DISKUSI KASUS
Disusun Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya atas
rahmat dan karuni-Nya akhirnya makalah ini dapat selesai. Shalawat serta salam tidak
lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhamad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Penulis
3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak kurang lebih 20 tahun yang
lalu. Saat mengetahui pertama kali darah tinggi, tekanan darah pasien 150/90
mmHg, saaat ini tekanan darah pasien terkontrol dengan amlodipine 1x10 mg.
Pasien memiliki riwayat sakit gula sejak kurang lebih 18 tahun yang lalu.
Sebelum mengetahui sakit gula, pasien mengeluh gatal-gatal di seluruh
tubuhnya dan tidak berkurang walaupun sudah diberikan obat gatal. Pasien
juga mengeluh sering sulit tidur dan sering terbangun saat tidur di malam hari
untuk kencing sebanyak kurang lebih 4-5 kali sejak dulu (belasan tahun) dan
sering pipis di celana karena tidak bisa menahan pipis, pasien juga mengeluh
sering merasa lapar, keluhan sering merasa haus tidak dirasakan pasien,
penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Saat itu pasien pergi ke klinik
dan didapatkan gula darah 600 mg/dL. Saat itu pasien diberikan obat
diamicron 2x80 mg. Pasien rutin konsumsi obat dan kontrol ke klinik, namun
pasien sempat tidak rutin minum obat dan kontrol ke dokter.
Sejak 5 tahun terakhir ini pasien rutin kontrol ke poli KPKM Reni Jaya.
Saat ini pasien mengonsumsi obat secara rutin, diamicron 2x80 mg, acarbose
3x100mg, metformin 3x500mg. Sejak 5 tahun terakhir ini juga pasien kontrol
ke poli saraf karena riwayat stroke sehingga pasien rutin mengonsumsi obat
miniaspi 1x80 mg.
Keluhan lainnya seperti pandangan kabur tidak ada. Keluhan kesemutan
dan kebas tidak ada. Keluhan nyeri pada otot-otot kaki saat berjalan tidak ada.
Keluhan nyeri dada disangkal. Keluhan kelemahan pada satu sisi disangkal.
Keluhan luka yang sulit sembuh tidak ada. Keluhan seperti sesak saat tertidur,
batuk saat tertidur, sesak dan cepat lelah saat mulai beraktivitas, bengkak, dan
jantung berdebar disangkal. Riwayat asma dan alergi disangkal.
Timeline
20 tahun yang lalu 18 tahun yang lalu 5 tahun yang lalu Saat ini
(1999) (2001) (2001)
20
g. Analisis Lingkungan
Pasien tinggal dilingkungan yang tidak terlalu padat.
Pasien tinggal bersamai anak kedua, menantu dan cucunya di rumahnya
sendiri.
6
h. Denah Rumah
i. Anamnesis Sistem
Sistem Keluhan
Penglihatan Tidak ada keluhan
Pendengaran Tidak ada keluhan
Kardiovaskular Tidak ada keluhan
7
Memakai baju 2 2
Naik turun tangga 2 1
Mandi 1 1
8
Hasil 20 18
20 : mandiri 5-8 : ketergantungan berat
12-19 : ketergantungan ringan 0-4 : ketergantungan total
9-11 : ketergantungan sedang
Skor AMT 10
0-3: Gangguan ingatan berat
4-7: Gangguan ingatan sedang
8-10: Normal
9
pada anda?
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak 0
harapan?
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik Tidak 0
keadaannya dari anda?
TOTAL 3
≤ 4 : Normal
5-8 : Depresi Ringan
9-11: Depresi Sedang
>11 : Depresi
12
5. Analisa Gizi
Status Generalis
Regio Hasil Pemeriksaan
Normochepal, alopesia (-), rambut kehitaman dan
Kepala
tidak merata
Pupil bulat isokor, RCL/RCTL +/+ , Konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, gerak bola mata
Mata
baik kesegala arah ,visus baik ODS 6/60 terbatas
ruangan, shadow test -/-
Telinga:
Normotia, nyeri tekan tragus -/-, liang telinga lapang,
serumen -/-, sekret -/-, preauricular tag (-),
preauricular sinus (-)
Hidung:
Simetris, malar rash (-), tidak ada deviasi,
THT pernapasan cuping hidung (-), cavum nasi lapang,
concha edema -/-, hiperemis -/-, sekret /-
Tenggorok:
Uvula di tengah, faring hiperemis (-). Tonsil T1/T1,
detritus (-), kripta melebar (-), dinding faring
posterior hiperemis -/-
Mukosa mulut lembab, Lidah kotor (-), sianosis (-),
Mulut
stomatitis (-)
Trakea ditengah, KGB tidak membesar, Kelenjar
Leher
tiroid tidak membesar, JVP 5+1 cmH2O
I : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi sela Iga
Paru
P : vokal fremitus sama di kedua lapang paru
P : Sonor di kedua lapang paru
15
1.4 Resume
Wanita 73 tahun datang ke poli penyakit dalam RSUP Fatmawati untuk kontrol
rutin bulanan. Pasien datang dengan keluhan gatal pada regio inguinalis bilateral
hingga genitalia externa dan kuku kaki berwarna keputihan. Pasien menderita
hipertensi sejak 20 tahun yang lalu terkontrol dengan amlodipine 1x10 mg.
Riwayat diabetes mellitus sejak 18 tahun yang lalu, ditandai dengan GDS 600
mg/dl dan didapatkan keluhan polyuria dan polifagia. Pasien juga sering sulit
tidur karena rasa BAK 4-5x sehari dan sering pipis di celana karena tidak dapat
menahan BAK. Gula darah terkontrol dengan diamincrone 2x80 mg, acarbose
3x100 mg, dan metformin 3x500 mg. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun
yang lalu, saat ini rutin mengonsumsi obat miniaspi 1x80 mg. BB 60 kg, TB 156
cm, IMT 24,6 kg/m2 (overweight). Pada regio inginalis bilateral hiperemis.
Terdapat kuku kaki menebal disertai dengan perubahan warna kuku menjadi
keputihan.
Diagnosis Medik
Diagnosis Fungsional
Tidak ada
Sindrom Geriatri
BAB II
PENGKAJIAN MASALAH
a. Anamnesis
Riwayat 18 tahun yang lalu pasien didiagnosis diabetes mellitus tipe 2
dengan GDS 600mg/dL dan didapatkan poliuri serta polifagi. Riwayat
pengobatan diamicrone 2x80 mg sejak 18 tahun yang lalu, sejak 5 tahun
yang lalu ditambahkan akarbose 3x100 mg dan metformin 3x500mg.
Riwayat stroke 5 tahun yang lalu. Pasien saat ini dengan gatal pada regio
inguinalis bilateral dan kuku kaki berwarna keputihan. Dyspnea d’effort,
claudication intermittent, ulkus, edema, angina pectoris disangkal. Ibu
meninggal karena stroke dan adik memiliki riwayat sakit jantung.
b. Pemeriksaan Fisik
2. Pengkajian:
Dipikirkan diabetes mellitus tipe 2 overweight dengan obat anti
hiperglikemik oral dengan infeksi jamur dd tinea unguium
3. Anjuran Pemeriksaan:
HbA1c, GDS, GD2PP, profil lipid (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida)
Tes fungsi hati
Tes fungsi ginjal: kreatinin serum dan estimasi-GFR
Funduskopi
EKG
Rontgen Thorax
Urinalisa
4. Rencana terapi
Edukasi
o Edukasi pada pelayanan kesehatan sekunder meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
Rencana kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi)
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: puasa, hari-hari sakit)
Hasil penelitian dan penggetauhan masa kini dan teknologi
mutakhir tentang DM
Pemeliharaan/perawatan kaki
20
Jasmani
Latihan jasmani 3-5 kali per minggu selama sekittar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari
2 hari berturut-turut. Dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa
darah sebelum latihan jasmani, bila glukosa darah <100 mg/Dl Pasien
harus mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu, bila >250 mg/dL
dianjurkan menunda latihan. Kegiatan sehari-hari tidak termasuk
latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal = 50-70% x (220-60) = 80-112 kali/menit) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Farmakologi
Metformin 3x500 mg PO
Metformin adalah obat antihiperglikemia oral golongan
biguanid yang bekerja memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer dan menekan produksi glukosa di hati. Efek samping
utama pemberian metformin ialah dispepsia, diare, dan asidosis
laktat. Metformin dapat menurunkan 1,0-2,0% HbA1c.
Akarbose 3x100 mg PO
Akarbose adalah obat antihiperglikemia oral golongan
penghambat alfa glukosidase yang memperlambat absorbsi
glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Efek samping konsumsi
akarbose ialah bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga
sering menimbulkan flatus. Akarbose dapat menurunkan HbA1c
0,5-0,8%.
23
Diamicrone 2x80 mg PO
Diamicrone adalah obat antihiperglikemik oral golongan
sulfonilurea yang bekerja meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. Efek samping utama pemberian golongan
sulfonilurea adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Golongan sulfonilurea dapat menurunakan HbA1c 1-2%.
5. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Functionam : Dubia ad Malam
2.2. HIPERTENSI
a. Anamnesis
Riwayat 20 tahun yang lalu pasien didiagnosis hipertensi dengan TD
150/90 mmHg. Riwayat pengobatan amlodipine 1x10 mg sejak 20 tahun
yang lalu. Riwayat stroke 5 tahun yang lalu. Dyspnea d’effort,
paroxysmal nocturnal dyspnea, angina pectoris, edema disangkal. Ayah
dan ibu pasien dengan riwayat hipertensi, ibu meninggal karena stroke,
adik memiliki riwayat sakit jantung.
b. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah 120/80 mmHg, JVP 5+1 cmH2O, batas jantung kanan
ICS IV parasternal dextra, batas jantung kiri ICS 5 midclavicula sinistra,
bunyi jantung I & II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada. Edema
tidak ada.
c. Pengkajian:
d. Rencana diagnosis:
EKG
Rontgen Thorax
e. Rencana Terapi
Edukasi
Hindari merokok
Kontrol gula darah dan profil lipid
Kurangi konsumsi sodium (tidak lebih dari 2400mg/hari)
Lakukan aktivitas fisik 3-4 kali dalam seminggu dengan masing-
masing sesi 40 menit
Farmakologi
Amlodipine 1x10 mg
Amlodipine adalah obat antihipertensi golongan calcium
chanals blockers bekerja dengan cara menghambat influx klasium
pada sel otot polos pembuluh darah. Antagonis kalsium tidak
memiliki efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah,
maupun asam urat dan sebagai monoterapi anatagonis kamlsium
memiliki efektifitas yang sama dengan anti hipertensi lainnya.
f. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
b. Pemeriksaan Fisik
Pada regio inguinalis bilateral terdapat bercak eritematosa
berbatas tegas dengan tepi lebih aktif. Pada kuku-kuku jari kaki
terdapat perubahan warna kuku menjadi keputihan, kuku rapuh tidak
ada.
c. Pengkajian
Dipikirkan infeksi jamur candidiasis intertriginosa dd tinea cruris dan
tinea unguium dd onikomikosis ec diabetes mellitus tipe II
d. Rencana Diagnosis
Kerokan kulit
Kerokan kuku
e. Rencana Terapi
Edukasi
Jaga kebersihan daerah selangkangan
Gunakan celana yang menyerap keringat
Bersihkan kaki, jari-jari kaki dan kuku kaki
Potong kuku dengan merata tidak menggunting kuku
kedalam
Terapi farmako
Ketokonazol cream 2% S 2 dd ue
Ketokonazol merupakan antijamur turunan imidazole,
memiliki sifat fungustatik. Ketokonazol oral dapat
26
Loratadin 1x10 mg
Loratadin merupakan antihistamin1 bekerja dengan
menghambat reseptor histamine H1. Dosis harian loratadin
yaitu 10 mg. Loratadin memiliki efek samping yang sama
seperti semua AH1, namun terdapat variasi dan toleransi yang
berbeda setiap individu yaitu sedasi. Efek samping lainnya
yaitu nafsu makan berkurang, mual, muntah, namun efek
samping ini akan berkurang bila diberikan sewaktu makan.
Sindrom Geriatri
Anamnesis
o Pasien sering terbangun malam hari karena rasa BAK dan tidak dapat
menahan BAK sebelum sampai ke kamar mandi
Pemeriksaan Fisik
o Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
o Tidak Ada
Dipikirkan Inkontinensia urin tipe overflow Anjuran Pemeriksaan:
o Tes Residu urin
o Urodinamik
Tata Laksana
Non Farmakologi
- Pengaturan asupan cairan, mengurangi konsumsi minuman yang mengandung
kafein seperti teh, kopi dan minuman soda
- Terapi perilaku (kegel exercise, latihan otot dasar panggul)
- Rujuk ke spesialis urologi
- Penjadwalan BAK
2. Insomnia
Anamnesis
o Pasien sering kesulitan tidur dan sering terbangun di malam
hari karena pipis sebanyak 4-5x
Pemeriksaan Fisik
o Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
o Tidak ada
Dipikirkan insonia
Tata Laksana
o Membuat kondisi tidur yang nyaman, menggunakan lampu
tidur, mencuci wajah dan tangan sebelum tidur
28
29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Menurut WHO, diabetes melitus adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi saat pancreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah
cukup atau saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan pancreas
secara efektif.2,3
3.2 Epidemiologi
Secara global, pada tahun 2014 diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup
dengan diabetes. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 1980 dimana
terdapat 108 juta orang dewasa yang hidup dengan diabetes. Prevalensi global
dari diabetes naik hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, dari 4.7% menjadi
8.5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor
risiko terkait seperti obesitas. Selama decade terakhir, prevalensi diabetes telah
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah dari pada
di negara berpenghasilan tinggi.1,3
Prevalensi diabetes di Indonesia berkisar antara 1.4 – 1.6%. Menurut
penelitian yang dilkaukan tahun 1995, jumlah penduduk Indonesia yang
menderita diabetes sebanyak 4.5 juta jiwa, sehingga Indonesia menempati
peringkat ke-7 di dunia untuk diabetes. Pada tahun 2025 diprediksi meningkat
hingga 12.4 juta jiwa dan menempati peringkat ke-5 dunia. Menurut IDF, jumlah
penderita diabetes di Indonesia tahun 2017 sebanyak 10.2 juta jiwa. Selain itu
pada penelitian ini jumlah terbanyak kasus diabetes ditemukan di daerah
perkotaan atau kota-kota besar seperti Jakarta dan Makasar dibandingkan
wilayah rural. Meningkatnya jumlah penderita diabetes antara lain disebabkan
factor demografi yaitu jumlah penduduk meningkat, penduduk usia lanjut
30
bertambah banyak, dan urbanisasi yang semakin tak terkendali. Selain factor
demografi, gaya hidup yang ke barat-baratan seperti penghasilan perkapita tinggi,
banyaknya restoran siap santap, kurangnya bergerak juga berperan meningkatkan
jumlah penderita diabetes.1,3,4
3.3 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association, secara umum diabetes dapat
diklasifikasikan ke dalam kategori berikut :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada DM tipe 1 terjadi destruksi sel beta akibat proses imunologik atau
idiopatik, namun umumnya disebabkan oleh reaksi autoimun. Sistem imun yang
diproduksi tubuh menyerang sel beta pancreas sehingga kerusakan menjurus ke
defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 umumnya ditemukan pada anak-anak atau
terdeteksi sejak usia dini.1,5
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe yang umum ditemukan. Penyebabnya bervariasi,
mulai yang pedominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.1,5
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes ini didiagnosis pada ibu hamil trimester dua atau tiga dan tidak
diketahui adanya diabetes tipe 1 atau 2 sebelumnya. DMG adalah gangguan
toleransi glukosa yang pertama kali ditemukan saat usia kehamilan <20 minggu.1
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Merupakan tipe lain selain DM tipe 1 dan DM tipe 2. Berikut DM tipe lain
dibedakan bersarkan etiologinya :
a. Defek genetic fungsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, dll.
c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dll.
31
ini dikenal sebagai efek incretin yang diperankan oleh hormone GLP-1
(Glucagon-like Polypeptide 1) dan GIP (Glucose-dependent Insuloinotropic
Polupeptide atau Gastric Inhibitory Polypeptide). Pada penderita DM tipe II
terjadi defisiensi GLP-1 dan resistensi GIP. Selain itu, saluran gastrointestinal
juga memiliki peran penyerapan karbohidrat melaluin enzim alfa-glukosidase
yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang lalu akan di absorbs
oleh vili-vili usus. Mekanisme penyerapan monosakarida dengan enzim alfa-
glukosidase menjadi salah satu mekanisme yang digunakan dalam terapi
farmakologi DM.2
6. Sel Alfa Pankreas
Selain sel beta pankreas ternyata diketahui bahwa sel alfa pankreas juga
memiliki kontribusi dalam patogenesis DM tipe II yaitu hiperglikemia. Sel alfa
pankeas berfungsi mensintesis glukagon, sehingga dalam keadaan puasa kadar
glukagon meningkat. Peningkatan glukagon menyebabkan HGP (Hepatic
Glucose Production) basal meningkat secara signifikan dibandingkan individu
normal.2
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang melakukan filtrasi terhadap glukosa. Sekitar
90% dari glukosa yang terfiltrasi ini akan kembali diserap atau reabsorbsi di
tubulus kontortus proksimal melalui transporter SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter), sedangkan 10% sisanya akan di absorbs oleh SGLT-1 pada tubulus
ascendence dan descendance sehingga nantinya pada urin sama sekali tidak
mengandung glukosa. SGLT-2 merupakan salah satu target obat anti diabetik
oral.2
8. Otak
Salah satu fungsi insulin lain adalah sebagai penekan nafsu makan yang
kuat. Hiperinsulinemia merupakan kompensasi dari resistensi insulin. Resistensi
insulin tidak hanya terjadi pada liver , otot dan sel adiposit, namun terjadi juga di
sel-sel otak. Akibat dari resistensi insulin pada sel otak, mekanisme inhibisi
nafsu makan kurang berjalan optimal sehingga terjadi polifagi.2
35
Pada awal terjadi resistensi insulin, sel beta pankreas akan berusaha
mencukupi kadar insulin dalam tubuh dengan cara mensekresikan insulin dalam
jumlah banyak, sehingga terjadi hiperplasia sel beta pankreas. Akibat kompensasi
tersebut pada awalnya kadar glukosa darah akan normal sehingga terjadi keadaan
normoglikemia. Namun lama-kelamaan terjadi early fatigue atau kelelahan dari
sel beta pankreas yang menyebabkan toleransi glukosa terganggu. Jika kondisi
semakin berlanjut maka sel beta pankreas tidak dapat melakukan kompensasi lagi
sehingga terjadi kondisi hiperglikemia yang merupakan tanda dari diabetes.7
3.7 Diagnosis
Pemeriksaan glukosa digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler dengan glucometer.1,2
Uji diagnosis dan pemeriksaan penyaring merupakan hal yang berbeda. Uji
diagnositik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyairng bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang mempunya faktor risiko DM. PERKENI membagi alur
diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas
DM. Gejala khas DM terdiri dari polyuria, polydipsia, polifagia, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya
lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria), dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
meegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.1,2
Kriteria Diagnosis DM
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dl dengan keluhan
klasik.
4. Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6.5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
37
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000 gram atau
riwayat DMG
5. Hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
anti hipertensi)
6. Kolesterol HDL <35 mg/dl dana tau trigliserida >250mg/dl
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistansi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
Untuk penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringan negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.1
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudan dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pada keadaan yang
tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO maka
pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Namun harus diperhatikan adanya
perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah
kapiler sepeti pada table dibawah ini.1,2
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/d)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100 – 199 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90 – 199 ≥200
Kadar glukosa Plasma Vena <100 100 – 125 ≥126
39
3.8 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.2
Pada pasien DM tahap awal, terapi yang dilakukan adalah terapi non-
farmakologi, yaitu dengan menerapkan gaya hidup sehat dengan terapi nutrisi
medis dan latihan fisik bersamaan dengan pemberian terapi farmakologi berupa
obat anti hiperglikemia baik secara oral maupun suntik. Selain itu penting bagi
pasien untuk mengetahui tentang penyakitnya, komplikasi serta pencegahannya
dan keadaan gawat darurat yang mungkin ditimbulkan selama menderita DM dan
selama mengkonsumsi obat anti hiperglikemia. Maka pentinglah peranan edukasi
bagi pasien. Berikut akan dijelaskan mengenai terapi non farmakologi dan
farmakologi bagi pasien diabetes.1
medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal atau mendekati normal tanpa efek samping hipoglikemia, menjaga
kadar profil lipid dalam batas normal untuk mencegah risiko penyakit
kardiovaskuler dan agar memperlambat terjadinya berbagai komplikasi DM.1,2
Terapi nutrisi medis pada tiap penderita DM berbeda-beda diatur sesuai
kebutuhannya perhari. Prinsipnya adalah pengaturan kalori dan keseimbangan zat
gizi sesuai masing-masing individu. Penderita DM perlu diberikan edukasi
mengenai keteraturan jadwal makan, jenis makanan yang baik dan tidak baik
dikonsumsi serta jumlah asupan kalori perhari. Pertama perlu ditentukan jumlah
kalori yang dibutuhkan perhari. Kebutuhan kalori dapat dihitung menggunakan
berat badan ideal (25-30 kal/kgBB ideal/hari).2
BB ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
atau
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
BBR = 𝑇𝐵−100 (𝑚) x 100%
Keterangan IMT :
IMT < 18.5 : BB kurang (underweight)
IMT 18.5 - 22.9 : BB normal (normoweight)
IMT 23.0 - 24.9 : BB lebih (overweight)
IMT 25.0 - 29.9 : Obes I
IMT > 30 : Obes II
Keterangan BBR :
Gizi buruk : < 90%
Normal : 90 – 110%
41
Kemudian setelah diketahui IMT atau BBR, hitung kebutuhan kalori perhari
:
1. Berat badan kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori 40-60 kal/kgBB/hari
2. Berat badan normal (BBR 90-100%) kebutuhan kalori 30 kal/kgBB/hari
3. Berat badan lebih (BBR 110-120%) kebutuhan kalori 20 kal/kgBB/hari
4. Gemuk atau obesitas (BBR > 120 %) kebutuhan kalori 10-15 kal/kgBB/hari
d. Natrium
Anjuran asupan natrium penderita DM sama dengan orang tanpa DM yaitu <
2300 mg/hari. Penderita DM yang juga memiliki hipertensi dianjurkan
mengurangi konsumsi natrium. Sumber natrium adalah garam dapur, penyedap
rasa masakan, soda dan pengawet.2
e. Serat
Konsumsi serat yang dianjurkan bagi penderita DM adalah 20-35 gram/hari.
Sumber serat yang disarankan adalah serat yang berasal dari kacang-kacangan,
sayur mayur dan buah-buahan.2
f. Pemanis alternative
Pemanis alternatif aman bagi penderita diabetes asal tidak melebihi batas
aman atau accepted dialy intake (ADI). Terdapat 2 jenis pemanis alternatif; yang
berkalori seperti glukosa alkohol (isomalt, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol) & fruktosa dan yang tidak berkalori seperti aspartame, sakarin,
acesulfame, potassium, sukralose dan neotame. Namun, fruktosa tidak dianjurkan
bagi penderita DM karena dapat meningkakan kadar LDL.2
2. Latihan fisik
Latihan jasmani yang dianjurkan 3-5 kali/minggu yang tiap sesinya berjalan
selama 30-45 menit dengan total 150 menit/minggu. Jeda antar latihan tidak
boleh lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik yang disarankan adalah latihan
yang bersifat aerobik intensitas sedang seperti jalan cepat, sepeda santai, jogging
dan berenang.2
Sebelum melakukan latihan fisik dianjurkan untuk mengecek kadar glukosa
darah terlebih dahulu. Bila kadar glukosa darah sebelum olah raga <100 mg/dL
pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu. Namun bila kadar
glukosa darah >250 mg/dL pasien dianjurkan untuk menunda latihan jasmani
untuk menghindari komplikasi. Selain itu penting untuk mengukur denyut nadi
permenit saat berolahraga untuk menentukan keberhasilan latihan fisik. Denyut
jantung maksimal selama olah raga dihitung dengan cara 220 – usia pasien.2
43
3. Edukasi
Edukasi yang dilakukan adalah edukasi yang bertujuan untuk hidup sehat
agar mencegah komplikasi penyakit terhadap pasien. Materi edukasi DM dibagi
menjadi materi pada tingkat awal dan tingkat lanjutan. Pada tingkat awal
dilakukan edukasi mengenai materi tetang penyakit DM, perjalanan penyakit,
manfaat pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan risiko DM,
intervensi terapi farmakologis dan non farmakologis serta target terapi, cara
pemantauan kadar gula darah, gejala dan tanda hipoglikemia dan cara perawatan
kaki diabetik pada pasien DM dengan keluhan kaki diabetik. Pada tingkat lanjut,
edukasi yang dilakukan meliputi pengenalan dan mengenali penyulit DM,
penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain, kondisi khusus yang
dihadapi dan pengetahuan terbaru tentang DM.2
Pada edukasi pasien DM perlu diberi tahu mengenai edukasi kaki DM.
elemen edukasi kaki DM diberikan secara rinci kepada semua pasien DM dengan
ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease (PAD). Elemen
edukasinya sebagai berikut :
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki.
2) Periksa kaki setiap hari, apakah ada kulit yang terkelupas/kemerahan/luka
dan melaporkannya bila terdapat kelainan tersebut kepada dokter.
3) Memeriksa alas kaki sebelum dipakai apakah ada benda asing atau tidak.
4) Menjaga kaki selalu dalam keadaan bersih, tidak basah dan mengoleskan
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5) Memotong kuku secara teratur.
6) Mengeringkan kaki dan sela-sela jari kaki setelah dari kamar mandi.
7) Menggunakan kaos kaki berbahan katun yang tidak menyebabkan lipatan
pada ujung jari kaki.
8) Apabila terdapat kalus/mata ikan, ditipiskan secara teratur.
9) Bila ada kelainan bentu kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10) Sepatu tidak boleh terlalu sempit/terlalu longgar. Jangan menggunakan hak
tinggi.
44
2.8.2 Farmakologi
Tiazolidindion
Tiazolindindion bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dengan
meregulasi gen yang berperan dalam metabolism lipid dan glukosa serta
diferensiasi adiposity. Tiazoldindion merupakan ligan PPAR-γ yang
mengatur ekspresi gen metabolism lipid dan glukosa. Efek samping obat
tersebut ialah edema. Kadar HbA1c yang dapat diturunkan 0,5-1,4%.2
d) Penghambat DPP-IV
Penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim tersebut sehingga Glucose
Like Peptide-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon berantung kadar
glukosa darah. Efek samping yang disebabkan ialah muntah. Kadar HbA1c
yang dapat diturunkan 0,5-0,8%.2
e) Penghambat SGLT-2
Obat ini mengghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus distal gginjal
denggan menghambat kerja transporter glukosa SGLT-2. Efek samping obat ini
ialah dehidrasi dan infeksi saluran kemih. Penurunan HbA1c sebesar 0,8-1,0%.2
3.9 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes mellitus terdiri atas komplikasi akut dan kronik.
Komplikasi akut terbagi atas hipoglikemia dan krisis hiperglikemik. Krisis
52
Periksa glukosa darah setiap 15 menit, bila belum tercapai dapat diberikan
kembali dextrouse 20%. Selanjutnya dilakukan monitoring glukosa darah setiap 1-
2 jam, namun jika masih hipoglikemik dapat diulang pemberian dextrouse 20%.1
b. Krisis Hiperglikemik
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah komplikasi akut pada DM akibat
defisiensi insulin absolut atau relatif yang mengakibatkan lipolisis berlebihan
dengan akibat terbentuknya badan keton. Menurut PERKENI 2015, KAD ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.1
54
c. Retinopati Diabetik
Berbagai kelainan pada DM dapat terjadi pada retina mulai dari retinopati
diabetic non proliferatif, ablasio retina, bakan hingga kebutaan. Dianjurkan untuk
58
d. Nefropati
Kelainan yang terjadi apda penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, emudian proteinuria, lalu berlanjut dengan penurunan fungsi
laju filtrasi glomerulus dan berakhir dengan gagal ginjal yang memeperlukan
pengelolaan subtitusi.1
Nefropati DM ditandai dengan adanya mikroalbuminuria (30mg/hari atau
20µg/menit) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatan tekanan
darah sehingga mengakibatkan menurunnnya laju filtrasi glomerulus dan akhirnya
menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Pemeriksaan untuk mencari adanya
mikroalbuminuria dilakukan saat pertama kali diagnosis DM ditegakan dan
diulang setiap tahunnya.1
e. Neuropati diabetic
Neuropati diabetic ditandai dengan adanya gangguan klinis maupun
subklinis yang terjadi pada diabetes tanpa penyebab neuropati perifer lainnya.
Neuropati diabetik ini merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
pasien DM, resiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati adalah ulkus yang
tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menabah
morbiditas dan mortalitas pada penyandang DM.1
59
Manifestasi neuropati bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan, dan
hany abisa di deteksi dengan elektrofisiologis hingga keluhan nyeri hebat, bisa
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal maupun sistemik.1
Strategi penanganan pada neuropati yaitu meliputi mendiagnosis neuropati
sedini mungkin, kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan kendali
keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik. Kendali nyeri paa neuropati diabetik
umumnya dpat dimulai dengan pemberian obat ani-depresan atau anti-konvulsan.1
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pasien ini dengan diagnosis diabetes mellitus tipe II, overweight,
terkontrol dengan obat anti hiperglikemik oral diamicrone 2x80 mg, akarbose 3x100
mg, metformin 3x500 mg dengan tinea cruris dd candidiasis intertriginosa dan tinea
unguium dd onikomikosis. Pasien dengan hipertensi terkontrol dengan dengan obat
antihipertensi amlodipine 1x10 mg, dan riwayat stroke dengan pengobatan saat ini
miniaspi 1x80 mg. Pasien dengan infeksi jamur dd candidiasis intertriginosa dd tinea
cruris diberikan terapi ketokonazol cream 2% dioleskan 2 kali sehari dan loratadine
1x10 mg. Infeksi jamur pada kuku diobati dengan itrakonazol dengan teknik denyut
yaitu diberikan 3 tahapan, dengan interval 1 bulan, masing-masing tahapan diberikan
itrakonazol 2x200 mg selama 1 minggu.
62
DAFTAR PUSTAKA
6. Abbas A., Aster J., Kumar. Buku ajar patologi Robbins. 9 ed. Singapore:
Ellsevier; 2015.
7. Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006.