Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI PADA PASIEN CA PARU DI RUANG TERATAI RS TK III
BHALADHIKA HUSADA JEMBER

oleh
Ajib Dwi Santoso, S.Kep
NIM 192311101146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan yang dibuat oleh:


Nama : Ajib Dwi Santoso, S.Kep
NIM : 192311101146
Judul : Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada
Pasien Ca Paru di Ruang Teratai RS Tk III Bhaladhika Husada

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, Maret 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

__________________________ _________________________
NIP NIP
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Oksigenasi

Kebutuhan oksigenasi merupakan pemenuhan akan kebutuhan oksigen.


Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya, dan untuk aktifitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit
seseorang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal (Asmadi, 2008).
Keadaan normal manusia membutuhkan sekitar 300cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi juga berarti gabungan antara aktifitass
mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pertukaran
dengan CO2. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhaan oksigenasi yaitu
saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah dan paru (Hidayat, 2006). Oksigen
adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen
ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas. (Wartonah
Tarwanto, 2006).

B. Anatomi Fisiologi Sistem pernafasan


Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Hidung (Cavum nasi), faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis,
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus
dan alveoli (Patwa & Shah, 2015).
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di
sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-
rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk ke dalam rongga hidung. (Patwa & Shah, 2015).
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan
2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan
masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut
sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan
saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi)
untuk suara percakapan (Patwa & Shah, 2015).
c. Batang tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.
Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.
Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang
lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus
berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus) (Patwa &
Shah, 2015).
d. Pangkal tenggorokan (Laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang
rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal
laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis
pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada
laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat
keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk
jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal
tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok
terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya
pada waktu kita bicara (Patwa & Shah, 2015).
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang
menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua
bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus
sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus
sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler
darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi
utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar
paru-paru (Patwa & Shah, 2015).
f. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paruparu ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2
lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian
ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian
menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus (Patwa & Shah, 2015).
g. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli
disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus (Kenedy, 2012)
Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel
alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati
95% alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 %
alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih
tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan
berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini
fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan
diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa
(fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok
sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi
jumlah sel lainnya (Kenedy, 2012).

C. Epidemiologi
Masalah oksigenasi dapat terjadi pada beberapa penyakit, seperti tuberkulosis,
kanker paru, asma, emfisema, pneumonia, laringitis, bronkitis, dan asfiksia. Berikut
merupakan bebrapa persebaran penyakit yang berkaitan dengan masalah
oksigenasi:
1. Kanker paru
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai
hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki.
DiAmerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru
dan160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan
laporan profil kanker WHO, kanker paru merupakan penyumbang
insidenskanker pada laki- laki tertinggi di Indonesia diikuti oleh kanker
kolorektal, prostat, hati, dan nasofaring; dan merupakan penyumbang kasus ke-
5 terbanyak pada perempuan setelah kanker payudara, serviks-uteri, kolorektal,
dan ovarium. Kanker paru merupakan penyebab pertama kematian akibat
kanker pada laki-laki (21.8%) dan penyebab kematian kedua akibat kanker
pada perempuan (9.1%) setelah kanker payudara (21.4%) (Kementrian
Kesehatan RI, 2017).
2. Tuberkulosis
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi
pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga
yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki
lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya
ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh
partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan
perempuan yang merokok (Kementrian Kesehatan RI, 2018)
3. Asma
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025
diperkirakan jumlah penderita asma mencapai 400 juta jiwa. Di Indonesia,
prevalensi rawat inap penderita asma berdasarkan umur pada tahun 2013
tertinggi pada umur 45-64 tahun yaitu sebesar 25,66% dan prevalensi terendah
usia 0-6 hari sebesar 0,10%. Sedangkan prevalensi asma rawat jalan
berdasarkan umur tertinggi pada umur 25-44 tahun yaitu sebesar 24,05% dan
prevalensi terendah usia 0-6 hari sebesar 0,13% (Kementrian Kesehatan RI,
2015)

D. Etiologi
Menurut Tarwanto (2006) gangguan kebutuhan oksigen dapat disebabkan
oleh beberapa faktor :
a. Faktor Fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran
pernafasan bagian atas
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen(O2)
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
5. kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis
seperti TBC paru.
b. Faktor Perilaku
1. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang.
2. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
3. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
4. Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
5. kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akibat adanya gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
antara lain bradipnea, dispnea, orthopnea, takipnea, fase ekspirasi memanjang,
penggunaan otot bantu pernapasan, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan
tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, pernapasan bibir, pernapasan cuping
hidung, pola napas abnormal (misal irama, frekuensi, kedalaman), diaphoresis,
gelisah, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, konfusi, pH arteri abnormal,
saat kepala bangun tidur, sianosis, somnolen, takikardia, warna kulit abnormal
(misal pucat, kehitaman), ketakutan, peningkatan frekuensi jantung, peningkatan
laju metabolisme, peningkatan PCO2, penurunan PO2, penurunan saturasi O2, batuk
yang tidak efektif, sulit berbicara, mata terbuka lebar, penurunan buryi npas,
sputum dalam jumlah yang berlebihan, terdapat suara napas tambahan (NANDA,
2018).

F. Patofisiologi dan Clinical pathway


Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses perpindahan jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke
paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda
asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen
dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan gangguan pertukaran
gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada
transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan
kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Smeltzer & Bare,
2001).
Clinical Pathway

Rokok PPOK

Alergen Infeksi Nutrisi kurang

Fungsi Alveolar
terganggu anemia
Fungsi Pernafasan terganggu Merokok

Ventilasi Obstruksi jalan nafas/ pengeluaran Perubahan volume sekuncup


serta kontraktilitas jantung Penyempitan pembuluh
pernafasan mukus yang banyak
darah akibat plak

Exercise
Hipoventilasi /
Ketidakefektifan Terganggunya difusi pertukaran
Hiperventilasi Darah tidak mampu
bersihan jalan O2 dan CO2 di alveolus
mengikat O2 secara adekuat
napas
Metabolisme
meningkat Peningkatan
kebutuhan O2 Takipneu /
bradipneu Anemia
Gangguan
pertukaran gas

Cemas Ketidakfektifan Keletihan


pola napas

Intoleransi aktivitas
G. Penatalaksanaan medis
Pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
a. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah
ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas
dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml
dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005). Yang
termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal, sungkup
muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup muka
dengan kantong non rebreathing.
1) Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian
O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan
kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah
ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%,
suplai O2berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena
kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005).

Sumber: www.medicalogy.com Sumber: www.alomedica.com


Gambar 1. kanul nasal
2) Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan
CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).

Sumber: www.medikal warehouse.com


Gambar 2. sungkup muka sederhana

3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing


Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi
O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran
lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa
terlipat (Harahap, 2005).
4) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput
lendir. Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
Sumber: www.medikalequipment.com Sumbe: www.fotosearch.com

Gambar 3. sungkup muka dengan kantong non rebreathing

b. Sistem aliran tinggi


Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi
O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu
sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang
dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur
suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran
udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan
konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).
Keuntungan: Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada
alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembapan gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2 (Harahap,
2005).
Kerugian: Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada
aliran rendah.

H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sirkulasi


1. Pengkajian:
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
b. TTV
Perhatikan suhu klien dari rentang normal hingga hiperpirexia. Perhatikan nadi
klien apakah normal, takikardi, atau bradikardi. Pernapasan klien dengan
gangguan oksigenasi akan cepat, tentukan juga iramanya, kedalamannya
c. Pemeriksaan Paru Posterior
1) Posisi pasien duduk/berdiri/berbaring jika memungkinkan. Inspeksi
kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menyebutkan angka atau
huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri
3) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis 3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup
4) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan ekspirasi (vesikuler,
bronkhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi,
krekles
d. Pemeriksaan Paru Lateral
1) Inspeksi kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menyebutkan angka atau
huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri
3) Perkusi dari puncak paru ke bawah, catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup
4) Auskultasi buyi paru saat inspirasi dan ekspirasi (vesikuler,
bronkhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi,
krekles
e. Pemeriksaan Paru Anterior
1) Minta pasien posisi supine/duduk. Inspeksi kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf
yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri
3) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke
prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran
kedua ibu jari
4) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup
5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi,
krekles

2. Diagnosa Keperawatan sesuai NANDA (2015)


1) Ketidakefetifan bersihan jalan napas (00031)
Definisi:
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas
Berhubungan dengan:
Lingkungan
- Perokok
- Perokok pasif
- Terpajan asap
Obstruksi jalan napas
- Adanya jalan napas buatan - Mucus berlebihan
- Benda asing dalam jalan napas - Penyakit paru obstruksi kronis
- Eksudat dalam alveoli - Sekresi yang tertahan
- Hiperplasia pada dinding bronkus - Spasme jalan napas
Fisiologis
- Asma - Infeksi
- Disfungsi neuromuskular - Jalan napas alergik
Batasan karakteristik
- Batuk yang tidak efektif - Perubahan frekuensi napas
- Dispnea - Perubahan pola napas
- Gelisah - Sianosis
- Kesulitas verbalisasi - Suara napas tambahan
- Sputum dalam jumlah yang berlebih - Tidak ada batuk
- Mata terbuka lebar - Ortopnea
- Penurunan bunyi napas

2) Ketidakefektifan pola napas (00032)


Definisi:
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Berhubungan dengan:
- Ansietas - Cidera medula spinalis
- Deformitas dinding dada - Deformitas tulang
- Disfungsi neuromuskular - Gangguan muskuloskeletal
- Gangguan neurologis (misal EEG positif, trauma kepala, gangguan kejang)
- Hiperventilasi - Imaturitas neurologis
- Keletihan - Keletihan otot pernapasan
- Nyeri - Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Sindrom hipoventilasi.

Batasan karakteristik:
- Bradipnea - Dispnea
- Fase ekspirasi memanjang - Ortopnea
- Penggunaan otot bantu pernapasan - Penggunaan posisi tiga titik
- Peningkatan diameter anterior-posterior - Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi - Penurunan ventilasi semenit
- Pernapasan bibir - Pernapasan cuping hidung
- Perubahan ekskursi dada - Pola napas abnormal
- Takipnea
3) Gangguan pertukaran gas (00030)
Definisi:
Kelebihan atau deficit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar-kapiler
Berhubungan dengan:
- Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
- Perubahan membrane alveolar-kapiler
Batasan karakteristik:
- Diaforesis - Dispnea
- Gangguan penglihatan - Gas darah arteri abnormal
- Gelisah - Hiperkapnia
- Hipoksemia - Hipoksia
- Iritabilitas - Konfusi
- Napas cuping hidung - Penurunan karbon dioksida
- pH ateri abnormal - Pola pernapasan abnormal
- Sakit kepala saat bangun - Sianosis
- Somnolen - Takikardi
- Warna kulit abnormal

4) Perencanaan/nursing care plant

N NO
NOC NIC
O DX
1. I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan
jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang Napas (3140)
efektif, dengan kriteria hasil: 1) Buka jalan
napas pasien
Respiratory Status: Airway patency
2) Posisikan pasien
N Tujuan untuk
Indikator Awal
o 1 2 3 4 5 memaksimalkan
1. Pengeluaran sputum ventilasi.
pada jalan napas 3) Identifikasi
(041020) Pasien untuk
2. Irama napas sesuai perlunya
yang diharapkan pemasangan alat
(041005) jalan napas
3. Frekuensi buatan
pernapasan sesuai
yang diharapkan 4) Keluarkan
(041004) secret dengan
suction
Keterangan: 5) Auskultasi suara
1. Keluhan ekstrim napas, catat bila
2. Keluhan berat ada suara napas
3. Keluhan sedang tambahan
4. Keluhan ringan 6) Monitor rata-
5. Tidak ada keluhan rata respirasi
setiap
pergantian shift
dan setelah
dilakuakan
tidakan suction
b. Suksion Jalan
Napas (3160)
1) Auskultasi jalan
napas sebelum
dan sesudah
suction
2) Informasikan
keluarga tentang
prosedur suction
3) Berikan O2
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suksion
nasotrakheal
4) Hentikan
suksion dan
berikan oksigen
bila Pasien
menunjukkan
bradikardi
peningkatan
saturasi oksigen
5) Atur intake
untuk cairan
mengoptimalka
n
keseimbangan.
6) Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction,
Inhalasi.
2. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan
jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria Napas (3140)
hasil: 1) Buka jalan
napas Pasien
2) Posisikan
Respiratory Status: Ventilation Pasien untuk
N Tujuan memaksimalkan
Indikator Awal
o 1 2 3 4 5 ventilasi.
1. Auskultasi suara 3) Identifikasi
napas sesuai Pasien untuk
2. Bernapas mudah perlunya
3. Tidak didapatkan pemasangan alat
penggunaan otot jalan napas
tambahan buatan
4) Keluarkan
Vital sign Status secret dengan
N Tujuan suction
Indikator Awal 5) Auskultasi suara
o 1 2 3 4 5
1. Tanda Tanda vital napas, catat bila
dalam rentang ada suara napas
normal (tekanan tambahan
darah, nadi, 6) Monitor
pernafasan) penggunaan otot
bantu
Keterangan:
pernapasan
1. Keluhan ekstrim 7) Monitor rata-
2. Keluhan berat rata respirasi
3. Keluhan sedang setiap
4. Keluhan ringan pergantian shift
5. Tidak ada keluhan dan setelah
dilakuakan
tidakan suction

Monitot tanda-tanda
vital (6680)
1) Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
2) Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
3) Monitor vital
sign
4) Monitor pola
nafas
3. III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 1) Posisikan
jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan pasien untuk
kriteria hasil: memaksimalkan
Respiratory Status : Gas exchange
ventilasi
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
Respiratory Status : ventilation 2) Pasang mayo
Vital Sign Status bila perlu
N Tujuan 3) Lakukan
Indikator Awal
o 1 2 3 4 5 fisioterapi dada
1. Mendemonstrasikan jika perlu
peningkatan 4) Keluarkan
ventilasi dan sekret dengan
oksigenasi yang
batuk atau
adekuat
2. Memelihara suction
kebersihan paru paru 5) Auskultasi
dan bebas dari tanda suara nafas,
tanda distress catat adanya
pernafasan suara tambahan
3. Mendemonstrasikan 6) Atur intake
batuk efektif dan
untuk cairan
suara nafas yang
bersih, tidak ada mengoptimalka
sianosis dan n
dyspneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan 7) Monitor
sputum, mampu respirasi dan
bernafas dengan status O2
mudah, tidak a a
pursed lips) 8) Catat
4. AGD dalam batas pergerakan
normal dada,amati
5. Status neurologis kesimetrisan,
dalam batas normal penggunaan
Keterangan: otot tambahan,
1. Keluhan ekstrim retraksi otot
2. Keluhan berat supraclavicular
3. Keluhan sedang
dan intercostal
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan 9) Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
10) Monitor
TTV, AGD,
elektrolit dan
ststus mental
11) Observasi
sianosis
khususnya
membran
mukosa
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. 2017.
Nursing Intervention Classification (NIC), 6th edition.United Kingdom:
Mosby.

Harahap. 2005. Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan


Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran:


Kanker Paru. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan
RI: You Can Control Your Asthma. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan
RI: Tuberculosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Kennedy, J. (2012). Clinical Anatomy Series‐ Lower Respiratory Tract Anatomy.


Scottish Universities Medical Journal., 1(2), pp.174‐179.

Maranata, Daniel,. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. 2017. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th edition.United Kingdom: Mosby.

Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Setiawati, Santun. 2007. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta


: Trans Info Medika.

Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system


relevant to anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai