Anda di halaman 1dari 15

TUGAS BIOKIMIA

“ENZIM”

DOSEN PENGAMPU : Asyti Febliza, M.Pd.

DISUSUN OLEH:

1. DINI JULIANTI (186510447)


2. LISMAYANI FAUZIYAH (186510230)
3. REVI REZKI FEBRIANTI (186510386)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i


BAB 1 ENZIM ............................................................................................................ 1
1.1 Sejarah Enzim................................................................................................ 1
1.2 Pengertian Enzim ......................................................................................... 1
1.3 Klasifikasi Enzim .......................................................................................... 2
1.4 Sifat Katalis Enzim ........................................................................................ 3
1.5 Model Pengingkatan Laju Pemotongan Ikatan ............................................ 5
1.6 Ketergantungan Laju Reaksi Enzim pada Konsentrasi Substrat ................... 5
1.7 Penghambat Kerja Enzim .............................................................................. 6
A. Jenis – jenis inhibitor ..................................................................................... 7
B. Persamaan Inhibisi Enzim ............................................................................. 8
1.8 Pengaruh pH pada Laju Reaksi Enzim .......................................................... 9
A. Hubungan antara aktivitas enzim dengan PH. ............................................. 10
B. Hubungan suhu dengan reaksi enzimatik .................................................... 10
1.9 Mekanisme Enzim ....................................................................................... 11
1.10 Faktor yang Berperan dalam Aktivitas Enzim .............................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13

i
BAB 1 ENZIM

1.1 Sejarah Enzim


Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi yang berlangsun di dalamnya. Oleh karena reaksi itu banyak
sekali maka biokatalisator yang dibentuk jumlah maupun jenisnya tidak terhitung
banyaknya.
Kata enzim berasal dari kata “enzyme” yang berarti dalam ragi (yeast), maka
dipakai semenjak tahun 1877. Sebelum itu telah dikenal diastase (1833, A. Payen
dan J. Persoz), pepsin (1836, T. Schwan) dan emulsin (J. V. Liebig dan F. Wohler
1837) yang masing-masing adalah senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati,
protein, dan glikosida.
Pada tahun 1866 Louis Pasteur mendapatkan bahwa cairan anggur bergula
dapat mengalami perubahan menjadi alkohol dan CO2 oleh karena adanya ragi yang
tumbuh di dalamnya. Oleh karena itu, Pasteur memastikan bahwa yang
menyebabkan peristiwa “fermentasi” itu adalah zat yang dikeluarkan oleh ragi. Zat
itu berhubungan erat dengan kehidupan jasad tersbut. Pasteur menyebutnya
“organized ferment” untuk membedakannya dengan diaste, pepsin dan emulsin yang
dinamakannya “unorganized ferment”.
Pada tahun 1897 E. Buchner dapat mengekstrak zat yang terdapat di dalam
ragi yang selanjutnya senyawa itu dapat melangsungkan fermentasii alkohol tapa
berhubungan dengan struktur sel ragi itu sendiri. Dengan berhasilnya pekerjaan
isolasi ini maka tidak ada lagi perbedaan antara kedua istilah yang dikemukakan oleh
L. Pasteur di atas.

1.2 Pengertian Enzim


Enzim adalah biokatalisator artinya zat –zat yang mempunyai asal biologi,
yang dapat yang dapat mempercepatan perubahan kimia. Kelangsungan peroses
metabolisme yang diorganisasi hanya mungkin terjadi bila setiap sel mempunyai
sendiri perlengkapan enzim yang ditetapkan secara ginetik. Baru setelah itu terjadilah
reaksi lanjutan yang terkoordinasi, juga pada sebagian besar mekanisme regulasi,
enzim ikut berpartisipasi. Cara ini dapat menjamin kelangsungan metabolisme pada
perubahaan kondisi. Hampir semua enzim adalah protein, tetapi terdapat juga asam
nukleat yang aktif secara katalitik, yaitu ribozim.
Enzim pula merupakan protein yang mengkatalisis reaksi biokimia. Enzim
biasanya terdapat didalam konsentrasi yang sangat rendah di dalam sel, dimana

1
meraka meningkatkan laju reaksi tenpa mengubah posisi kesetimbangan. Laju reaksi
kedepan maupun reaksi kebalikan ditingkatkan oleh faktor yang sama. Faktor ini
biasanya sekitar 103 − 1012 . Terdapat lebih dari 2.500 macam reaksi biokimia
dengan enzim spasifik yang membantu peningkatan laju reaksi. Spesies organisme
yang berbeda memproduksi variasri struktur enzim yang berbeda pula, sehingga
jumlah macam protein enzim dalam seluruh sistem bologis adalah lebih dari 106 .
Dalam sel darah merah mamalia, enzim karbonat anhidrase terdapat dalam
kosentrasi 1- 2 g per liter sel (Mr = 30.000), sehingga kosentrasi molarnya
~ 50 10−6 . Laju reaksi hidrasi dengan adanya enzim karbonat anhidrase dalam
kondisi seperti diatas adalah ~ 50 𝑚𝑜𝑙 𝐿−1 𝑆 −1 , yakni mengalami peningkatan laju
8 x 104 kali lipat dari proses tanpa katalis.
Setiap enzim dikarakterisasi oleh spesifisitas substrat kimia (reaktan) serta
molekul lain yang mengatur aktivitasnya. Molekul ini disebut efektor, yang bisa
merupakan aktivator, inhibitor, atau keduanya. Dalam enzim yang lebih kompleks,
satu senyawa bisa memiliki salah satu efek, yang tergantung pada kondisi fisik atau
kimia lainnya. Enzim berukuran mulai dari kompleks subunit banyak yang besar
(disebut enzim multimer, Mr ≈ 106 ) sampai bentuk subunit tunggal yang kecil.

1.3 Klasifikasi Enzim


Kira – kira 2.000 jenis enzim dikenal saat ini untuk mengklasifikasikannya
dikembangkan suatu sistem, yang mempertimbangkan spesifisitas kerja dan
spesifitas substra. Setiap tipe enzim mempunyai empat digit nomor EC yang
spasifik, serta nama yang kompleks namun jelas dan bisa menepis kebingungan
tentang enzim – enzim yang mengkatalisis reaksi yang serupa tetapi tidak identik.
Dalam praktiknya enzim enzim lebih dikenal dengan nama umum, yang biasa nya
berasal dari nama reaktan utamanya yang spasifik, dengan ditambah akhiran –ase.
Beberapa nama umum tidak memiliki akhiran –ase, yang biasanya merupakan enzim
yang dipelajari dan diberi nama sebelum klasifikasi sistematik enzim dibuat. Contoh
nama –nama enzim yang lazim yakni arginase, yang bekerja pada arginin, dan
urease, yang bekeerja pada urea.
Sedangkan dua nama umum yang tidak lazim yakni pepsin, suatu enzim
proterlitik dalam jalur pencernaan (nomor EC 3.4.23.1) dan rodanese (tiosulfat:
sianida sulfurtransferase, EC 2.8.1.1), yang berada dalam hati dan ginjal mamalia
untuk mengatalisis penghilangan sinanida dan tiosulfat dari tubuh. Angka pertama
menunjukkan keanggotaan pada salah satu dari enam kelompok utama dan dua angka

2
berikutnya menunjukkan sub- kelompok dan sub sub –kelompok. Sementara angka
terakhir adalah nomor enzim yang bersangkutan pada sub sub – kelompok. Misalnya
laktat dehidrogenese bernomoe EC 1.1.1.27 (kelompok:1,oksidoreduktase; sub
kelompok : 1.1, gugus CH-OH sebagai donor elektron; sub sub kelompok: 1.1.1,
NAD(𝑃)+ sebagai aseptor.
Dalam enam kelompok utama, enzim- enzim yang memiliki spesifisitas kerja
yang hampir sama dikelompokkan bersama: Oksidoreduktase (kelompok 1)
mengatalisis pemindahan ekuivalen pereduksi antara dua sistem redoks. Transferase
(kelompok 2) mengkatalisis pemindahan gugus–gugus lainnya dari satu molekul ke
molekul kedua. Oksidoreduktase dan Transferase pada umumnya membutuhkan
koenzim. Hidrolase (kelompok 3) juga memindahkan gugus-gugus tetapi sebagai
aseptor selalu auatu molekul air. Lipase (kelompok 4) kadang-kadang disebut juga
sebagai “sintetase” mengkatasisis pemecahan atau pembentukan ikatan kimia disertai
pembentukan atau penghilangan ikatan rangkap. Isomerase (kelompok 5) menggeser
posisi gugus-gugus di dalam suatu molekul tanpa mengupah rumus kimia substrat.
Reaksi – reaksi penghubung yang dikatalisis oleh Ligase (sintase, kelompok 6)
tergantung pada energi, karena itu selalu terangkai dengan proses hidrolisis
nukleosida trifosfat. Tipe – tipe kelas utama enzim:

1.4 Sifat Katalis Enzim

Sebagai katalis enzim mirip dengan katalis lain, yang umumnya senyawa
lebih kecil, seringkali sebagai senyawa anorganik dan bahkan berupa logam. Sifat
inilah yang memungkinkan aneka reaksi dapat berlangsung di dalam sel. Dalam
mengkatalisis suatu reaksi, diasumsikan enzim berikatan lebih dulu dengan substrat.

3
Akibat ikatan ini, terbenntuklah suatu nyenyawa baru, yang dinamai kompleks
enzim-substrat saja, yang dapat disingkat kompleks ES atau ES saja.

Senyawa baru ini, kompleks ES, niscaya mempunyai umur yang sangat
singkat, oleh karena kompleks ES ini sangat sukar diisolasi dan diproleh. Ada dua
kemungkinan yang mungkin dialami ES, pertama, sebagaimana lazimnya reaksi
kimia, ES akan kembali terurai menjadi E + S, menurut persamaan berikut ini.

ES →E + S

Sehingga secara keseluruha, reaksi tersebut dapat dipandang sebagai suatu


reaksi bolak – balik seperti yang tertera dalam persamaan berikut ini.

⃗⃗⃗ ES
E+S ←

Apabila yang terjadi hanya ini saja, niscaya tidak ada perbedaan antara enzim
dengan protein lain seperti antibodi, reseptor ataupun transporter. Ketiga protein ini
juga akan mengalami hal yang sama dengan interaksi antara mereka dengan ligan,
seperti yang tampak dalam persamaan berikut.

⃗⃗⃗ PL
P+L ←

P adalah protein pengikat spesifik (antibodi, reseptor, ataupun transpoter) dan


L adalah ligan spasifik yang diikat oleh protein tersebu. Kelebihan sifat enzim tidak
tampak jika reaksi hanya berhenti sampai pembentukan kompleks ES. Sifat yang
membedakan enzim dari berbagai protein pengikat spasifiik ini ialah kemampuan
untuk mengolah substrat sehingga membentuk senyawa baru. Sifat ini terliat dalam
kemungkinan kedua, yang dapat dialami oleh komlpeks ES dalam kemungkinan
kedua ini terjadi reaksi sebagai berikut.

⃗⃗⃗⃗ E+P
ES←

Dengan demikian, secara keseluruhan, reaksi yang terjadi antara enzim


dengan substrat adalah sebagai berikut.

⃗⃗⃗⃗ ES ←
E+S← ⃗⃗⃗⃗ E+P

4
1.5 Model Pengingkatan Laju Pemotongan Ikatan
Mekanisme dasar suatu enzim dalam meningkatkan laju reaksi kimia dapat
diklasifikasikan ke dalan empat kelompok:
A. facilitation of proximity, atau kemudahan kedekatan (efek keakraban),
yang berarti bahwa laju reaksi antara dua molekul ditingkatkan bila dalam
llarutan encer keduanya dijaga dalam jarak dekat satu sama lain dalam sisi
aktif enzim, sehingga menaikan kosentrasi efektif reaktan.
B. Katalis konvalen, yakni rantai- rantai panjang asam amino menyediakan
sejumlah gugusan nukleofilik katalis.
C. Katalisis asam – basa umum didefenisikan sebagai proses pemindahan
proton dalam keadaan transisi. Proses ini tidak melibatkan pembentukan
ikatan konvalen di dalamnya, tetapi reaksi enzimatik keseluruhan bisa
melibatkan ini juga.
D. Perubahan tekanan, distori molekul, dan bentuk. Tekanan dalam sistem
ikatan reaktan serta pelepasan tegangan ketika keadaan transisi berbuah
menjadi produk dapat memberikan peningkatan laju reaksi kimia.
Dua reaksi kimia berikut ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfat ester.

Dalam kondisi standar reaksi (a) berlangsung 108 kali lebih cepat dari pada
reaksi (b). Senyawa siklik pada (a) memiliki tegangan katan yang cukup besar
(energi potensial dalam konfigurasi ini tinggi), yang di lepaskan saat pembuakaan
cincin selama hidrolisis. Tipe tengangan ini tidak dapat diester pada (b).

1.6 Ketergantungan Laju Reaksi Enzim pada Konsentrasi Substrat


Dalam percobaan, pengaruh konsentrasi substrat pada laju reaksi enzim
dipelajari dengan mencatat kemajuan reaksi katalis enzim, dengan menggunakan
konsentrasi enzim yang tetap dan serangkaian konsentrasi substrat yang berbeda-
beda. Kecepatan awal (v0) diukur sebagai kemiringan tangen dalam kurva kemajuan
pada waktu t=0. Ketika [S]0 >> konsentrasi enzim, v0 biasanya berbanding lurus

5
dengan konsentrasi enzim dalam campuran reaksi. Untuk sebagian besar enzim, v0
adalah fungsi hiperbola dari [S]0. Jika terdapat substrat-substrat lain (ko-substrat),
maka konsentrasinya biasanya dijaga tetap konstan selama rangkaian percobaan
dengan [S]0 yang bervariasi.

1.7 Penghambat Kerja Enzim


Penghambatan atau inhibisi dapat dibagi dalam dua macam. Pertama,
penghambatan terjadi dengan cara yang terpulihkan atau reversibel. Penghambatan
jenis kedua terjadi dengan cara yang tak terpulihkan atau ireversibel.
Penghambatan terpulihkan. Dalam inhibisi reversibel interaksi antara
molekul inhibitor dengan molekul enzim tidaklah sampai membentuk ikatan kimia
yang menetap. Penghambatan ini akan lenyap jika senyawa penghambat tersingkir,
dengan satu atau lain cara, dari lingkungan enzim.secara in vivo, pada dasarnya
penyingkiran tersebut mesti terjadi karena adanya proses pengeceran di dalam darah,
metabolisme didalam sel, dan akhirnya ekskresi. Inhibitor terpulihkan ini, dilihat dari
pola kerjanya, masih dapat dibagi menjadi dua kelompok.
Penghambatan tak terpulihkan. Dalam penghambatan jenis ini, terjadi
ikatan yang menetap antara enzim dengan inhibator, sedemikian rupa sehingga enzim
tidak dapat lagi mengikat apa lagi mengolah substrat. Biasanya terjadi suatu reaksi
kimia yang menyebabkan pembentukan ikatan konvalen antara enzim dengan
inhibitor. Reaksi tak berbalik antara enzim dengan inhibitor dapat dituliskan sebagai
berikut.
E+I→EI
Ikatan kovalen yang terbentuk dan menetap antara inhibitor dengan enzim
mungkin terjadi di bagian enzim yang berlangsung mengenali, mengikat, dan
mengolah substrat. Akibatnya, substrat tidak akan pernah mencapai situs katalitik

6
tersebut. akan tetapi, senyawa yang menyebabkan denaturasi protein enzim atau yang
secara tidak khas membuat situs katalitik menjadi tidak aktif, tidak dimasukkan ke
dalam golongan senyawa yang menyebabkan penghambatan tak terpulihkan ini.

A. Jenis – jenis inhibitor


Kebanyakan inhibator enzim berpengaruh revesibel, artinya inhibitor tidak
meninggalkan perubahan yang menetap pada enzim. Tetapi terdapat juga
inhibitor yang irreversibel yang memodifikasi secara permanen enzim yang
dituju. Cara kerja suatu inhibator, jenis hambatannya, ditentukan dengan
cara membandingkan kinetika reaksi yang terhambat dengan yang tidak
terhambat. Setelah itu dibedakan inhibator kompetitif(kiri) dari inhibator
non-kompetitif(kanan). Untuk regulasi metabolisme yang terutama penting
adalah hambatan alosterik. Kurva kejenuhan substrat yang khas ditampilkan
dibagian tengah gambar.
Analog substrat(2) mempunyai sifat – sifat yang menyerupai suatu substrat
enzim yang dituju. Analog substrat diikat oleh enzim, sehingga enzim
tersebut tidak dapat digunakan lagi dan menghambat secara reversibel
sehingga molekul enzim. Karena substrat dan inhibator bersaing dalam
mendapatkan tempat ikatan yang sama, jenis hambatan ini dinamakan
hambatan kompetitif. Analog keadaan peralihan(3) kebanyakan juga
bekerja secara kompetitif. Jika suatu inhibator bereaksi dengan gugus yang
esensial untuk aktivitas enzim tanpa mengganggu ikatan enzim dengan
substrat, maka jenis hambatannya tidak kompetitif (kanan). Dalam hah ini
konstata Michaelis tidak berubah, sebaliknya kosentrasi enzim yang
berfungsi ⦋𝐸⦌𝑔 dan dengan demikian juga kecepatan maksimum V, akan
berkurang. Inhibitor non- kompetitif sering bekerja secara irreversibel
dengan cara memodifikasikan enzim yang dituju.
Kelompok sbstrat “bunuh diri” (5), menyangkut analog substrat yang
mengandungsuatu gugus reaktif sebagai tambahan substrat ini pertama- tama
mengikat secara reversibel untuk kemudian berkaitan kovalen dengan pusat
aktif enzim. Kerja unsur ini bersifat non- kompetitif.
Inhibator alosterik mengikat enzim pada tempat ikatan yang terpisah, di luar
pusat aktif. Hal tersebut menyebabkan perubahan konformasi protein enzim,
yang secara tidak langsung mengurangi aktivitas enzim.

7
B. Persamaan Inhibisi Enzim

Ungkapan matematis yang menghbungkan laju reaksi dengan konsentrasi


inhibitor seringkali cukup rumit, tetapi terdapat empat persamaan sederhana yang
merupakan perluasan dari rumus Michaelis-Menten. Kinetika dari banyak enzim
dapat dijelaskan dengan memuaskan oleh keempat persamaan tersebut. Dalam
persamaan-persamaan berikut adalah konsentrasi inhibitor dan K1 serta K`1 adalah
tetapan inhibisi yang satuannya sama seperti tetapan kesetimbangan disosiasi (mmol
L-1).

8
1.8 Pengaruh pH pada Laju Reaksi Enzim
Enzim adalah protein yang tersusun atas asam amino, oleh karena itu maka
pengaruh PH berhubungan erat dengan sifat asam basa yang dipunyai oleh protein.
Pada umumnya enzim memiliki titik optimal aktivitas pada PH tertentu. gambar
dibawah ini menunjukan pengaruh PH terhadap aktivitas enzim tertentu.

Pengaruh pH yang mungkin terjadi yakni mengubah keadaan ionisasi dari;


(1) gugus-gugus yang terlibat dalam katalisis, (2) gugus-gugus yang terlibat dalam
pengikatan substrat, (3) gugus-gugus yang terlibat dalam pengikatan sisi-sis selain
sisi aktif (sisi efektor alosterik), dan (4) gugus–gugus pada substrat. Keadaan
bermuatan yang telahberubah ini akan mempengaruhi afinitas enzim terhadap
substratnya, serta mempengaruhi laju katalisis.

9
A. Hubungan antara aktivitas enzim dengan PH.
Ada dua alasan untuk menyelidiki pengaruh tingkat keasaman atau pH ini
terhadap aktivitas enzim.
1. Sebagai produk makhluk hidup secara teori selalu ada kemungkinan dari
pengaruh pH ini terhadap aktivitas biologis dari enzim ini.
2. Sebagai suatu protein enzim tidak berbeda dengan protein lainnya. Antara
lain, struktur 3 dimensi molekul enzim ini juga akan di pengaruhi oleh
derajat keasaman dari larutan tempat ia berada. Dari demikian banyaknya
struktur 3 dimensi yang mungkin diambil oleh enzim, niscaya hanya
beberapa bahkan mungkin hanya satu saja yang memberikan peluang bagi
enzim untuk bekerja sebagaimana mestinya.
Kurva hubungan antara pH dengana laju reaksi suatu enzim biasanya
menghasilkan gambaran seperti lonceng, seperti yang takpak pada gambar
ini:

B. Hubungan suhu dengan reaksi enzimatik

Pada gambar tampak bahwa di luar suhu optimum, laju reaksi enzimatik selalu
lebih rendah. Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, makin
rendah laju reaksi. Pada suhu yang lebih rendah (sisi A pada gambar), penyebab
kurangnya laju reaksi enzimatik ialah kurangnya gerak termodinamik, yang yang
menyebabkan kurang nya tumbukan antara molekul enzim dengan substrat.

10
Makin rendah suhu, gerak termodinamik tersebut akan makin kurang. Pada
daerah suhu yang lebih tinggi (sisi B pada gambar), gerak termomatik akan lebih
meningkat, sehingga benturan antara molekul niscaya akan lebih sering. Dalam
peningkatan suhu ini, selain gerakan termodinamik meningkat, molekul protein
enzim juga mengalami denaturasi, sehingga bangun tiga dimensi tersebut dan
makin sukar bagi substrat untuk duduk secara tetap dibagian aktif molekul
enzim.
1.9 Mekanisme Enzim
Mekanisme enzim dihadirkan oleh simbol yang sama yang dipakai dalam
kimia organik untuk menyederhanakan transformasi ikatan kimia. Suatu reaksi ion
adalah reaksi yang mempunyai intermediet ion. Ia melibatkan dua spesies, yaitu
spesies kaya elektron (nukleofit) dan spesies kurang elektron (elektrofit). Nukleofit
mempunyai muatan negatif atau pasangan elektron tak terbagi. Biasanya nukleofit
bisa dianggap sebagai sebagai penyerang elektrofit dan menyebut mekanisme
serangan nukleofit adalah substitusi nukleofit.
Tipe lain substitusi nukleofit melibatkan penggantian langsung. Dalam
mekanisme nukleofit ini, gugus penyerang untuk molekul ditambah ke muka atom
pusat berlawanan dengan gugus pergi untuk membentuk keadaan transisi mempunyai
lima gugus terhubung dengan atom pusat. Keadaan transisi ini tidak stabil, keadaan
energi tinggi. Ia mempunyau struktur antara reaktan dan produk.
Ikatan kovalen terdiri atas pasangan elektron yang terbagi oleh dua atom,
ikatan bisa dipotong dalam dua cara yaitu kedua elektron bisa tempel dengan satu
atom, atau satu elektron bisa tertempel dengan tiap atom. Dalam kebanyakan reaksi,
kedua elektron tetap dengan satu atom, sehingga intermediet ion dan gugus pergi
terbentuk.

1.10 Faktor yang Berperan dalam Aktivitas Enzim


Ada beberapa faktor yang berpengaruh atas aktivitas enzim antara lain pH,
suhu, adanya zat penghambat atau aktivator, kadar substrat dan jenis substrat. Faktor
tersebut mempunyai dua pengaruh atas enzim yaitu struktur dan reaktivitas.
Khususnya pada enzim maka struktur sangat berpengaruh atas fungsi. Apabila
struktur tiga dimensinya itu berubah maka aktivitas enzim menjadi menurun dan
akibatnya bisa diakibatkan oleh pH, suhu dan faktor lain.

Keutuhan dari struktur alam seperti yang dimiliki oleh enzim terutama
ditekankan pada sisi aktifnya. Sebagai contoh ialah ribonuklease yang setelah
diperlukan dengan subtilisin, menjadi tidak aktif. Ternyata protease bakterial tadi
menghidrolisis enzim menjadi dua bagian sedemikian rupa sehingga dua gugus

11
aktifnya (histidin 12 dan 19) terpisah satu sma lain. Ini berarti bahwa struktur
ribonuklease tidak utuh lagi.

Reaktivitas enzim banyak di tentukan oleh sifat asam basa baik enzim
maupun ssubstratnya. Sisi aktif enzim yang mengandung gugus fungsional hanya
bisa bekerja efektif apabila gugus tersebut bermuatan penuh atau dapat mengalirkan
proton-elektronnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ngili, Yohanis. (2013). Biokomia Dasar. Bandung: Rekayasa Sains.

13

Anda mungkin juga menyukai