Anda di halaman 1dari 10

46

BAB 4
PEMBAHASAN

Pelaksanaan asuhan keperawatan mengacu pada konsep dan teori yang


sudah ada dan teruji. Dalam bab ini penulis mencoba membahas antara konsep
dan kasus yang ada, faktor penghambat dan faktor pendukung alam pelaksanaan
proses asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober
2018 pukul 06:30 WIB pada Tn. J dengan diagnosa medis Hipertensi Heart
Disase (HHD) di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylivanus Palangka Raya.

4.1 Pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 06 Oktober 2018 di Ruang
ICVCU terhadap Tn. F penulis memperoleh data yaitu, klien mengatakan sesak
saat untuk bernafas. Kesadaran compos menthis, klien tampak lemah, klien
tampak mengantuk, klien tampak meringis, klien berbaring dengan posisi semi
fowler, terpasang infus NaCl 0,9% 10 tpm di tangan kiri serta terpasang oksigen
nasal canul 4 liter/menit dan terpasang BSM (Bed Side Monitor). Pada saat
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan hasil Tekanan Darah: 102/67
mmHg, Nadi: 99x/mnt, Pernafasan: 26 x/mnt, dan Suhu: 36,70C.
Bentuk dada klien tampak simetris. Klien tidak mempunyai kebiasaan
merokok, ada batuk, batuk sejak 3 hari yang lalu, sputum berwarna kuning, ada
nyeri dada, klien sesak nafas saat aktivitas, tipe pernapasan dada dan perut, irama
pernafasan tidak teratur, suara nafas vesikuler.
Terdapat nyeri dada pada klien, tidak ada kram kaki, tidak ada clubing
finger, CRT (Capillary Refill Time) didapatkan hasilnya <2 detik, tidak ada
oedema, tidak tampak ictus cordis, vena jugularis tidak meningkat, suara jantung
normal S1 S2, reguler (lup-dup), irama EKG Atrial Fibrilasi dan frekuensi EKG
80x/menit.
Nilai GCS klien E (Eyes) : 4 (pasien dapat membuka mata secara
spontan), V (Verbal) : 5 (klien dapat berorientasi dengan baik), M (Motorik) : 6
(klien dapat mengikuti perintah). Tingkat kesadaran klien compos menthis, pupil
isokor, refleks cahaya kanan dan kiri positif. Uji syaraf kranial didapatkan hasil

46
47

pada Nervus Kranial I (Nervus Olfaktorius) normal, klien dapat mencium bau teh.
Nervus Kranial II (Nervus Optikus) normal, kien dapat membaca tulisan pada
kemasan teh. Nervus Kranial III (Nervus Occulomotorius) normal, klien dapat
menutup mata saat menerima cahaya. Nervus Kranial IV (Nervus Trochlearis)
normal, klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus
Kranial V (Nervus Trigeminus) normal, klien dapat menekuk rahang dan mulut.
Nervus Kranial VI (Nervus Abdusen) normal, klien dapat menggerakkan bola
mata ke kiri dan ke kanan. Nervus Kranial (Nervus Fasialis) VII normal, klien
dapat tersenyum. Nervus Kranial VIII (Nervus Vestibulocochearis) normal, klien
dapat mendengar perkataan perawat. Nervus Kranial IX (Nervus Glosofaringeal)
normal, klien dapat membedakan rasa manis dan pahit. Nervus Kranial X (Nervus
Vagus) normal, klien dapat berbicara dengan suara yang jelas. Nervus Kranial XI
(Nervus Asesorius) normal, klien dapat menggerakkan kepala. Nervus Kranial XII
(Nervus Hipoglosus) normal, klien dapat menggerakkan lidah. Pada uji koordinasi
ekstremitas atas klien, jari ke jari positif, jari ke hidung positif, pada ekstremitas
bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh negatif.
Produksi urine ± 400 ml per 4 jam (pershif), urine berwarna kuning,
berbau khas amoniak.
Dari hasil pemeriksaan mulut dan faring, bibir tampak bersih, tidak
terdapat karang gigi, gusi tidak ada peradangan, lidah berwarna merah muda,
mukosa lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada benjolan pada rectum
dan tidak ada haemoroid, pasien BAB 1 kali sehari, berwarna kuning, konsistensi
lunak, bising usus (+), tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan.
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji
kekuatan otot pada ekstremitas atas bernilai 5 dan ekstremitas bawah bernilai 5,
bentuk tulang belakang normal.
Tidak terdapat alergi obat dan makanan pada klien. Suhu kulit terasa
hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, tekstur terasa halus, tidak terdapat
ulcus pada klien, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut halus, distribusi rambut
tidak merata (rontok), bentuk kuku simetris.
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata klien bergerak normal, sklera
normal/putih, kornea bening. Fungsi pendengaran baik. Bentuk hidung simetris.
48

Tidak terdapat massa dan jaringan parut, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas.
Tinggi badan klien 163 cm, berat badan sebelum sakit 47 kg, berat badan
sesudah sakit 47 kg, IMT: 18 (BB Baik), diet lunak dan tidak ada kesukaran
dalam menelan. Pola makan klien sehari-hari sebelum sakit 3 kali sehari dan
sesudah sakit 3 kali sehari, porsi makan klien sebelum sakit 1 porsi dan sesudah
sakit 1/2 porsi, nafsu makan sebelum sakit baik dan sesudah sakit nafsu makan
kurang, jenis makanan klien sebelum sakit adalah nasi, lauk, sayur, buah, jenis
makanan klien sesudah sakit adalah nasi, lauk, sayur, jumlah minuman klien
sebelum sakit 1200 cc/24 jam dan sesudah sakit 700 cc/24 jam, kebiasaaan makan
pasien yaitu pagi dan siang.
Klien mengatakan pola tidurnya pada malam hari sebelum sakit 7-8 jam,
dan pada siang hari 2-3 jam, sesudah sakit pada malam hari 6-7 jam dan pada
siang hari 2-3 jam.
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak tahu tentang penyakitnya, yang
klien tahu hanya tekanan darah tinggi.
Gambaran diri klien yaitu menyukai tubuhnya, ideal diri klien ingin sekali
cepat sembuh, identitas diri klien adalah seorang laki-laki, harga diri klien
menerima dirinya apa adanya, peran diri klien adalah seorang suami dan ayah dari
anak-anaknya.
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak di jumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat (kupulan cairan), penyenpitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Berdasarkan teori individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada, biasanya menunjukan
adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner
dan angina adalah gejala yang menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri
terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipake berkontrasi
melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabia jantung tidak mampu
lagi anahan peningkatkan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri.
49

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifetasi sebagai nokturis


(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azoremia (peningkatan nitrogen urea
darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroks atau serangan stremik transien yang termanifestasi sebagai
patolisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
Pada penderita stroks, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia
ansidens infark oatak mencapai 80%.
Menurut penulis, jika dibandingkan antara teori dan kasus pengkajian
terdapat dikatakan sama karena apa yang dikaji oleh penulis memang nampak
jelas tergambar di klien.
Faktor pendukung yang dirasakan oleh penulis pada saat melakukan
pengkajian adalah sikap yang kooperatif klien dan keluarga klien dengan
memberikan respon yang positif dan jawaban-jawaban yang berarti mengenai
kondisi klien atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penulis berkaitan
dengan penyakit yang sedang dialami pasien. Hal lain yang juga mendukung
adanya data-data dari tim medis yang menunjang dalam pengkajian, seperti: status
klien, catatan keperawatan dan hasil pemeriksaan laboratorium. Sedangkan faktor
penghambatnya yaitu kurangnya pengetahuan penulis dalam mengkaji data-data
klien. Penulis juga menyadari kurangnya melatih diri dalam menggali masalah
klien.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada kasus Tn. J yang dirawat di ruang ICVCU ditemukan 3 (tiga) diagnosa
keperawatan yang muncul, yaitu:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan oksigen dalam
tubuh tidak terpenuhi ditandai dengan klien terlihat sesak nafas saat aktivitas,
klien tampak lemah, klien tampak mengantuk, klien tidur dengan posisi semi
fowler, klien terpasang oksigen 4 liter/menit, bentuk dada tampak simetris,
tipe pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak teratur, klien batuk
sejak 3 hari yang lalu, sputum berwarna kuning, TTV: TD : 102/67 mmHg
N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S : 36,7oC.
50

2. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemi miocard ditandai dengan keluhan


nyeri dada di sebelah kiri P: nyeri bertambah saat klien banyak gerak Q :
mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk di area dada sebelah kiri R : nyeri
berkurang saat tiduran S : skala nyeri 4-6 (sedang) T : nyeri hilang timbul
selama ± 5 detik, klien tampak meringis, klien tampak lemah, klien tampak
mengantuk, klien terbaring dengan posisi semi fowler, terpasang oksigen 4
liter/menit, TTV: TD : 102/67 mmHg N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S :
36,7oC.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan atara suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh ditandai dengan badan lemah, klien tampak
selalu meminta bantuan keluarga atau perawat jika beraktivitas, kemampuan
pergerakan sendi bebas, uji kekuatan otot ekstermitas atas 5/5 bawah 5/5,
klien terbaring dengan posisi semi fowler, terpasang oksigen 4 liter/menit,
TTV: TD : 102/67 mmHg N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S : 36,7oC.

Berdasarkan teori, terdapat 5 (delapan) diagnosa keperawatan pada


klien.dengan eritroderma, yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan adanya
keluhan nyeri pada dada, wajah meringis, gelisah sampai adanya perubahan
tingkat kesadaran, perubahan nadi,tensi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi
ditandai dengan dispnoe saat beraktivitas, takipnoe, ortopnea, adanya bunyi
nafas tambahan dan terjadi sianosis
3. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan
supali darah keperifer.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan irama dan frekuensi jantung, peubahan struktur ventrikel
kiri ditandai dengan takikardi, disritmia, perubahan tekanan darah, bunyi
jantung ekstra (S3, S4), nyeri dada, nadi perifer tak teraba, ekstremitas dingin.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan umum ditandai dengan
adanya ungkapan verbal tentang kelemahan, respon tensi terhadap aktivitas
abnormal, adanya perasaan tidak nyaman saat beraktivitas, dispnoe, adanya
tanda-tanda iskemik yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan EKG.
51

Menurut penulis, terdapat kesenjangan antara diagnosa teori dan diagnosa


kasus pada Tn. J. Dari 5 diagnosa teori yang ada, terdapat 2 diagnosa yang
diangkat berdasarkan keluhan klien dan sama dengan diagnosa teori dan 1
diagnosa diangkat berdasarkan kondisi klien saat dilakukan pengkajian.

4.3 Intervensi Keperawatan


Pada kasus Tn. J perencanaan tindakan telah disusun menurut prioritas
masalah. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan pada
diagnosa keperawatan (Nursalam, 2008).
Perencanaan adalah suatu perilaku spesifik yang diharapkan dari klien. atas
tindakan yang dilakukan perawat. Yang perlu mempersiapkan atau langkah-
langkah untuk membuat suatu perencanaan adalah yang pertama pengumpulan
data, mengidentifikasi masalah yang dijadikan diagnosa, menetapkan tujuan-
tujuan yang dilakukan, mengidentifikasi hasil dan terakhir penulis memilih
perencanaan/ intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dan tujuan yang
diinginkan.
Dalam menentukan intervensi penulis menentukan diagnosa yang akan
menjadi prioritas masalah, penulis menggunakan hirarki Maslowdan prioritas
masalah yang mengancam kehidupan klien. Hirarki Maslow menjelaskan
kebutuhan dasar manusia dibagi dalam 5 tahap yaitu: kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Dalam membuat intervensi penulis juga menyesuaikan dengan sumber-
sumber referensi yang berhubungaan dengan Hipertensi Heart Disease (HHD),
tidak semua intervensi yang ada diteori diangkat oleh penulis. Ada beberapa
intervensi pada kasus Tn. J dengan teori yaitu tidak terdapat kriteria waktu
sedangkan pada kasus terdapat kriteria waktu yang ditentukan padamasing-masing
diagnosa.
Dalam proses perencanaan tindakan pada kasus Tn. J, penulis menemukan
faktor penghambat yaitu keterbatasan pengetahuan penulis tentang intervensi pada
klien tentang Hipertensi Heart Disease (HHD). Sedangkan faktor penunjang
dalam perencanaan tindakan yaitu penulis telah mendapatkan teori tentang
52

Hipertensi Heart Disease (HHD yang menjadi dasar bagi penulis untuk membuat
intervensi.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi atau pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada Tn. J
untuk diagnosa pertama ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
peningkatan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi ditandai dengan klien terlihat
sesak nafas saat aktivitas, klien tampak lemah, klien tampak mengantuk, klien
tidur dengan posisi semi fowler, klien terpasang oksigen 4 liter/menit, bentuk
dada tampak simetris, tipe pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak
teratur, klien batuk sejak 3 hari yang lalu, sputum berwarna kuning, TTV: TD :
102/67 mmHg N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S : 36,7oC. Dengan melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
kemudian menulis di lembar observasi untuk melihat apakah ada perubahan atau
tidak pada keadaan klien setiap 1 jam sekali. Mengatur posisi tidur klien dengan
semi fowler. Membantu klien dengan menggunakan baju yang tidak ketat.
Memberikan dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan cara menarik
nafas dengan hidung dan menghembuskan lewat mulut. mengulangi ± 15 kali
dengan diselingi istirahat singkat setiap 5 kali. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi oksigen 4 liter/menit, terapi nebulizer Combivent 2,5 ml +
Pulmicort 2 ml dan obat OBH syrup.
Diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan iskemi miocard ditandai
dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri P: nyeri bertambah saat klien banyak
gerak Q : mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk di area dada sebelah kiri R : nyeri
berkurang saat tiduran S : skala nyeri 4-6 (sedang) T : nyeri hilang timbul selama
± 5 detik, klien tampak meringis, klien tampak lemah, klien tampak mengantuk,
klien terbaring dengan posisi semi fowler, terpasang oksigen 4 liter/menit, TTV:
TD : 102/67 mmHg N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S : 36,7 oC. Dengan
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu. Kemudian menulis di lembar observasi untuk melihat apakah ada
perubahan atau tidak pada keadaan klien setiap 1 jam sekali. Megkaji kembali
skala nyeri dengan cara nebjelaskan dan menanyakan dengan klien dengan
53

menggunaka jari tangan untuk mengukur skala nyeri. Mengatur posisi klien
dengan semi fowler. Memberikan dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
dengan cara menarik nafas dengan hidung dan menghembuskan lewat mulut.
Mengulangi ± 15 kali dengan diselingi istirahat singkat setiap 5 kali.
Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat injeksi Hidrocortison 50 mg
IV.
Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan atara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh ditandai dengan
badan lemah, klien tampak selalu meminta bantuan keluarga atau perawat jika
beraktivitas, kemampuan pergerakan sendi bebas, uji kekuatan otot ekstermitas
atas 5/5 bawah 5/5, klien terbaring dengan posisi semi fowler, terpasang oksigen 4
liter/menit, TTV: TD : 102/67 mmHg N : 99 x/menit RR : 26 x/menit S : 36,7 oC.
Dengan mengobservasi kemampuan dan keadaan secara fungsional terhadap klien
dengan cara melihat dan membantu apakah klien dapat melakuakan aktivitasnya
dengan mandiri. Mengatur posisi semi fowler senyaman mungkin untuk klien.
Membantu klien dalam program latihan aktifitas secara mandiri tetap di dampingi
dengan cara membantu klien apabila klien akan duduk, mengambil minum
maupun makan dan membantu memberikan obat oral. Meningkatkan aktivitas
dalam melakukan perawatan klien dengan dibantu dengan cara membantu klien
apabila klien akan duduk, mengambil minum maupun makan dan membantu
memberikan obat oral.
Berdasarkan teori, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012: 53).
Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain melaksanakannya secara
mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Implementasi
merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan dibedakan menjadi
tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent (bekerja sama dengan
tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli gizi, apoteker, ahli
kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja sesuai instruksi
atau delegasi tugas dari dokter) (Zaidin, 2003: 84).
54

Teori yang ada dan fakta yang terjadi di lapangan terdapat persamaan, yaitu
beberapa tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun dan
rencana dapat dilakukan. Hal ini disebabkan adanya penyesuaian antara rencana
yang disusun dan tindakan keperawatan dengan keadaanklien, faktor pendukung
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kebijakan atau peraturan yang
ada di rumah sakit memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
tindakan keperawatan, dan adanya kerja sama antara perawat dengan klien. dan
keluarga dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

4.5 Evaluasi
Pada diagnosa pertama didapatkan hasil evaluasi yaitu masalah teratasi
sebagian, klien mengatakan sesak nafas mulai berkurang, klien tidak kesulitan
dalam mengatur nafas, klien tampak lemah, klien tampak mengantuk, klien
berbaring dengan posisi semi fowler, terpasang oksigen nasal kanul 2 liter/menit,
klien masih tampak batuk, sputum berwarna kuning, TTV : TD :110/80 mmHg N
: 85 x/menit RR : 22 x/menit S : 36,9ºC.
Pada diagnosa kedua didapatkan hasil evaluasi yaitu masalah teratasi
sebagian, klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak tampak meringis, klien
tampak mengantuk, klien tampak lemah, klien terbaring dengan posisi semi
fowler, terpasang oksigen nasal kanur 2 liter/menit, skala nyeri 1 (ringan), TTV :
TD :110/80 mmHg N : 85 x/menit RR : 22 x/menit S : 36,9ºC.
Pada diagnosa kedua didapatkan hasil evaluasi yaitu masalah teratasi
sebagian, klien masih tampak lemah, aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga
dan perawat, klien terbaring dengan posisi semi fowler, ), TTV : TD :110/80
mmHg N : 85 x/menit RR : 22 x/menit S : 36,9ºC.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah dicapai (Nursalam, 2008).
Evaluasi merupakan bagian terakhir dari proses keperawatan. Pada setiap
akhir pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan evaluasi untuk menilai
sejauhmana tujuan yang telah dibuat dapat tercapai.
55

Dari uraian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa terdapat kesamaan


dalam evaluasi keperawatan antara teori dan kasus pada Tn. J. Hal ini dikarenakan
masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus
sama dengan masalah keperawatan dengan teori. Maka hasil yang dicapai pada
evaluasi juga sama.
Faktor pendukung dalam proses evaluasi adalah sikap klien dan keluarga
yang kooperatif dan adanya kerjasama yang baik antar tim kesehatan serta
bimbingan dari pembibing akademik dan pembimbing lahan. Selama melakukan
evaluasi hasil tidak ditemukan adanya faktor penghambat.

Anda mungkin juga menyukai