Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu
penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah
virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada
33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis
pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan
Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun
dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae
angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan
diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian
pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala
perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah
leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang
jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang
tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Oleh karena itu sangat diperlukan tenaga kesehatan
perawat yang kompeten dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar penyakit meningitis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan meningitis?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak I pada semester IV, dan di
harapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang konsep dasar penyakit persyarafan,
meningitis pada anak dan dapat membuat asuhan keperawatan anak dengan meningitis.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami konsep dasar penyakit meningitis meliputi:
a. Definisi meningitis
b. Etiologi meningitis
c. Manifestasi klinis meningitis
d. Patofisiologi meningitis
e. Komplikasi meningitis
f. Penatalaksanaan pada meningitis
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat konsep asuhan keperawatan anak dengan
meningitis meliputi:
a. Pengkajian
b. Pemeriksaan penunjang
c. Diagnosa dan intervensi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spiral
column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, 2006)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA, 2012)
Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri terdiri atas
meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau disebut
nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis yang disebabkan oleh virus. (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2006)
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur), tetapi juga
dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya.
(WHO, 2014)
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan
bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan
dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial.
B. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang
menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria meningitidisis), pneumokok
(Diplococcus pneumoniae), haemophilus influenzae.Ada pula yang timbul karena perjalanan
radang langsung dari radang tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari tromboflebitis atau
pada luka tembus kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok, kadang-kadang
pneumokok.Likuor serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena mengandung pus,
nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang mati dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala
yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri
pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran klinis meningitis yang lebih khas
yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda selaput otak
akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita
sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif
dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi
pupil dan koma.
2. Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.Penyebab lain seperti lues,
virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.Likuor serebrospinal jernih meskipun mengandung jumlah
sel dan protein yang meninggi.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa.Meningitis tuberculosis terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya
dari paru-paru.Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid.
Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.Pada meningitis
tuberculosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.Dapat
terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat
sumbatan, reabsorpsi berkuran atau produksi berlebihan dari likuor serebrospinal.Anak juga bisa
menjadi tuli atau buta dan kadang-kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulanya pelan.Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi,
nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri
punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda
rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemiparases dan
kerusakan syaraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII sampai akhirnya kesadaran
menurun.
Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:
a. Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana
organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian
sekitar 25 %.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri
penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus,
disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus.
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan
mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis
purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia
(pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),
Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningitis akut,
dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Neisseria
meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah
Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian
atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.Haemophilus influenza,
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan
meningitis.Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga
bagian dalam dan sinusitis.Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan terjadinya angka
penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus,
Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri tersering adalah
Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia. (Satyanegara, 2010)
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik.Sering terjadi akibat lanjutan dari
bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes
zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan
gejalah rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor serebrospinalis dengan deferensiasi
terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa komplikasi.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear
acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio),
arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan
contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan
secara komplit).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis
akut atau ensepalitis akut.Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak
infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak
teridentifikasi.
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang
pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis
(paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30-40% dan insidensinya meningkat
seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi
jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).

C. Etiologi
a. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis.Adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:
 Haemophillus influenza
 Nesseria meningitides (meningococcal)
 Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
 Streptococcus, grup A
 Staphylococcus aureus
 Escherichia coli
 Klebsiella
 Proteus
 Pseudomonas
b. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps, herpes
simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sel
mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang
dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

c. Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
d. Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
e. Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat imunosupresi.
f. Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri atas faktor pencetus
sebagai berikut diantaranya adalah :
a. Otitis media
b. Pneumonia
c. Sinusitis
d. Sickle cell anemia
e. Fraktur cranial, trauma otak
f. Operasi spinal
g. Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti
AIDS.
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan
terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorrhea
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium.

D. Manifestasi Klinis
 Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot
kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
 Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku
agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif,
reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal).

Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah, mudah
terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig
dan Brudzinsky positif.

E. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam
sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi
arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak.Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret
telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena
hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang
masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme
yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang
dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan
sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya
desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan
otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai
ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke
ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor
Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan
terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya
banyak tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis
tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar
ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas
atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Terapeutik
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan
dosis tinggi melalui intravena.
- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan
cairan yang dapat menyebabkan edema.
- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada
anak yang mengalami DIC,
- Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
b. Penatalaksanaan Medis
- Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
- Steroid untuk mengatasi inflamasi
- Antipiretik untuk mengatasi demam
- Antikonvulsant untuk mencegah kejang
- Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
- Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
- Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat
dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi.
Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran
karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat
hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
- Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan diazepam 0,5
mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan
fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi
dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari
berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian
diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh
karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat
kejang.
- Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan
rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak karena
peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
- Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan memposisikan anak pada
posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian
oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga
terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu
diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan.
Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.
- Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering
dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara
intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis pemberian.
Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pembelian cairan serebrospinal
melalui lumbal fungtio.

c. Penatalaksanaan di Rumah:
- Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak terlalu
lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang
cukup karena anakyang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang praktis
membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga
berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun
lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat
terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
- Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga
mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
- Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini
berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak biar dapat
lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah
berpindah ke lingkungan.
- Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum
dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5
tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
- Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena
peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang
sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat membantu
mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
 Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada
otak, cedera kepala
 Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah
dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
 Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti
dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda
kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
 Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan
tanda kernig dan Brudzinsky positif.

B. Pemeriksaan Penunjang
 Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan
serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
 Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat,
glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
 Glukosa & dan LDH : meningkat.
 LED/ESRD: meningkat.
 CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
 Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
 Kultur Darah
 Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
- Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
- Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Rasa sakit kepala berkurang
- Kesadaran meningkat
- Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang
meningkat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi Perubahan pada tekanan intakranial akan
tidur terlentang tanpa bantal dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya
herniasi otak
Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
neurologis dengan GCS. lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti Pada keadaan normal autoregulasi
TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati- mempertahankan keadaan tekanan darah
hati pada hipertensi sistolik sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar, nausea yang
menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
muntah, batuk. Anjurkan pasien intrakranial dan intraabdomen.
untuk mengeluarkan napas apabila Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
bergerak atau berbalik di tempat atau merubah posisi dapat melindungi diri
tidur. dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan Meminimalkan fluktuasi pada beban
perhatian ketat. vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi
cairan dan cairan dapat menurunkan
edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti: Steroid, Aminofel, Terapi yang diberikan dapat menurunkan
Antibiotika. permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi
dan kejang.

2. Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak


Tujuan
- Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria hasil:
- Pasien dapat tidur dengan tenang
- Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Pantau berat ringan nyeri yang Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan dengan menggunakan dirasakansehingga memudahkan
skala nyeri pemberian intervensi
Pantau saat muncul awitan nyeri Menghindari pencetus nyeri merupakan
salah satu metode distraksi yang efektif

Usahakan membuat lingkungan Menurukan reaksi terhadap rangsangan


yang aman dan tenang ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan pasien untuk
beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi
dan kain dingin pada mata pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau Dapat membantu relaksasi otot-otot yang
pasif sesuai kondisi dengan lembut tegang dan dapat menurunkan rasa sakit /
dan hati-hati disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesic Mungkin diperlukan untuk menurunkan
rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada
status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.

3. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
- Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
INTERVENSI RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
mulut dan otot-otot muka lainnya memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman Melindungi pasien bila kejang terjadi
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fae Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
akut vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
seperti; diazepam, phenobarbital, dll. Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan:
- Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C

INTERVENSI RASIONALISASI
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan Untuk mempertahankan suhu badan
mendekati normal
Berikan kompres hangat Untuk mengurangi demam dengan proses
konduksi
Berikan selimut pendingin Untuk mengurangi demam lebih dari
39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : Untuk mengurangi demam dengan aksi
pemberian antipiretik sentralnya di hipotalamus

5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


Tujuan:
- Anak dapat mempertahankan fungsi sensori
Kriteria hasil:
- Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual, mendemontrasikan
perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji tingkat kesadaran sensorik Tingkat kesadaran sensorik yang buruk
dapat meningkatkan resiko terjadinya
injury
Kaji reflek pupil, extraocular Penurunan reflek menandakan adanya
movement, respon terhadap suara, kerusakan syaraf dan dapat berpengaruh
tonus otot dan reflek-reflek tertentu terhadap keamanan pasien
Hilangkan suara bising Menurunkan stimulan dari lingkungan
Bertingkah laku tenang, konsisten, Dapat membantu memudahkan pasien
bicara lambat dan jelas dalam berkomunikasi dan meningkatkan
pemahaman anak
6. Resiko (penyebaran) infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan terhadap infeksi
Tujuan:
- Anak akan mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan dengan orang lain
INTERVENSI RASIONALISASI
Pertahankan teknik aseptic dan cuci Menurunkan pasien terkena infeksi
tangan baik pasien, pengunjung sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi,
maupun staf mencegah pemajanan pada individu
terinfeksi (mis: individu yang mengalami
infeksi saluran pernafasan atas)
Pantau dan catat teratur tanda-tanda Terapi obat akan diberikan secara terus
klinis dari proses infeksi menerus selama lebih dari 5 hari setelah
suhu turun (kembali normal) dan tanda-
tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda
klinis terus merupakan indikasi
perkembangan dari meningokosemia akut
yang dapat bertahan sampai dengan
berminggu-minggu atau berbulan-bulan
atau penyebaran pathogen secara
hematogen/sepsis
Ubah posis pasien secara tertatur Mobilisasi secret dan meningkatkan
setiap 2 jam kelancaran secret yang akan menurunkan
resiko terjadinya komplikasi terhadap
pernafasan
Catat karakteristik urine seperti Urine statis, dehidrasi dan kelemahan
warna, kejernihan dan bau umum meningkatkan resiko terhadap
infeksi kandung kemih/ginjal/awitan
sepsis
Kolaborasi dengan tim medis : Obat yang dipilih tergantung infeksi dan
pemberian antibiotic sensitifitas individu.
Catatan: obat cranial mungkin
diindikasikan untuk basillus gram
negative, jamur, amoeba

7. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan:
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak tidak
terjadi
Kriteria Hasil:
- Masukan nutrisi adekuat
- Tidak mengalami penurunan BB
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji kemampuan pasien untuk Berpengaruh terhadap pemilihan jenis
mengunyah, menelan, batuk dan makanan
mengatasi sekresi
Hindari makanan yang Meminimalkan mual dan muntah
memperburuk mual dan muntah
Anjurkan menyajikan diet dalam makanan hangat meminimalkan risiko
keadaan hangat muntah
Anjurkan kepada orang tua untuk meningkatkan proses pencernaan dan
memberikan makanan dalam porsi toleransi pasien terhadap nutrisi yang
kecil tapi sering diberikan
Timbang BB setiap hari Menunjukkan status nutrisi
Auskultasi bising usus Menentukan respon makan atau
berkembangnya komplikasi
Kolaborasi dengan tim gizi Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien

8. Ansietas berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung (hospitalisasi)


Tujuan:
- Ansietas pasien berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien/keluarga dapat mengikuti dan mendiskusikan rasa takut
- Pasien/keluarga dapat mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi
- Pasien/keluarga tampak rileks dan tenang
- Pasien/keluarga melaporkan ansietas berkurang
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji status mental dan tingkat Gangguan kesadaran dapat
ansietas dari pasien/keluarga mempengaruhi rasa takut tetapi tidak
menyangkal keberadaannya. Derajat
ansietas akan dipengaruhi
bagaimanainformasi tersebut dapat
diterima individu
Berikan penjelasan hubungan proses Meningkatkan pemahaman, mengurangi
penyakit dengan tanda gela rasa takut karena ketidak tahuan serta
dapat membantu menurunkan ansietas
Jawab setiap pertanyaan dengan Penting untuk menciptakan kepercayaan
penuh perhatiandan berikan karena diagnose meningitis mungkin
informasi mengenai prognosa menakutkan, ketulusan dan informasi
penyakit yang akurat dapat memberikan keyakinan
kepada pasien dan juga keluarga
Libatkan pasien/keluarga dalam Meningkatkan perasaan control terhadap
perawatan, perencanaan kehidupan diri dan meningkatkan kemandirian
sehari-hari, membuat keputusan
sebanyak mungkin
Lindungi privasi klien jika terjadi Memperhatikan kebutuhan privasi klien,
kejang memberikan peningkatan akan harga diri
dan melindungi pasien dari rasa lalu
Asuhan Keperawatan Hipotiroid Kongenital

Written By Saktya Yudha on Selasa, 17 Juni 2014 | 06.30

Definisi

Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat pada bayi baru lahir
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi
kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.

Pembentukan kelenjar tiroid pada janin

Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke inferior sampai ke
daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan
terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada neonatus saat usia 4 minggu
sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan
dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat
pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin. Aktivitas
tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat
melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang secara
bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh hipotalamus
dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis
hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua
kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin sangat bergantung pada
hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila
ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s
maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.

Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang
kemudian secara perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur
kadar T4 saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua
tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi, coupling dan
sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.

2.2.2 Etiologi

Ada beberapa penyebab penyakit hipotiroid kongenital. Tergantung dari penyebabnya hipotiroid
kongenital dapat bersifat permanen (pada sebagian besar kasus, > 90%), dapat pula bersifat sementara
atau transient (pada sebagian kecil kasus, <20%).

Etiologi hipotiroid kongenital permanen :

1. Kesalahan pada pembentukan kelenjar tiroid pada masa perkembangan janin, seperti kegagalan
total atau partial dari perkembangan kelenjar tiroid dan tumbuhnya kelenjar tiroid pada tempat
yang salah. Kesalahan pada pembentukan kelenjat tiroid ini adalah penyebab tersering (80-85 %
kemungkinan terjadi ) namun kemungkinan berulang pada anak yang berikutnya sangat jarang
dengan frekuensi 1 dari 4000 bayi lahir.

2. Gangguan pada proses pembuatan hormon tiroid, walaupun pembentukan kelenjar tiroid
normal. Gangguan ini menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya produksi hormon tiroid
sehingga bayi menderita hipotiroid kongenital. Gangguan ini diturunkan dari orang tua kepada
anaknya dengan kemungkinan pada setiap kehamilan berikutnya 1 dari 4 anaknya akan
menderita gangguan proses pembuatan hormon tiroid.

3. Gangguan pada otak yang mengatur produksi hormon tiroid. gangguan ini adalah penyebab
hipotiroid kongenital yang paling jarang (<5%) dan bisa bersifat keturunan atau tidak.

Etiologi hipotiroid kongenital sementara :


1. Ibu menggunakan obat-obatan yang menekan produksi hormon tiroid (khususnya ibu yang
menderita hipertiroid) pada saat hamil sehingga janin terpapar dengan obat-obatan tersebut,
atau jika ibu memproduksi antibodi tiroid selama hamil yang memblokir produksi hormon tiroid
pada janin.

2. Kadar yodium yang berlebihan selama masa kehamilan / menyusui akibat penggunaan obat-
obatan yang mengandung yodium pada ibu yang tidak menderita kekurangan yodium. Walaupun
yodium sangat penting dalam pembuatan hormon tiroid, kadar yang terlalu tinggi dalam tubuh
bayi dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid sehingga produksi hormon terganggu.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering dan dan yang paling
dirasakan. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang tampak secara fisik seperti : pembesaran
kelenjar tiroid atau gondok, frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut
tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal.
Namun seorang anak yang menderita hipotiroid kongenital tidak selalu memiliki semua gejala-gejala
tersebut. Gejala dapat timbul segera setelah lahir atau setelah anak tersebut mengalami proses belajar,
tergantung dari faktor penyebab dan beratnya penyakit.

Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau
tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh bakteri,
virus, faktor maternal dan faktor imunologi. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak adalah meningitis serosa dan meningitis purulenta, sedangkan berdasarkan etiologinya
meningitis dibedakan atas meningitis bakteri, meningitis virus dan meningitis jamur. Meningitis
purulent adalah adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan peradangan yang disebabkan oleh
organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus
tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza
(pada anak-anak dan remaja).
3.2 Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan
problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan
meningkatkan pola hidup yang sehat.

BAB II
TINJAUAN MEDIS
A. PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak,
teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda
dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G.
Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paru-
paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur dan benda asing

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


a. Anatomi
Sistem pernapasan terdiri atas :
• Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari paru-paru.
Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru.
• Faring atau tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.faring dibagi
menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
• Laring atau pangkal tenggorokan
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah
untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas :
epiglotis , glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara.
• Trakea atau batang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan.
• Bronkus atau cabang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
• Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru
dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan
oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu
vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke
belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru
kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi,
refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

C. ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab
Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal

D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus dan jaringan sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal napas.

E. MANIFESTASI KLINIK
• Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
• Demam (390 – 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
• Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh
bernapas dan batuk
• Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung
dan mulut.
• Kadang-kadang disertai muntah dan diare
• Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
• Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
• Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis
absorbsi.
F. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrat
Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.

H. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman
penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis
dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau
kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama
dengan diatas).
2. Anak –anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia:
o Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o
Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit.
 IVFD dekstrose 5 % ½ NaCl 0,225% 350cc / 24 jam  ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non
farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2.
Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila
terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian
oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik
adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.
I. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi
Pneumokokus 2. Vaksinasi H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan
daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN/ASKEP
1.1 PENGKAJIAN
a) Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak
dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat
KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang
tidak sempurna.
b) Riwayat Keperawatan.
i. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
ii. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
iii. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
iv. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
c) Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
d) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
f) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
6. Pemeriksaan persistem.
a.Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b.Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan
tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya
konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak
dan pilek.
c.Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang
dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
d.Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan
anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e.Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,

g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
(2) Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus.
(3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran oksigen.
(4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
(5) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit dan perawatan di rumah.

1.3 RENCANA KEPERAWATAN

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan normal (30-
60 X/menit pada bayi dan 15-30 X/menit pada anak). Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk
spontan, AGD normal (Pa O2 80 – 100 dan CO2 35 – 45).

Intervensi
- Lakukan Auskultasi Suara 2 – 4 Jam
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara nafas.
- Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih maximal.
- Latih dan anjurkan klien untuk lebih efektif
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas
dengan baik dan benar.
- Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan
pada lobus yang berada di bagian bawah.
- Lakukan suction bila perlu
R/ peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan nafas.
- Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
- Lakukan kolaborasi pemberian O2
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan tambahan oksigen yang
diberikan.
- Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer hati. Hati pada anak
yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi.
R/ getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding saluran
nafas, nebulizer merangkang batuk efektif klien.
- Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan penunjang.
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan mempermudah klien bernafas, deteksi
sejauh mana kebutuhan O2 dapat diberikan dengan pemeriksaan penunjang.

(2) Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus

Tujuan : Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh normal 365
– 375 o C (bayi) 36-37 (anak) nadi normal 120 140 X/menit (bayi) 100-120 X/menit (anak)
Respirasi normal 30-60 X/ment (bayi) 30-40X/menit (anak).

Intervensi :
- Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R/ perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
- Berikan kompres hangat
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan
obyek.
- Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R/ menurunkan panas di pusat hepotalamus.

(3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan


pengeluaran oksigen

Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan
aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi
- Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi.
R/ istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan mencegah
pengeluaran yang berlebihan.
- Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien
- Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu mobilisasi secara bertahap
- Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R/ istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.

(4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
Tujuan : volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan
cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
- Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status cairan tubuh.
- Libatkan orang tua dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan cairan.
- Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
- Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
- Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ mencegah timbulnya demam
(5) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan : Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan penyegahan
penyakit dengan kriteria keluarga menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi dan
mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
- Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
- Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R/ Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
-Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R/ keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
- Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Keluarga dapat melakukannya.
-Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
R/ menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
- Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek
sampingnya pada keluarga.
R/ Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien.

Anda mungkin juga menyukai