Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH KONSEP

KEPERAWATAN DASAR II

INTERVENSI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


PSIKOLOGIS

Dosen Pembimbing:

Ira Suarilah, S.Kp., M.Sc.

Disusun Oleh:

Locita Artika Isti (131611133008)

Nafidatun Naafi’a (131611133015)

Putri Aulia K. (131611133027)

Annisa Fiqih Ilmafiani (131611133045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2017
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow

Aktualisasi
Diri

Harga Diri

Cinta

Rasa Aman

Fisiologi

Gambar 1.1 Piramida Kebutuhan Dasar Manusia Maslow

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun
psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Teori Hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow


menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :

1. Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada


manusia. Antara lain ; pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur,
aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan
fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik, meliputi
perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti
kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan, dll. Perlindungan psikologis,
perlindungan dari ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing
yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.
3. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan
kekeluargaan.
4. Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

Yang termasuk dalam kebutuhan psikologis adalah pada tingkatan kedua


sampai kelima yaitu kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa
cinta, kebutuhan akan harga diri dan perasaan akan dihargai, serta kebutuhan
aktualisasi diri.

Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya,


muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa
aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa
aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-
daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya,
kerusuhan dan bencana alam. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari
kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara
total.Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-
ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.

Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku


sama seperti anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku
seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak
aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berelebihan
serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang
tidak diharapkan.
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi,
maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-
dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat,
keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada
keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan
menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi
sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan
memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang
memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak
akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat
dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.
Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika
kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga
mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan
cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu
mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Jika tidak, dunia akan
hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.

Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas


untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Maslow menemukan bahwa
setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan,
yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah
adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status,
ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat,
bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri
termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan,
kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan
untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri,
kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.

Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri.


Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan
keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk
memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk
semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja
menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan
untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai
terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak
anak muda di Brandeis memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-
kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum
juga bisa mencapai aktualisasi diri.

B. Psikologis

Psikis atau psikologis adalah hal-hal yang tidak dapat dilihat oleh panca
indra yang berkaitan dengan jiwa atau mental. Contoh dari psikologis adalah
perilaku individu, isi pikiran individu tersebut, perasaan, kebiasaan, serta
pengetahuan yang dimiliki oleh individu.

Menurut Anas Tansuri, psikologis adalah masalah-masalah perilaku atau


emosional yang dapat meningkatkan resiko gangguan cairan, elektrolit dan
asam-basa (fisik).

Sedangkan, menurut Bilson Simamora, psikologis merupakan faktor


yang berasal dari dalam individu seseorang dan unsur-unsur psikologis ini
meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, memori, emosi,
kepercayaan, dan sikap. Berbeda lagi dengan Nursalam yang berpendapat
bahwa psikologis merupakan hal yang merupakan kepribadian dan kemapuan
individu dalam memanfaatkannya menghadapi stresss yang disebabkan
situasi dan lingkungan.

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016), yang


termasuk kedalam kategori psikologi ialah:

 Gangguan Terhadap Rasa Nyeri dan Kenyamanan


Misalnya nausea, nyeri akut, nyeri kronis, nyeri karena melahirkan, dan
lain sebagainya.
 Gangguan Integritas Ego
Misalnya ansietas, berduka, gangguan pada citra diri, gangguan pada
identitas diri, keputusasaan, koping yang tidak efektif, dan lain
sebagainya.
 Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan

Pemenuhan kebutuhan psikologis biasanya ditemukan pada klien dengan


gangguan mental. Gangguan psikologis pada setiap rentang usia berbeda-beda
sesuai dengan tahapan psikomotorik dari manusia itu sendiri. Contohnya,
pada remaja, masalah psikologis yang mungkin muncul adalah terkait dengan
kepercayaan diri, pergaulan antar teman, dan gangguan dalam menyelesaikan
tugasnya. Sedangkan, pada orang dewasa masalah psikologis yang mungkin
muncul adalah terkait dengan ketidakcocokan pada dunia kerja dan
sebagainya.

C. Intervensi

Menurut buku Nursing Interventions Calssification (NIC), intervensi


keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan
outcome pasien/klien.

Sebuah intervensi disebut dengan intervensi langsung apabila dilakukan


melalui interaksi langsung antara perawat dan pasien. Tindakan yang
dilakukan oleh perawat dapat berupa tindakan asuhan keperawatan maupun
konseling. Sedangkan, intervensi disebut tidak langsung apabila tidak
dilakukan secara langsung kepada pasien, namun telah memiliki ijin pasien
untuk melakukannya. Intervensi tidak langsung bersifat untuk mendukung
efektifitas intervensi langsung.

Sedangkan, menurut pelakunya, intervensi dibedakan menjadi dua, yakni


intervensi yang diinisiasi oleh perawat dan intervensi yang diinisiasi oleh
dokter. Intervensi yang diiniasiasi oleh perawat adalah intervens yang bersifat
otonom dan sesuai dengan rasionalitas keilmiahan yang dilakukan dalam
rangka memberikan outcome terbaik bagi pasien. Intervensi yang diinisiasi
oleh dokter sendiri merupakan upaya dokter dalam merespon diagnosa medis,
namun dilakukan oleh perawat yang berespom terhadap order dari dokter.

Intervensi keperawatan melibatkan cara berpikir kritis perawat,


melakukan dan mendokumentasikan aktivitas spesifik keperawatan yang
dibutuhkan untuk melakukan intervensi. Proses-proses intervensi terdiri dari:

a. Mengkaji ulang kondisi klien


Sebelum melakukan intervensi keperawatan, perawat harus mengkaji
ulang kebutuhan dan kondisi klien untuk memastikan bahwa intervensi
masih dibutuhkan oleh klien. Hal ini dikarenakan kondisi klien dapat
berubah. Apabila terdapat perubahan kondisi klien dan menghasilkan
perubahan prioritas keperawatan yang akan dilakukan perawat.
b. Menentukan kebutuhan perawat dalam hal bantuan
Saat menjalankan intervensi, perawat mungkin membutuhkan bantuan
dikarenakan:
1. Perawat tidak dapat menjalankan intervensi secara aman dan efektif
apabila dilakukan oleh perawat seorang diri
2. Dapat mengurangi stress pada klien
3. Kurangnya skill atau pengetahuan perawat tentang masalah tertentu
c. Menerapkan intervensi keperawatan
Saat menerapkan intervensi keperawatan, pedoman yang harus
digunakan oleh perawat adalah:
1. Dasar intervensi keperawatan dan pengetahuan alam, penelitian
keperawatan dan standar professional keperawatan (evidence-based
practice)
2. Benar-benar mengerti intervensi yang akan dilakukan dan
menanyakan hal yang belum dimengerti
3. Adaptasi aktivitas yang dikonsulkan dengan klien
4. Melakukan intervensi secara aman (the right person, the right drug,
the right dose, the right route, the right time)
5. Memberikan kenyamanan, dukungan, dan pembelajaran kepada
klien
6. Menyeluruh
7. Menghormati klien dan menaikkan kepercayaan diri klien
8. Mendorong klien untuk berpartisipasi aktif dalam proses intervensi
d. Mengawasi jalannya proses perawatan kesehatan yang diberikan kepada
tenaga kesehatan dan menilai keberhasilan tindakan
Apabila proses perawatan kesehatan klien telah dipindahtangankan
kepada tenaga kesehatan klien, maka perawat masih memiliki tanggung
jawab untuk mengkoordinasi seluruh perawatan klien dan memastikan
bahwa proses perawatan telah diimplementasikan sesuai dengan
perencanaan dan tenaga kesehatan lain melakukan tugas mereka sesuai
dengan praktik.
e. Mendokumentasikan aktivitas keperawatan
Setelah melakukan intervensi keperawatan, perawat harus
melengkapi fase implementasi dengan mencatat intervensi yang
dilakukan perawat dan respon klien dalam catatan progress keperawatan.

D. Intervensi pada Klien dengan Masalah Kebutuhan Psikologis

Masalah yang sering terjadi pada klien dengan kebutuhan psikologis


kebanyakan berhubungan dengan subkategori konsep diri dan mekanisme
koping klien.

Menurut buku Diagnosa Keperawatan yang ditulis oleh Carpenito,


mekanisme konsep diri dan koping yang defensif (dimana klien
mempertahankan pola koping yang salah dan dilakukan berulang kali yang
didasarkan pada pola perlindungan diri untuk bertahan dari ancaman harga
diri) yang kurang dapat diatasi dengan intervensi sebagai berikut:

a. Konsep Diri
Intervensi Generik
1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya
mengenai pandangan pemikiran seseorang
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan,
perkembangan, prognosa kesehatan
3. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi
yang sudah diberikan
4. Tetapkan area dimana klien ingin mengubahnya. Beri dorongan
untuk pemecahan masalah
5. Perjelas kesalahan konsep individu mengenai diri, perawatan atau
pemberian perawatan
6. Hindari kritik negatif
7. Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan
8. Jika diindikasikan Gangguan Harga Diri atau Gangguan Citra
Tubuh untuk intervensi yang termasuk dalam kategori
9. Ajari individu mengenai sumber komunitas yang tersedia, jika
dibutuhkan

Intervensi Anak
1. Izinkan anak untuk membawa pengalaman diri kedalan situasi
(Jhonson & Saunders, 1955)
2. Hindari menggunakan yang baik da yang buruk untuk
menggambarkan perilaku. Bersikap khusus dan deskriptif (Jhonson
& Saunders, 1955)
3. Hubungan pengalamana sebelumnya dengan pengalam yang
sekarang (Jhonson & Saunders, 1955)
4. Sampaikan optimisme dengan bicara sendiri tentang hal positif
5. Bantu anak merencanakan waktu bermain dengan pilihan. Dorong
mainan yang menghasilkan barang
6. Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang
mendukung
7. Dorong untuk menghias ruangan demgan mainan dan barang-
barang sendiri

b. Koping Defensif
1. Kurangi tuntutan pada individu jika tingkat dan/atau tanda-tanda
stres koping defensif meningkat
2. Tetapkan sikap yang diadaptasi dalam konfrontasi teraupetik yang
akan mengurangi ikatan defensif dan meningkatkan tindakan yang
efektif
 Fokuskan pada sesuatu yang sederhana, topik yang sesuai
sasaran dengan klien defensif
 Dorong klien untuk dapat berekspresi mengenai sasaran dan
menetapkan persetujuan dengan klien
 Jangan keras atau membela proyeksi negatif pada klien. Hindari
adanya semacam perselisihan
 Dorong individu untuk mengenali kemajuan pada dirinya
 Mengidentifikasi perlakuan individu yang dapat mengganggu
pencapaian sasaran
 Evaluasi interaksi secara keseluruhan untuk dapat menjamin
konsistensi dalam lingkungan dan pengobatan dan juga dapat
berubah, jika interaksi tersebut tidak tepat sasaran.
3. Usahakan untuk menetapkan hubungan yang teraupetik dengan
klien untuk menurunkan kebutuhan akan bertahan dan
memungkinkan penunjukkan langsung faktor-faktor yang
mendasari hubungan
 Dalam permulaan harus adanya validasi keengganan percaya
pada klien
 Ajak klien untuk menghibur diri
 Berikan dorongan untuk pengekspresian diri dengan cara lain
(menulis, seni) jika interaksi verbal sukar atau merupakan
kekuatan klien
 Dengarkan secara pasif terhadap beberapa ekspresi diri negatif
dan berlebihan untuk memperkuat “kehormatan yang positif”
pada Anda

E. Intervensi Menurut NANDA, NIC dan NOC

1. Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman.

Ansietas yang Berhubungan Dengan Faktor Stressor (00146)


Domain 9. Koping/Toleransi Stress
Kelas 2. Respon Koping

Ansietas pada pasien disebabkan oleh (E) stressor dalam menghadapi


banyak orang.
Gejala (S) yang ditunjukkan pasien:
 Muncul perasaan gelisah
 Pasien berwajah tegang
 Pasien tidak dapat beristirahat
 Terjadi serangan panik

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Pengurangan Kecemasan (5820)
keperawatan dalam waktu 6x24  Menggunakan pendekatan yang
jam, diharapkan tingkat ansietas tenang dan meyakinkan
karena stressor pada pasien dapat Rasional:
berkurang dengan hasil: Dengan pendekatan yang
Tingkat Kecemasan (1211) tenang dan meyakinkan dari
 Perasaan gelisah pada pasien perawat, klien akan merasa
tidak ada bahwa perawat dapat dipercaya,
 Wajah tegang pasien saat sehingga mempermudah klien
menghadapi stressor tidak untuk mengatakan keluhannya.
ada  Mengatur penggunaan obat-
 Gangguan berupa tidak obatan untuk mengurangi
dapat beristirahat tidak ada kecemasan secara tepat
 Serangan panik pada pasien Rasional:
tidak ada Dosis obat yang digunakan
pasien harus dikurangi secara
berkala agar pasien tidak
menunjukkan gejala
ketergantungan.
 Memahami siatuasi kritis yang
terjadi dari perspektif klien
Rasional:
Agar perawat dapat melihat apa
yang ditakutkan pasien terhadap
stressor tersebut.
 Memberikan informasi faktual
terkait diagnosis, perawatan dan
pognosis
Rasional:
Agar pasien tidak takut dalam
menghadapi perawatan perawat
yang akhirnya malah membuat
pasien semakin stress.
 Mengidentifikasi pada saat
terjadi perubahan tingkat
kecemasan
Rasional:
Agar perawat lebih mudah
menemtukan apakah tingkat
kecemasan pasien telah
berkurang atau malah semakin
bertambah.

2. Stress Berlebihan
Jumlah dan jenis permintaan atau tuntutan yang berlebihan yang
memerlukan aksi atau tanggapan.

Stress Berlebihan yang Berhubungan Dengan Faktor Stressor yang


Berulang (00177)
Domain 9. Koping/Toleransi Stress
Kelas 2. Respon Koping

Stress berlebihan pada pasien disebabkan oleh (E) stressor yang berulang-
ulang dalam pengerjaan tugas (bagi pelajar).
Gejala (S) yang ditunjukkan pasien:
 Sakit kepala berat
 Mengalami gangguan tidur
 Gelisah
 Tidak mampu berkonsentrasi dalam menyelesaikan tugas

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi (6040)
keperawatan dalam waktu 6x24  Meminta klien untuk rileks dan
jam, diharapkan tingkat stress merasakan sensasi yang terjadi
karena stressor yang terjadi Rasional:
berulang kali pada pasien dapat Dengan keadaan yang rileks,
berkurang dengan hasil: pikiran klien akan terbuka
Tingkat Stress (1212) perlahan
 Sakit kepala berat tidak  Menggunakan relaksasi sebagai
ditemui strategi tambahan dengan
 Gangguan tidur tidak [penggunaan] obat-obatan nyeri
ditemui atau sejalan dengan terapi
 Kegelisahan pada pasien lainnya dengan tepat
tidak ditemui Rasional:
 Ketidakmampuan dalam Agar pasien lebih rileks
berkonsentrasi pada tugas [penggunaan obat dibatasi]
tidak ditemui  Memberikan informasi tertulis
mengenai persiapan dan
Koping (1302) keterlibatan didalam teknik
 Pasien menyatakan relaksasi
membutuhkan bantuan dan Rasional:
ditunjukkan dengan skala Pasien dapat memahami lebih
sering jelas tujuan dari terapi relaksasi
 Pasien melakukan pelaporan  Mengevaluasi dan
pengurangan stress dan mendokumentasikan respon
ditunjukkan dengan skala terhadap terapi relaksasi
sering Rasional:
 Pasien melaporkan Untuk menentukan apakah
penurunan perasaan negatif pasien sudah memenuhi
dengan skala sering indikator kesembuhan sesuai
 Pasien dapat memodifikasi rencana atau belum
gaya hidup untuk
mengurangi stress dengan Peningkatan Ketahanan (8340)
skala sering  Memfasilitasi kohesi dengan
keluarga
Rasional:
Agar klien dapat melakukan
penyembuhan secara mandiri
bersama keluarga
 Membantu anak usia remaja
untuk melihat keluarga sebagai
sumber untuk [mendapatkan]
nasehat atau dukungan
Rasional:
Keluarga dapat membantu
pasien dalam mengahadapi
stressor dengan mandiri
 Memotivasi anak remaja untuk
mengejar pencapaian akademik
dan tujuan [yang ditetapkannya]
Rasional:
Cita-cita maupun tujuan masa
depan remaja dapat mendorong
remaja tersebut untuk berusaha
 Membantu anak dalam
mengembangkan optimisme
terhadap masa depan
Rasional:
Optimisme dalam diri pasien
mempengaruhi hasil akhir dari
pengejaran pasien itu sendiri.

3. Gangguan Penyesuaian Individu

Penurunan kemapuan untuk mendukung pola respons yang positif terhadap


situasi yang berbahaya atau krisis.

Gangguan Penyesuaian Individu yang Berhubungan Dengan Faktor


Gangguan Psikologis (00210)
Domain 9. Koping/Toleransi Stress
Kelas 2. Respon Koping

Gangguan penyesuaian individu disebabkan oleh (E) gangguan psikologis


pasien pada harga diri dan keterlibatan sosial.
Gejala (S) yang ditunjukkan pasien:
 Gangguan tingkat kepercayaan diri
 Gangguan penilaian diri
 Tidak dapat menerima kritik
 Kurang berinteraksi dengan teman, keluarga maupun masyarakat

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Harga Diri (5326)
keperawatan dalam waktu 6x24  Menentukan kepercayaan diri
jam, diharapkan respon penyesuaian pasien dalam hal penilaian diri
pasien terhadap gangguan sendiri

psikologis dapat adekuat dengan Rasional:


Kepercayaan diri hanya bisa dinilai
hasil:
dari dalam diri sendiri
 Membantu pasien untuk mengatasi
Harga Diri (1205)
bullying atau ejekan
 Tingkat kepercayaan diri
Rasional:
pasien konsisten positif
Gangguan kepercayaan diri dan
 Perasaan tentang nilai diri
penialaian diri dapat disebabkan
pasien bersifat konsisten positif
oleh pembullyan baik secara verbal
 Menerima kritik yang bersifat
maupun non verbal
membangun dengan skala
 Mendukung pasien untuk
konsisten positif
mengevaluasi pikirannya sendiri
 Memenuhi peran yang
Rasional:
signifikan secara pribadi
Mendorong mekanisme koping
dilakukan secara konsisten
dari dalam diri pasien itu sendiri
positif
agar dapat dilakuka secara mandiri
 Memonitor tingkat harga diri dari
waktu ke waktu, dengan tepat
Keterlibatan Sosial (1503)
Rasional:
 Pasien secara konsisten
Untuk menetukan tingkat
berinteraksi dengan anggota
keberhasilan asuhan keperawatan
keluarga
 Pasien secara konsisten
Peningkatan Sosialisasi (5100)
berinteraksi dengan teman
 Memberikan umpan balik positif
dekat
saat pasien bersedia menjangkau
 Pasien berpartisipasi secara
orang lain
konsisten dalam aktivitas yang
Rasional:
terorganisir
Feedback positif dapat merangkan
 Pasien secara konsisten
efek yang positif pula pada proses
berpartisipasi dalam aktivitas
penyembuhan pasien
waktu luag dengan orang lain
 Menganjurkan perencaan
kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
Rasional:
Perkumpulan antara orang-orang
dengan masalah yang sama dapat
membuka pintu diskusi untuk
penyelesaian masalah
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M dkk. Nursing Interventions Classification (NIC), Ed.


6. Indonesia.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


Ed. 10. Jakarta: EGC

Herdman T.H. & KamitsuruS. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klarifikasi. Ed.10, Jakarta: EGC.

Kozier & Erb’s. 2008. Fundamentals of Nursing Vol. 3, 8th edition.


Pearson Education, Inc,.

Moorhead, Sue dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran


Outcomes Kesehatan, Ed. 5. Indonesia.

Tim PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai