Anda di halaman 1dari 5

Kelompok Emas

Nama Anggota : Rama Akbar R


Rizki Ibsa Mahendra
M. Abduh Bakrie
Rendi Septiana

“Analisis Dampak Pemberhentian Izin


PT. Freeport Indonesia dan PT. Kaltim Prima Coal “

Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, salah satunya hasil tambang (batubara,
minyak bumi, gas alam, timah). Di era globalisasi ini, setiap negara membangun perekonomiannya melalui
kegiatan industri dengan mengolah sumber daya alam yang ada di negaranya. Hal ini dilakukan agar dapat
bersaing dengan negara lain dan memajukan perekonomiannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan dari
sektor privat maupun sektor swasta yang mengolah hasil tambang untuk diproduksi. Munculnya industri-
industri pertambangan di Indonesia mempunyai dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat dan
negara. Dampak positif adanya industri pertambangan antara lain menciptakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat, hasil produksi tambang dapat digunakan untuk memenuhi permintaan pasar domestik
maupun pasar internasional, sehingga hasil ekspor tambang tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi negara. Industri pertambangan juga dapat menarik investasi asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Namun, terdapat masalah yang harus diperhatikan oleh pemerintah, yaitu masalah penambangan
ilegal. Penambangan ilegal dilakukan tanpa izin, prosedur operasional, dan aturan dari pemerintah. Hal ini
membuat kerugian bagi negara karena mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal, mendistribusikan,
dan menjual hasil tambangnya secara ilegal, sehingga terhindar dari pajak negara. Oleh karena itu,
pemerintah harus menerapkan aturan yang tegas terhadap para pihak yang melakukan penambangan
illegal. Kemudian, di sisi lain, industri pertambangan juga mempunyai dampak negatif, yaitu kerusakan
lingkungan. Wilayah yang menjadi area pertambangan akan terkikis, sehingga dapat menyebabkan erosi.
Limbah hasil pengolahan tambang juga dapat mencemari lingkungan. Kegiatan industri tambang yang
menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca dan
pemanasan global.
Perusahaan tambang sendiri harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebelum melakukan
kegiatan pertambangan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 (7) UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin yang
diberikan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Merupakan kewenangan Pemerintah, dalam
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, untuk memberikan IUP. Pasal 6 Peraturan Pemerintah
No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP
23/2010) mengatur bahwa IUP diberikan oleh Menteri, gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya. IUP diberikan kepada:
1. Badan usaha, yang dapat berupa badan usaha swasta, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
Usaha Milik Daerah;
2. Koperasi; dan
3. Perseorangan, yang dapat berupa orang perseorangan yang merupakan warga Negara Indonesia,
perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.
Pemberian IUP akan dilakukan setelah diperolehnya WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan).
Dalam satu WIUP dimungkinkan untuk diberikan 1 IUP maupun beberapa IUP.
1. Pasal 36 UU Minerba membagi IUP ke dalam dua tahap, yakni:
a) IUP eksplorasi, yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan; dan
b) IUP Operasi Produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
2. Pasal 39 UU Minerba mengatur bahwa IUP Eksplorasi wajib memuat ketentuan sekurang-
kurangnya:
a) Nama perusahaan;
b) Lokasi dan luas wilayah;
c) Rencana umum tata ruang;
d) Jaminan kesungguhan;
e) Modal investasi;
f) Perpanjangan waktu tahap kegiatan;
g) Hak dan kewajiban pemegang iup;
h) Jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
i) Jenis usaha yang diberikan;
j) Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah
pertambangan;
k) Perpajakan;
l) Penyelesaian perselisihan;
m) Iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
n) Amdal.
Sedangkan untuk IUP Operasi Produksi wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:
a) nama perusahaan;
b) luas wilayah;
c) lokasi penambangan;
d) lokasi pengolahan dan pemurnian;
e) pengangkutan dan penjualan;
f) modal investasi;
g) jangka waktu berlakunya IUP;
h) jangka waktu tahap kegiatan;
i) penyelesaian masalah pertanahan;
j) lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;
k) dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
l) perpanjangan IUP;
m) hak dan kewajiban pemegang IUP;
n) rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah
pertambangan;
o) perpajakan;
p) penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;
q) penyelesaian perselisihan;
r) keselamatan dan kesehatan kerja;
s) konservasi mineral atau batubara;
t) pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;
u) penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;
v) pengembangan tenaga kerja Indonesia;
w) pengelolaan data mineral atau batubara; dan
x) penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau
batubara.

Namun, menurut artikel yang dikutip oleh CNN Indonesia Kementrian Hukum dan HAM
(Kemenkumham) dan ESDM akan melakukan pemblokiran/pemberhentian izin usaha tambang
dikarenakan masih banyaknya perusahaan tambang yang belum menyelesaikan kewajibannya, seperti izin
tambang yang melanggar ketentuan kehutanan dan lingkungan hidup hingga yang mempunyai tunggakan
pajak. Dan salah satu yang akan dijelaskan kali ini adalah kajian tentang pemberhentian Izin Usaha
Pertambangan PT. Freeport Indonesia dan PT. Kaltim Prima Coal (KPC). Berikut ini merupakan dampak
yang ditimbulkan apabila kedua perusahaan tersebut diberhentikan izinnya oleh pemerintah.
1. PT. Freeport Indonesia

Menurut artikel yang dikutip oleh Boombastis.com, apabila perusahaan ini diberhentikan izinnya oleh
pemerintah maka dampaknya adalah sebagai berikut:

a) Kerusakan Lingkungan Kelas Berat Akan Terjadi


Freeport selama ini menambang dengan metode yang cukup baik. Terutama soal pengolahan
limbah. Mereka menggunakan metode tertentu sehingga limbah bisa diminimalisir dan dampaknya
tidak sampai membuat warga Papua dan para aktivis demo sana sini. Freeport dikelola dengan
baik, demikian limbahnya. Lalu apa yang akan terjadi jika mereka pergi? Memang benar kita jadi
punya tambang besar, namun untuk pengelolaannya tentu masih jadi tanda tanya besar. Freeport
jelas tak mau meninggalkan apa pun yang mempermudah Indonesia untuk mengelola tambangnya
sendiri. Sudah pasti mereka akan membawa pula para staf ahli serta deretan teknologinya,
termasuk pengelolaan tambang dan juga limbah.Kita bisa pilih opsi menunggu sampai waktu
tertentu. Tapi, hal tersebut malah justru membuat limbah bekas tambang tak mampu terkelola
dengan baik. Ketika dibiarkan maka yang terjadi adalah seperti yang ada di Brazil. Di mana
tambang besi mereka membuat satu perkampungan dan sebuah sungai besar mati.

b) Indonesia Butuh Banyak Biaya untuk Kelola Tambang


Jika PT. Freeport benar-benar hengkang, maka secara logis mereka akan membawa apa pun
yang dimiliki. Lalu kita kini sebagai pengelola harus cepat-cepat melanjutkan proses
penambangannya. Kalau tidak maka hal-hal buruk akan terjadi. Masalahnya, Freeport sudah
membawa pergi peralatan mereka. Maka mau tak mau negara harus mengadakan peralatan
sendiri. Biayanya pasti besar karena tambangnya saja sudah seluas itu. Negara jelas tidak akan
menyisihkan sebagian besar APBN hanya untuk pengelolaan Freeport. Solusinya adalah hutang.
Amerika mungkin juga akan melakukan sedikit intrik soal ini karena merasa terusir. Bisa dengan
memainkan dolar mereka agar pengeluaran kita makin besar.

c) Konflik Suku Setempat Akan Mungkin Terjadi


Sudah bisa dibayangkan jika Freeport pergi maka akan terjadi aksi klaim satu sama lain.
Menurut Dirut Freeport, Maroef Syamsoeddin, hal ini memang mungkin akan terjadi. Seperti yang
kita ketahui, Papua terdiri dari banyak suku-suku, kemungkinan mereka yang akan terlibat dalam
pergolakan masalah klaim tersebut. Aksi ini yang jelas akan memancing negara dengan
menurunkan TNI untuk mengintervensi para suku itu. Hal ini mungkin akan memicu konflik nasional
dan dampak buruknya bisa jadi Papua menuntut kemerdekaan. Jelas ini lebih buruk dari yang kita
kira.

d) Hubungan Bilateral Amerika Indonesia Memburuk


Patut diketahui, Freeport yang menjembatani hubungan harmonis antara negara kita dan
Amerika. Bukan rahasia pula jika perusahaan tersebut memang sudah menyumbang banyak sekali
bagi negeri Paman Sam sejak pertama kali dikelola di zaman Soeharto. Lalu bagaimana jadinya
jika pemasukan yang berharga ini tiba-tiba hilang gara-gara Indonesia tak memperpanjang kontrak
Freeport? Yang jelas Amerika takkan pernah bertegur sapa dengan Indonesia. Ini buruk bagi kita
mengingat mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dunia. Apa yang mereka putuskan akan
menjadi keputusan semua orang. Kemudian mereka mungkin memanfaatkan kedigjayannya untuk
membuat Indonesia lemah. Entah bermain-main dengan dolarnya, atau yang ditakutkan adalah
melakukan invasi-invasi dengan dalih tertentu. Kita sendiri sebenarnya juga butuh banyak dari
Amerika. Ketika penghubung harmonisme antar negara ini hilang, siap-siap dengan kemungkinan
terburuk yang mungkin akan mereka lakukan.
e) PT. Freeport Angkat Kaki, Maka Angka Pengangguran Naik Drastis
Ada sekitar 30 ribuan orang lebih yang bekerja di Freeport dan mayoritas mereka adalah orang-
orang Indonesia. Dari data ini mungkin sudah bisa dipetakan bagaimana jadinya jika perusahaan
Amerika itu hengkang. Yang jelas ancaman PHK massal besar-besaran takkan bisa terhindarkan.
Negara bakal kebingungan sendiri karena angka pengangguran yang makin tinggi ini harus
diapakan. Bahkan mirisnya, 40 persen dari pekerja Freeport juga adalah orang asli Papua. Mereka
pasti kebingungan pula bagaimana menghidupi keluarga. Indonesia harus cari solusi dari masalah
pelik ini ketika pemerintah sudah tak lagi memperpanjang kontrak Freeport.

f) Pemasukan Negara Berkurang Banyak


Memang benar jika Freeport untung banyak dari Indonesia. Tapi, yang perlu diketahui, mereka
juga memberikan kompensasi besar kepada negara. Jumlahnya sendiri makin signifikan setiap
tahunnya. Bahkan tahun 2010 lalu mereka memberikan sekitar Rp 5,7 triliun. Sayangnya, takkan
ada lagi pemasukan cuma-cuma seperti ini jika Freeport pergi. Terkecuali kita benar-benar siap
dalam pengelolaan, maka tak perlu berpikir tentang pemasukan cuma-cuma tadi. Karena kita akan
mendapatkan yang lebih besar. Tapi, kalau keadaannya justru sebaliknya, bahkan menunggu
kesiapan Indonesia sampai jangka waktu tertentu, negara tidak akan mendapatkan apa pun.
Dilematis memang, namun semua pilihan ada risikonya.

2. PT. Kaltim Prima Coal (KPC)

Untuk PT. Kaltim Prima Coal, apabila perusahaan ini diberhentikan izinnya oleh pemerintah maka
dampaknya adalah tidak akan jauh seperti pemberhentian PT. Freeport Indonesia yaitu angka
pengangguran yang akan menaik drastis dikarenakan perusahaan yang sudah tidak dapat beroperasi lagi,
seperti kasus yang dikutip oleh Okezone.com, pada tahun 2008 dimana lahan dari PT. Kaltim Prima Coal
sendiri ditutup/diberhentikan oleh pihak kepolisian. Kejadian tersebut diduga terjadi akibat penyerobotan
lahan oleh KPC di daerah Bangalon Kutai Timur. Akibat kasus tersebut sebanyak 2000 lebih pekerja
terpaksa dirumahkan karena ditutupnya lahan KPC oleh pemkab. Apabila memang KPC sendiri
diberhentikan izinnya maka akan banyak sekali karyawan/pekerja yang akan di PHK dan diberhentikan
oleh KPC.

Selain itu, pemasukan untuk negara maupun daerah akan berkurang banyak sekali dikarenakan PT.
Kaltim Prima Coal sendiri merupakan perusahaan yang menduduki peringkat pertama dalam produksi dan
ekspor batubara terbesar di Indonesia pada tahun 2018. Tercatat dalam artikel yang dikutip oleh CNBC,
PT. Kaltim Prima Coal memproduksi sekitar ±37,8 juta ton serta mengekspor ±25,9 juta ton. Angka tersebut
menunjukan betapa banyaknya permintaan impor maupun ekspor batubara ke PT. Kaltim Prima Coal dan
hasil tersebut masuk kedalam kas negara yang ditaksir berkisar 9 triliunan. Apabila PT. Kaltim Prima Coal
sendiri jadi diberhentikan maka akan sangat berpengaruhn bagi keuangan negara.

Dan, selain dari dampak diatas, pemberhentian juga akan berpengaruh pada produktivitas
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimana PLTU sendiri banyak menggunakan batubara untuk
membangkitkan listrik. Batubara sendiri dirasa cukup efektif untuk dijadikan bahan bakar PLTU dan
termasuk bahan bakar yang murah. PT.Kaltim Prima Coal sendiri ikut andil dalam pemasokan batubara
untuk PLTU. Apabila pasokan batubara sendiri berkurang maka perlu dicari alternatif lain untuk
membangkitkan PLTU tersebut.

Anda mungkin juga menyukai