Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN

RISIKO BUNUH DIRI

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 5

 INDRIANA HASMA 21706021


 FIFIN MATORANG 21706011
 JULIA HESTI RENGUR 21706022
 FENI FITRIANI 21706010
 INDRI 21706020
 NOVITA SARI 21706031
 MITA 21706028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR

2019
BAB 1

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RISIKO BUNIH DIRI

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart,2006).

Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan


dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu
akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah
tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Bunuh diri mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Bunuh diri adalah
tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat
diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri,
serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012)

Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang


harapan- putus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Prilaku
destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapatmengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatandiri
sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan
diri,dan bunuh diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998).
Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan
mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan
sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008).

Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan


yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan
berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang
depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari faktor eksternal seperti
lingkungan dan faktor internal seperti gangguan psikologi dalam dirinya.

Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006) :

1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa


seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia
tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mengomunikasikan secara non verbal.
2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak
bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis


bunuh diri, meliputi :

1) Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri
2) Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya
3) Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan

B. ETIOLOGI RISIKO BUNUH DIRI


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri
ada dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi
(factor pencetus) :
a. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang
menunjang perilaku risiko bunuh diri meliputi :
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis
yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa
ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin
diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain
mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana
orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan
kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga saat ini belum
ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung dengan
perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder
turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri
dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara
psikologis, individu yang berisiko melakukan bunuh diri
mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa
marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum
atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu
mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan
harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu,
perilaku destruktif diri terjadi
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan
teratur atau tidak dengan masyarakatnya
b. Faktor Presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan
untuk melakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai
hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
c. Respon terhadap stress
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons
lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara
refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome
(GAS) adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping
1) Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya
2) Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan
dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga
3) Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan
pelayanan kesehatan dan lain-lain
4) Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah
keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya
e. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara
sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa
mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif
diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

Respon Adaptif Respom Maladaptif

Peningkatan Berisiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri


diri Deskruktif diri tidak diri
langsung
Keterangan :
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan
diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar untuk mengatasi masalah. Risiko yang
mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
C. PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13)
mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di
tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani
klien terus-menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman
dan jauhkan klien dari semua benda yang berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu
klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal
yang positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan
pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru
4) Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan social
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial
klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat
agar dapat mengontrol prilaku klien.
Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif
c. Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien
e. Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
1. Pengkajian
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat
dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana yang
spesifik.
Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat
menetukan tingkat risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa
pendapat dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai berikut:
Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan Rink (1977,
dikutip oleh Shiver, 1986) pada table berikut:

N Perilaku atau Intensitas Risiko


No gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi-menarik Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak
diri yang samar, berdaya, putus berdaya,
tidak menarik asa, menarik putus asa,
diri diri menarik
diri, protes
pada diri
sendiri
4. Fungsi sehari-hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik
pada semua beberapa pada semua
aktifitas aktifitas aktifitas
5. Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang
6. Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian
konstruktif konstruktif besar
destruktif
7. Orang Beberapa Sedikit atau Tidak ada
penting/dekat hanya satu
8. Pelayanan Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
psikiatriyang lalu positif memuaskan negative
terhadap
pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10. Pemakai alcohol Tidak sering Sering Terus-
dan obat menerus
11. Percobaan bunuh Tidak, atau yang Dari tidan Dari tidak
diri sebelumnya tidak fatal sampai dengan sampai
cara yang agak berbagai
fatal cara yang
fatal
12. Disorientasi dan Tidak ada Sedikit Jelas atau
disorganisasi ada
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau
sedikit ada

14. Rencana bunuh Samar, kadang- Sering Sering dan


diri kadang ada dipikirkan konstan
pikiran, tidak ada kadang-kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan
merencanakan rencana
yang
spesifik
*sumber : Halton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver,
1986, hal 472
Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal 496-
497) yang mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir
akan menentukan tingkat potensialitas dari bunuh diri tersebut.
Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977,
dikutip oleh Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut
SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale), dengan skor 0-4, yaitu :
Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor 3 : mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau
saya akan bunuh diri”
Skor 4 : aktif mencoba bunuh diri.
Dari ketiga pengkajian di atas, perawat mengidentifikasi klien yang
termasuk kedaruratan adalah klien resiko tinggi dengan skor yang tinggi,
tingkat yang lain juga mempunyai resiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak
mempunyai resiko bunuh diri saat ini.
2. Perencanaan
Perencanaan meliputi penentuan diagnosis keperawatan, tujuan dan
intervensi keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan pada
keadaan gawat darurat adalah sebagai berikut:
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani
stress, persaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai
pemecahan masalah
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba
(di rumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada keadaan
darurat adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh
diri dan membantu klien mengganti koping yang destruktif dengan koping
yang konstruktif.

3. Intervensi
a. Intervensi secara umum:
Stuart dan Sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama pada
klien tingkah laku bunuh diri sebagai berikut:
1. Melindungi. Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah
klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan
diisolasi, serta semua tindakan dijelaskan pada klien. Pengawasan satu-
satu selam 24 jam harus dlakukan pada klien yang resiko tinggi
melakukan bunuh diri. Krisis intervensi merupakan tindakan yang tepat.
Kecenderungan bunuh diri yang ada di masyarakat memerlukan bantuan
yang segera dari “klinik krisis” atau tenaga sukarela yang membantu
klien melalui telepon (hot line). Hot line biasanya tersedia 24 jam,
melayani setiap orang, tidak perlu perjanjian dan bayaran, dan memberi
bantuan dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga
diri yang rendah. Dengan menyediakan waktu dan diri bagi klien
membuktikan bahwa klien penting. Bantu klien mengekspresikan
perasaan positif dan negative, berikan pujian pada hal yang positif.
Bersama klien identifikasi sumber kepuasaan dan rencana aktivitas yang
memungkinkan akan keberhasilan.
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu mengkaji
koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian dan penguatan untuk
koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif pelu dimodifikasi
atau diganti dengan koping baru yang sehat, misalnya klien yang selalu
menekan perasaan marah dapat dibimbing untuk mengikuti latihan asertif
(mengekspresikan marah secara efektif dan konstrktif).
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal
perasaannya. Bersama mencari factor predisposisi atau partisipasi yang
mempengaruhi perilaku klien. Dengan mengenal perasaan dan penyebab
perilakunya, maka klien dapat mengubahnya di masa yang akan datang.
5. Menggerakkan dukungan social. Biasanya klien yang mempunyai
kecenderungan bunuh diri tidak atau kurang dukungan social. Untuk itu,
perawat mempunyai peran menggerakkan system social klien. Keluarga,
teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat dapat membantu
mengontrol perilaku klien. Keluarga dank lien memerlukan bantuan
dalam meningkatkan pola dan kualitas komunikasi.
b. Intervensi per diagnose:
1. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis
yang tiba-tiba (di rumah, di masyarakat)
Tujuan jangka panjang: Klien tidak melukai/membunuh diri.
Tujuan jangka pendek:
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien berperan serta dalam mengontrol perilaku
Intervensi:
1) Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman
2) Mendapatkan orang yang dapat segera membawa klien ke rumah sakit
untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat.
3) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, gelas,
silet, tali pinggang)
4) Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi yang tidak
teratur
5) Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan melindungi
sampai tidak ada keinginan bunuh diri
6) Yakini bahwa klien menelan obatnya
2. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidak-
mampuan menangani stress dan perasaan bersalah
Tujuan jangka panjang : Klien dapat mengontrol tingkah laku bunuh diri
Tujuan jangka pendek :
1) Klien terlindungi dari merusak diri sendiri
2) Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya
3) Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang sehat
Intervensi:
1) Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien:
a. Menggali percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri
2) Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri:
a. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Observasi perilaku klien
c. Pertahankan supervise melekat
3) Terangkan semua tindakan pada klien
4) Lakukan kontrak tentang penanganan bunuh diri dengan klien dan
lokasi staf jika ide, pikiran dan atau rencana bunuh dri muncul
5) Lakukan pendekatan individual (perseorangan) untuk mendorong
klien menyadari, mengungkapkan dan menerima perasaannya
6) Kuatkan koping sehat
7) Gali dan kembangkan koping yang baru
8) Diskusikan alternative pemecahan selain bunuh diri
4. Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan yang
teliti tentang tingkah laku klien setiap hari.Perubahan dapat segera terjadi yang
memerlukan modofikasi perencanaan. Peran serta klien pada perencanaan,
evaluasi dan modifikasi rencana sangat membantu pencapaian tujuan asuhan
keperawatan..
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi diri sendiri.Melalui
intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien dapat mengembangkan
alternative pemecahan masalh bunuh diri.
BAB III

KESIMPULAN

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh
diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.

Tingkah laku bunuh diri ada 2, yaitu rentang harapan-putus harapan dan
rentang menghargai-merusak diri.

Faktor penyebab terjadinya bunuh diri tergantung dengan tingkatan


perkembangan pada anak, remaja, mahasiswa, dan lanjut usia
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna.1991. Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta: Arcan

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi

Sumber Koping

Mekanisme koping Ketidakefektifan


maladaptif koping individu

Respon konsep diri


maladaptif

Gangguan Konsep
Diri:

Harga Diri Rendah


(HDR)

Malu, merasa bersalah

Risiko Menarik Diri


Gangguan
Persepsi
Sensori : Isolasi Diri

Halusinasi
Perilaku Kekerasan

Risiko Membahayakan
Diri :

Risiko Bunuh Diri

Anda mungkin juga menyukai