Oleh :
Kelompok
Kelas B
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
I
PENDAHULUAN
mengandung nutrien yang cukup tinggi, serta belum dimanfaatkan secara optimal
sebagai bahan baku pakan. Produk sampingan dimaksud adalah produk sampingan dari
pemotongan ayam, seperti bulu. Limbah bulu ayam tersebut memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, sehingga berpotensi diolah menjadi tepung bulu.
Tepung bulu yang baik memiliki kandungan protein tinggi, namun sebagian
besar kandungan protein tersebut sulit untuk dicerna oleh ternak. Perlakuan kimiawi
salah satunya dengan penggunaan NaOH dan HCl dapat memecah ikatan disulfida
yang ada pada bulu. Penambahan NaOH dan HCl ini selanjutnya perlu diketahui
2. Untuk mengetahui komponen nutrisi yang terdapat pada bulu ayam tersebut.
Hasil pemotongan setiap ekor ternak unggas akan diperoleh bulu sebanyak
± 6% dari bobot hidup (bobot potong ± 1,5 kg), atas dasar jumlah pemotongan ayam
dan asumsi tersebut maka dapat dihitung jumlah bulu ayam yang dapat diperoleh
setiap tahunnya (Packham, 1982). Pemanfaatan bulu ayam sebagai bahan pakan
rendahnya kualitas nutrien limbah tersebut. Bulu ayam, meskipun kadar proteinnya
mencapai 80-90% akan tetapi protein tersebut tersusun dari protein keratin yang sulit
dicerna oleh unggas (Kim & Patterson 2000, Zerdani dkk. 2004).
kering (BK) (Wisri dkk, 2003). Sedangkan bahan kering bulu ayam di laporkan
National Research Council (NRC), 1996 berbeda dengan hasil analisa labolatorium
Balitnak.
Protein bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke
dalam protein serat. Keratin merupakan protein serat yang membentuk rambut, bulu
(burung), kuku serta kaya akan sistein dan sistin. Sistin terdiri dari dua molekul
NH NH NH
2 CH 2 CH 2 CH
S S SH
Gambar 1. Struktur Kimia Keratin (Tarmizi, 2001).
rendahnya manfaat protein bulu yang disebabkan oleh sebagian besar kandungan
protein kasar terbentuk keratin (Indah, 1993). Perlakuan kimia dengan penambahan
asam dan basa (HCl, NaOH), perlakuan enzimatis dan biologis dengan
mencampur bulu ayam yang telah kering dengan larutan 0,4% NaOH. Kemudian
dikukus dengan autoclave. Selanjutnya bulu ayam dimasukkan ke dalam oven untuk
dikeringkan dan akhirnya digiling menjadi tepung bulu ayam (Steiner dkk, 1983).
Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling. Pemrosesan
kimiawi dan basa menggunakan NaOH 6% dengan pemanasan dan tekanan
Bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pada ransum
ternak karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi, yaitu antara 85%-95% (
Howie dkk. 1996). Kandungan zat-zat makanan yang terdapat dalam tepung bulu
ayam menurut Desi (2002), dapat dilihat pada Tabel 1.
Hidrolisat bulu ayam yang terbentuk dari semua proses memiliki kelebihan
asam amino dalam jumlah asam amino leusin, isoleusin dan valin yang bermanfaat
dalam membantu sintesis protein mikroba rumen (Sari, 2015). Penggunaan tepung
bulu ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber protein pakan
konvensional (bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total protein ransum
bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula
ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik
KESIMPULAN
2. Bulu ayam mengandung protein kasar yang tinggi yakni 80-91% dari bahan
kering (BK).
4. Bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pada ransum
ternak.
5. Tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total