Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah
serta fungsi biologinya. Tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa kimia
organik, senyawa kimia ini bisa berupa metabolit primer maupun metabolit
sekunder. Kebanyakan tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder, metabolit
sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolit
sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan metabolit primer. Berdasarkan
asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok
besar yakni terpenoid (triterpenoid,steroid, dan saponin) alkaloid dan senyawa-
senyawa fenol (flavonoid dan tanin). (Tobo, 2001)
Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang tidak
memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari
organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki
berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. (Tobo, 2001)
Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit sekunder
atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki aktivitas
biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam
dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan zat
yang diinginkan dari suatu material tanaman. (Tobo, 2001)
Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan
diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam memilih
metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder
yang diinginkan. (Tobo, 2001)
Cara ekstraksi sangat beragam, disesuaikan dengan sifat simplisia, kandungan
kimia di dalamnya dan ketersediaan alat ekstraksi. Dalam praktikum biasanya
dilakukan ekstraksi dengan cara panas dan cara dingin yaitu infuse, dekok,
rebusan, dan maserasi. Infuse, dekok, dan rebusan merupakan sediaan galenika
dan cara ekstraksi yang sering di aplikasikan di masyarakat sedangkan maserasi
merupakan cara ekstraksi yang sering diaplikasikan dalam penelitian pendahuluan
khasiat tanaman obat.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cahaya
langsung Preparat farmasi tertentu yang dibuat dengan proses ekstraksi yakni
dengan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan
menggunakan pelarut yang di pilih dimana zat yang di inginkan larut. Bahan
mentah obat berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih
lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.
Dalam praktikum ini dilakukan dua metode ekstraksi dari sampel tanaman
yang zat aktifnya berkhasiat sebagai obat, metode yang digunakan ialah maserasi
dan perkolasi dengan tujuan agar zat aktif atau senyawa yang terkandung dalam
tanaman obat tersebut dapat terisolasi secara sempurna.
1.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana teknik atau cara pemisahan zat aktif dari bagian biota laut tertentu
dengan menggunakan beberapa metode.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah, untuk mendapatkan hasil ekstraksi
zat aktif atau zat yang berkhasiat dari bagian biota laut, dengan menggunakan
metode maserasi, perkolasi, refluks dan sokletasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-
zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan
memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode
ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan
merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya
tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat
terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Pemisahan itu dapat dilakukan
dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah selama
beberapa menit (Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman,
mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan
melakukan perebusan dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud,
2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan
lebih mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif
dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga set yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik
di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001).
2.1.2 Pengeringan dan perajangan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia
tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari
teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup
akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur).
Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan
dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen
dari Barat. Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir
atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan
aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah
kering adalah mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih
dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam
Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya
jangan di bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering
yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang
baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu
ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan
debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat
rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara pengeringan
diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan aktifnya
(Dijten POM, 1990).
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan
berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan
mesin perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal
maka proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk
atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan
kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan
sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat) (Ditjen
POM, 1990).
2.1.3 Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang
penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut
yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar,
dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat
kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan
dielektrik makin polar pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah)
Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas
penangas air dengan wadah lebar pada temperature 60oC, destilasi, dan
penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
7. Viskositas cukup rendah
2.1.4 Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh
dengancara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk
bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan
simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat diekstrasi dengan metode
soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,
2007):
1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
2.1.5 Ekstraksi secara dingin terbagi atas dua
1. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
(Ditjen POM, 1986).
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan
metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada
penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid (Ditjen
POM, 1986).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang
sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam
bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan
75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.
Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung,
kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya
dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari
yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari
cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu,
kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara
maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna
(Ditjen POM, 1986).
2. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung
hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan
penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi
lapis tipis tidak memberikan noda lagi. (Ditjen POM, 1986)
Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas,
karena pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap
melalui pipa samping dan masuk ke dalam kondensor, walaupun pemanasan
yang dilakukan tidak langsung tapi hanya menggunakan suatu alat yang
bersifat konduktor sebagai penghantar panas. Namun, proses ekstraksinya
secara dingin karena pelarut yang masuk ke dalam kondensor didinginkan
terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia yang
akan dibasahi atau di sari. Hal tersebutlah yang mendasari sehingga metode
soxhlet digolongkan dalam cara dingin. Pendinginan pelarut atau cairan
penyari sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan
karena simplisia yang disari tidak tahan terhadap pemanasan. (Ditjen POM,
1986)
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klongsong yang telah dilapisi
dengan kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klongsong tidak
boleh melebihi pipa sifon), karena dapat mempengaruhi kesetimbangan
pergerakan eluen yang telah terelusi keluar dari pipa sifon, dimana jika
tinggi sampel melebihi kertas saring (pipa sifon), maka eluen hasil elusi akan
keluar melalui pipa aliran uap yang berada diatas sampel, bukan keluar
melalui pipa sifon. Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari
yang sesuai kemudian ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan
diklem dengan kuat kemudian klongsong yang telah diisi sampel dipasang
pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari
ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klongsong.
Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan
kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi
dimana pada saat pelarut telah mendidih, maka uapnya akan melalui pipa
samping lalu naik ke kondensor. Di sini uap akan didinginkan sehingga uap
mengembun dan menjadi tetesan- tetesan cairan yang akan menetes turun ke
klongsong dan membasahi simplisia. Tetesan – tetesan uap air cairan penyari
ini akan ditampung di dalam klongsong hingga suatu ketika ekstrak
mencapai ketinggian ujung sifon sehingga pelarut ini akan turun kembali ke
dalam wadah pelarut secara cepat. Proses ini berulang hingga penyarian
yang dilakukan sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada awalnya
berwarna, di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan
penyari pada awalnya memang tidak berwarna maka biasanya dilakukan 20-
25 kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
dengan rotavapor. (Ditjen POM, 1986)
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi
melalui pipa samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang diperoleh
lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi (Ditjen POM, 1986).
3. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi
adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan
penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Ditjen POM, 1986).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena
(Ditjen POM, 1986) :
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang
mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi
pekat dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan
zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan
sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi
(Ditjen POM, 1986).
2.1.6 Ekstraksi Secara Panas
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia
yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-minyak
menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan juga
diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik
mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan komponen kimia. Metode
ekstraksi yang termasuk cara panas yaitu (Tobo, 2001).
1. Metode Refluks
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana
cairan penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut
dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat sambil
menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan
biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba (Ditjen POM,
1986).Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan
pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang
lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari volume labu,
kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada waterbath atau
heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan
dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan
sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan
penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah penampung dan ampasnya
ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan
selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan
rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
1) Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses
pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah menguap atau dilakukan
ekstraksi jangka panjang.
2) Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak dengan
adanya pemanasan.
Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan
diperlukan alat – alat yang tahan terhadap pemanasan (Ditjen POM, 1986).
2. Metode Destilasi Uap Air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada
penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh
(Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari
simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali
bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga
terbentuk molekul-molekul air yang menetes ke dalam corong pisah
penampung yang telah diisi air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna
(Ditjen POM, 1986).
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam
setelah itu dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa
penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan
kuat. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih dan
diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui pipa
penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada
bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap menuju
kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini,
maka uap air yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung
yang telah berisi air (Ditjen POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur
digabungkan, tiap cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri,
dan menggunakan tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang
mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang
digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu
tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada
temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada dalam
keadaan murni (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada
temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap– tiap cairan berada dalam
keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat
diatasi pada destilasi uap ini. Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang
lebih kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan
destilasi uap ini (Ditjen POM : 1986).
2.2 Uraian Bahan
1. Etanol (FI III, 1979)
Nama Resmi : Etil Alkohol / etanol
Nama Lain : Etil alkohol; hidroksietana; alkohol; etil
hidrat; alkohol absolut
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H5OH
Pemerian :cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna, dan merupakan
alkohol yang paling sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari
Kegunaan : sebagai pelarut.
2. Bintang Laut
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia laevigata
b. Morfologi (Dahuri, 2005)
Bintang laut berbentuk simetris radial, berwarna biru,
permukaan bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-
masing dapat bertindak sebagai cakram penyedot. Bintang laut
mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel pada
bebatuan dan atau untuk merangkak secara perlahan-lahan,
sementara kaki tabung
c. Habitat (Dahuri, 2005)
Bintang laut hidup di dasar laut, bentuknya mengikuti
kontur permukaan bebatuan. Pada umumnya hewan ini selalu
menempati daerah yang digenangi air. Pada beberapa habitat
yang mengalami kekeringan pada saat air surut, terjadi beberapa
penyesuaian, antara lain pembenaman diri dalam pasir
3. Bulu Babi (Tegar, 2011)
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidae
Ordo : Camiodonia
Famili : Echinoiceae
Genus : Deadema
Spesies : Deadema Setosum
b. Morfologi (Tegar, 2011)
Berbentuk bulat dan berlengan pendek, Simetri radial,
Dinding tubuh berupa kepingan kapur. Tubuh dilengkapi dengan
duri spina yang digunakan untuk bergerak
c. Habitat (Tegar, 2011)
Hewan ini hidup dilaut dangkal, laut dalam, dan tepi
pantai. Hewan ini memakan bermacam- macam makanan laut,
misalnya jasad renik atau organisme kecil lainnya
4. Teripang
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria, Muelleria, Stichopus
b. Morfologi (Martoyo, 1996)
Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau
silindris sekitar 10-30 cm, dengan mulut pada salah satu ujungnya
dan anus pada ujung lainnya. Mulut teripang dikelilingi oleh
tentakel atau lengan peraba yang kadang bercabang-cabang.
Tubuhnya berotot, sedangkan kulitnya dapat halus atau berbintil
c. Habitat (Martoyo, 1996)
Habitat teripang tersebar luas di lingkungan perairan di
seluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam
terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat. Beberapa
diantaranya lebih menyukai perairan dengan dasar berbatu karang,
yang lainnya menyukai rumput laut atau dalam liang pasir dan
lumpur. Jenis teripang yang termasuk dalam Holothuria, Scitopus
dan Muelleria memiliki habitat berada di dasar berpasir halus,
terletak di antara terumbu karang, dan dipengaruhi oleh pasang
surut air laut
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat maserasi,
alat perkolasi dan timbangan.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sampel
teripang, bulu babi, bintang laut dan Etanol sebagai larutan penyari, dan kain
saring.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Metode Maserasi
a. Sampel Teripang

Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang 69,65 gram simplisia dan


dimasukan kedalam bejana maserasi
- Ditambahkan larutan penyari
sebanyak 700 ml
- Ditutup rapat bejana maserasi
- Dibiarkan proses maserasi selama
3x24 jam sehingga zat aktif
terekstraksi semua
- Disaring dan ditampung maserat,
kemudian diuapkan dengan
rovaporator
- Diuapkan maserat hingga diperoleh
ekstrak kental, kemudian dimasukan
kedalam vial dan ditimbang
Hasil Maserasi (Ekstrak
Teripang)

b. Sampel Bintang Laut

Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang 300 gram simplisia dan


dimasukan kedalam bejana maserasi
- Ditambahkan larutan penyari
sebanyak 925 ml
- Ditutup rapat bejana maserasi
- Dibiarkan proses maserasi selama
3x24 jam sehingga zat aktif
terekstraksi semua
- Disaring dan ditampung maserat,
kemudian diuapkan dengan
rovaporator
- Diuapkan maserat hingga diperoleh
ekstrak kental, kemudian dimasukan
kedalam vial dan ditimbang

Hasil Maserasi (Bintang


Laut)
3.2.2 Metode Perkolasi

Siapkan alat dan bahan

- Ditimbang 81,08 gram simplisia


yang sudah kering dan masukan
kedalam perkolator
- Dibasahi serbuk simplisia dengan
larutan penyari 450 ml dan diamkan
- Dituang cairan penyari secukupnya
sampai cairan mulai menetes
- Dibiarkan cairan menetes dengan
kecepatan 1ml/menit
- Dibiarkan proses maserasi selama
3x24 jam hingga zat aktif
terekstraksi semua
- Disaring dan ditampung maserat,
kemudian diuapkan dengan
rovaporator
- Diuapkan maserat hingga diperoleh
ekstrak kental, kemudian dimasukan
kedalam vial dan ditimbang

Hasil Perkolasi (Ekstrak


Bulu Babi)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berikut ini adalah tabel dari hasil pengamatan biota laut dengan metode
ekstraksi maserasi, dan perkolasi ;
4.1.1 Metode Maserasi
No Pengamatan Sampel Teripang
1 Bobot Sebelum Ekstraksi 69,65 gram
2 Jumlah cairan penyari 700 ml
3 Hasil Ekstraksi 585 ml
Tabel 4.1.1 Hasil ekstraksi maserasi Teripang

No Pengamatan Sampel Bintang laut


1 Bobot Sebelum Ekstraksi 300 gram
2 Jumlah cairan penyari 925 ml
3 Hasil Ekstrasi 750 ml
Tabel 4.1.1 Hasil ekstraksi maserasi Bintang Laut
4.1.2 Metode Perkolasi
No Pengamatan Sampel Bulu Babi
1 Bobot Sebelum Ekstraksi 81,08 gram
2 Jumlah cairan penyari 450 ml
3 Hasil Ekstraksi 310 ml
Tabel 4.1.2 Hasil ekstraksi perkolasi Bulu Babi
4.2 Pembahasan
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang larut dari bahan yang tidak
dapat larut dengan pelarut cair. Ada beberapa macam metode ekstraksi yaitu
maserasi,perkolasi,dan infudasi. Maserasi merupakan penyarian yang serderhana
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Perlokasi adalah
penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. (Tobo F,2001)
Pada percobaan ini menggunakan larutan etanol 96% karena etanol mudah
menguap selain itu juga mudah didapatkan dan harganya sangat murah dan
bersifat semi polar. Keuntungan dari pada metode maserasi ini adalah sangat
mudah dilakukan tetapi ada juga kerugiannya yaitu hasil penyarian yang
diperoleh kurang sempurna. Pada percobaan ini juga digunakan dua metode
ekstraksi, yaitu metode dingin yaitu maserasi dan perkolasi. (Tobo F,2001)
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari. Maserasi dilakukan dengan cara
memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana,
kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 3
hari, dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya sambil diaduk
sekali-kali setiap hari. Tujuan dari pengadukan agar serbuk dengan cairan
penyari dapat bercampur dengan merata, sehingga cairan penyari dapat menarik
senyawa kimia yang terkandung didalam sampel. Setelah 3 hari, lalu diperas dan
ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari (etanol). Penyarian diakhiri
setelah pelarut tidak berwarna lagi, kemudian disimpan pada wadah untuk
dipekatkan untuk mendapatkan ekstraknya. (Tobo F,2001)
Pada ekstraksi maserasi digunakan sampel Teripang dan Bintang Laut, hasil
dari kedua maserasi dari kedua sampel berbeda yang dimana pada Teripang
diperoleh hasil ekstraksi sebanyak 585 ml, sedangkan pada Bintang Laut
diperoleh hasil sebanyak 750 ml. Pada ekstraksi perkolasi digunakan sampel
Bulu Babi, diperoleh hasil ekstraksi sebanyak 310 ml. Setelah didapatkan hasil
dari ekstraksi, sampel dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak kental.
Perkolasi sama halnya dengan metode maserasi, yang menjadi perbedaan
adalah tempat wadah atau bejana yang digunakan dan cara penarikan zat aktif
dari simplisia. Prinsip perkolasi yaitu dengan menempatkan serbuk simplisia
pada suatu bejana silinder (percolator), yang dibawahnya diberi sekat berpori.
Perkolasi dilakukan dengan cara memasukkan 81,08 gr biota laut dan dituang
larutan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes. Tutup perkolator dan
dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan
1ml/menit. Setelah diperoleh perkolat dan ditimbang hasilnya, kemudian
disimpan pada wadah untuk dipekatkan sehingga mendapatkan ekstraknya.
(Mahdalena,2019
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun hasil dari percobaan ektraksi maserasi diperoleh hasil ekstraksi
sebanyak 585 ml untuk sampel teripang dan 750 ml untuk bintang laut, sedangkan
untuk perkolasi sebanyak 310 ml pada sampel bulu babi yang dimana masing-
masing hasil ekstraksi akan dilakukan evaporasi selama kurang lebih 24 jam
sehingga dapat menghasilkan ekstrak kental dari sampel biota laut yang
digunakan. Dari ekstrak kental akan dilakukan identifikasi senyawa dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan perbandingan
eluen polar dan non polar. Dari metode ini akan bisa kita ketahui kandungan
senyawa dari sampel biota laut tersebut.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan ini dilakukan juga metode sokletasi dan refluks
agar dapat menjadikan perbandingan dengan metode maserasi dan perkolasi. Dan
untuk biota laut yang digunakan pada maserasi dan perkolasi juga sebaiknya
berbeda agar juga dapat melihat kandungan senyawa dari tanaman yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.
Anonim. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Universitas
Muslim Indonesia : Makassar
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Ditjen POM, 1990, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Gembong T., 1998, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, UGM UI Press :,
Yogyakarta.
Harborne. J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press. Bandung
Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains Dan
tekhnologi, Universitas Hasanuddin : Makassar.
Mahdalena, 2019, Penuntun Praktikum Fitokimia 1, STIKES Bina Mandiri:
Gorontalo
Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan
Pertama. Penerbit PT Kalman Media Pustaka : Jakarta
Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas Hasanuddin :
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai