Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian

Pengertian IVA test adalah metode inspeksi visual dengan asam asetat, atau dikenal juga
dengan sebutan visual inspection with acetic acid (VIA). Artinya, pemeriksaan IVA juga termasuk
ke dalam salah satu metode skrining kanker serviks atau leher rahim.

Seperti namanya, pemeriksaan IVA adalah suatu cara untuk mendeteksi dini mengenai
kemungkinan adanya kanker serviks dengan melibatkan penggunaan asam asetat.

Pada pemeriksaan pap smear, biasanya dibutuhkan waktu beberapa hari sampai hasilnya keluar.
Hal ini menjadi salah satu perbedaan pemeriksaan pap smear dengan IVA.

Pasalnya, IVA test umumnya tidak memakan waktu lama dan tidak memerlukan pengamatan
laboratorium untuk tahu hasilnya. Dengan kata lain, hasil dari IVA test bisa langsung diolah,
sehingga lebih cepat diketahui.

Itulah mengapa pemeriksaan yang satu ini dianggap sebagai skrining awal yang efektif untuk
mendeteksi kanker serviks. Bahkan, harga yang dipatok untuk satu kali melakukan IVA test juga
relatif cukup terjangkau.

Menurut Sukaca (2009), kanker serviks merupakan suatu jenis kanker yang terjadi pada
daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah yang membuka ke arah lubang
vagina. Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV).

Menurut WHO (2008) dalam Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) sekitar
490.000 wanita di seluruh dunia didagnosa menderita kanker serviks dan 240.000 kasus kematian
wanita akibat kanker serviks dan 80% kasus terjadi di negara berkembang. Menurut Yayasan
Peduli Kanker Serviks Indonesia tahun 2012 penderita kanker serviks di Indonesia mencapai
15.000 kasus, sedangkan di provinsi Jawa Tengah terdapat 2.259 kasus (Dinas Kesehatan Jawa
Tengah, 2012), dan di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 74 kasus (Dinas Kesehatan Sukoharjo,
2014). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian kanker leher rahim tersebut antara lain
paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, melakukan hubungan seksual pada usia muda atau
menikah di usia muda, berganti-ganti pasangan seksual, perokok pasif dan aktif, penggunaan
kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang lama lebih dari 5 tahun, penyakit menular seksual, dan
status ekonomi yang rendah (Irianto, 2014).

Etiologi kanker serviks terbanyak adalah infeksi virus HPV terutama tipe 16 dan 18. Tetapi,
tidak semua wanita yang menderita infeksi virus HPV berkembang menjadi kanker serviks.
Beberapa faktor risiko lain mempengaruhi perkembangan infeksi virus HPV ini menjadi kanker
serviks.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya kanker serviks di antaranya:


 Faktor genetik: Wanita yang memiliki saudara kandung atau saudara kembar yang menderita
kanker serviks 2x lebih tinggi berisiko terkena kanker serviks.
 Perilaku seksual : berhubungan pertama kali pada saat usia muda, berganti-ganti pasangan dalam
melakukan hubungan seksual, berhubungan seksual dengan pasangan yang sering berganti-ganti
pasangan, riwayat penyakit menular seksual.
 Kondisi sistem kekebalan tubuh yang rendah seperti status gizi yang buruk, infeksi HIV dan
kondisi lain yang menyebabkan sistem imunitas turun. Penderita HIV berisiko 5x lebih tinggi
terkena kanker serviks.
 Merokok
 Keterbatasan fasilitas untuk melakukan skrining atau pemeriksaan pap smear secara rutin.
Tipe virus HPV yang menginfeksi : Infeksi virus HPV tipe 6 dan 11 umumnya hanya menyebabkan
terjadinya penyakit kondiloma dan lesi epitel skuamousa yang ringan (low grade squamous
epithelial lesion) dan tidak pernah ditemukan menjadi penyebab kanker serviks. Sedangkan infeksi
virus HPV tipe 16 dan 18 menyebabkan 70% kasus kanker serviks di dunia.
Bahaya Kanker Serviks

Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Leher rahim sendiri
berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari vagina. Semua wanita dari berbagai usia berisiko
menderita kanker serviks. Tapi, penyakit ini cenderung memengaruhi wanita yang aktif secara
seksual.

Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) di Indonesia, pada tahun 2013, terdapat
2 dari 10.000 wanita di Indonesia yang menderita kanker serviks setiap harinya, 26 wanita
meninggal karena kanker serviks, serta ditemukan 58 kasus baru setiap harinya.

Menurut Dr. dr. Imam Rasjidi, SpOG (K) Onk, Spesialis Onkologi Ginekologi MRCCC
Siloam Hospitals Semanggi, kanker serviks bersarang di tubuh perempuan akibat infeksi pada
mulut rahim yang berasal dari virus Human Papilloma (HPV), khususnya tipe 16 dan 18. Virus ini
masuk ke sel leher rahim, berkembang biak tak terkendali, hingga akhirnya merusak kinerja sel,
memunculkan tumor, dan berubah menjadi kanker.

Infeksi HPV sangat rentan menjangkit perempuan yang aktif secara seksual maupun yang
daya tahan tubuhnya rendah. Yang perlu diwaspadai, kanker serviks mampu juga terjangkit pada
perempuan dengan usia yang sangat muda.

Terdapat 6 perilaku utama yang dapat meningkatkan risiko seorang wanita terkena infeksi HPV:

1. Perilaku seksual

Berganti pasangan lebih dari 6 kali atau berhubungan intim sejak usia di bawah 17 tahun dapat
meningkatkan risiko hingga lebih dari 10 kali lipat. Berhubungan seksual dengan pria yang sering
berganti pasangan juga berisiko tinggi mengidap kondiloma akuminata (kutil di sekeliling
kelamin).

2. Pil KB

Mengkonsumsi pil KB dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) meningkatkan risiko hingga 2
kali lebih besar.
3. Riwayat Kehamilan

Hamil terlalu muda (sebelum 17 tahun) berisiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan hamil pada usia di atas 25 tahun. Selain itu, perempuan yang hamil lebih
dari 3 kali semasa hidup juga berisiko tinggi mengidap kanker serviks karena sistem hormonal
yang tidak stabil serta lemahnya kekebalan tubuh saat hamil.

4. Merokok

Kandungan zat kimia pada rokok bisa merusak sel jaringan serviks dan menurunkan kekebalan
tubuh. Tubuh perokok (baik aktif maupun pasif) lebih rentan terinfeksi HPV 2 kali lipat
dibandingkan yang tidak.

5. Gaya Hidup Yang Tidak Sehat

Terlalu sering stres, malas olahraga, dan pola makan tidak sehat mengakibatkan daya tahan tubuh
menjadi lemah sehingga tidak maksimal menghadang infeksi HPV.

6. Faktor Genetik

Terlalu sering stres dan memiliki keluarga sedarah pengidap kanker serviks meningkatkan risiko
hingga 2-3 kali lipat. Sebab, ketidakmampuan tubuh menangkal infeksi HPV bisa diturunkan ke
generasi selanjutnya.

Kanker serviks membutuhkan waktu 10-20 tahun untuk berkembang dari sel sehat menjadi
sel kanker. Dalam masa awal, gejala penyakit ini sangat samar, bahkan bisa tanpa gejala sama
sekali. Hal ini sering menjadi penyebab banyak perempuan lalai akan bahaya kanker serviks.
Sebagian besar perempuan baru tersadar untuk memeriksakan diri setelah ada gejala yang
menonjol (terjadi pendarahan atau flek dari vagina). Padahal, keterlambatan diagnosa menjadikan
angka kematian akibat kanker serviks sangat tinggi.

dr.Imam Rasjidi mengingatkan, bila perempuan mengalami keputihan kronik yang berbau dan
bercampur darah, pendarahan di luar masa menstruasi, periode menstruasi yang lebih berat dan
lebih dari biasanya, serta terjadi pendarahan ketika melakukan hubungan seksual, maka sangatlah
disarankan untuk periksa ke dokter atau konsultasi dengan dokter Spesialis Onkologi Ginekologi
di rumah sakit.
Cara mencegah kanker serviks

1. Rutin melakukan pemeriksaan pap smear

Pap Smear merupakan salah satu cara terbaik sebagai lini pertahanan pertama untuk
mencegah kanker serviks. Metode screening satu ini berfungsi untuk mendeteksi sel-sel dalam
leher rahim yang berpotensi menjadi kanker nantinya.

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Anda disarankan


untuk melakukan pemeriksaan pap smear pertama kali pada usia 21 tahun, terlepas apakah Anda
sudah pernah berhubungan seksual atau belum. Tapi, jika usia Anda sudah lebih dari 21 tahun,
Anda belum terlambat untuk segera melakukan pemeriksaan ini.

Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin setiap tiga tahun sekali
(tanpa disertai tes HPV), bagi Anda yang berusia 21-30 tahun. Sedangkan bagi Anda yang berusia
lebih dari 30 tahun, Anda disarankan untuk melakukan pap smear (disertai dengan tes HPV) setiap
lima tahun sekali. Lakukan pemeriksaan pap smear segera rutin untuk mengurangi risiko kanker
serviks. Jangan lupa, konsultasikan terlebih dahulu ke dokter sebelum Anda memutuskan
melakukan pemeriksaan ini.

2. Mendapatkan vaksinasi HPV

Cara lain yang tidak kalah penting untuk mencegah kanker serviks adalah melakukan vaksinasi
HPV. Jika Anda wanita dan laki-laki berusia antara 9 sampai 26 tahun, Anda disarankan untuk
mendapatkan vaksin ini.

Pada dasarnya vaksin HPV paling ideal diberikan pada mereka yang memang belum aktif secara
seksual. Tapi, semua orang dewasa yang aktif secara seksual dan belum pernah mendapatkan
vaksin ini sebelumnya, sebaiknya segera melakukan vaksinasi.

Wanita yang sudah aktif secara seksual harus melakukan pemeriksaan pap smear terlebih dahulu
sebelum mendapatkan vaksin HPV. Jika hasil pap smear normal, Anda boleh langsung
mendapatkan vaksin HPV. Namun, jika pemeriksaan pap smear tidak normal, dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk melakukan diagnosis lebih lanjut.
Meski vaksin HPV bisa mengurangi risiko kanker serviks, tapi vaksin ini tidak menjamin Anda
terlindung sepenuhnya dari penyakit kanker serviks. Anda tetap disarankan menjalani pola hidup
sehat dan pap smear secara rutin meski sudah mendapatkan vaksinasi HPV.

3. Hindari merokok

Anda bisa mengurangi kemungkinan terkena kanker serviks dengan tidak merokok. Tidak
merokok adalah cara penting lainnya untuk mengurangi risiko kanker serviks. Pasalnya, racun
rokok bersifat oksidatif sehingga bisa memicu sel kanker muncul dan bertambah ganas.

4. Lakukan seks yang aman

Lebih dari 90 persen kanker serviks disebabkan karena terinfeksi virus HPV. Penyebaran virus ini
terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, maka gunakan kondom ketika berhubungan
seksual untuk mengurangi risiko tertular HPV.

Selain itu, risiko tertular HPV juga meningkat apabila sering bergonta-ganti pasangan seksual.
Wanita yang hanya memiliki satu pasangan pun bisa terinfeksi virus ini jika pasangannya memiliki
banyak pasangan seksual lain.

5. Menjaga kebersihan vagina

Selain melakukan pap smear untuk mencegah kanker serviks, Anda juga harus menjaga kebersihan
vagina terutama saat menstruasi dan keputihan. Menggunakan cairan antiseptik kewanitaan yang
mengandung povidone iodine mungkin bisa Anda lakukan untuk menjaga kebersihan vagina
Anda, terutama ketika masa “red day” atau menstruasi
Waktu pemeriksaan Iva

Mengutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, data Globocan di tahun 2018
menunjukkan bahwa jumlah kasus kanker baru di Indonesia yakni sekitar 348.809. Peringkat
tertinggi dari jumlah kasus penyakit kanker tersebut diduduki oleh kanker payudara, yang
selanjutnya diikuti oleh kanker serviks diurutan kedua.

Angka kasus kejadian kanker serviks diperikirakan sekitar 23 per 100.000 penduduk. Atas dasar
inilah, para wanita disarankan untuk tidak menyepelekan penyakit kanker serviks.

Salah satu caranya bisa dengan melakukan deteksi ini, misalnya melalui metode pemeriksan IVA
atau inspeksi visual dengan asam asetat. Tak perlu bingung mengenai waktu untuk melakukan tes
ini.

Pasalnya, kelebihan tes IVA ketimbang tes deteksi dini lainnya yakni aman dilakukan kapan pun.
Bahkan, termasuk sebelum, sedang, dan setelah menstruasi.

Ya, ini juga yang menjadi perbedaan dari tes IVA dengan pap smear. Jika pap smear tidak
dianjurkan untuk dilakukan saat wanita sedang haid, IVA justru tidak masalah untuk dilakukan
selama menstruasi.

Hal ini dikarenakan proses uji dengan tes IVA terbilang cukup mudah, yakni dengan menggunakan
asam asetat. Sedangkan pada pap smear, prosesnya cukup sulit dan harus melibatkan tenaga medis
ahli seperti dokter.
Manfaat Iva

Pemeriksaan IVA bertujuan untuk mencari tahu jika ada pertumbuhan sel prakanker di
dalam serviks atau leher rahim, sebelum sel tersebut berkembang menjadi sel kanker.

Namun, tidak mau kalah dengan metode deteksi dini kanker serviks lainnya, IVA test juga
menawarkan berbagai manfaat. Menurut Situasi Penyakit Kanker dari Pusat Data dan Informasi,
berikut beberapa manfaat dari pemeriksaan IVA untuk kanker serviks :

 Tes IVA merupakan metode pemeriksaan yang sederhana, cepat, mudah, dan hasilnya bisa
langsung diketahui.
 Proses pengolahan hasil pemeriksaan tidak perlu dilakukan di laboratorium, sehingga bisa
langsung diketahui.
 Tes IVA tidak harus selalu dilakukan di rumah sakit, tapi juga bisa dilakukan di puskesmas dengan
dokter umum maupun bidan.
 Tes IVA dinilai lebih efektif karena bisa dilakukan hanya dengan sekali datang (kunjungan
tunggal).
 Deteksi dini dengan IVA test memiliki cakupan sekitar 80 persen dalam kurun waktu sekitar 5
tahun, dan diperkirakan dapat menurunkan kemungkinan kanker serviks secara signifikan.
 Tes IVA memiliki sensitivitas sekitar 77 persen (rentang antara 56-94 persen), dan spesifitas
kurang lebih 86 persen (rentang antara 74-94 persen).
 Melakukan skrining kanker serviks dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat menurunkan angka
kejadian kasus kanker serviks.

Dengan melihat beragam manfaat tes IVA ini, dapat memberikan Anda gambaran mengenai
keuntungan menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi kanker serviks.
Cara melakukan pemeriksaan Iva

Proses pemeriksaan pap smear dan IVA sekilas tampak sama. Sebelum mulai IVA test,
Anda juga akan diminta untuk berbaring dengan posisi kedua kaki terbuka lebar atau
mengangkang.

Selanjutnya, dokter atau bidan memasukkan alat berupa spekulum ke dalam vagina. Alat spekulum
bertujuan untuk membuat vagina terbuka lebar, sehingga memudahkan untuk mengamati bagian
serviks atau leher rahim.

Kemudian asam asetat atau asam cuka dengan kadar sekitar 3-5 persen diusapkan pada dinding
serviks. Sel-sel pada dinding serviks yang normal biasanya tidak akan mengalami perubahan apa
pun ketika dioleskan dengan asam setat.

Sebaliknya, apabila sel-sel pada dinding serviks tersebut bermasalah, misalnya merupakan sel
prakanker atau sel kanker, otomatis warna serviks akan berubah menjadi putih.

Inilah mengapa pemeriksaan dengan metode IVA atau inspeksi visual dengan asam asetat terbilang
singkat. Sebab tanpa butuh waktu lama, Anda bisa segera mengetahui hasil setelah asam asetat
atau asam cuka dioleskan pada serviks.

Dokter dan bidan juga dapat segera menilai apakah Anda dicurigai memiliki kanker serviks atau
tidak. Meskipun terdengar menyeramkan, sebenarnya pemeriksaan ini tidak menyakitkan dan
hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja.

Oleh karena cenderung singkat dan tanpa melalui pemeriksaan laboratorium, membuat IVA test
terbilang cukup murah ketimbang metode deteksi dini kanker serviks lainnya.
Bagaimana cara mengetahui hasil IVA test?

Hasil dari IVA test bisa segera Anda ketahui setelah pemeriksaan selesai. Sebagai
gambaran, berikut penjelasan masing-masing hasil dari pemeriksaan IVA:

Tes IVA negatif

IVA test yang menunjukkan hasil negatif merupakan sebuah kabar baik. Sebab artinya,
tidak ditemukan adanya pertumbuhan sel prakanker maupun sel kanker di dalam serviks atau leher
rahim Anda alias normal.

Tes IVA radang

IVA test dengan hasil menunjukkan adanya radang, berarti ditemukan peradangan di dalam
leher rahim atau serviks. Peradangan ini bisa termasuk temuan jinak, seperti adanya polip.

Dalam kondisi seperti ini, biasanya Anda akan diberi pengobatan tertentu terlebih dahulu, sampai
sekiranya polip telah hilang dan serviks kembali normal. Setelah itu, IVA test baru bisa diulangi
kembali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Tes IVA positif

Berkebalikan dengan IVA test dengan hasil negatif, hasil positif pada pemeriksaan IVA
justru menunjukkan adanya kelainan pada serviks.

Hasil IVA bisa dikatakan positif ketika ditemukan adanya warna putih (acetowhite) pada serviks
setelah dioleskan dengan cairan asam asetat atau asam cuka. Kondisi ini bisa menandakan adanya
pertumbuhan sel-sel prakanker.

Tes IVA kanker serviks

Hasil IVA test ini menandakan kalau ada kelainan pada pertumbuhan sel di dalam serviks. Hal ini
bisa diakibatkan karena adanya pertumbuhan sel kanker.

Anda mungkin juga menyukai