Anda di halaman 1dari 17

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Umur : 30 tahun 4 bulan 28 hari
Agama : Katolik
Pekerjaan : Pedagang
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Rusun Blok LT II Kapuk Muara Penjaringan
Nomor RM : XXXXXX05

II. ANAMNESIS
Autoanamnesa, pada tanggal 4 November 2019 hari Senin , pukul 16.05 WIB
Keluhan Utama
Luka di bagian tungkai kiri bawah sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan
Bengkak dan nyeri di tungkai kiri bawah

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke poliklinik RS Husada dengan keluhan luka di bagian tungkai bawah
sebelah kiri disertai dengan bengkak sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Menurut
keterangan pasien, luka tersebut diawali dengan bercak kemerahan di bagian bawah
tungkai kiri dan terasa sangat gatal sehingga pasien sering menggaruk area tersebut
dan akhirnya menimbulkan luka. Luka tersebut terasa panas dan nyeri akan
bertambah berat saat berjalan dan disentuh . Sebelumnya , Pasien juga sudah pernah
berobat ke dokter dan diberikan salep tetapi tidak ada perbaikan sehingga, luka
sempat dibiarkan saja terbuka selama beberapa minggu akibat nya luka tidak sembuh
dan bengkak bertambah pada tungkai. Luka juga muncul di daerah belakang tumit 2
hari yang lalu.

1
Pasien mengatakan pernah keluar nanah berwarna putih kuning, jumlah cukup banyak
sekitar 2 hari yang lalu. Saat ini pasien mencoba menggunakan obat cina berwarna
merah yang digunakan untuk mengolesi bagian yang luka.
Keluhan gatal masih ada sedikit. Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma pada
tungkai, tidak pernah mengalami riwayat sakit kulit lainnya dan tidak pernah
melakukan operasi.
Pasien mengaku mandi sehari 2x pagi hari dan sore hari dengan menggunakan sabun
biore, Keluhan gatal setelah menggunakan sabun mandi disangkal.
Ini merupakan pertama kalinya pasien memiliki keluhan seperti ini.
Pasien sudah mencoba untuk membeli salep sendiri tetapi masih belum ada perbaikan

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama selama ini diderita. Hipertensi,
DM, dan Asma disangkal. Alergi obat juga disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga


Kerabat pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

 Keadaan Umum : Baik


 Kesadaran : Compos mentis
 Status Gizi : BB: 82 kg, TB: 158 cm, IMT: 32 ( Obesitas tipe II )
 Tekanan Darah : 120/75 mmHg
 Nadi : 78 x/mnt
 Pernapasan : 18 x/mnt
 Suhu :-
 Kepala : Normocephali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Normotia, sekret, lesi -/-
 Hidung : Deviasi septum -, deformitas -, sekret -/-
 Tenggorokan : arcus faring simetris, hiperemis (-/-), tonsil T1-T1, uvula

2
ditengah, lesi -
 Leher : Bentuk normal, pembesaran KGB (-)
 Thorax :
Paru : Tidak ditemukan kelainan
Jantung : Tidak ditemukan kelainan
 Abdomen : Tidak ditemukan kelainan
 Ekstremitas : akral hangat, udem -, CRT<2s

Status Dermatologikus

Regio : Regio tungkai kaki bagian bawah


Distribusi : Regional
Efloresensi Primer : Makula eritem dengan edema difus
Efloresensi Sekunder : Erosi dan Krusta
Ukuran : Plakat
Jumlah : Multipel
Warna : Eritem

3
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Anjuran: Kerokan kulit + KOH 10%

V. RESUME

VI. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Corporis

VII. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis Nunmular
Psoriasis
Eritrasma
Tinea Versikolor
Tinea Inguinal

VIII. TATALAKSANA
Non Medikamentosa

5
 Edukasi pentingnya hygiene pribadi, dengan menggunakan pakaian yang
menyerap keringat
 Mengganti baju jika berkeringat, tidak menggunakan pakaian ketat, tidak
menggunakan barang pribadi seperti pakaian atau handuk bersamaan.
 Edukasi pasien untuk menggunting kukunya dan tidak menggaruk agar
tidak terjadi perluasan luka, erosi dan ekskoriasi yang menyebabkan
infeksi sekunder
 Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol ke poli 2 minggu kemudian
Medikamentosa
 Griseofulvin PO 500 mg 2 x 1 ( sampai 2 minggu )
 As. Salisilat – mentol – ketoconazole krim 2x sehari
 Loratadin 1 x 10 mg prn gatal

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam
Ad Kosmetikam : malam

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai dengan jamur
menginfeksi jaringan berkeratin (kulit ( stratum korneum ) , rambut, kuku, dimana
dapat tumbuh di selama 12 bulan. Penyakit ini disebabkan oleh jamur dermatofita
yang umumnya berupa Microsporum, Trycophyton atau Epidermophyton.
Dermatofita tidak dapat tumbuh dengan suhu sekitar 37 derajat selsius. Penyebab
infeksi dermatofita yang paling dominan adalah Tricophyton diikuti Epidermophyton
dan Microsporum dimana yang paling banyak adalah spesies Tricophyton rubrum
dan Epidermophyton Floocosum .2
Dermatofita merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan untuk
melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang
memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung
keratin, seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku. Metabolisme dari
jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis
umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis.2
Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembapan kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar
mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea Korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita yang menyerang daerah kulit tidak berambut (glabrous skin).3
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim
yang panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang
bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini terjadi akibat
perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.4

2.2 Epidemiologi
Tinea korporis terdapat diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan insiden
meningkat pada kelembapan udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak terdapat di
Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat. Di Jakarta, golongan
penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah lain, seperti Padang,
Bandung, Semarang, Surabaya dan Manado, keadaanya kurang lebih sama, yakni
menempati urutan kedua sampai keempat terbanyak dibandingkan dengan golongan
penyakit lainnya.5
Tinea korporis dapat menyerang semua umur dan lebih sering pada orang dewasa.
Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang, sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan penyakit ini.4

2.3 Etiologi
Tinea korporis disebabkan oleh golongan dermatofita yang menyerang jaringan
berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keratinolisis. Dermatofita terbagi dalam
tiga genus yaitu Microsporon, Epidermophyton, dan Tricophyton. Penyebab tersering
tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes.5

8
Tetapi penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika
Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Trycophyton
mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab
tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes,
sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di
Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes
dan Tricophyton violaceum.2

2.4 Faktor Resiko


Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi kejadian tinea korporis adalah
kontak langsung dengan penderita atau binatang, penggunaan sarana pemandian
umum bersama, atau kolam renang umum. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya
kebersihan pribadi juga memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden
penyakit jamur pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial
ekonomi yang lebih baik, hal ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya
tahan tubuh seseorang terhadap penyakit). Kebersihan pribadi (menjaga kebersihan
badan) yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.4

2.5 Patofisiologi
Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui tiga sumber masing-masing
memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara
khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit. Pemakaian
bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga
mengganggu fungsi barrier startum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian,
alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik
yang mengadakan difusi kedalam jaringan epidermis dan merusak keratiosit.5
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama :
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan
keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan

9
kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan
sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi
oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melalui ataupun antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum
dengan kecepatan lebih cepat daripada proses deskuamasi. Proses penetrasi ini
dilakukan melalui sekresi proteinase, lepase, dan enzim musinolitik, yang juga
memberikan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya
penetrasi jamur ke jaringan. Fungsi mannan di dalam dinding sel dermatofita juga
bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika
jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita, pada pasien
yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan
inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negative. Infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilakn oleh peningkatan pergantian
keratinosit. Di hipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel
Langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit
T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barrier
epidermal menjadi permeable terhadap transferrin dan sel-sel yang bermigrasi.
Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu reson
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm yang
mengivasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagan aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi
ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan
bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh system pertahanan tubuh (imunitas)
seluler.5

10
Gambar 2.1. Mikroskopis Trichophyton rubrum

2.6 Gejala Klinis


Keluhan dari tinea korporis berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan
lesi bulla yang berbatas tegas pada lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk polisiklik.
Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula,
bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik
umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering
menjadi luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai
lesi eritematosa, plak yang bersisik memburuk dan membesar, selanjutnya bagian
tengah dari lesi akan menjadi bentuk anular yang akan mengalamai resolusi. Berupa
skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umunya merupakan
bercak terpisah satu dengan yang lainnya.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat
lagi.kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan
kelainan pada selaha paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.3
Bentuk tinea korporis yang disebabkan oleh Tricophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,
sehingga tebentuk lingkaran-lingkaran skuama yang kosentris.3

11
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon
inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV
atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas.

Gambar 2.2 Efloresensi Tinea Korporis1

2.7 Diagnosis
Diagnosis Tinea Korporis di tegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien mengeluh rasa gatal-gatal, karena rasa gatal semakin memberat
pasien menggaruk lesi sehingga lesi menjadi lebih luas. Rasa gatal akan semakin
meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah
memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak
lembab dan panas serta memakai pakaian yang tidak menyerap keringat.
2. Pemeriksaan Efloresensi
Gambaran klinis dari tinea korporis merupakan lesi anular, bulat atau
lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan

12
vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (tanda
peradangan lebih jelas pada daerah tepi) yang sering disebut central healing. Tapi
kadang juga dijumpai erosis dan kusta akibat garukan. Lesi-lesi umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat
juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit
yang menjadi satu. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi
menghilang selanjutnya hanya meninggalkna daerah-daerah yang
hiperpigmentasi dan skuamasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-
sama dengan tinea kruris.3

Gambar 2.3 Tinea Korporis1

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan biakan. Untuk
mendiagnosis diperlukan skuama dari bagian tepi lesi yang diambil dengan
menggunakan skalpel. Skuama tersebut ditaruh pada slide yang ditetesi oleh
larutan kalium hidroksida. Diagnosis dibuat dengan memeriksa skuama yang
terinfeksi tersebut secara mikroskopis untuk mendeteksi adanya hifa sebagai dua
garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang atau spora berderet.5

13
2.8 Diagnosa Banding
1. Pitriasis rosea: gambaran makula eritematosa denag tepi sedikit meninggi, ada
papula, skuama, diameter panjang lesi menuruti garis kulit.
2. Psoriasis : skauama lebih tebal dan berlapis-lapis
3. Neurodermatitis sirkumskripta: macula eritematosa berbatas tegas terutama pada
daerah tengkuk,lipat lutut dan lipat siku.5

2.9 Penatalaksanaan
Penyakit tinea korporis sering kambuh bahkan sampai menahun sehingga untuk
menghindari faktor resiko seperti hindari sumber penularan yaitu binatang atau
kontak dengan penderita lain, menjaga keberisihan badan dan lingkungan.
Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles), ada pula yang
tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar (salep) seringkali digunakan
jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan pada kulit yang telah bersih,
setelah mandi atau sebelum tidur selama dua minggu, meskipun lesinya telah hilang.
Tanda dan gejala (seperti kemerahan, gatal, dan rasa panas) dapat diobati dengan
kombinasi steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu diberikan, hanya diberikan
jika terdapat gejala inflamasi.
Contoh obat yang dapat diberikan:
Obat topikal :
Golongan Nama Obat Dosis
Klotrimazol krim 1% 2 kali sehari
Ekonazol krim 1% 2 kali sehari
Mikonazol krim 2% 2 kali sehari
Azol-imidazol
Ketokonazol krim 2% 1-2 kali sehari
Bifonazole krim 1% 1 kali sehari
Tiokonazol krim 1% 2 kali sehari
Alilamin/ Naftifin hydrochloride krim
1 kali sehari
benzilamin 1%
Anti jamur Terbinafin 1% 1-2 kali sehari
topical lain Haloprogin krim 1% 2 kali sehari
Tolnaftat Tolnaftat krim 1% 2-3 kali sehari

14
Obat Oral :
Golongan Nama obat Dosis
Anti jamur golongan Terbinafin 250 mg/hari
lain
Itraconazole 400 mg/hari
Azol-imidazol
Fluconazole 200 mg/minggu
Griseofulvin Griseofulvin 0,5 g/hari

2.10 Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah terjadi tinea korporis antara lain:
1. Mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan menghindari pakaian yang
panas
2. Menghindari sumber penularan yaitu binatang atau kontak dengan penderita lain
3. Meningkatkan kebersihan pribadi maupun lingkungan
4. Menjaga kekebalan tubuh dengan asupan gizi yang cukup

2.11 Prognosis
Pada umumnya prognosis untuk tinea koporis adalah baik dengan terapi yang
benar dan mejaga kebersihan kulit, pakaian dan lingkunga. Untuk tinea korporis yang
bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah
pengobatan dengan antijamur.5

15
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Tinea korporis merupakan infeksi jamur yag umumnya sering dijumpai didaerah
tropis terutama di Indonesia
2. Penyebab tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton
mentagrophytes
3. Faktor resiko dari tinea korporis yaitu kontak langsung dengan penderita atau
binatang, kebersihan diri maupun lingkungan yang kurang
4. Penegakkan diagnosis tinea korporis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan KOH 10-20%
5. Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingakat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan antijamur.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Raiini RP,
editors. Dermatology. 4th ed. UK: Elsevier Science. 2018.
2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP, Fungal disease with cutaneous
involment. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine. 7th ed. New Yoek: Mc
graw hill, 2015.
3. Habif TP. Clinical Dermatology. 1st ed. US: Mc-Graw Hill, 2013.
4. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2015
5. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U,
Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. 2018

17

Anda mungkin juga menyukai