Penanganannya
Maqhi Suhada
102015142
Skenario 10
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Email: maqhi.suhada28@gmail.com
Pendahuluan
Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi
sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah
dan kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup tinggi dan
masih dalam proses belajar. Apabila intake zat gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik
dan intelektualitas balita akan mengalami gangguan. Hingga saat ini, gizi kurang pada balita
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk
mengetauhi masalah tersebut dibutuhkan beberaa indikator, diantaranya berat kurang jika
dilihat dari berat badan menurut umur atau indikator pendek atau stunting jika dilihat dari
tinggi badan menurut umur. Dalam hal ini, berat kurang merupakan dampak masalah
kekurangan gizi akut sedangkan stunting bersifat kronis. Balita dapat dikatakan stunting
apabila kurva pertumbuhan tinggi badan yang dibandingkan dengan umur berada dibawah
garis -2 SD.1Terdapat juga progam pokok puskesmasyang akan mempunyai peranan penting
dalam melawan gizi buruk di masyarakat.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang kartu menuju sehat dan juga
mengenai kasus stunting, cara penanganannya dan juga mengenai program yang di lakukan
oleh posyandu dan puskesmas dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada saat ini.
Kartu menuju sehat (KMS) adalah kartu yang berisi grafik petumbuhan serta
perkembangan yang bertujuan untuk memantau dan mencatat tumbuh kembang balita setiap
bulan dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun. Pengukuran berat badan (BB) terhadap umur
(U) di pakai di dalam kartu menuju sehat (KMS) di posyandu untuk memantau pertumbuhan
angka secara perorangan (lihat Gambar 1)2 . Di indonesia pemantauan berat badan balita di
lakukan dengan timbangan dacin, yang di catat dalam suatu buku yang di namakan kartu
menuju sehat (KMS). Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat
diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan
tepat sebelum masalahnya lebih berat
a. Sebagai alat untuk pemantauan pertumbuhan anak. Bila grafik berat badan anak
mengikuti grafik pertumbuhan yang ada pada KMS, menandakan anak tumbuh baik,
dan resiko kecil untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sedangkan bila grafik
berat badan tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan maka anak kemungkinan berisiko
mengalamai gangguan pertumbuhan.
b. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS tercatat riwayat pelayanan
kesehatan dsar anak terutama berat badan anak, pmeberian kapsul vitamin A,
pemberian asi pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.
c. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS di cantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak
seperti pemberian makan anak, dan perawatan anak bila diare.
Stunting merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting
atau terlalu pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua
standar deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard.1 Dan juga
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua
tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak,
menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat
dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan
kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia..
menurut UNICEF, kejadian stunting disebabkan oleh sebab langsung dan sebab tidak
langsung3. Faktor langsung berupa :
a. Asupan Makan
Asupan zat-zat gizi yang lengkap masih terus dibutuhkan anak selama proses tumbuh
kembang masih berlanjut karena proses tumbuh kembang ini dipengaruhi oleh makanan yang
diberikan pada anak. Makanan yang diberikan harus tepat baik jenis dan jumlahnya hingga
kandungan gizinya. Zat gizi yang dibutuhkan anak ditentukan oleh usia, jenis kelamin,
aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Tubuh anak tetap membutuhkan semua zat gizi
utama yaitu karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral. Di antara asupan zat gizi
dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik
sehingga anak dapat bertumbuh dan mencegah terjadinya stunting.
b. Penyakit Infeksi
Konsumsi diet yang cukup tidak menjamin pertumbuhan fisik yang normal, karena
kejadian penyakit lain, seperti infeksi akut atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang
kompleks terhadap terjadinya atau pemeliharaan defisit pertumbuhan pada anak. Hubungan
penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab
akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat
mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi yang akibatnya dapat menurunkan nafsu
makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan
zat gizi oleh adanya penyakit sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi.
Anak dengan penyakit infeksi dapat mengganggu proses pertumbuhannya. Penyakit
infeksi yang sering diderita oleh anak adalah diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan
kejadian malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan
penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempengaruhi zat gizi dan mempercepat malnutrisi
sehingga terjadi stunting.
c. Berat Lahir
Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal, dan
postneonatal; mordibitas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan jangka
panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh WHO yaitu berat lahir
kurang dari 2500 gr. Anak yang BBLR kedepannya akan memiliki ukuran antropometri yang
kurang di masa dewasa. Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah, memiliki risiko
besar untuk menjadi ibu yang stunted sehingga akan cenderung melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah seperti dirinya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang stunted tersebut akan menjadi
perempuan dewasa yangstunted juga, dan akan membentuk siklus sama seperti sebelumnya.
d. Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Melalui
genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan
tulang. Salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi patologi (defisiensi
hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek sehingga
memperbesar peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi,
bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat
tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor resiko yang
lain
Sedangkan untuk faktor tidak langsung yang menyebabkan stunting berupa :
c. Pekerjaan Ibu
Status pekerjaan orang tua mempengaruhi pola pengasuhan. Pada orang tua yang
bekerja, khususnya ibu, dapat menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk anak lebih
sedikit dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat
menyebabkan anak tidak terawat, sebab anak balita sangat bergantung pada pengasuhannya
atau anggota keluarga yang lain. Selain itu, ibu yang bekerja diluar rumah cenderung
memiliki waktu yang lebih terbatas untuk melaksanakan tugas rumah tangga dibandingkan
ibu yang tidak bekerja, oleh karena itu pola pengasuhan anak akan berpengaruh dan pada
akhirnya pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan terganggu.
d. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usaha perbaikan gizi yang baik pada
keluarga maupun masyarakat, sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi harus
mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang
kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan makanan yang
dikonsumsi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap
konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan
kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
h. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap
upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta
sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah
sakit dan persediaan air bersih. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan
atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala
masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal
ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.
Berdasarkan faktor-faktor resiko diatas sebagai penyebab dari stunting maka perlu
upaya untuk menangani kejadian stunting dengan upaya kesehatan. Upaya kesehatan yang
dimaksud adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit,
dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan
masyarakat terdiri dari :
a. Pelayanan Kesehatan Promotif
Yaitu suatu kegiatan atau serangkaian pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Menurut departemen
kesehatan tahun 2000, promosi kesehatan adalah proses memberdayakan dan
memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta
pengembangan lingkungan sehat. Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku
berupa upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, upaya promosi kesehatan yang dilakukan dapat
berupa pendidikan kesehatan, penyuluhan kesehatan, dan komunikasi,informasi
dan edukasi (KIE).4 Kegiatan promotif dalam program gizi meliputi konseling
tentang ASI eksklusif serta pemberian makanan bayi dan anak.
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan
terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet
tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal konsumsi 90 tablet
selama kehamilan.
2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
3. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.
4. Sangat dianjurkan ketika bayi berusia tiga tahun atau sudah dapat anak makan
dianjurkan mengkonsumsi 13 gram protein yang mengandung asam amino esensial
setiap hari, yang didapat dari sumber hewani, yaitu daging sapi, ayam, ikan, telur,
dan susu.
5. Rajin mengukur tinggi badan dan berat badan anak setiap kali memeriksa
kesehatan di Posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan anak serta mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan.
Selain daripada itu Puskesmas juga memiliki peran dalam gerakan nasional perbaikan
gizi 1000 hari pertama kehidupan. Tingginya angka kematian balita di Indonesia salah
satunya disebabkan oleh karena masih tingginya angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk
pada balita yang menyebabkan anak menjadi mudah terserang penyakit. Kasus balita gizi
kurang berupa stunting (balita pendek) masih banyak di jumpai di Indonesia terutama di
daerah pinggiran atau daerah dengan status ekonomi rendah. Stunting sendiri terjadi bukan
karena keturunan melainkan disebabkan oleh kurangnya asupan gizi baik pada saat ibu hamil
maupun pada saat anak berusia sampai 2 tahun.7
Penyebab dari tingginya angka kejadian stunting secara langsung disebabkan oleh
rendahnya asupan gizi dan masalah kesehatan. Selain itu pengaruh tidak langsung berasal
dari pola asuh, ketersediaan makanan, ketersediaan air minum bersih serta sanitasi dan
pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Seluruh faktor penyebab ini dipengaruhi oleh
beberapa akar masalah yaitu kelembagaan, politik, kebijakan ekonomi, sumberdaya,
lingkungan, teknologi dan kependudukan. Dalam hal mempercepat perbaikan gizi tersebut,
Indonesia telah menginisiasi gerakan bersama berdasar Peraturan Pemerintah no.42/2013
berupa Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Kebijakan ini menekankan konsep
betapa pentingnya 1000 hari pertama kehidupan bagi seseorang.7
Seribu hari pertama kehidupan adalah masa awal kehidupan yang dimulai saat
didalam kandungan sampai 2 tahun pertama setelah kelahiran. Seribu hari pertama kehidupan
merupakan periode emas seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Gangguan yang terjadi pada periode ini, khususnya asupan gizi yang tidak tepat, akan
berdampak pada kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang bersifat permanen dan
berjangka panjang serta lebih sulit untuk diperbaiki setelah anak berusia 2 tahun.
Dampak terjadinya gangguan gizi pada masa seribu hari pertama kehidupan yaitu
Gangguan gizi kronis (pendek) dan kelebihan gizi. Gangguan gizi kronis (pendek) dapat
menyebabkan gangguan perkembangan otak yang berdampak jangka panjang pada rendahnya
kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan, serta gangguan pertumbuhan yang berdampak
jangka panjang pada rendahnya daya tahan kemampuan kerja. Sedangkan untuk kelebihan
gizi (kegemukan) dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh yang dapat
meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, kanker,
stroke dan hiperten Selain berfokus pada penanganan gizi pada anak, Perempuan juga perlu
mendapat perhatian khusus akan hal ini, karena perempuan dewasa yang kurang gizi (berat
badan kurang dan postur pendek) berisiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Bayi BBLR berisiko gagal tumbuh selama usia anak, remaja dan dewasa. Sehingga
pada saat dewasa berisiko melahirkan generasi kurang gizi selanjutnya. Kehamilan dini dari
remaja yang kurang gizi akan menambah risiko lahirnya bayi dengan BBLR dan remaja
tersebut akan tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan berat badan rendah dan postur
pendek. Apabila masalah ini tidak diatasi, maka akan terjadi masalah anak pendek
intergenerasi. Melalui gerakan seribu hari pertama kehiduppan ini akan memutus rantai
kekurangan gizi pada perempuan sehingga akan menghasilkan generasi baru yang lebih sehat
dan cerdas.
Posyandu8
Posyandu: Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat
yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari
masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. Ia juga merupakan
suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja
Puskesmas
b. Keluarga berencana (KB) - pemberian kondom dan pil ulangan. Jika ada tenaga
kesehatan Puskesmas dapat dilakukan suntikan dan konseling KB. Jika tersedia
ruangan, alatan dan tenaga terlatih bisa juga dilakukan pemasangan IUD dan
implant.
c. Imunisasi- hanya dilaksanakan oleh petugas Puskesmas
d. Gizi- dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi:
- Penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan
dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal, suplementasi
vitamin A dan tablet Fe. Apabila ditemukan ibu hamil Kurang Energi Kronis
(KEK), balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada
di bawah garis merah (BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke
Puskesmas.
e. Pencegahan dan penanggulan diare: pencegahan dilakukan dengan penyuluhan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penanggularan dilakukan melalui
pemberian oralit.
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPKG): salah satu upaya untuk meningkatkan
keadaan gizi masyarakat. Dititikberatkan pada kegiatan penyuluhan gizi dengan
menggunakan pesan- pesan gizi sederhana, pelayanan gizi, permanfaatan lahan
perkarangan yang secara keseluruhan kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh masyarakat
sendiri.
Tujuan:
1. Perbaikan keadaan gizi keluarga. (berat balita naik tiap bulan, tidak ada balita
penderita gizi buruk, tidak ada ibu hamil anemia, tidak ada balita kurang vitamin)
2. Perilaku yang mendukung perbaikan gizi keluarga (ibu hamil melakukan pemeriksaan
rutin darah, konsumsi makanan bergizi, minum tablet besi, bayi diberi ASI ekslusif
dll)
3. Partisipasi dan pemerataan kegiatan (semua keluarga ikut serta dan turut dilakukan
oleh, untuk, dari dan masyarakat)
Sasaran utama: wanita subur, ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, ibu balita, bayi
Pelaksanaan kegiatan:
- Kegiatan 1: pendaftaran balita- dilihat sudah punya KMS belum. Pendaftaran ibu
hamil- setelah mendaftar langsung ke kegiatan 4untuk mendapatkan layanan gizi oleh
kader serta pelayanan oleh petugas di kegiatan 5.
- Kegiatan 2: penimbangan balita. Anak ditimbang hasil timbangan dicatat dalam
KMS
- Kegiatan 3: pencatatan- pindahkan hasil yang didapat tadi ke dalam KMS
- Kegiatan 4: penyuluhan untuk semua balita dan ibu hamil
- Kegiatan 5: pelayanan imunisasi/ PMT balita, ANC bumil, KB buteki
Penimbangan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikkan gizi yang
menitik beratkan pada pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan
terhadap bayi dan balita yang merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan
perkembangannya. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan tersebut digambarkan dalam
perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S).
Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan, maka semakin banyak pula data
yang dapat menggambarkan status gizi balita. Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat
pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan, antara lain tingkat pendidikan,
tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial
budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan perkotaan tidak
memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi yang sangat
berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya.
Antara usia 0 dan 6 bulan berat bayi bertambah 700 gr/bulan. Berat badan lahir bayi
meningkat 2 kali ketika usia 5 bulan. Berat badan rata-rata bayi usia 6 bulan adalah 7,3 kg.
Antara usia 6 dan 12 bulan berat badan bayi bertambah 350 gr/bulan. Berat badan rata-rata
bayi usia 12 bulan adalah 9,8 kg.
Dimana terdapat dari tujuan dilakukannya penimbangan yaitu untuk mengukur berat
badan bayi/ balita saat lahir (setelah suhu bayi stabil, kecuali kalau bayi memerlukan
pengobatan) atau pada saat bayi masuk rumah sakit adalah untuk :9
- Mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah yang berhubungan dengan
berat lahir rendah.
- Memasukan ke grafik berat badan atau Kartu Menuju Sehat (KMS) guna
memantau pertumbuhan.
- Menghitung dosis dan jumlah cairan bila diperlukan.
Hanya ada dua hasil setelah dilakukan penimbangan atau pengukuran pada Balita
yaitu Balita yang naik berat badannya dan Balita Bawah garis merah (BGM)
Imunisasi
Kesimpulan
Berdasarkan kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa kasus kurang gizi merupakan masalah
yang serius dan harus di tangani dengan segera, contohnya pada penyakit stunting baik
dengan cara melakukan suatu penyuluhan kepada orang tua agar memperhatikan dengan
cermat asupan gizi sang anak dan juga memperhatikan imunisasi sang anak, agar penyakit
yang berhubungan dengan kurang gizi di Indonesia dapat di atasi dan angka penyebarannya
dapat menurun.
Daftar Putaka
1. Kementrian Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2010. Jakarta : Departemen Kesehatan Replubik Indonesia
3. UNICEF. World food programe and World Health Organization. Asia Pasicif Regional
Workshop on the Reduction of Stunting Through Improvemnet of Complementary
Feeding and Maternal Nutrition.[Online]. Di unduh: 15 juli 2018 dari
http://www.unicef.org/eapro/WorkshopReportReductionOfStunting.
7. Susenas. Prevalensi gizi kurang dan buruk di Indonesia tahun 1998-2005. 2005. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
8. Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan Kelompok Kerja Operasional. Kegiatan
. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Desember, 2012.
9. Widyastuti, Buku Panduan Perawatan Balita. 2010. Jakarta: Penerbit EGC.
10. Depkes RI. Buku Penuntun Hidup Sehat: Edisi ke-4. UNICEF Indonesia. Jakarta. 2010. H. 10-
106.