Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................1
LAPORAN KASUS...................................................................................................................................1
A. Identitas Pasien.............................................................................................................................1
B. Anamnesis.....................................................................................................................................2
C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................................3
D. Status Oftalmolog.........................................................................................................................3
E. Resume..........................................................................................................................................5
F. Diagnosis.......................................................................................................................................5
G. Penatalaksanaan...........................................................................................................................6
H. Prognosis.......................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................................7
SKLERITIS...........................................................................................................................................7
Etiologi...................................................................................................................................................7
Patofisiologi............................................................................................................................................9
Klasifikasi.............................................................................................................................................10
Diagnosis..............................................................................................................................................11
Tatalaksana..........................................................................................................................................12
Prognosis..............................................................................................................................................13

1
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
 Nama : Ny. N
 Usia : 43 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Pondok kopi
 TAnggal berobat : 6 Agustus 2019

B. Anamnesis
 Tanggal Pemeriksaan : 6 Agustus 2019 (autoanamnesis)
 Keluhan Utama :
Mata kiri terlihat merah sejak 1 minggu SMRS.
 Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke Poli Mata Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi dengan keluhan
utama yaitu mata kiri merah yang sudah dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu
sebelum ke rumah sakit. Pusing dan nyeri menjalar dari mata ke kepala.

Mata terasa gatal (-), pegal (+), ngilu (+), kotoran (-), berair (-), penglihatan
menjadi silau (+), terasa sedikit ngilu (+), riwayat trauma (-), riwayat keluhan yang
sama sebelumnya (+) pada mata kanan kurang lebih 2 tahun yang lalu. Penurunan
penurunan tajam penglihatan (+), riwayat pemakaian kacamata (-). Riwayat stroke
wajah 5 tahun yang lalu. Riwayat penyakit persendian (-), herpes (-), diabetes (-),
hipertensi (-). Terdapat riwayat alergi debu. Os mengaku belum pergi ke dokter
sebelumnya. Tetapi os mengobati matanya dengan obat tetes insto, tetapi os mengaku
tidak ada perbaikan.

• Riwayat Penyakit Dahulu:


• Pernah mengalami hal yang sama 2 tahun lalu pada mata kanan.
• Riwayat stroke wajah 5 tahun yang lalu.
• Riwayat penyakit persendian (-), herpes (-), diabetes (-), hipertensi (-).
• Riwayat pemakaian kacamata (-).
• Riwayat Penyakit Keluarga:
• Tidak ada
• Riwayat Alergi
• Alergi debu

2
• Riwayat psikososial
• Os keseharian sebagai ibu rumah tangga
• Makan dan tidur cukup

C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis
 Tanda Vital
o Nadi : 82 x/menit
o Laju Napas : 23 x/menit

D. Status Oftalmolog

3
OCULAR DEXTRA PEMERIKSAAN OCULAR SINISTRA

4
Anikterik, SKLERA Anikterik,
E. Resume
Os datang ke Poli Mata Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi dengan keluhan utama
yaitu mata kiri merah yang sudah dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum ke rumah
sakit. Pusing dan nyeri menjalar dari mata ke kepala.

Mata terasa gatal (-), pegal (+), ngilu (+), kotoran (-), berair (-), penglihatan menjadi silau
(+), terasa sedikit ngilu (+), riwayat trauma (-), riwayat keluhan yang sama sebelumnya (+)
pada mata kanan kurang lebih 2 tahun yang lalu. Penurunan penurunan tajam penglihatan
(+), riwayat pemakaian kacamata (-). Riwayat stroke wajah 5 tahun yang lalu. Riwayat
penyakit persendian (-), herpes (-), diabetes (-), hipertensi (-). Terdapat riwayat alergi debu.
Os mengaku belum pergi ke dokter sebelumnya. Tetapi os mengobati matanya dengan obat
tetes insto, tetapi os mengaku tidak ada perbaikan.

Pada Status Oftalmologi didapatkan VOD 6/20 f, VOS 6/24, Konjungtiva Tarsal Superior
OS hiperemis (+), Konjungtiva Tarsal Inferior OS hiperemis (+), Injeksi Konjungtiva OS
(+), terdapat nodul pada konjungtiva bulbi OS, dan adanya infiltrate pada kornea OS.

F. Diagnosis
 Skleritis

5
G. Penatalaksanaan
 NSAID

H. Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad bonam

 Quo ad functionam : dubia ad bonam

 Quo ad sanationam : dubia ad malam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SKLERITIS
Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi
seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses peradangan ini terjadi karena adanya
proses imunologis, atau karena suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses
peradangan tersebut. Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit
autoimun.

Gambar Skleritis

Etiologi
Skleritis dapat merupakan insiden tersendiri (43%) atau berkaitan dengan penyakit sistemik
lainnya (57%). Adapun beberapa etiologi dari skleritis ialah:

I. Autoimun (48%)

o Penyakit jaringan ikat dan kondisi peradangan lainnya, antara lain:

 Rheumatoid arthritis

 Systemic lupus erythematosus

 Ankylosing spondylitis

 Reactive arthritis

7
 Psoriatic arthritis

 Gouty arthritis

 Inflammatory bowel diseases

 Relapsing polychondritis

 Polymyositis

 Sjögren syndrome

 Mixed connective tissue disease

 Progressive systemic sclerosis

o Penyakit vaskulitik, antara lain:

 Polyarteritis nodosa

 Allergic angiitis of Churg-Strauss syndrome

 Wegener’s granulomatosis

 Behçet disease

 Giant cell arteritis

 Cogan syndrome

II. Infeksi dan Granulomatosa (7%)

o Tuberkulosis

o Sifilis

o Sarkoidosis

8
o Toksoplasmosis

o Herpes simpleks

o Herpes zoster

o Infeksi Pseudomonas

o Infeksi Streptokokus

o Infeksi Stafilokokus

o Aspergilosis

o Leprosi

III. Lain-lain (2%)

o Atopi

o Sekunder dikarenakan benda asing, trauma kimia, atau obat - obatan


(pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate).

IV. Idiopatik

Patofisiologi

Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah gejala utama dari
gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan regulasi autoimun pada pasien yang
memiliki predisposisi genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat
berupa organisme menular, bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan
oleh kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun
respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).

9
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari antibody IgG
dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi lokal (reaksi Arthus) dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan menginjeksi secara subkutan larutan antigen
kepada penjamu yang memiliki titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor
dengan daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi
dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I,
secara umum memakan waktu maksimal 4 – 8 jam dan bersifat lebih menyeluruh. Reaksi
sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang mengakibatkan pembentukan
kompleks antigen – antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi. Patologi utama dikarenakan
deposisi kompleks yang ditingkatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan
oleh pengaktivasian dari sel mast melalui FcgammaRIII. Kompleks imun yang terdeposisi
menyebabkan netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada bermacam – macam
lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe III adalah
komplikasi post – infeksi seperti arthritis dan glomerulonefritis.

Hipersensitivitas tipe IV adalah satu – satunya reaksi hipersensitivitas yang disebabkan


oleh sel T spesifik – antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga hipersensitivitas tipe lambat.
Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel jaringan dendritik telah mengangkat antigen lalu
memprosesnya dan menunjukkan pecahan peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II,
kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan. Aktivasi dari sel T
tersebut, membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin untuk makrofag, sel T lainnya, dan
juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya infiltrasi seluler yang mana sel
mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu
48 – 72 jam. Contoh klasik dari hipersensitivitas tipe lambat adalah tuberkulosis. Contoh yang
paling sering adalah hipersensitivitas kontak yang diakibatkan dari pemaparan seorang individu
dengan garam metal atau bahan kimia reaktif.

Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi
kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler (peradangan mikroangiopati).
Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau
bagian posterior mata.

10
Klasifikasi

Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis anterior adalah:

1. Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh
permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.

2. Nodular anterior scleritis. Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang
eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus
berkembang menjadi skleritis nekrosis.

3. Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit sistemik


seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera terlihat jelas.
Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai sklerokeratitis.

4. Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang
sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul
rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Gambar Diffuse Anterior Skleritis (kiri) dan Nodular Anterior Skleritis (kanan)

Diagnosis

Anamnesis

11
Keluhan pasien akan bervariasi, tergantung dari tipe skleritis yang dialami pasien. Pasien
dengan necrotizing anterior scleritis with inflammation akan mengeluhkan rasa nyeri yang hebat
disertai tajam penglihatan yang menurun, bahkan dapat terjadi kebutaan. Tajam penglihatan
pasien dengan non-necrotizing scleritis biasanya tidak akan terganggu, kecuali bila terjadi
komplikasi seperti uveitis. Rasa nyeri yang dirasakan pasien akan memburuk dengan pergerakan
bola mata dan dapat menyebar ke arah alis mata, dahi, dan dagu. Rasa nyeri juga dapat
memburuk pada malam hari, bahkan dapat membangunkan pasien dari tidurnya.

Pemeriksaan Fisik dan Oftalmologi

 Seperti semua keluhan pada mata, pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan tajam
penglihatan.

o Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.

o Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior.

 Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru dapat dilakukan apabila
dicurigai adanya penyakit sistemik.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis. Beberapa


pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

2. Faktor rheumatoid dalam serum

3. Antibodi antinuklear serum (ANA)

12
4. Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

5. PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks

6. Serum FTA-ABS, VDRL

7. Serum asam urat

Tatalaksana

Pengobatan pada skleritis membutuhkan pengobatan secara sistemik. Pasien yang terdiagnosa
dengan penyakit penyerta akan memerlukan pengobatan yang spesifik juga. 10 Penatalaksanaan
skleritis dibagi menjadi pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis
yang infeksius, serta konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik
yang menyertai.

1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau obat
imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak mencukupi.
Pengobatan tergantung pada keparahan skleritis, respon pengobatan, efek samping, dan
penyakit penyerta lainnya.

o Diffuse scleritis atau nodular scleritis

 Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat menggunakan 2


jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko tinggi, berikan juga
misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan gastrointestinal.

 Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi remisi,
dipertahankan menggunakan NSAIDs.

 Jika oral kortikosteroid gagal, obat – obatan imunosupresif dapat


digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga
digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide, atau

13
cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegener’s granulomatosis atau
polyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.

 Jika masih gagal, dapat diberikan obat – obatan imunomodulator seperti


infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.

o Necrotizing scleritis

 Obat – obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada


bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan – lahan.

 Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.

 Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat


memperparah proses nekrosis yang terjadi.

2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau tanpa
antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan imunosupresif tidak
boleh digunakan.

3. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit penyerta, dan
konsultasi dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk pengawasan terapi
imunosupresif.

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

14
15

Anda mungkin juga menyukai