Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerusakan lingkungan seharusnya tidak hanya dipandang dari segi

kepentingan manusia semata, namun difokuskan pada menurunnya kualitas dan daya

dukung bagi hewan, tumbuhan, ataupun mikroba yang pada akhirnya mempengaruhi

kehidupan manusia.

Memang benar agama Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Namun

banyak orang yang salah kaprah dalam menafsirkannya. Sehingga banyak kesalahan

dalam memahami praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu

akidah. Islam adalah suatu aqidah atau keyakinan. Mulai daripada Islam itu sendiri

secara totalitas adalah suatu keyakinan, bahwa nilai-nilai yang diajarkan

kebenarannya mutlak karena bersumber dari yang Maha Mutlak. Maka segala yang

diperintahkannya dan diizinkannya adalah suatu yang haq.

Adanya kewajiban umat islam yang belum dilaksanakan didalam masyarakat

karena rendahnya pendidikan agama tentang kewajiban umat Islam tersebut.

Kurangnya sosialisasi tentang lingkungan, sehingga menciptakan kesenjangan sosial

di antara umat beragama. Terjadinya kerusakan lingkungan juga merupakan kelalaian

manusia dalam mengolah sumber daya alamnya.

Pendidikan yang baru dan termasuk yang penting untuk masa sekarang adalah

pendidikan lingkungan. Pendidikan tersebut berkenaan dengan kepentingan

1
lingkungan di sekitar manusia dan menjaga berbagai unsurnya yang dapat

mendatangkan ancaman kehancuran, pencemaran, atau perusakan.

Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasululloh SAW kepada para

sahabatnya. Abu Darda r.a pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang diasuh

oleh Rasululloh SAW telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan menanam

pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang

subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang besar disisi Alloh SWT

dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal ibadah kepada Alloh SWT.

Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasullloh SAW berdasarkan

wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur’an dan Al-Hadist yang

membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur’an dan Al-Hadist mengenai

lingkungan sangat jelas dan prospektif.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan mencoba membahas secara

luas mengenai al-qur’an dan lingkungan, karena al-qur’an telah menjelaskan tentang

pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan dasar dan prinsipnya secara

global.

B. Rumusan Masalah

1. Apa sebenarnya lingkungan dan bagaimana kondisinya pada saat ini?

2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an dan Al-hadist yang berkaitan dengan

lingkungan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Lingkungan Pada Masa Kini

Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena

menyangkut berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti

dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar.

Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaikan suhu udara,

mencairnya es di kutub, dll. Mungkin sebagian besar orang baru menyadari dan

merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang terlalu berlebihan

mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bisa dikatakan telah menyebar di

berbagai belahan dunia. Khususnya Indonesia yang memiliki potensi alam yang

sangat melimpah. Dengan potensi alam yang sedemikian melimpahnya telah

membuat orang-orang berusaha untuk mengolah secara maksimal. Bahkan potensi

alam tersebut dapat menarik masuk investor-investor asing untuk berbisnis di negeri

ini. Dengan adanya potensi yang begitu melimpahnya memang kita akui dapat

membantu memajukan perekonomian negara, tapi di sisi lain keadaan ini dapat

membuat orang untuk mengeksploitasinya secara maksimal untuk kepentingan

pribadi. Inilah yang kita takutkan, akan banyak pengusaha yang bergerak disektor

3
pengolahan lingkungan yang tidak mengindahkan prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Mungkin saat ini kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita telah terbawa

oleh sistem kapitalisme. Kapitalisme telah memperhadapkan umat manusia kepada

problem kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Di dorong motif kepentingan

diri (self-interest), kebebasan (freedom), dan kompetisi tak bermoral, rezim

kapitalisme telah berhasil mendudukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas.

[1] Perubahan sistem ekonomi dengan adanya liberalisasi perdagangan telah

disinyalir turut mempercepat kerusakan dan pencemaran di bumi. Dalam

perdagangan bebas, pakar ekonomi akan selalu bangga dan optimis terhadap

pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan ini mengindikasikan adanya peningkatan

kapasitas penggunaan sumber daya alam. Peningkatan pengolahan sumber daya alam

tentunya dapat memunculkan kerusakan lingkungan. Tentunya keruskan itu kelak

akan menjadi sumber bencana alam akibat ulah manusia.

Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagian besar adalah

hasil perbuatan manusia. Karena manusialah yang diberi tanggung jawab sebagai

khalifah di bumi. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan makhluk-

makhluk lainnya tidak memiikinya. Kebudayaan manusia makin lama makin maju

[1] Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist

Book,

4
sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengtahuan dan teknologi. Sejalan

dengan kemajuan tersebut, perkembangann persenjataan dan alat perusak

lingkungan makin maju pula. Kerusakan lingkungan diperparah lagi dengan

banyaknya kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran

udara atau polusi. Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia

dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik sering kali dibuang seenaknya

ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang

membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehinggga minyaknya tumpah ke

laut. Akibatnya, air sungai dan laut beracun yang menyebabkan mati atau

tercemarnya ikan dengan zat beracun.

Indonesia adalah salah satu negara yang paling sering dilanda bencana

karena ulah masyarakatnya. Sungguh ironis ketika Indonesia yang memiliki

penduduk mayoritas umat Islam telah mencatat sejarah kehancuran alamnya, seperti

bencana banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, dll. Pemerintah yang diharapkan

dapat memberikan jalan keluar dari persoalan ini malah mengeluarkan kebijakan

yang aneh.[2] Padahal dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang membahas

lingkungan dan cara memanfaatkannya. Apakah umat Islam mayoritas saat ini telah

meninggalkan agamanya dan melupakan sumber ajarannya. Apakah mayoritas

muslim saat ini telah menjadi orang-orang yang hedonis dan materialistik. Inilah yang

menjadi masalah kita bersama sebagai umat Islam.

[2] Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor

5
Mungkin selama ini manusia terlalu jumawa dengan kemampuan yang

mereka miliki untuk mengolah lingkungan yang ada. Padahal seharusnya manusia

sebagai makhluk yang dimuliakan dengan akal, seharusnya mampu berbuat apapun

asalkan dalam memegang amanah dan tanggung jawab dalam mengolah bumi.

Dominasi manusia terhadap alam memang menjadi suatu fitrah. Kelebihan karunia

yang diberikan Allah SWT, tersirat dalam kalamnya :

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di

daratn dan di alautan, Kami beri merka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan

mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami

ciptakan “ (Q.S Al-Isra’ (17);(70)

Keutamaan yang sempurna dari kebanyakan mahluk lain ialah karunia

akal yang dimiliki manusia. Dengan akal fikirannya, manusia mampu menaklukan

segala apa yang ada di alam untuk keperluan dirinya. Dengan adanya kenikmatan

akal yang luar biasa terebut menjadi sangat berbahaya jika pada akhirnya mereka

tidak menjadi khalifah yang amanah. Parahnya, keadaan seperti inilah yang sekarang

sedang terjadi.

Dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari

keserakahan manusia yang memilih cara pintas mengeksploitasi

6
lingkungannya secara habis-habisan atau besar-besaran. Oleh karena itu, sejak awal

Allah telah memperingatkan adanya akibat ulah manusia tersebut yaitu sebagai

motivasi, Allah manjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat

kerusakan. Seharunya umat islam menjaga lingkungannya sesuai dengan firman

Allah SWT :

َ ‫عوهُ خ َْوفًا َو‬


‫ط َمعًا إِ َّن‬ ُ ‫ص ََل ِح َها َوا ْد‬ ِ ‫َو ََلت ُ ْف ِسدُوا فِي اْﻷَ ْر‬
ْ ِ‫ض بَ ْعدَ إ‬
﴾56﴿ َ‫يب ِمنَ ْال ُم ْح ِسنِين‬ٌ ‫ت هللا قَ ِر‬
َ ‫َر ْح َم‬

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan

harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-

orang yang berbuat baik.”( QS Al-Araf: 56 )

Seharusnya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur’an

dalam hal mengolah lingkungan. Supaya kita dapat lebih bijak dan bertanggung

jawab. Sehingga nantinya dengan sendirinya akan lahirlah prinsip pembangunan

berkelanjutan atau pembangunan berwawasan lingkungan

B. Pandangan Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Lingkungan

Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum

ayat-ayat yang membahas mengenai lingkungan, seperti perintah untuk menjaga

lingkungan, larangan untuk merusaknya, dll. Seperti yang akan di bahas berikut ini.

7
1. Alam Adalah Kenyataan yang Sebenarnya

Allah telah menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya. Alam semesta

yang indah ini adalah benar-benar hadir dan sekaligus merupakan salah satu bukti

keagungan penciptanya. Allah juga telah menciptakan hukum-hukumnya yang

berlaku umum yang menunjukkan ke Maha Kuasaan-Nya dan Keesaan-Nya. Langit

dan bumi serta segala isinya diciptakan Allah secara serasi dan teratur.[3] Allah

berfirman dalam Al-Qur’an :

“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar dan

(Dialah juga) pada masa (hendak menjadikan sesuatu) berfirman : "Jadilah", lalu

terjadilah ia. Firman-Nya itu adalah benar dan bagi-Nyalah kuasa pemerintahan

pada hari ditiupkan sangkakala. Dia yang mengetahui segala yang ghaib dan yang

nyata dan Dialah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha mendalam pengetahuan-

Nya.” (QS. Al-An’am : 73)

[3] Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press

8
Jadi alam raya ini dalam pandangan Islam merupakan kenyataan yang

sebenarnya. Pandangan ini berbeda dengan penganut aliran Idealisme yang

menyatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi yang rill dan obyektif,

melainkan semu, palsu, ilusi, dan maya, atau sekedar emanasi atau pancaran dari

dunia lain yang kongkrit yang disebut dunia ideal.[4]

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya

tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka

celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. As-Shadd

: 27)

Pandangan Islam juga berbeda dengan penganut aliran materialisme. Aliran

materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan obyektif.

Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialisme adalah ada dengan

sendirinya.[5] Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini diciptakan oleh

Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus memelihara alam ini serta

mengatur segala urusannya.

[4] Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor

[5] Ibid

9
“Katakanlah : “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi

dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian

itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang

kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar

makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai

jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit

itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:

“Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”.

Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya

10
tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.

Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami

memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa

lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 10-12)

Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti kekuasaan dan

ke-Esaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit dengan bintang-

bintang yang tak terhingga banyaknya. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak

sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya itulah Tuhan yang berhak disembah.

Tuhan yang menciptakan, menguasai , mengatur, memelihara kelangsungan adanya

dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.

2. Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan

Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT, untuk

tinggal di bumi, beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan masa dan

relung waktu terbatas. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 36

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari

keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi

11
musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan

hidup sampai waktu yang ditentukan."

“...dan bagimu ada tempat kediaman di bumi, kesenangan hidup sampai waktu yang

ditentukan.”

Kediaman di muka bumi diberikan Allah kepada manusia sebagai suatu

amanah. Maka manusia wajib memeliharanya sebagai suatu amanah. Manusia telah

diberitahu oleh Allah bahwa mereka akan hidup dalam batas waktu tertentu. Oleh

karena itu manusia dilarang keras berbuat kerusakan.

Dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini,

sebenarnya manusia telah diberi tanggung jawab besar, yaitu diserahi bumi ini

dengan segala isinya.

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi unutk kamu, dan Dia

berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha

Mengetahui segala sesuatu”. Q.S. Al-Baqarah :29

Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah telah menganugrahkan

karunia yang besar kepada manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia,

untuk diambil manfaatnya, sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya

12
dengan menjaga alam dan agar manusia berbakti kepada Allah penciptanya,kepada

keluarga, dan masyarakat.

Apa yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas

adalah untuk mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia

diciptakan melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi keperluannya

sendiri tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari oleh manusia,

sebab tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka manusia cenderung

akan merusak.

Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang ada di

alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam merupakan upaya

untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan. Sebaliknya,

membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap

manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka

bumi. Firman Allah :

13
“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari

(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana Allah

telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al-

Qashas :77)

Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi, Allah

telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan kecurangan

terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat dikejar secara

seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan kerusakan dimuka

bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya bencana, yang kebanyakan

disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.

Islam meberikan pandangan yang lugas bahwa semua yang ada di bumi

merupakan karunia yang harus dipelihara agar semua yang ada menjadi stabil dan

terpelihara. Allah telah memberian karunia yang besar kepada semua mahluk dengan

menciptakn gunung, mengembangbiakan segala jenis binatang dan menurunkan

partikel hujan dari langit agar segala tumbuhan dapat berkembang dengan baik.

Sebagaimana dengan Firman Allah SWT QS. Luqman : 10

14
“Dia meciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnyadan Dia meletakan

gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan Dia

memperkembangbiakan padanya segala macam jenis binatang. Dan kami turunkan

air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkn padanya segala macam tumbuh-tumbuhan

yang baik”.

Tanggung jawab manusia menjaga kelangsungan makhluk itulah kiranya

yang mendasari Nabi Muhammad SAW untuk mencadangkan lahan-lahan yang

masih asli. Rasulullah SAW pernah mengumumkan kapada pengikutnya tentang

suatu daerah sebagai suatu kawasan yang tidak boleh digarap. Kawasan lindung itu,

dalam syariat dikenal dengan istilah hima. Rasululloh mencadangkan hima semata-

mata untuk menjaga ekosistem suatu tempat agar dapat terpenuhi kelestarian makhluk

yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita hendaknya mencontoh Rasulullah SAW

dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Melihat banyaknya kandungan Al-Qur’an yang membahas perintah

menjaga lingkungan, hendaknya kita sebagi umat Islam mau menyadari dan

merenungkan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Semoga dengan tumbuhnya

15
kesadaran umat Islam dalam beragama khusunya tentang perintah menjaga

keseimbangan alam dapat mengontrol pengolahan sumber daya alam yang ada

dengan bijak.

3. Tidak Membuat Kerusakan Lingkungan

Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup merupakan akibat

perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di

bumi telah menyallahgunakanamanah. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif,

sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memilikinya.

Kelebihan manusia yang disalahgunakan mengakibatkan kerusakan

lingkungan yang semakin bertambah parah. Kelalaian dan dominasi manusia terhadap

alam dan pengolahan lingkungan yang tidak beraturan membuat segala unsur

harmoni dan sesuatu yang tumbuh alami berubah menjadi kacau dan sering berakhir

dengan bencana.

Dalam firman Allah Q.S Ar-Ruum ayat 41. Sesungguhnya Allah telah

menetapkan dan menggambarkan akibat dari kedurhakaan manusia terhadap syariat.

Manusia hanya bisa menguras dan menggali isi bumi saja tanpa memperhatikan

dampaknya. Maka terjadilah bencana dan kerusakan di atas muka bumi. Padahal

semua itu, menurut Yang Maha Kuasa, adalah akibat dari tangan-tangan manusia itu

sendiri:

ِ َّ‫ت أ َ ْيدِي الن‬


‫اس ِليُ ِذ ْيقَ ُه ْم‬ َ ‫سادُ فِي ْالبَ ِر َو ْالبَ ْح ِر بِ َما َك‬
ْ َ‫سب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ
﴾41﴿ َ‫ض الَّذِي َع َملُوا لَعَلَّ ُه ْم يَ ْر ِجعُ ْون‬ َ ‫بَ ْع‬
16
“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya

Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar

mereka kembali (ke jalan yang benar).( QS.Ar-Rum : 41 )

Kerusakan yang terjadi sebagai akibat keserakahan manusia, ini

disebabkan manusia mempertaruhkan hawa nafsunya, tidak mempedulikan tuntunan

Allah. Sebagaimana dengan yang terkandung dalam Firman Allah SWT :

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang

lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakn apa yang telah diperintahkan

Allah itu , niscaya akn terjadi ke kekacuan di muka bumi dan kerusakan yang

besar”. Q.S Al-Anfal 73

Orang-orang yang berbuat kerusakan dapat digolongkan sebagai orang-

orang munafik atau fasik, sesuai dengan Firman Allah :

17
“Dan bila dikatakan kepada mereka “ Janganlah kamu membuat kerusakan di

muka bumi”,merka menjawab:”sesungguhnya kami orang yang mengdakan

perbaikan”. Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat

kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. Q.S Al-Baqarah 11-12

Apabila mereka diperingatkan mereka akan membantah bahkan

menganggap dirinya yang membawa kebaikan. Apabila diajak untuk kembali ke jalan

kebenaran mereka tidak mendengarnya dan mengabaikannya. Hal ini terbukti dengan

kokohnya perusahaan-perusahaan asing yang berada disektor pengolahan alam dari

tekanan pemerintah karena terjerat persoalan perusakan lingkungan.[6] Persoalan-

persoalan tersebut juga terdapat dalam Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 6-7 :

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan

atau tidak kamu beri peringatan mereka tidak akan beriman”. (Ayat 6)

[6] Prasetyo, Eko. 2008. Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!.Yogyakarta

: Resist Book

18
“Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka dan penglihatan

merekaditutup. Dan bagi merka siksa yang amat berat”. (Ayat 7)

Sesungguhnya Allah telah melarang manusia membuat kerusakan di

muka bumi ini. Seperti yang terdapat dalam Firman Allah yang artinya :

“......... Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Tuhan

memperbaikinya” Q.S Al-A’raf:85

Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena manusia telah

diperbudak oleh sistem yang kapital dan juga tumbuhnya sifat materalistik

hedonistik, sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara maksimal

dengan tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena

manusia terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain, Allah

memberi tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat kerusakan.

“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang

membuat kerusakan di muka bumi bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.( Q.S.

Asy-Syu’ara 151-152).

Sebagai motivasi, Allah telah menjanjikan kebahagiaan akhirat bagi

orang yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat kerusakan.

19
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin

menyombongkan di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang yang

bertakwa”. Q.S. Al-Baqarah : 83

Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap

terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada

taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup

serta tidak selalu membuat kerusakan.

C. Hadits Tentang Larangan Menelantarkan Tanah

ِ ‫ فَقَالُ ْوا نُؤ‬, َ‫ كَانَتْ ِل ِر َجا ٍل ِمنَّا فُض ُْو ُل ا َ َر ِض ْين‬: ‫ قَا َل‬,‫ع ْب ِد هللاِ رضى هللا عنهما‬
‫َاج ُر َها‬ ُ ‫َح ِدي‬
َ ‫ْث َجا ِب ِر اب ِْن‬

‫ َم ْن كَانَتْ لَهُ ا َ ْرض فَ ْل َي ْز َر ْع َها ا َ ْو ِل َي ْمنَحْ َها ا َ َخا ُه فَ ِإ ْن‬: .‫م‬.‫ فَقَا َل النَّ ِب ُّى ص‬,‫ْف‬
ِ ‫الربُ ِع َوالنِِّص‬ ِ ُ‫ِبالثُّل‬
ُّ ‫ث َو‬

َ ‫أ َ َبى فَ ْليُ ْمس ِْك أ َ ْر‬


.ُ‫ضه‬

“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami

mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu

(untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua.

Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia

tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia

enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam

Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)

Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.

dengan lafazd sebagai berikut :

20
‫ َم ْن كَانَتْ لَهُ ا َ ْرض فَ ْليَ ْز َر ْع َها‬: ‫ قال رسول هللا عليه وسلم‬:‫ْث أ َ ِبى ُه َري َْرةَ رضى هللا عنه قال‬
ُ ‫َح ِدي‬

َ ‫ا َ ْو ِليَ ْمنَحْ َها ا َ َخاهُ فَ ِإ ْن أَبَى فَ ْليُ ْمس ِْك أ َ ْر‬


)‫(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة‬.ُ‫ضه‬

Antara kedua hadis tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing

ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits

tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber

dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.

Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits di atas yang menganjurkan bagi

pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain)

untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan

membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan

bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan

menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna

untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini

merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap

lingkungan.

Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat

Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya

kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan

seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang

dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits

diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh

21
orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi

permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa

segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan

hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-

Muzara’ah :

َ َ‫اء ْال َمز‬


)‫ (رواه البخارى‬.ِ‫ارع‬ َ ‫ نَ َهى‬.‫م‬.‫ا َ َّن النَّبِى ص‬
ِ ‫ع ْن َك َر‬

“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)

Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah

dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat

boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu.

Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang

menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan

tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik

karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa

memperoleh manfaat apapun daripadanya.

Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam

kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk

dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :

22
‫ج ِم ْن َها ِم ْن ث َ َم ٍر‬
ُ ‫ عَا َم َل َخ ْيبَ َر ِبش َْرطٍ َمايَ ْخ ُر‬.‫م‬.‫ اَنَّ النَّ ِب َى ص‬,‫ع َم َر رضى هللا عنه‬ ُ ‫َح ِدي‬
ُ ُ‫ْث ا ْبن‬

‫ع َم ُر‬ َ َ‫ فَق‬: ‫ش ِعي ٍْر‬


ُ ‫س َم‬ ْ ‫ َو ِعش ُْر ْونَ ِو‬,‫ ث َ َمانُ ْونَ ِوسْقَ ت َ ْم ٍر‬:‫ق‬
َ َ‫سق‬ ْ ‫ فَكَانَ يُ ْع ِطى ا َ ْز َوا َجهُ ِمائ َةَ ِو‬,ٍ‫ا َ ْو َز ْرع‬
ٍ ‫س‬

‫ض ا َ ْو يُ ْم ِض َى لَ ُهنَّ فَ ِم ْن ُهنَّ َم ِن‬ ِ ‫ ا َ ْن يُ ْق ِط َع لَ ُهنَّ ِمنَ ا ْل َم‬.‫م‬.‫َخ ْيبَ َر فَ َخيَّ َر ا َ ْز َوا َج النَّبِ ِِّى ص‬
ِ ‫اء َوالَ ْر‬

)‫ (اخرجه البخارى‬.‫ض‬ ِ ‫ َوكَانَتْ عَائِشَةُ ا ْختَا َر‬, َ‫الوسْق‬


َ ‫ت الَ ْر‬ َ ‫ار‬ ْ ‫ض َو ِم ْن ُهنَّ َم ِن‬
َ َ ‫اخت‬ َ ‫ار الَ ْر‬ ْ
َ َ ‫اخت‬

“ Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di

khaibar kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari

penghasilannya berupa kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi

istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan

puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian dimasa

Umar r.a. membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta

tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang

memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR.

Bukhori).[7]

B. Hadits Tentang Pohon yang Ditanam yang Dimakan Adalah Sedekah

َ ‫ع َز ْرعًا فَيَأ ْ ُك ُل ِم ْنهُ َطيْر ا َ ْواِ ْن‬


‫سان ا َ ْوبَ ِه ْي َمة اِلَّكَانَ لَهُ بِ ِه‬ ُ ‫س ِل ٍم يَ ْغ ِر‬
ُ ‫س ا َ ْويَ ْز َر‬ ِ ‫ َم‬:َ‫ْث اَنَ ٍس رضى هللا عنه قَال‬
ْ ‫ام ْن ُم‬ ُ ‫َح ِدي‬

)‫ (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة‬.‫ص َدقَة‬


َ

[7] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wal Marjan. (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1996).

23
“ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim

tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung

atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang

dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)

Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia bercerita bahwa

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

ِ َ‫ص َدقَةً َو َما أَ َكل‬


ُ‫ت ال َّطي ُْر فَ ُه َو لَه‬ َ ُ‫ق ِم ْنهُ لَه‬ ُ ‫ص َدقَةً َو َما‬
َ ‫س ِر‬ َ ُ‫سا إِلَّ كَانَ َما أ ُ ِك َل ِم ْنهُ لَه‬ َ ‫س‬
ً ‫غ ْر‬ ُ ‫س ِل ٍم يَ ْغ ِر‬
ْ ‫َما ِم ْن ُم‬

ً‫ص َدقَة‬
َ ُ‫ص َدقَةً َو لَ يَ ْر َز ُؤهُ أَحَد إِلَّ كَانَ لَه‬
َ

“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan

dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman

tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi

melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Muslim). [8]

Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa RasulullahShollallohu ‘Alaihi Wa

Sallam bersabda:

‫ص َدقَة‬ َ ‫ع َز ْرعًا فَ َيأ ْ ُك َل ِم ْنهُ َطيْر أ َ ْو ِإ ْن‬


َ ‫سان أ َ ْو بَ ِه ْي َمة ِإلَّ كَانَ لَهُ ِب ِه‬ ُ ‫ أَ ْو يَ ْز َر‬,‫سا‬ َ ‫س‬
ً ‫غ ْر‬ ُ ‫س ِل ٍم يَ ْغ ِر‬
ْ ‫َما ِم ْن ُم‬

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian

hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan

(tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari) [9]

[8] Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, Shahihul Bukhari jilid 3. (Beirut: Darul Fikr,
1415). no.1552.

[9] Ibid, hadits no.2321

24
Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:

‫ص َدقَةً إِلَى يَ ْو ِم ا ْل ِق َيا َم ِة‬ َ ‫سا فَ َيأ ْ ُك َل ِم ْنهُ إِ ْن‬


َ ُ‫سان َو لَ دَابَّة َو لَ َط ْير إِلَّ كَانَ لَه‬ َ ‫س ِل ُم‬
ً ‫غ ْر‬ ُ ‫فَالَ يَ ْغ ِر‬
ْ ‫س ا ْل ُم‬

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia,

binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai

hari kiamat.” (HR. Imam Muslim)[10]

Syaikh Utsaimin rohimahulloh menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut

merupakan dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabishollallohu ‘alaihi wa

sallam untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat

yaitu manfaat dunia dan manfaat agama.

Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam

adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam

bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga

masyarakat dan negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian

baik sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan

kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada

hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan

manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil

tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-

kebaikannya.

[10] Ibid, hadits no.1552.

25
Sebagai tambahkan: “Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan

bagi orang lain saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan

menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman

menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan.

Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang

berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga

menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan

tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya,

perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan

tanah yang kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh

perasaan yang sebaliknya.”

Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau

ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia,

binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja,

sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia

kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu ketika

menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang dimakan

dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan

maka itu tetap merupakan sedekah baginya.

26
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang muslim akan mendapat pahala

dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia tetap bersabar dan

menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Syaikh Saliem bin ‘Ied Al-Hilali hafizhohulloh menambahkan bahwa ketiga

hadits tersebut menunjukkan perintah menanam pepohonan dan tumbuhan lainnya,

serta keutamaan mengolah (membuat produktif) bumi dan hal itu termasuk amalan

yang pahalanya tidak berhenti dengan kematian pelakunya. Hadits-hadits juga

menunjukkan agar berusaha untuk memberi manfa’at kepada makhluk

Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta mempermudah urusan dan memenuhi seluruh

kebutuhan mereka. Juga menunjukkan dibolehkannya mengembangkan profesi-

profesi yang bermanfaat seperti (pertanian), perdagangan, perindustrian dan profesi-

profesi lainnya serta merupakan bantahan terhadap orang-orang sufi yang sok zuhud.

Adapun larangan yang ada terhadap hal-hal tersebut diartikan jika pekerjaan itu

melalaikan seseorang dari urusan agama dan apabila dia menjadikan dunia sebagai

tujuan utamanya serta tingkatan ilmunya yang tertinggi. Hal itu terjadi dalam kondisi

memperbanyak harta dunia.

Syaikh Al-Utsaimin rohimahulloh menambahkan bahwa hadits-hadits tersebut

juga menunjukkan atas banyaknya jalan-jalan kebaikan dan bahwasanya apa-apa

yang manusia bisa mengambil manfaat darinya berupa kebaikan maka pelakunya

akan mendapat pahala. Baik diniatkan atau tidak oleh orang tersebut. Sebagaimana

firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala :

27
ِ ‫اس َو َم ْن يَ ْفعَ ْل ذَ ِلكَ ا ْبتِغَا َء َم ْرضَا‬
‫ت‬ ْ ِ‫ص َدقَ ٍة أ َ ْو َم ْع ُر ْوفٍ أَ ْو إ‬
ِ َّ‫صالَحٍ بَ ْينَ الن‬ َ ِ‫لَ َخي َْر فِي َك ِث ٍر ِم ْن نَجْ َوى ُه ْم إِلَّ َم ْن أ َ َم َر ب‬

‫ف نُؤْ تِ ْي ِه أَجْ ًرا ع َِظ ْي ًما‬ َ َ‫هللاِ ف‬


َ ‫س ْو‬

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-

bisikan dari orang-orang yang menyuruh untuk memberi sedekah, atau berbuat

kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia, Dan barangsiap yang

melakukan hal itu karena mengharap keridhaan Allah, maka kelak Kamiakan

memberinya pahala yang besar.” (QS. An Nisa : 114)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa perkara-perkara yang

didalamnya mengandung kebaikan baik kamu niatkan atau tidak, barangsiapa yang

menyuruh untuk bersedekah, mendamaikan antara manusia (yang berselisih) maka itu

merupakan kebaikan dan kebajikan meniatkan ataupun tidak. Dan jika diniatkan hal

itu karena mengharap wajah Allah, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

‘Maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.”

Dalam hadits ini juga merupakan dalil bahwasanya hal yang mempunyai

manfaat dan maslahat kemudian manusia mengambil manfaat darinya maka kebaikan

bagi pelakunya jika dia tidak meniatkan, dan jika diniatkan maka bertambahlah

kebaikan itu dengan kebaikan lagi, dan Allah memberinya keutamaan yaitu berupa

pahala yang banyak.

Dari ketiga hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang

dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal yang

mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh pahala. Walaupun

28
itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan akan mendapat pahala.

Berbeda dengan orang kafir segala perbuatannya tidak bernilai di sisi

Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun mereka mereka mengklaim beribadah setiap

bulan, setiap pekan, setiap hari bahkan setiap sa’at tidaklah dianggap disisi

Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu ibadah. Maka hadits ini merupakan dalil

keutamaan memeluk agama islam dan meruginya menjadi orang kafir.

Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa bernilai

ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya Shuhaib bin

Sinan Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi

Wa Sallam:

‫ َو إِ ْن‬,ُ‫شك ََر فَكَانَ َخي ًْرا لَه‬ َ ُ‫ إِ ْن أَصَابَتْه‬:‫ْس ذَ ِلكَ أل َ َح ٍد إِلَّ ِل ْل ُمؤْ ِم ِن‬
َ ‫س َّرا ُء‬ َ ‫ع َجبًا أل َ ْم ِر ا ْل ُمؤْ ِم ِن إِنَّ أ َ ْم َرهُ ُكلَّهُ َخيْر َو لَي‬
َ

َ ‫أَصَابَتْهُ ض ََّرا ُء‬


ُ‫صبَ َر فَكَانَ َخي ًْرا َله‬

“Menakjubkan pada perkara seorang mukmin sesungguhnya perkaranya semuanya

baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang

mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah

kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar

maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Imam Muslim)[11]

Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini

memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri tanaman

seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma kemudian mencuri

[11] Riyadhush Shalihin. 1421 H. Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf An-Nawawi. Darul Fikr:
Bairut, Libanon.

29
kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh pahala atas peristiwa

pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain sekiranya dia mengetahui siapa

pencurinya maka dia harus dilaporkan ke pihak berwajib.

Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah?

Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa

seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil

usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa

orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik

yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.

Betapa bagusnya penjelasan Ustadz ‘Abdul Hakim bin Amir

Abdat hafizhohulloh berikut: “Apabila kita telah memahami kaidah ini maka

terjawablah pertanyaan dan tersingkaplah kemusykilan-kemusykilan serta lapang lah

dada dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an yang menegaskan bahwa seseorang tidak

akan memperoleh kebaikan (pahala dan ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri.

Diantaranya ialah ayat yang masyhur dibawah ini:

َ ‫ان ِإلَّ َما‬


‫سعَى‬ ِ ‫س‬َ ‫إل ْن‬ َ ‫َو أ َ ْن لَي‬
ِ ‫ْس ل‬

“Dan bahwasanya seseorang itu tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali dari

hasil usahanya sendiri.” (QS. An Najm: 39).

Ayat di atas merupakan kaidah ilmiyyah yang umum dan tetap di dalam

keumumannya dan tidak menerima pengecualian (takhshish) yang memang tidak ada

30
sama sekali: bahwa seorang tidak akan memperoleh pahala atau ganjaran kecuali atas

hasil usahanya sendiri.

Seperti seseorang menanam sebuah pohon atau tanaman, maka apa saja yang

dimakan dari buah pohon tersebut atau tanaman tersebut yang ditanam, baik dengan

seizin pemiliknya atau dicuri, baik (dimakan) oleh manusia atau hewan niscaya

pemiliknya atau yang menanamnya tetap akan memperoleh ganjaran.”

Sesungguhnya tanaman yang dicuri atau dirusak ataupun juga dimakan hewan

merupakan hasil usaha dari petani maka pantas lah kalau dia mendapat ganjaran dari

tanaman yang luput dari tangannya (tidak bisa dia panen).

Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak

hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :

ِ ‫َواِذَا قِ ْي َل لَ ُه ْم لَت ُ ْف‬


ِ ‫سد ُْوا فِى الَ ْر‬
…‫ض‬

“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan

dimuka bumi “

Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205 Allah menjelaskan sifat-sifat

orang munafiq dan tindakannya di muka bumi ini. Informasi yang disampaikan Al-

Qur’an bahwa sebagian dari manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan

dunia menarik sekali, sehingga banyak yang terpedaya. Ia pintar dan pandai

menyusun kata-kata dengan gaya yang menawan. Orang munafiq seperti inilah yang

selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan

31
dicemari, buah-buahan dan binatang ternak dibinasakan. Apalagi kalau mereka

sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya.

Gambaran ayat ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum

ayat 41-42, pada ayat ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang

kerusakan yang terjadi di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah

akibat ulah perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan,

hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerah-

daerah peresap air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan

pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena

tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak

negatifnya akan dirasakan manusia itu sendiri.

Tidak sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini merupakan salah satu

karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah manusia harus memperbaiki dan

memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam surat Al-An’am

ayat 141-142

Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus melancarkan program

penghijauan. Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat reklame dan promosi

penghijauan, baik melalui media visual, maupun audio-visual. Promosi ini banyak

terpajang di sudut-sudut jalan, dan tertempel di mobil-mobil dan lainnya yang

mengajak kita menyukseskan program tersebut. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan,

pemerintahnya telah mencanangkan program penghijauan dengan tema "South

32
Sulawesi Go Green" (Sulawesi Selatan Menuju Penghijauan). Sebagian orang

menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan

pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-malasan dalam

mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat sebuah hadits yang

masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda: "Jika seorang manusia meninggal dunia,

maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah

(yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang

mendo’akan kebaikan baginya". [HR. Muslim]

Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi

seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah Sedekah Jariyah,

sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan

bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat

sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam

tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi,

menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan

amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau

berketurunan.

Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa

sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat

pahala". [12]

[12] Syarh Ibnu Baththol (11/473)

33
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi

Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh

manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita

tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram,

maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil

tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.

Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat

bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman

dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti

pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan

daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam

peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa

menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi

pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam

mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang

tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari

reboisasi, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk

memanfaatkan tanah dan menanaminya.

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwasanya itu semua menjadi

alasan mengapa Alloh menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist

tentang pentingnya lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia ini.

Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi

untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Alloh SWT untuk

diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.

Adanya bencana lebih karena manusia melakukan eksploitasi

berdasarkan kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-

banyaknya tanpa memikirkan bencana yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak

mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya

35
yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai manusia

yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :

“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan,

maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan

tiadalah bagi mereka seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)

Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada

kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak

memepertimbangkan daya dukung lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu yang

tidak penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan gaya hidup

dan seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu mengelola bumi

tanpa landasan dan petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan

kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat adalah fitrah di mana bumi hanya dapat

diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu menyalahi fitrah, maka akibatnya

dapat terjadi kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat tersebut, manusia cenderung

melihat kebenaran menurut hawa nafsu.

Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini

seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan

ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh

36
binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar

denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka

bumi.

Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita

dalam mengolah lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia

menjadi lebih bijak dalam mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan

apabila dalam kegiatan pengolahan lingkungan akan tumbuh pemahaman

pembangunan berwawasan lingkungan maupun spirit pembangunan berkelanjutan.

Hal diatas bukan tidak mungkin akan terealisasikan. Asalkan manusia

mau kembali kepada ajaran agama yang utuh dan dapat memahaminya. Sehingga

nantinya akan tumbuh kesadaran umat manusia dalam mengelola lingkungannnya.

Sangat jelas dalam Al-Qur’an terdapat begitu banyaknya ayat-ayat yang

membahasprosedur pengolahan alam yang bijak,perintah untuk tidak berbuat

kerusakan di muka bumi,dll.

Sungguh beruntung umat Islam memiliki kitab suci seperti Al-Qur’an.

Kitab suci ini begitu luas cangkupan pembahsannya terlebih persoalan tentang

pengolahan alam. Kami percaya jika umat Islam mau kembali kepada agamanya

dengan membuka, memahami apa yang ada di Al-Qur’an pasti kehidupa di muka

bumi ini akan lebih teratur dan tertata dengan baik.

37
Daftar Pustaka

Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist Book

Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor

Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press

Prasetyo, Eko. 2008. Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!.Yogyakarta :

Resist Book

Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari. 1415., Shahihul Bukhari jilid

3. Beirut: Darul Fikr.

Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf An-Nawawi. 1421 H.Riyadhush Shalihin.

Darul Fikr: Bairut, Libanon.

Kitab Al-Washiyyah no. 4199

Muhammad Fuad Abdul Baqi. 1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Syarh Ibnu Baththol (11/473)

38
Situs :

KBBI dalam Jaringan

39

Anda mungkin juga menyukai