konsep dwi dan


trimatra bila diperlukan
2. Rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya
3. Rencana mekanikal, elektrikal, beserta uraian konsep dan perhitungannya
4. Garis besar spesifikasi teknis (Outline Specification)
5. Perkiraan biaya yang lebih rinci

Bab III -12


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3.5. POGRAM KERJA


Sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) serta Kerangka Acuan
Kerja (KAK) yang ditetapkan oleh pihak Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, maka interpretasi Kami
terhadap lingkup pekerjaan Konsultan Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang
Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr.
M. Salamun Bandung harus ditangani secara terpadu dari seluruh sistim dan sub
sistim perencanaan, yang meliputi perencanaan: arsitektur, sipil-struktur,
mekanikal-pemipaan, dan elektrikal.

Lingkup pekerjaan perencanaan harus ditangani secara terpadu mulai awal sampai
berakhirnya tahap perencanaan proyek, tahap pelelangan konstruksi serta tahap
pengawasan berkala saat pelaksanaan konstruksi, sehingga didapat hasil
perencanaan proyek secara utuh serta hasil fisik bangunan yang diharapkan oleh
pihak Pemberi Tugas (Pengguna Jasa).

Secara rinci rencana kerja Konsultan Perencana dapat diuraikan sebagai berikut:

3.5.1. TAHAP PERSIAPAN PERENCANAAN ( PENDAHULUAN )


Pada tahap persiapan perencanaan Konsultan Perencana akan melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

i. Survey pengumpulan data dan informasi lapangan, data penyelidikan tanah,


keterangan rencana kota, dll
ii. Interpretasi terhadap KAK mencakup tanggapan dan pemahaman konsultan
terhadap KAK, organisasi, jumlah dan kualifikasi tenaga ahli perencana,
metoda pelaksanaan, apresiasi inovasi serta program kerja perencanaan.
iii. Konsepsi skematik perencanaan termasuk program ruang, besaran ruang,
hubungan ruang, zoning dan skesta gagasan.
iv. Studi literatur mencakup standar teknis yang digunakan serta peraturan yang
terkait dalam perencanaan bangunan gedung.
.

Bab III -13


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

1. Interprestasi KAK dan Studi Literatur / Data Perencanaan Tahap


Sebelumnya
a. Klarifikasi Kerangka Acuan Kerja (KAK)/ Term of Reference (TOR)
dengan PPK, MK dan Tim Teknis Terkait yang ditetapkan pihak Kuasa
Pengguna Anggaran.
b. Memeriksa data perencanaan sebelumnya dan dokumen dari Pemberi
Tugas atau Calon Pengguna dari pihak Kuasa Pengguna Anggaran.
c. Klarifikasi terdadap kriteria perencanaan (Design Criteria) dengan
Pinlak, MK dan Tim Teknis Terkait yang ditetapkan pihak Pemberi
Tugas.
d. Melakukan studi literatur yang relevan.

2. Survey pengumpulan Data Laporan dan Investigasi


Data-data yang harus dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a. Survey Data.
1) Data Primer :
 Pengukuran lahan untuk mendapatkan :

- Batas lahan
- Luasan
- Kontur
 Soil Test (investigasi tanah) untuk mengetahui komposisi tanah,
daya dukung tanah, dsb.
2) Data Sekunder:
- Data perencanaan sebelumnya
- Peta-peta (data eksisting bangunan)
- Studi Perbandingan dan Literatur
- Data-data Kondisi Eksisting
b. Data dan informasi lahan dan sekitarnya :
1) Lokasi lahan dan bangunan sekitarnya (dilampiri gambar situasi).
2) Ukuran dan bentuk lahan yang jelas batas-batasnya.
3) Topografi dan perbedaan tinggi/rendah tanah terhadap
muka/punggung jalan yang ada di dalamnnya serta muka lantai/peil
bangunan yang ada dan akan digunakan sebagai titik
awal/patokan/titik duga.

Bab III -14


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

4) Kondisi air zigma tanah/daya dukung tanah dari hasil soil test
berdasrkan hasil Laboratorium Mekanika Tanah dan data-data
tanah lainnya yang diperlukan untuk perencanaan bangunan berat
dan curah hujan.
5) Status lahan, hubungannya dengan Pemberi Tugas.
6) Saluran-saluran kota yang ada disekitar lokasi, antara lain: saluran
air bersih, saluran air kotor, listrik dan telepon.
7) Kemungkinan adanya rencana pembangunan prasarana.
Kwantitasnya pada pelaksanaannya.
8) Kondisi lahan berkaitan dengan usulan type pondasi yang akan
dipakai.
9) Kondisi jalan disekitar, lebar jalan, kelas jalan dan sebagainya.
c. Informasi dari pemerintah daerah setempat, antara lain :
1) Advis planning (Keterangan Peruntukkan) dari Pemerintah Daerah
setempat dan penjelasan perihal High Control Zone.
2) Ketentuan tentang ruang yang berlaku untuk lahan, seperti, Garis
Sempadan Bangunan (GSB), Koeffisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), tinggi bangunan, perkerasan
dan sebagainya.
3) Standard-standard yang harus digunakan.
4) Peraturan-peraturan yang harus diikuti dalam perencanaan
maupun pelaksanaan bangunan.
5) Iuran-iuran yang harus dibayar.
6) dan lain-lain.

3. Menyusun Konsepsi Perencanaan, yang antara lain meliputi:


a. Analisa hasil pengumpulan data dan informasi awal, antara lain
meliputi aspek: tata kota, lingkungan, lahan (kontur, sumber air,
penyelidikan tanah, komposisi tanah), master plan dan aspek lain yang
terkait.
b. Menetapkan Konsep Perencanaan bersama Pemberi Tugas yang
meliputi konsep-konsep: detail arsitektur,detail interior, struktur,
mekanikal, pemipaan, elektrikal.
c. Menyusun program pelaksanaan pekerjaan perencanaan terinci, yang
akan meliputi: Program kerja,jadual kegiatan perencanaan,pelaporan

Bab III -15


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

proses persetujuan dan jadual persetujuan hasil perencanaan, yang


kami tuangkan dalam bentuk Dokumen Laporan Pendahuluan.

4. Koordinasi External Dan Presentasi Laporan Pendahuluan :


1. Melakukan konsultasi dengan Kuasa Pengguna Anggaran, PPK/PPTK,
MK dan Pemerintah setempat atas rencana pekerjaan perencanaan.
2. Mengadakan Expose/ Presentasi I (Presentasi Laporan Pendahuluan)
Presentasi Laporan Pendahuluan meliputi ruang lingkup, rencana kerja,
jadwal pelaksanaan pekerjaan, sistem pelaporan dan lain – lain.

Melakukan Presentasi I dengan target :

1. Melakukan konsultasi dengan Kuasa Pengguna Anggaran, PPK/PPTK, dan


Pemerintah setempat atas rencana pekerjaan perencanaan
2. Menyepakati Rencana Kerja, Jadwal Pelaksanaan, data-data yang akan
dikumpulkan / disurvey, stándar-stándar pelaksanaan pekerjaan
3. Presentasi konsep desain yang meliputi, Program Ruang, stándar luasan,
sarana dan prasarana yang harus ada, konsep mekanikal elektrikal, plumbing,
konsep struktur dsb
4. Melakukan klarifikasi :
 Klarifikasi lokasi perencanaan
 Klarifikasi hasil interpretasi terhadap KAK
 Klarifikasi hasil interpretasi terhadap Dokumen Block Plan
 Menyepakati kebutuhan sarana dan prasarana
5. Menyepakati agenda pada pertemuan berikutnya

Bab III -16


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3.5.2. TAHAP PRA RENCANA


Pada tahap pra-rencana Konsultan Perencana akan melakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:

a. Menyusun Rancangan Skematik berikut gagasan perancangan yang dapat


memberikan gambaran yang cukup jelas tentang pola pembagian ruang-
ruang, bentuk bangunan dan semua aspek bangunan serta kemungkinan
pelaksanaan pembangunannya.
b. Uraian penjelasan konsep rancangan dan analisis pengembangan program
perencanaan.
c. Pola dan bentuk arsitektur bangunan diwujudkan dalam bentuk gambar-
gambar dan nilai fungsional yang diuraikan/dijelaskan dalam bentuk diagram.
d. Uraian perhitungan dan sistim dari sub sistim yang terpadu dengan
perencanaan bangunan.
e. Menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk pengurusan dalam
mendapatkan Ijin Pendahuluan dari Pemerintah Daerah setempat.
f. Uraian secara garis besar tentang penggunaan bahan bangunan dan
spesifikasi teknis sistem bangunan.
g. Membuat prakiraan Anggaran Biaya Konstruksi.

Melakukan Presentasi yang ke II dengan target :

1. Mempresentasikan hasil perbaikan konsep perencanaan / gambar pra


rencana
2. Klarifikasi hasil pengukuran lokasi, hasil dan data lainnya
3. Mempresentasikan gambar Pra-perencanaan yang meliputi program ruang,
zoning, sirkulasi, denah, tampak dan potongan untuk bahan purpose advis
planning
4. Menyepakati Gambar-gambar pra design
i. Gambar Arsitektur dan Interior
ii. Gambar Mekanikal dan Plumbing
iii. Gambar Elektrikal

Bab III -17


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

5. Menyepakati kebutuhan sarana dan prasarana


6. Menyampaikan estimasi perkiraan biaya
7. Menyepakati jenis struktur termasuk jenis pondasi yang akan dipakai
8. Merumuskan materi presentasi ke- III

3.5.3. TAHAP PENGEMBANGAN RENCANA


Pada tahap penyusunan penyesuaian pengembangan rencana Konsultan
Perencana akan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Memastikan dan menguraikan ukuran secara lebih rinci serta mewujudkan


karakter bangunan secara menyeluruh dan terpadu.
2. Memperoleh kejelasan teknis pelaksanaan pembangunan, agar konsep
rancangan yang tercermin dalam rancangan tetap dapat diwujudkan secara
fisik, dengan mempertimbangkan tahapan pembangunan berdasarkan pagu
dana yang tersedia.
3. Mempertimbangkan kelaikan sistim struktur bangunan, instalasi mekanikal,
instalasi elektrikal baik secara tersendiri atau terpadu; dengan
mempertimbangkan nilai manfaat, pengadaan material, konstruksi dan nilai
ekonomi.
4. Memperoleh kejelasan kualitatif dan kuantitatif, agar biaya dan waktu
pelaksanaan pembangunan dapat dihitung dengan seksama dan
dipertanggung-jawabkan.
5. Melengkapi kejelasan teknis dalam bentuk spesifikasi teknis.

Melakukan Expose/ presentasi yang ke III dengan target:

1. Melaporkan hasil perbaikan pada presentasi sebelumnya


2. Mempresentasikan gambar hasil perkembangan perencanaan meliputi :
- Rencana arsitektur beserta uraian konsep dan visualisasi gambar 3D
- Rencana interior beserta uraian konsep dan gambar 3D
- Rencana mekanikal/ Plumbing beserta uraian konsep dan
perhitungannya
- Rencana elektrikal beserta uraian konsep dan perhitungannya

Bab III -18


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

- Rencana landscape beserta uraian konsep dan perhitungannya


- Rencana struktur beserta uraian konsep dan perhitungannya
3. Menjelaskan garis besar spesifikasi teknis (outline specification)
4. Menjelaskan perkiraan perhitungan biaya yang lebih detail
5. Menyepakati agenda pada presentasi berikutnya

3.5.4. TAHAP RENCANA DETAIL (GAMBAR KERJA, RKS DAN RAB)


Pada tahap rencana detail, konsultan perencana akan membuat rencana yang
lebih/ sangat detail dari gambar – gambar yang telah mendapatkan persetujuan
pada tahap sebelumnya, adanya kegiatan yang kami lakukan pada tahap ini
adalah sebagai berikut :

1. Membuat dokumen gambar perencanaan (gambar kerja/ gambar detail


pelaksanaan) :
a. Gambar arsitektur
b. Gambar struktur
c. Gambar mekanikal
d. Gambar elektrikal
e. Gambar interior
2. Membuat dokumen Rencana Kerja dan Syarat – syarat (RKS)
3. Membuat dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB)/ Engineer Estimate (EE)
serta Bill of Quantity (BoQ)
4. Membuat laporan akhir perencanaan yang berisi penjelasan tertulis mengenai
data-data teknis, ukuran, jumlah dan kapasitas ruang, konsep perencanaan
dari masing-masing sub system (arsitektur, perhitungan struktur, mekanikal
dan elektrikal).

Melakukan Expose/ presentasi yang ke IV dengan target :

1. Menyampaikan hasil perbaikan sesuai risalah presentasi sebelumnya


2. Mempresentasikan gambar-gambar detail.
3. Memfinalkan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS).
4. Menyampaikan hasil perhitungan Bill of Quantity (BoQ).
5. Menyampaikan hasil perhitungan Engineer Estimate (EE) lengkap dengan
analisanya.

Bab III -19


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

6. Mempresentasikan gambar 3 dimensi


7. Mengadakan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen hasil perencanaan
sesuai KAK dan Dokumen Kontrak.
8. Membicarakan rencana pengesahan dokumen perencanaan dan serah
terima pekerjaan hasil akhir perencanaan.
9. Membahas persiapan lelang fisik

3.5.5. KEWAJIBAN KONSULTAN PERENCANA


Sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) serta Kerangka Acuan
Kerja (KAK) yang ditetapkan oleh pihak Panitia Pengadaan Barang dan Jasa,
maka kewajiban Konsultan Perencana untuk Proyek ini meliputi :

1. Tahap Perencanaan :
a. Meninjau/melihat dan meneliti lokasi lahan untuk mendapatkan
gambaran dan suasana kondisi/situasi existing, data-data primer berupa
ukuran site, fasilitas utilitas yang tersedia, potensi dan kendalanya serta
mengadakan survey topografi dan survey geoteknik sehingga data yang
didapat akurat dan dapat dipertanggung jawabkan dalam proses
perencanaan.
b. Mencari data-data sekunder antar lain berupa Master Plan, data fisik
eksisting (bangunan & sistem utilitasnya), serta peraturan-peraturan
dan atau persyaratan-persyaratan yang berlaku/disyaratkan untuk
perencanaan.
c. Mengadakan koordinasi, konsultasi, presentasi dan komunikasi yang
intensif dengan KPA, MK dan Tim Teknis serta pihak-pihak instansi
teknis terkait; berkenaan dengan masalah perencanaan dalam bentuk
rapat-rapat rutin atau rapat-rapat ad-hoc untuk keperluan yang penting
dan mendesak.
d. Segala bentuk komunikasi yang bersifat usulan, keputusan-keputusan
dan perubahan-perubahan harus/wajib dibuat tertulis dalam bentuk
surat maupun risalah rapat dan bersifat mengikat kontraktual.
e. Menghadiri rapat-rapat rutin, rapat-rapat koordinasi, rapat ad-hoc dan
undangan dari proyek (bila proyek menghendaki) ke kantor proyek.

Bab III -20


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

f. Bertanggung jawab atas pekerjaan perencanaan, meskipun pihak


Pemberi Tugas atau Pimpro telah menyetujui hasil perencanaan, RKS
dan dokumen teknis lainnya.

2. Konsultasi dan Legalisasi Dokumen Perencanaan.


Diwajibkan secara periodik (sesuai jadwal dan keperluannya) melakukan
konsultasi dengan Kuasa Pengguna Anggaran selaku Pemberi Tugas, atau
kepada Tim yang telah ditunjuk oleh Pengguna Jasa berkaitan dengan
pelaksanaan tugas, yang tidak terbatas pada kejelasan sebagai berikut :

a. Jadwal dan tahapan konsultasi serta target pelaksanaan pekerjaan dan


Program Kerja yang telah disusun oleh Konsultan Perencana.
b. Selama proses kegiatan survey di lapangan dan pelaksanaan pekerjaan
perencanaan, konsultan perencana wajib senantiasa berkonsultasi
dengan PPK/Tim teknis
c. Wajib mengikuti/mentaati proses legalisasi Dokumen Perencanaan
sesuai bagan alur.

Bab III -21


LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
PEKERJAAN

4.1. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

Jadwal kegiatan perencanaan disusun setidaknya berdasarkan :

 Jangka waktu pelaksanaan


 Volume kegiatan
 Jenis dan kompleksitas kegiatan
 Jumlah, kualitas Tenaga Ahli dan Tenaga Penunjang yang terlibat
 Kesiapan semua unsur-unsur terkait

Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan perencanaan adalah 3 (tiga) bulan atau 90


(sembilan puluh) hari kalender, dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut selain
diperlukan tenaga ahli yang handal dengan jumlah yang cukup, pelaksanaan
kegiatan ini yang lebih penting lagi adalah penjadwalan yang tepat. Selama tidak
berbenturan dan bisa saling melengkapi antara kegiatan satu dengan kegiatan
lainnya akan dikerjakan secara simultan.

Saat dimulai pelaksanaan pekerjaan ini adalah saat ditandatangani Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK). Setiap akhir dari tahapan pelaksanaan pekerjaan akan
dilakukan konsultasi / diskusi baik dengan user maupun dengan instansi terkait.

Jadwal pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Bab IV -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG OPERASI, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD,
DAN GEDUNG RAWAT INAP KELAS 3 RSAU dr. M. SALAMUN BANDUNG
WAKTU PELAKSANAAN DED 90 HARI KALENDER (03 OKTOBER 2017 - 31 DESEMBER 2017)

WAKTU PELAKSANAAN
No. TAHAPAN URAIAN KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER KETERANGAN
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

I KONSEPSI PERENCANAAN
1 Interpretasi KAK/study literatur 20 HK
2 Pengumpulan data & Informasi Lapangan
3 Pengukuran
4 Klarifikasi data
5 Membuat Konsep, gagasan, sketsa
6 Konsultasi 1

II PRA RENCANA
1 Analisa Data 20 HK
2 Rencana Program Ruang
3 Rencana Denah/Tapak/Potongan bangunan
4 Rencana perkiraan biaya
5 Konsultasi / Presentasi 2
6 Review Konsep & Hasil Konsultasi aw al
sebelumnya

III PENGEMBANGAN RENCANA


1 Gambar arsitektur 15 HK
2 Gambar struktur
3 Gambar ME & utilitas
4 Outline specifications
5 Usulan Gambar 3D
6 Perkiraan biaya
7 Konsultasi / presentasi 3

IV RENCANA DETAIL
1 Gambar detail : arsitektur, struktur, mekanikal, 35 HK
elektrikal
2 Menyusun RKS
3 Menyusun BoQ
4 Menyusun RAB
5 Presentasi 4
6 Penyempurnaan
7 Pengesahan dari instansi terkait
8 Gambar 3D Final
9 Animasi
10 Flashdisk
11 Maket

Catatan :
Waktu efektif Penyelesaian Perencanaan Total
Waktu yang bisa dilaksanakan secara simultan
Presentasi

4.2. KEGIATAN PRESENTASI

Target setiap kegiatan presentasi diuraikan seperti di bawah ini.

Presentasi I dengan target :


1. Melakukan konsultasi dengan Kuasa Pengguna Anggaran, PPK/PPTK, dan
Pemerintah setempat atas rencana pekerjaan perencanaan
2. Menyepakati Rencana Kerja, Jadwal Pelaksanaan, data-data yang akan
dikumpulkan / disurvei, stándar-stándar pelaksanaan pekerjaan

Bab IV -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Presentasi konsep desain yang meliputi, Program Ruang, stándar luasan,


sarana dan prasarana yang harus ada, konsep mekanikal elektrikal, plumbing,
konsep struktur dsb
4. Melakukan klarifikasi :
5. Klarifikasi lokasi perencanaan
6. Klarifikasi hasil interpretasi terhadap KAK
7. Klarifikasi hasil interpretasi terhadap Dokumen Block Plan
8. Menyepakati kebutuhan sarana dan prasarana
9. Menyepakati agenda pada pertemuan berikutnya

Presentasi II dengan target:

1. Mempresentasikan hasil perbaikan konsep perencanaan/ gambar pra rencana


2. Klarifikasi hasil pengukuran lokasi, hasil dan data lainnya
3. Mempresentasikan gambar Pra-perencanaan yang meliputi program ruang,
zoning, sirkulasi, denah, tampak dan potongan untuk bahan purpose advis
planning
4. Menyepakati Gambar-gambar pra design
a. Gambar Arsitektur, (Denah, Tampak, Potongan)
b. Gambar Mekanikal dan Plumbing
c. Gambar Elektrikal
5. Menyepakati kebutuhan sarana dan prasarana
6. Menyampaikan estimasi perkiraan biaya
7. Menyepakati jenis struktur termasuk jenis pondasi yang akan dipakai
8. Merumuskan materi presentasi ke- III

Presentasi III dengan target:

1. Melaporkan hasil perbaikan pada presentasi sebelumnya


2. Mempresentasikan gambar hasil pengembangan rencana meliputi :
a. Rencana arsitektur beserta uraian konsep dan visualisasi gambar 3D
b. Rencana interior beserta uraian konsep dan gambar 3D
c. Rencana mekanikal/ Plumbing beserta uraian konsep dan perhitungannya
d. Rencana elektrikal beserta uraian konsep dan perhitungannya
e. Rencana struktur beserta uraian konsep dan perhitungannya

Bab IV -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

3. Menjelaskan garis besar spesifikasi teknis (outline specification)


4. Menjelaskan perkiraan perhitungan biaya yang lebih detail
5. Menyepakati agenda pada presentasi berikutnya

Presentasi IV dengan target:

1. Menyampaikan hasil perbaikan sesuai risalah presentasi sebelumnya


2. Mempresentasikan gambar-gambar detail
3. Memfinalkan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
4. Menyampaikan hasil perhitungan Bill of Quantity (BoQ)
5. Menyampaikan hasil perhitungan Engineer Estimate (EE) lengkap dengan
analisanya
6. Mempresentasikan gambar 3 dimensi
7. Mengadakan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen hasil perencanaan sesuai
KAK dan Dokumen Kontrak
8. Membicarakan rencana pengesahan dokumen perencanaan dan serah terima
pekerjaan hasil akhir perencanaan

Bab IV -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB V
ORGANISASI PELAKSANAAN

5.1. ORGANISASI PELAKSANAAN

Organisasi merupakan salah satu fungsi manajemen atau alat untuk mencapai
tujuan. Agar pekerjaan perencanaan ini dapat berjalan lancar, terarah, terkoordinasi
maka perlu adanya organisasi kerja yang baik yang merupakan Team Work.

Struktur organisasi pelaksana pekerjaan adalah sebagai berikut :

Bab V -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

Gambar Struktur Organisasi Pelaksana

PT. PANDU PERSADA

Panji Harjasa, ST. MT.

Team Leader
Dr. Abang Winarwan

Koordinator Tenaga Koordinator Tenaga Koordinator Tenaga


Ahli Ahli Ahli Ahli Ahli Ahli
Arsitektur Arsitektur Sipil/ Struktur Sipil/ Struktur Elektrikal Elektrikal

Ir. Permadi Herry Putranto  Ir. Arie Adrian M. Arif Toto Rahardjo, ST,  Ir. Zafri Malik Ir. Aryono Dwi Nugroho  Ir. Dwiyanto, MT
M.Eng
 Trianjaya Wicaksana,  Dwi Haryono Aji W, ST,  Dwi Arsa Priambodo, ST
ST, MT MT

Koordinator Tenaga Koordinator Tenaga Tenaga Tenaga


Ahli Ahli Ahli Ahli Ahli Manajemen Ahli
Mekanikal Mekanikal Interior Interior Rumah Sakit Estimator Biaya

Ir. Bambang Wahyu  Ir. Liliek Sudirahardjo Benny Ardinan, ST Achmad Sulaeman, ST Drs. Dadang Kusnadi, Sriyono, ST, MT
Handoko MARS
 Desman Nurahmanto,
ST

TENAGA PENDUKUNG

TENAGA PENDUKUNG
Administrasi / Keuangan : Ina Nurdamayanti, S.Sos
Surveyor : Suryoto, Aminudin, Achmad Sudarmanto, M. Waliyulloh Firdaus, Purwo Hendri Siswoyo, Eko Aprianto
Estimator : Anies Mujihartono, ST, Asep Fajar Supriatna, ST, Sukasdi, ST, Priyo Budisantoso, ST, Andik Hadi Wijaya, ST, Wardi, ST
Drafter CAD : Rizwan Aries Setiadi, ST, Rino Kurniowati, ST, Rahmat Adesaputra, ST, Andri Faizal, ST, Siti Aisyah Damiati, ST, Adhityo Januprabowo, ST
Operator Komputer : Daryanto, S.Kom, Fany Fitryani, Amd

Asisten Tenaga Ahli & Tenaga Pendukung


Bab V -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

5.2. KOORDINASI KERJA

Koordinasi kerja perencanaan dikategorikan dalam koordinasi ekstern dan


koordinasi intern, dimana koordinasi ekstern adalah hubungan Konsultan dengan
pihak-pihak luar yang berkaitan dengan pekerjaan perencanaan konstruksi dan
koordinasi intern adalah koordinasi dalam perusahaan Konsultan sendiri dalam
masalah kelancaran kegiatan perencanaan.
a. Koordinasi Kerja Ekstern
Adalah koordinasi antara Konsultan Perencana dengan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses pekerjaan ini antara lain pihak Proyek/Pemerintah, unsur
teknis, dan semua permasalahan yang bersifat teknis maupun administratif
dapat segera diatasi, sehingga tidak mengganggu jalannya pekerjaan
Perencanaan. Hal ini disebabkan semua unsur-unsur yang tersebut di atas
masing-masing saling terkait satu sama lain.

b. Koordinasi Kerja Intern


Adalah koordinasi antara bagian-bagian dalam perusahaan yang menangani
kegiatan perencanaan, dimana semua bagian-bagian atau unsur-unsur
perusahaan yang terlibat mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hal ini akan
memudahkan dalam mencari jalan keluarnya apabila terdapat permasalahan di
lapangan yang sifatnya berupa teknis pelaksanaan pekerjaan perencanaan
tersebut.

5.3. STRATEGI MANAJEMEN

Keberhasilan Team Work ini tergantung pada strategi manajemen yang dipakai
dimana untuk pekerjaan ini dipergunakan :
a. Strategi manajemen komunikasi, dipakai strategi komunikasi terbuka terbatas
artinya segala permasalahan penting didiskusikan lebih dahulu sebelum
diambil keputusan.
b. Strategi manajemen organisasi, dipakai sistem terpusat dalam perwakilan sub
bidang pekerjaan artinya di masing-masing bidang pekerjaan perlu adanya
personil-personil ahli yang sesuai bidangnya, bertugas dan bertanggung jawab
pada penanggung jawab kegiatan.
c. Strategi manajemen keuangan, dipakai sistem terbuka terbatas, artinya
administrasi dan keuangan dapat dipantau dan diketahui setiap oleh anggota

Bab V -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

tertentu sesuai kemenangan dan penyelesaian semua administrasi maupun


keuangan bertanggung jawab kepada Penanggung Jawab Kegiatan dan
Direktur Perusahaan.

5.4. SISTEM PENGENDALIAN KEGIATAN

Konsultan Perencana dalam menjalankan tugas dari tahap awal sampai tahap
penyerahan hasil pekerjaan, melakukan beberapa langkah kegiatan dengan
memenuhi prosedur dan hubungan kerja dengan berbagai pihak, yang secara
diagramatik bisa digambarkan sebagai berikut :

Diagram Prosedur Kegiatan Perencanaan


Pemroses
No. Kegiatan Hasil
a b c d e
1 Persiapan  Aspirasi Bowheer
 Program Survey Lap.
2 Survey Lapangan  Temuan dan Data Fisik di
lapangan
 Masukan dari User
3 Penyusunan Pra  Persetujuan terhadap pra-
Rancangan, rencana
Pengembangan & DED

4 Penyusunan gambar  Persetujuan tahap gambar


kerja, RKS dan RAB kerja, RKS, dan RAB
5 Penyiapan Dokumen  Persetujuan terhadap
Pelelangan Dokumen Lelang
6 Penggandaan Dokumen  Penyerahan Dokumen Lelang
Lelang
7 Pengawasan Berkala  Laporan Akhir Perencanaan

Notasi :
a. Kuasa Pengguna Anggaran
Terlibat langsung
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Terlibat tidak langsung c. Pengelola Teknik Proyek & Unsur Terkait
d. User/Pemakai
e. Konsultan MK (Bila ada)

Dalam suatu proses dan prosedur pengelolaan dan pengendalian perencanaan


proyek tersebut, terlibat unsur-unsur :
 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
 Pemakai/User
 Konsultan Perencana

Bab V -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

5.5. JADWAL PENUGASAN PERSONIL


JADWAL PENUGASAN PERSONIL PEKERJAAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG OPERASI, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD,
DAN GEDUNG RAWAT INAP KELAS 3 RSAU dr. M. SALAMUN BANDUNG
WAKTU PELAKSANAAN DED 90 HARI KALENDER (03 OKTOBER 2017 - 31 DESEMBER 2017)

Bulan Ke-
Pengawasan
No Nama Personil Jabatan OKTOBER NOVEMBER DESEMBER Keterlibatan
Berkala
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

A TENAGA AHLI
1 Dr. Abang Winarwan Team Leader 2.60
2 Ir. Permadi Herry Putranto Koordinator Ahli Arsitektur 2.10
3 Ir. Arie Adrian Tenaga Ahli Arsitektur 2.10
4 Trianjaya Wicaksana, ST, MT Tenaga Ahli Arsitektur 2.10
5 M. Arif Toto Rahardjo, ST, M.EngKoordinator Ahli Sipil/Struktur 1.53
6 Ir. Zafri Malik Tenaga Ahli Sipil/Struktur 1.53
7 Dwi Haryono Aji W, ST, MT Tenaga Ahli Sipil/Struktur 1.53
8 Ir. Aryono Dwi Nugroho Koordinator Ahli Elektrikal 1.73
9 Ir. Dwiyanto, MT Tenaga Ahli Elektrikal 1.73
10 Dwi Arsa Priambodo, ST Tenaga Ahli Elektrikal 1.73
11 Ir. Bambang Wahyu Handoko Koordinator Ahli Mekanikal 1.53
12 Ir. Liliek Sudirahardjo Tenaga Ahli Mekanikal 1.53
13 Desman Nurahmanto, ST Tenaga Ahli Mekanikal 1.53
14 Benny Ardinan, ST Koordinator Ahli Interior 1.47
15 Achmad Sulaeman, ST Tenaga Ahli Interior 1.47
16 Drs. Dadang Kusnadi, MARS Tenaga Ahli Manaj Rumah Sakit 1.87
17 Sriyono, ST, MT Tenaga Ahli Estimator Biaya 1.90

Bulan Ke-
Pengawasan
No Nama Personil Jabatan OKTOBER NOVEMBER DESEMBER Keterlibatan
Berkala
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

B TENAGA PENDUKUNG
1 Ina Nurdamayanti, S.Sos Administrasi / Keuangan 2.53
2 Suryoto Surveyor 0.73
3 Aminudin Surveyor 0.73
4 Achmad Sudarmanto Surveyor 0.73
5 M. Waliyulloh Firdaus Surveyor 0.73
6 Purwo Hendri Siswoyo Surveyor 0.73
7 Eko Aprianto Surveyor 0.73
8 Anies Mujihartono, ST Estimator 1.80
9 Asep Fajar Supriatna, ST Estimator 1.80
10 Sukasdi, ST Estimator 1.80
11 Priyo Budisantoso, ST Estimator 1.80
12 Andik Hadi Wijaya, ST Estimator 1.80
13 Wardi, ST Estimator 1.80
14 Rizwan Aries Setiadi, ST Drafter CAD 2.23
15 Rino Kurniowati, ST Drafter CAD 2.23
16 Rahmat Adesaputra, ST Drafter CAD 2.23
17 Andri Faizal, ST Drafter CAD 2.23
18 Siti Aisyah Damiati, ST Drafter CAD 2.23
19 Adhityo Januprabowo, ST Drafter CAD 2.23
20 Daryanto, S.Kom Operator Komputer 2.53
21 Fany Fitryani, Amd Operator Komputer 2.53

KETERANGAN :
Waktu Kerja Full
Waktu Kerja periodik

Bab V -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB VI
LAPORAN

6.1. SISTEM PELAPORAN

Semua dokumen yang menjadi laporan hasil pekerjaan perencanaan diproses


dengan system komputerisasi terutama untuk gambar-gambar perencanaan ini
mempunyai keuntungan :

1. Lebih cepat pembuatannya / penggambarannya


2. Bila ada perubahan-perubahan / koreksi gambar akan cepat bisa dilakukan
3. Semua ukuran-ukuran / skala lebih akurat
4. Sewaktu-waktu diperlukan, gambar dalam ukuran / skala berapapun akan dapat
bisa diadakan / dicetak
5. Mempermudah penyimpanan arsip / file baik untuk perencana maupun User dan
Pimpinan Proyek.

Sistem penyampaian laporan akan disesuaikan berdasarkan tahapan pelaksanaan


pekerjaan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi terkait.

6.2. KELUARAN/OUTPUT HASIL PEKERJAAN PERENCANAAN

Secara umum keluaran yang dihasilkan oleh Konsultan Perencana dalam pekerjaan
ini secara periodik selama masa kontrak adalah sebagai berikut :

1. Laporan Pendahuluan / Konsep Rencana Teknis


Sesuai proses /tahapan pelaksanaan pekerjaan, antara lain memuat :
a. Laporan Survei / Pengukuran / Photo
b. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah (Sondir dan Boring)
c. Konsep Perencanaan

Bab VI -1
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

d. Metodologi

2. Lapoaran Antara
Sesuai proses/tahapan pelaksanaan pekerjaan, antara lain memuat :
a. Laporan Konsep Perancangan & Program, sesuai dengan lingkup pekerjaan.
Ruang / Bangunan / Tapak/Lingkungan / Vegetasi dan Sanprasnya (Jenis,
volume / besaran, kapasitas, spesifikasi dan persyaratan dll.) serta sketsa-
sketsa 3D.
b. Laporan Pra Rancangan (Gambar-gambar + Perkiraan Biaya Global)
c. Laporan Pengembangan Rancangan

3. Produk Akhir
Produk akhir terdiri dari :
a. Dokumen Perencanaan Lengkap (Gambar Arsitek, Struktur Mekanikal,
Elektrikal dan Plambing /MEP)
b. Kalkir Dokumen Perencanaan
c. Executive summary
d. Gambar-gambar Perspektif Eksterior/Interior dalam figura kaca
e. Gambar Animasi dengan waktu tayang minimal 15 menit.
f. Maket lengkap dengan kaca+meja, ukuran 1x1 m

Jenis dan Jumlah Produk Perencanaan Adalah :

1. Laporan Pendahuluan 5 Buku


2. Laporan Hasil Survey/Pengukuran/Photo 5 Buku
3. Laporan Penyelidikan Tanah 5 Buku
4. Laporan Konsep Rancangan Berita & Program @ 5 Buku x 2 Gedung
5. Laporan Pra Rencana @ 5 Buku x 2 Gedung
6. Laporan Pengembangan Rencana @ 5 Buku x 2 Gedung
7. Laporan Perhitungan Struktur, Arsitektur
Mekanikal & Elektrikal @ 5 Buku x 2 Gedung
8. Gambar A2 @ 5 Buku x 2 Gedung
9. Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) @ 5 Buku x 2 Gedung
10. Rencana Anggaran Biaya (RAB) @ 5 Buku x 2 Gedung

Bab VI -2
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

11. Gambar Pigura 3 Dimensi @ 6 Buah x 2 Gedung


12. Animasi 15 menit
13. Flashdisk @ 5 Buah x 2 Gedung
14. Gambar Kalkir A2 @ 1 Set x 2 Gedung
15. Laporan Eksekutif Summary (Berwarna) @ 10 Buku x 2 Gedung
16. Maket 2 unit

6.3. PENJELASAN LAPORAN

a. Laporan Pendahuluan, berisi :


Konsep perencanaan, rencana kerja, metodologi pelaksanaan kerja, jadwal
pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi dan sistem pelaporan.

b. Laporan Antara, memuat tahapan Pra Rencana & Pengembangan, berisi:


 Tahap Pra Rencana ini berisi antara lain :
1. Gambar Pra Rencana Arstitektur beserta uraian konsepnya yang
meliputi gambar site plan, denah, tampak, potongan.
2. Konsep Rencana Struktur.
3. Konsep Rencana Mekanikal, Elektrikal dan Plumbing
4. Estimasi Biaya Pembangunan

 Tahap Pengembangan Rencana


Tahap Pengembangan ini berisi pengembangan desain kami yang telah
disepakati pada tahap Pra Rencana yang kami tuangkan dalam bentuk
gambar terukur. Adapun rincian yang akan kami bahas pada tahap
pengembangan rencana ini meliputi :

1. Gambar Pengembangan Rencana Arsitektur, berupa rencana lantai,


kusen dan plafond.
2. Gambar Pengembangan Rencana Struktur.
3. Gambar Pengembangan Rencana Mekanikal, berupa gambar rencana
skematik, rencana instalasi plumbing, penghawaan, dll.

Bab VI -3
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

4. Gambar Pengembangan Rencana Elektrikal, berupa gambar rencana


wiring diagram, rencana Local Area Network, rencana instalasi
penerangan, fire alarm, telepon, dan lain – lain yang diperlukan.

c. Tahap Rencana Detail Design merupakan hasil perencanaan akhir yang


dituangkan dalam bentuk gambar perencanaan Gambar-gambar detail, yaitu :

 Gambar Arsitektur
 Gambar Struktur
 Gambar Mekanikal
 Gambar Elektrikal
 Gambar Plumbing

d. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Berisi:

1). RAB harus disusun berdasarkan gambar kerja dan RKS dengan
memperhitungkan berbagai faktor pengadaan bahan maupun alat.
2). RAB harus tajam dan realistis, lengkap untuk masing-masing sub sistem
dalam perancangan proyek.
3). Data lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung RAB :
a). Analisa Harga Satuan
b). Data Harga Satuan
c). Brosur-brosur/Price List/data survey harga material
d). Actual Check / lembar kerja perhitungan volume

e. BoQ dapat dibuat 2 (dua) macam, yaitu:

a). Berdasarkan Bill of Quantity (BQ yang disusun menurut pekerjaan


untuk tiap-tiap ruang).
b). Berdasarkan uraian pekerjaan yang disusun menurut jenis pekerjaan
yang ada dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

f. Rencana Kerja dan Syarat – syarat (RKS)

Berisi :

1). Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) terdiri dari 3 (tiga) bagian:

Bab VI -4
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

a). Petunjuk Umum yang menjelaskan diskripsi proyek atau pekerjaan


secara garis besar.
b). Syarat Administratif yang menjelaskan siapa yang boleh mendapatkan
pekerjaan dan prosedur yang harus ditempuh.
c). Syarat teknis pekerjaan sampai bagian yang sekecil-kecilnya secara
terinci dari masing-masing sub-sistem (Arsitektur, Struktur, Mekanikal
& Elektrikal).

2). RKS (terutama spesifikasi teknis) dalam hal ini akan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a). Pernyataan tentang masukan (bahan, peralatan, perlengkapan) dan
penjelasan:
 Mutu yang diijinkan, standard yang digunakan.

 Cara penanganan (handling) bahan atau peralatan yang disyaratkan.

 Komponen atau bahan atau peralatan produk pabrik dan merk


dagang tertentu dengan cara lazim menyebutkan sertifikatnya.

b). Persyaratan proses yang terutama menyangkut cara dan waktu, yang
menjelaskan:
 Cara penanganan bahan (processing) untuk semua bahan,
komponen maupun peralatan.

 Urutan proses tersebut diatas yang disyaratkan.

 Tingkat kualitas tahap tertentu sebelum proses berikutnya boleh


dilanjutkan.

 Persyaratan ditentukan bila suatu proses terhadap bahan,


komponen, alat atau gagal sebelum seluruh proses berhasil dengan
baik.

c). Persyaratan tentang produk/output yang berupa bangunan atau


bagian bangunan atau peralatan yang terpasang, yang menjelaskan:

Bab VI -5
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

 Persyaratan kualitas produk untuk masing-masing


bangunan/peralatan dari segi ketepatan, kerapian, kekuatan dan
"performance" alat/sistem secara keseluruhan.

 Standar yang digunakan untuk hal tersebut di atas.

 Cara pengujiannya.

 Peryaratan apabila produk tidak memenuhi persyaratan yang


ditentukan.

d). Bila perlu akan ditambahkan syarat-syarat khusus, apabila dalam


ketiga persyaratan tersebut diatas masih belum dapat menjelaskan
keinginan Konsultan Perencana.

Adapun stadar minimal dari yang terdapat dalam gambar DED adalah :

1. Gambar Arsitektur minimal terdiri dari :


 Site Plan memperlihatkan sirkulasi kendaraan dan manusia serta
hubungan antara ruang luar dan ruang dalam minimal dengan scala 1:500
beserta elevasi level elevasi untuk setiap ketinggian permukaan
 Denah memperlihtakan sirkulasi dan besaran ruang serta peletakan
bukaan
 Rencana Denah pola lantai memperlhatkan jenis ,ukuran dan detail
material yang digunakan serta memperlihatkan level ketinggian untuk
setiap permukaan lantai
 Rencana Peletakan Bukaan memperlihatkan tata letak dan posisi letak
bukaan serta jumlah bukaan yang ada
 Rencana Plafon memperlihatkan jenis ,ukuran dan detail material yang
digunakan serta level ketinggian dari lantai

Gambar gambar detail Arsitektur:

 Gambar detail kusen pintu dan jendela, Gambar detail fasde ,gambar detail
potongan plafon dan lantai yang akan menunjukan urutan pemasangan

Bab VI -6
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

dan notasi unuk material yang digunakan Gambar 3 dimensi yang


menunjukan bentukan masa secara 3 dimensi.
 Serta gambar yang menyangkut pekerjaan arsitektur lainnya untuk dibuat
secara detail agar mempermudah pada saat pelaksanaan pekerja
 Tampak minimal dari 4 sisi yang memperlihatkan detail fasde dan bukaan
pada bangunan
 Potongan minimal Potongan horizontal dan vertikal
 Gambar fasilitas khusus untuk penyandang cacat
 (potongan yang memerlukan detail khusus untuk diperlihatkan)

2. Gambar Struktur minimal terdiri dari :


 Gambar Pile Cap dan gambar titik pile cap yang menunjukkan jumlah titik
Pile Cap pada pondasi.
 Rencana gambar denah pondasi dan T beam yang memperlihatkan posisi
posisi peletakan pondasi serta posisi lajur balok T beam Detai podasi
memperlihatkan detail pondasi beserta material yang ada didalamnya ,lalu
memperlihatkan hubungan antara pertemuan lantai ,balok Tbeam dan
dinding
 Rencana Gambar Sloof,Kolom dan Balok
 Gambar detail untuk pembalokan
 Gambar detail pembesian untuk yang mencantukan besaran besi dan jenis
besi yang digunakan
 Rencana Kap Atal/Denah Atap yang memperlihatkan jenis atap besaran
dan ukuran keterbalanya
 Detail potongan Atap dan Balok atas yang memperlihatkan pertemuan
antara kedudukan kuda kuda terhadap balok
 Detai kuda kuda yang memperlihatkan pemasangan kuda kuda dengan
gording dan posisi kuda kuda pada balok atas
 Serta gambar detail struktur lainya yang diperlukan untul dibuatkan
detailnya
 Setiap gambar struktur yangdibuat merupakan hasil dari analisa
perhintungan struktur dan dapat dipertanggung jawabkan dengan ketahan

Bab VI -7
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

bangunan untuk struktur selama 10 tahun sebagaiman yang tercantum


didalam Undang undang Jasa Konstruksi.

3. Gambar Mekanikal Eletrikal


 Gambar Rec Denah Pemipaan, Pipa Air bersih (biru) Pipa Air kotor
(Merah), Pipa Air Limbah dan Pipa Limbah Padat
 Gambar Rec peletakan tititk sumber air bersih
 Gambar Rec peletakan IPAL sebagai sarana untuk pengolahan limbah
 Gambar.Rec peletakan dan detail tempat pembuangan limbah padat
 Gambar Rec. Sistem pengelolaan limbah yang akan dibuat
 Gambar detail pompa yang akan digunakan sebagai alat distribusi untuk air
dan sudah diperhitungan untuk kemampuan dan kapasitasnya dalam
menyebarkan air bersih pada kegedung .
 Gambar detail kamar mandi yang memperlihatkan posisi posisi gambar
peletakan aksesoris kamar mandi
 Gambar Rec. Alat Proteksi kebakaran beserta instalasi dan titik
pemasangannya
 Gambar Rec.Denah instlasi listrik dan peletakan titik-titik sumber instalasi
listrik
 Gambar Rec.Denah titik lampu dimana peletakan titik lampu yang didapat
berasal dari analisa yang diperhitungan termasuk untuk besaran cahaya
yang akan dihasilkan serta jumlah titik lampu yang akan dibuat sehingga
tidak terjadinya pemborosan terhadap energi lampu yang digunakan
 Gambar Rec Jalur kabel listrik
 Gambar detail untuk pemasangan stop kontak yang memperlihatkan
ukuran ketinggian dari lantai dan kekuatan voltase.
 Detail dari posisi dan pemasangan transportasi dalam gedung serat buku
petunjuk untuk pemakaiannya
 Gambar Rec.Pemasangan Penghawaan Buatan AC dan perhitungan
besaran dan kemapuan kaspasitas AC dalam memberikan suhu yang
nyaman dalam ruang yang akan dipakai (bila ada)
 Gambar Jalur instalasi untuk listrik dari Mesin candangan serta gambar
sistem listrik pada setiap box panel.

Bab VI -8
LAPORAN PENDAHULUAN
Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD, CSSD dan Gedung Rawat Inap
Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung

BAB VII
PENUTUP

Sebagai penutup dari Dokumen Laporan Pendahuluan ini, sekali lagi kami ucapkan
terima*kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami untuk melaksanakan
Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Operasi, ICU, NICU, PICU, HD,
CSSD dan Gedung Rawat Inap Kelas 3 RSAU dr. M. Salamun Bandung Tahun Anggaran
2017.

Dokumen Laporan Pendahuluan yang kami susun ini akan menjadi acuan bagi kami pada
tahapan pekerjaan selanjutnya, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan serta
saran dari semua pihak terkait untuk penyempurnaan dokumen ini.

Terima kasih atas segala kesempatan yang diberikan kepada perusahaan kami.

Bandung, Oktober 2017


Konsultan Perencana
PT. PANDU PERSADA

Panji Harjasa, ST., MT.


Direktur Utama

Bab VII -1

Anda mungkin juga menyukai