Anda di halaman 1dari 62

1

DISKUSI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE II

Disusun Oleh:

Muhammad Azdahar Alwi (41171396100075)

Pembimbing:

Dr. Dede Moeswir Sp. PD, KKV

KEPANITERAAN KLINIK GERIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

2019
2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya atas
rahmat dan karuni-Nya akhirnya makalah ini dapat selesai. Shalawat serta salam tidak
lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhamad SAW beserta sahabat dan keluarganya.

Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah diskusi kasus ini sebagai


salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah


membantu dalam membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini:

1. dr.Dede Moeswir Sp. PD KKV sebagai pembimbing dalam tugas


presentasi kasus yang telah memberikan arahan, bimbingan, pengetahuan
dan sarannya.
2. Teman-teman dalam kepaniteraan klinik Geriatri atas bantuannya.
Penulis menyadari makalah ini belum sempurna, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun


pembaca, baik untuk menambah wawasan dibidang kedokteran. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, November 2019

Penulis
3

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. DL
Tempat, tanggal lahir : Tarutung, 03 Januari 1945
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pamulang, Tangerang Selatan
Agama : Protestan
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Janda
No. RM : 01292450
1.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 6 November 2019 pukul 10.00 WIB
di Poli KPKM Reni Jaya.
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli KPKM Reni Jayaa untuk kontrol bulanan. Pasien
datang kontrol dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan dan kuku-
kuku jari kaki berwarna keputihan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli KPKM Reni Jaya untuk kontrol bulanan. Pasien
datang kontrol dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan dan kuku-
kuku jari kaki berwarna keputihan. Gatal terkadang dirasakan dari
selangkangan hingga kemaluan. Gatal dirasakan terutama apabila daerah
selangkangan terasa lembap. Keluhan keputihan disangkal. Kuku jari kaki
pasien berwarna keputihan, kuku tidak mudah rapuh.
4

Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak kurang lebih 20 tahun yang
lalu. Saat mengetahui pertama kali darah tinggi, tekanan darah pasien 150/90
mmHg, saaat ini tekanan darah pasien terkontrol dengan amlodipine 1x10 mg.
Pasien memiliki riwayat sakit gula sejak kurang lebih 18 tahun yang lalu.
Sebelum mengetahui sakit gula, pasien mengeluh gatal-gatal di seluruh
tubuhnya dan tidak berkurang walaupun sudah diberikan obat gatal. Pasien
juga mengeluh sering sulit tidur dan sering terbangun saat tidur di malam hari
untuk kencing sebanyak kurang lebih 4-5 kali sejak dulu (belasan tahun) dan
sering pipis di celana karena tidak bisa menahan pipis, pasien juga mengeluh
sering merasa lapar, keluhan sering merasa haus tidak dirasakan pasien,
penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Saat itu pasien pergi ke klinik
dan didapatkan gula darah 600 mg/dL. Saat itu pasien diberikan obat
diamicron 2x80 mg. Pasien rutin konsumsi obat dan kontrol ke klinik, namun
pasien sempat tidak rutin minum obat dan kontrol ke dokter.
Sejak 5 tahun terakhir ini pasien rutin kontrol ke poli KPKM Reni Jaya.
Saat ini pasien mengonsumsi obat secara rutin, diamicron 2x80 mg, acarbose
3x100mg, metformin 3x500mg. Sejak 5 tahun terakhir ini juga pasien kontrol
ke poli saraf karena riwayat stroke sehingga pasien rutin mengonsumsi obat
miniaspi 1x80 mg.
Keluhan lainnya seperti pandangan kabur tidak ada. Keluhan kesemutan
dan kebas tidak ada. Keluhan nyeri pada otot-otot kaki saat berjalan tidak ada.
Keluhan nyeri dada disangkal. Keluhan kelemahan pada satu sisi disangkal.
Keluhan luka yang sulit sembuh tidak ada. Keluhan seperti sesak saat tertidur,
batuk saat tertidur, sesak dan cepat lelah saat mulai beraktivitas, bengkak, dan
jantung berdebar disangkal. Riwayat asma dan alergi disangkal.

Timeline
20 tahun yang lalu 18 tahun yang lalu 5 tahun yang lalu Saat ini
(1999) (2001) (2001)
20

 Gatal di seluruh  Riwayat stroke 


tubuh miniaspi 1x 80 mg  Gatal di
 Riwayat darah  Gula darah selangkangan
 Poliuri, polifagi dan kemaluan,
tinggi (TD terkontrol dengan
 GD 600mg/dL kuku jari kaki
150/80) diamicrone 2x80
 Diamicrone 2x80 mg, acarbose berwarna
mg 3x100mg, keputihan
metformine 3x500
mg
5

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat pasien dengan keluhan serupa yaitu gatal didapatkan saat
dahulu sebelum pasien mengetahui sakit gula. Riwayat sakit paru disangkal.
Riwayat dirawat di rumah sakit pada tahun 2013 karena kolitis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan sakit gula disangkal. Ayah dan ibu pasien
memiliki riwayat darah tinggi, ibu pasien meninggal karena stroke. Adik
pasien memiliki riwayat sakit jantung. Riwayat alergi, asma, sakit paru, dan
keganasan pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien saat ini tidak bekerja, namun pasien aktif di berbagai kegiatan
sosial. Pasien memiliki 2 anak dan 5 cucu. Suami pasien sudah meninggal
karena kecelakaan pada tahun 1996. Pasien tinggal bersama anak keduanya,
menantunya, dan cucunya. Pasien tidak rutin melakukan olahraga, setiap hari
hanya melakukan aktifitas di rumah, nonton tv dan kadang-kadang pergi
keluar bersama anak dan cucu serta mengikuti kegiatan kegiatan sosial.
Kebiasaan merokok dan minuman beralkohol disangkal. Nafsu makan
menurun disangkal. Pasien mengaku sering minum kopi sebanyak 3 kali
perhari. Makanan sehari-hari disediakan oleh anak keduanya.
f. Analisis Keuangan

Kebutuhan pasien saat ini ditanggung oleh anaknya dan pasien


memiliki pensiunan untuk membantu ekonomi anaknya. Anak pasien bekerja
sebagai pegawai swasta dan pasien merasa kebutuhanya tercukupi dengan
penghasilan anaknya dan uang pensiunannya.

g. Analisis Lingkungan
 Pasien tinggal dilingkungan yang tidak terlalu padat.
 Pasien tinggal bersamai anak kedua, menantu dan cucunya di rumahnya
sendiri.
6

• Rumah pasien satu lantai dan tidak terdapat perbedaan ketinggian


antar ruangan, terdiri dari ruang tamu, 4 kamar tidur, ruang keluarga
sekaligus ruang makan, dapur dan dua kamar mandi.
• Jarak antara kamar tidur dengan kamar mandi tidak terlalu jauh
sekitar 3-4 meter.
• Setiap ruangan di rumah pasien tidak terdapat pegangan, termasuk
kamar mandi.
• Kamar mandi beralaskan keramik, sering dibersihkan dan terdapat
toilet duduk.
• Rumah pasien terang pada siang hari meskipun tanpa lampu dan
terdapat banyak jendela sehingga tidak panas.

h. Denah Rumah

i. Anamnesis Sistem
Sistem Keluhan
Penglihatan Tidak ada keluhan
Pendengaran Tidak ada keluhan
Kardiovaskular Tidak ada keluhan
7

Paru-paru Tidak ada keluhan


Pencernaan Tidak ada keluhan
Saluran Kemih Sering terbangun malam hari untuk pipis dan sering pipis di
celana
Hematologi Tidak ada keluhan
Endokrin Riwayat polifagi dan poliuri serta didiagnosis DM sejak 18
tahun yang lalu
Saraf Tidak ada keluhan

Muskuloskeletal Tidak ada keluhan


Integumen Gatal pada selangkangan dan kuku kuku jari berwarna
keputihan
Tidak ada keluhan
Psikiatri

Cognitive Geriatric Assesment (CGA)


1. Indeks ADL Barthel

Fungsi SMRS Nilai

Mengendalikan rangsang BAB 2 2


Mengendalikan rangsang BAK 2 1
Membersihkan diri(seka muka, sisir rambut, sikat gigi) 1 1
Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, 2 2
memakai celana, membersihkan, menyiram)
Makan 2 2
Berubah sikap berbaring keduduk 3 3
Berpindah/ berjalan 3 3

Memakai baju 2 2
Naik turun tangga 2 1

Mandi 1 1
8

Hasil 20 18
20 : mandiri 5-8 : ketergantungan berat
12-19 : ketergantungan ringan 0-4 : ketergantungan total
9-11 : ketergantungan sedang

2. Pemeriksaan Fungsi Kognitif

Abreviated Mental Test (AMT)


No. Pertanyaan Jawaban Skor

1. Umur .......... tahun Benar 1

2. Waktu / jam sekarang .......... .......... Benar 1

3. Alamat tempat tinggal .......... Benar 1

4. Tahun ini .......... Benar 1

5. Saat ini berada di mana .......... Benar 1

6. Mengenali orang lain di RS Benar 1

7. Tahun kemerdekaan RI .......... Benar 1

8. Nama Presiden RI .......... Benar 1

9. Tahun kelahiran pasien Benar 1

10. Menghitung terbalik (20 s/d 1) .......... Benar 1

Skor AMT 10
0-3: Gangguan ingatan berat
4-7: Gangguan ingatan sedang
8-10: Normal
9

3. Mini Mental State Examination (MMSE)

No. Pertanyaan Nilai


Orientasi
1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) 5
2. Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (RS), 5
(lt)
Registrasi
3. Sebutkan 3 objek: tiap satu detik, pasien disuruh 3
mengulangi nama ketiga objek tadi. Nilai 1 untuk tiap
nama objek yang disebutkan benar. Ulangi lagi sampai
pasien menyebut dengan benar: buku, pensil, kertas
Atensi dan Kalkulasi
4. Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban 5
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban, atau eja secara
terbalik kata “B A G U S” (nilai diberi pada huruf yang
benar sebelum kesalahan).
Mengenal Kembali
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas 2
tadi
Bahasa
6. Pasien disuruh menyebut: pensil, buku 2
7. Pasien disuruh mengulangi kata: “Jika tidak, dan atau 1
tapi”
8. Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas itu 3
dengan tangan anda, lipatlah menjadi 2, dan letakkan di
lantai”
Bahasa
9. Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perintah 1
kalimat “pejamkan mata”
10

10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1


11. Pasien disuruh menggambar bentuk 1
TOTAL 29

4. Pemeriksaan Fungsi Mental

Geriatric Depression Scale (GDS)


No. Pertanyaan Jawaban Skor

1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya 0

2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan Tidak 0


minat atau kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Tidak 0

4. Apakah anda merasa bosan? Ya 1

5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0

6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi Ya 1


11

pada anda?

7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup Ya 0


anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Tidak 0

9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi Tidak 0


ke luar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa punya banyak masalah dengan daya Tidak 0
ingat anda dibandingkan dengan kebanyakan orang?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa kurang dihargai? Ya 1

13. Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0

14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak 0
harapan?
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik Tidak 0
keadaannya dari anda?
TOTAL 3
≤ 4 : Normal
5-8 : Depresi Ringan
9-11: Depresi Sedang
>11 : Depresi
12

5. Analisa Gizi

Mini Nutritional Assessment (MNA)

Selama 3 bulan terakhir Skor Nilai

Nafsu makan berkurang, 0 = intake menurun 2


gangguan nguyah, 1 = sedang
gangguan menelan 2 = normal
Berat badan menurun 0 = BB menurun > 3 kg 3
1 = tidak jelas
2 = BB menurun 1-3 kg
3 = tidak ada penurunan
Mobilitas sekarang 0= tidur, kursi 2
1= bisa bangun, tapi tidak bisa jalan/ keluar rumah
2 = bisa keluar rumah

Strespsikologik atau 0 = yes 0


penyakit akut 2 = no
Masalah Neuropsikologikal 0=demensia parah atau depresi 2
1 =demensia ringan
2=tidak ada gangguan
BMI 0=<19 2
1=19 - <21
2=21-<23
3=>23
Hasil 11
12-14 : status nutrisi normal
8-11 : risiko malnutrisi
0-7 : malnutrisi
Analisis Gizi
13

• BB ideal = 90% x (170-100)x 1 kg = 63 kg


• IMT = 65 : 1,72 = 22,49 (normal)
• Kebutuhan kalori basal = 30 kal x 63 kg = 1890 kal
• Kebutuhan aktivitas (+10%) = 10% x 1890 = 189 kal
• Kebutuhan usia (-10%) = 10% x 1890 = 189 kal
• Stress (+30%) = 30% x 1890 = 567 kal
Total kebutuhan kalori/hari = 1890 kal + 189 kal – 189 kal + 567 kal = 2457 kal
Distribusi makanan
• Karbohidrat 60% = 60% x 2457 = 1474,2 kal = 368,55 ≈ 369 gr (1474,2 kal : 4gr/kal
karbohidrat)
• Protein 20% =20% x 2457 = 491,4 = 122,85 ≈ 123 gr (491,4 kal: 4 gr/kal protein)
• Lemak 20%= 20% x 2457 = 491,4 kal kal= 54,6 ≈ 55 gr (491,4 kal: 9gr/kal lemak)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Compos mentis
KU : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 83x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,5oC
SaO2 : 98% room air
Status Gizi
Habitus : Piknikus
BB : 65 Kg
TB : 170 cm
IMT : 22,4 (normoweight)
14

Status Generalis
Regio Hasil Pemeriksaan
Normochepal, alopesia (-), rambut kehitaman dan
Kepala
tidak merata
Pupil bulat isokor, RCL/RCTL +/+ , Konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, gerak bola mata
Mata
baik kesegala arah ,visus baik ODS 6/60 terbatas
ruangan, shadow test -/-
Telinga:
Normotia, nyeri tekan tragus -/-, liang telinga lapang,
serumen -/-, sekret -/-, preauricular tag (-),
preauricular sinus (-)
Hidung:
Simetris, malar rash (-), tidak ada deviasi,
THT pernapasan cuping hidung (-), cavum nasi lapang,
concha edema -/-, hiperemis -/-, sekret /-

Tenggorok:
Uvula di tengah, faring hiperemis (-). Tonsil T1/T1,
detritus (-), kripta melebar (-), dinding faring
posterior hiperemis -/-
Mukosa mulut lembab, Lidah kotor (-), sianosis (-),
Mulut
stomatitis (-)
Trakea ditengah, KGB tidak membesar, Kelenjar
Leher
tiroid tidak membesar, JVP 5+1 cmH2O
I : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi sela Iga
Paru
P : vokal fremitus sama di kedua lapang paru
P : Sonor di kedua lapang paru
15

A : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada


I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus tidak teraba di cordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
P : Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal dextra,
Jantung
Batas jantung kiri ICS 5 2 jari medial midclavicula
sinistra, Kesan jantung tidak membesar
A : BJ I dan II normal, tidak ada murmur , tidak ada
gallop
I : Tampak datar, tidak ada venektasi, tidak ada
massa
A : BU (+) normal
Abdomen
P : nyeri tekan (-) epigastrik, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri ketok CVA( -/-), Ballotement (-/-)
P : timpani, shiffting dullnes tidak ada
Akral hangat, CRT < 3 detik, pitting edema (-/-),
Pulsasi a. Dorsalis pedis (+/+) teraba kuat, Pulsasi a.
Tibialis posterior (+/+) teraba kuat, ABI kanan= 1,0
ABI kiri = 0,9
Pada regio inguinalis bilateral terdaapt bercak
eritematosa berbatas tegas dengan tepi lebih aktif,
Ekstremitas
Kulit kering (-/-), tumit pecah-pecah (-/-), rambut di
daerah tibial berkurang (-/-), tinea pedis (-/-), kalus (-
/-), hiperpigmentasi (-/-) edema (-/-), healed ulcer(-/-).
Kuku kaki menebal (+/+), infeksi (-/-), perubahan
warna (+/+), rapuh (-/-),ingrowing nail (-/-),atrofi(-/-).
Telapak kaki pes planus (-/-), charcot foot (-/-)
Alis simetris, plica nasoabialis simetris, uvula
Pemeriksaan
ditengah, lidah ditengah, arcus faring simetris,
Neurologis
ptosis (-/-)
16

Kesadaran : Compos mentis GCS 15 (E4M6V5)


Sensorik : Kepala dan wajah terasa sama pada sisi
dextra dan sinistra, ekstremitas superior dextra dan
sinistra terasa sama, ekstremitas inferior dextra dan
sinistra terasa sama
Motorik : Tangan 5555/5555; Kaki 5555/5555
Refleks fisiologis : Brachioradialis (+), biceps (+),
triceps (+), patella (+), achilles (+)
Refleks patologis : Babinski (-), Chaddock (-),
Openheim (-), Schaeffer (-), Gordon (-), Gonda (-),
Hoffman (-), Tromner (-)

1.4 Resume
Wanita 73 tahun datang ke poli penyakit dalam RSUP Fatmawati untuk kontrol
rutin bulanan. Pasien datang dengan keluhan gatal pada regio inguinalis bilateral
hingga genitalia externa dan kuku kaki berwarna keputihan. Pasien menderita
hipertensi sejak 20 tahun yang lalu terkontrol dengan amlodipine 1x10 mg.
Riwayat diabetes mellitus sejak 18 tahun yang lalu, ditandai dengan GDS 600
mg/dl dan didapatkan keluhan polyuria dan polifagia. Pasien juga sering sulit
tidur karena rasa BAK 4-5x sehari dan sering pipis di celana karena tidak dapat
menahan BAK. Gula darah terkontrol dengan diamincrone 2x80 mg, acarbose
3x100 mg, dan metformin 3x500 mg. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun
yang lalu, saat ini rutin mengonsumsi obat miniaspi 1x80 mg. BB 60 kg, TB 156
cm, IMT 24,6 kg/m2 (overweight). Pada regio inginalis bilateral hiperemis.
Terdapat kuku kaki menebal disertai dengan perubahan warna kuku menjadi
keputihan.

1.5 Daftar Masalah


1. Diabetes Melitus Tipe-2 terkontrol ADO dengan infeksi jamur tanpa
komplikasi
17

2. Hipertensi grade I terkontrol


3. Candidiasis intertriginosa
4. Sindrom Geriatri:
 Inkontinensia urin
 Insomnia

Diagnosis Medik

1. Diabetes Melitus Tipe-2 terkontrol ADO dengan infeksi jamur


tanpa komplikasi
2. Hipertensi grade I terkontrol
3. Candidiasis intertriginosa

Diagnosis Fungsional

 Impairment : incontinency, insomnia


 Disability : Tidak ada
 Handicap : tidak ada
Diagnosis Psikiatri

Tidak ada

Sindrom Geriatri

 Incontinensia Urin tipe overflow


 Insomnia
18

BAB II
PENGKAJIAN MASALAH

2.1. DIABETES MELLITUS TIPE-2 terkontrol ADO dengan infeksi jamur


tanpa komplikasi

a. Anamnesis
Riwayat 18 tahun yang lalu pasien didiagnosis diabetes mellitus tipe 2
dengan GDS 600mg/dL dan didapatkan poliuri serta polifagi. Riwayat
pengobatan diamicrone 2x80 mg sejak 18 tahun yang lalu, sejak 5 tahun
yang lalu ditambahkan akarbose 3x100 mg dan metformin 3x500mg.
Riwayat stroke 5 tahun yang lalu. Pasien saat ini dengan gatal pada regio
inguinalis bilateral dan kuku kaki berwarna keputihan. Dyspnea d’effort,
claudication intermittent, ulkus, edema, angina pectoris disangkal. Ibu
meninggal karena stroke dan adik memiliki riwayat sakit jantung.

b. Pemeriksaan Fisik

BB 60 kg, TB 156 cm, IMT 24,6 kg/m2 (overweight). Visus 6/60


ODS terbatas ruangan. Shadow test (-/-).Batas jantung kanan ICS 4 linea
parasternal dextra, Batas jantung kiri ICS 5 2 jari medial midclavicula
sinistra, Kesan jantung tidak membesar. S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-
). Pulsasi a. dorsalis pedis teraba kuat (+/+), a. tibialis posterior teraba kuat
(+/+), ABI kanan 1,0, ABI kiri 0,9. Charcot foot (-/-). Ulkus atau gangrene
pedis (-/-). Kekuatan motorik tangan 5555/5555, kaki 5555/5555, Refleks
fisiologis : Brachioradialis (+), biceps (+), triceps (+), patella (+), achilles
(+). Sensorik : Kepala dan wajah terasa sama pada sisi dextra dan sinistra,
ekstremitas superior dextra dan sinistra terasa sama, ekstremitas inferior
dextra dan sinistra terasa sama., terdapat kuku kaki yang menebal disertai
perubahan warna menjadi keputihan, kuku rapuh tidak ada.
19

2. Pengkajian:
Dipikirkan diabetes mellitus tipe 2 overweight dengan obat anti
hiperglikemik oral dengan infeksi jamur dd tinea unguium

3. Anjuran Pemeriksaan:
 HbA1c, GDS, GD2PP, profil lipid (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida)
 Tes fungsi hati
 Tes fungsi ginjal: kreatinin serum dan estimasi-GFR
 Funduskopi
 EKG
 Rontgen Thorax
 Urinalisa

4. Rencana terapi
 Edukasi
o Edukasi pada pelayanan kesehatan sekunder meliputi:
 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
 Rencana kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi)
 Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: puasa, hari-hari sakit)
 Hasil penelitian dan penggetauhan masa kini dan teknologi
mutakhir tentang DM
 Pemeliharaan/perawatan kaki
20

o Elemen edukasi perawatan kaki


 Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di
air.
 Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabil
akulit terkelupas, kemerahan, atau luka.
 Periksa alas kaki dari beda asing sebelum memakainya
 Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan
mengoleskan krim pelembap pada kulit yang kering.
 Potong kuku secara teratur
 Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah
dari kamar mandi.
 Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebablan
lipatan pada ujung-ujung jari kaki.
 Kalau ada kalus atau mata kaki, tipiskan secara teratur.
 Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang
dibuat khusus.
 Sepatu tidka boleh terlalu sempit atau longgar, jangan
gunakan hak tinggi.
 Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas atau
batu untuk menghangat kaki.

 Terapi nutrisi medis


o Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
 Karbohidrat 45-65% total asupan energi terutama
sumber karbohidrat tinggi serat. Sukrosa tidak
boleh lebih dari 5% total asupan energi
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu
dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari
21

 Lemak 20-25% dari total kebutuhan kalori yan


terdiri dari lemak jenuh < 7%, lemak tidak jenuh
ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal, kolesterol < 200 mg/hari.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi ialah yang
banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans
seperti daging berlemak dan susu fullcream.
 Protein 10-20% total asupan energi, Sumber protein
yang dianjurkan berasal dari ikan, udang, cumi,
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah
lemak, kacangg, tahu, dan tempe.
 Natrium yang disarankan sama dengan orang sehat
<2300 mg/hari
 Serat dianjurkan 20-35 gram/hari dari sumber
karbohidrat, serat, buah dan sayuran.
o Kebutuhan kalori
 Kebutuhan kalori perempuan 25 kal/kgBB. Pasien
denggan usia 73 tahun pengurangan kalori 20%.
Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan.
BB ideal pasien: 90% x (TB dalam cm -100) x 1kg
= 90% x (156-100) x 1 kg = 50,4 kg
Kebutuhan kalori pasien: (25 kal x BB ideal) – 20%
(25 kal x BB ideal) + 20% (25 kal x BB ideal) =
(25x50,4) – 10%(25x50,4) + 20%(25x50,4) = 1260
kalori/hari
 Dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%
(252 kalori), siang 30% (378 kalori), dan sore 25%
(315 kalori), serta 2-3 porsi makanan ringan 10-
15% (126 - 189 kalori)
22

 Jasmani
Latihan jasmani 3-5 kali per minggu selama sekittar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari
2 hari berturut-turut. Dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa
darah sebelum latihan jasmani, bila glukosa darah <100 mg/Dl Pasien
harus mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu, bila >250 mg/dL
dianjurkan menunda latihan. Kegiatan sehari-hari tidak termasuk
latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal = 50-70% x (220-60) = 80-112 kali/menit) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

 Farmakologi
 Metformin 3x500 mg PO
Metformin adalah obat antihiperglikemia oral golongan
biguanid yang bekerja memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer dan menekan produksi glukosa di hati. Efek samping
utama pemberian metformin ialah dispepsia, diare, dan asidosis
laktat. Metformin dapat menurunkan 1,0-2,0% HbA1c.

 Akarbose 3x100 mg PO
Akarbose adalah obat antihiperglikemia oral golongan
penghambat alfa glukosidase yang memperlambat absorbsi
glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Efek samping konsumsi
akarbose ialah bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga
sering menimbulkan flatus. Akarbose dapat menurunkan HbA1c
0,5-0,8%.
23

 Diamicrone 2x80 mg PO
Diamicrone adalah obat antihiperglikemik oral golongan
sulfonilurea yang bekerja meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. Efek samping utama pemberian golongan
sulfonilurea adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Golongan sulfonilurea dapat menurunakan HbA1c 1-2%.

5. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Functionam : Dubia ad Malam

2.2. HIPERTENSI
a. Anamnesis
Riwayat 20 tahun yang lalu pasien didiagnosis hipertensi dengan TD
150/90 mmHg. Riwayat pengobatan amlodipine 1x10 mg sejak 20 tahun
yang lalu. Riwayat stroke 5 tahun yang lalu. Dyspnea d’effort,
paroxysmal nocturnal dyspnea, angina pectoris, edema disangkal. Ayah
dan ibu pasien dengan riwayat hipertensi, ibu meninggal karena stroke,
adik memiliki riwayat sakit jantung.

b. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah 120/80 mmHg, JVP 5+1 cmH2O, batas jantung kanan
ICS IV parasternal dextra, batas jantung kiri ICS 5 midclavicula sinistra,
bunyi jantung I & II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada. Edema
tidak ada.

c. Pengkajian:

Dipikirkan hipertensi terkontrol dengan obat anti hipertensi.


24

d. Rencana diagnosis:
 EKG
 Rontgen Thorax

e. Rencana Terapi
 Edukasi
 Hindari merokok
 Kontrol gula darah dan profil lipid
 Kurangi konsumsi sodium (tidak lebih dari 2400mg/hari)
 Lakukan aktivitas fisik 3-4 kali dalam seminggu dengan masing-
masing sesi 40 menit
 Farmakologi
 Amlodipine 1x10 mg
Amlodipine adalah obat antihipertensi golongan calcium
chanals blockers bekerja dengan cara menghambat influx klasium
pada sel otot polos pembuluh darah. Antagonis kalsium tidak
memiliki efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah,
maupun asam urat dan sebagai monoterapi anatagonis kamlsium
memiliki efektifitas yang sama dengan anti hipertensi lainnya.

f. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam

2.3.Infeksi jamur disertai Tinea Unguium


1. Atas Dasar:
a. Anamnesis
Pasien mengeluh gatal pada regio inguinalis bilateral. Gatal
terkadang dirasakan hingga regio genitalia externa. Keluhan keputihan
25

disangkal. Keluhan gatal terutama dirasakan ketika terasa lembap.


Pasien mengeluh kuku jari menjadi keputihan. Kuku rapuh disangkal.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 18 tahun yang lalu.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada regio inguinalis bilateral terdapat bercak eritematosa
berbatas tegas dengan tepi lebih aktif. Pada kuku-kuku jari kaki
terdapat perubahan warna kuku menjadi keputihan, kuku rapuh tidak
ada.

c. Pengkajian
Dipikirkan infeksi jamur candidiasis intertriginosa dd tinea cruris dan
tinea unguium dd onikomikosis ec diabetes mellitus tipe II

d. Rencana Diagnosis
 Kerokan kulit
 Kerokan kuku

e. Rencana Terapi
 Edukasi
 Jaga kebersihan daerah selangkangan
 Gunakan celana yang menyerap keringat
 Bersihkan kaki, jari-jari kaki dan kuku kaki
 Potong kuku dengan merata tidak menggunting kuku
kedalam

 Terapi farmako
 Ketokonazol cream 2% S 2 dd ue
Ketokonazol merupakan antijamur turunan imidazole,
memiliki sifat fungustatik. Ketokonazol oral dapat
26

meningkatkan aktivitas enzim hepar, sehingga efek samping


yang paling dikenal dari penggunaan ketokonzaol per oral ini
adalah hepatotosik. Pemberian ketokonazol topical tidak
memiliki efek samping.

 Loratadin 1x10 mg
Loratadin merupakan antihistamin1 bekerja dengan
menghambat reseptor histamine H1. Dosis harian loratadin
yaitu 10 mg. Loratadin memiliki efek samping yang sama
seperti semua AH1, namun terdapat variasi dan toleransi yang
berbeda setiap individu yaitu sedasi. Efek samping lainnya
yaitu nafsu makan berkurang, mual, muntah, namun efek
samping ini akan berkurang bila diberikan sewaktu makan.

 Dosis denyut untuk onikomikosis yaitu diberikan 3 tahap


dengan interval 1 bulan, setiap tahap selama 1 minggu
dengan itrakonazol dosis 2 x 200 mg sehari.
Itrakonazol merupakan antijamur sistemik turunan
tirazol. Itrakonazol memiliki efek samping yang lebih
minimal dibandingkan dengan ketokonazol. Itrazkonazol
tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, dosis yang dianjurkan
adalah 200 mg sehari.
f. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanasionam : Bonam

Sindrom Geriatri

1. Inkontinensia urin tipe overflow


27

 Anamnesis
o Pasien sering terbangun malam hari karena rasa BAK dan tidak dapat
menahan BAK sebelum sampai ke kamar mandi
 Pemeriksaan Fisik
o Tidak ada
 Pemeriksaan Penunjang
o Tidak Ada
 Dipikirkan Inkontinensia urin tipe overflow Anjuran Pemeriksaan:
o Tes Residu urin
o Urodinamik
 Tata Laksana
 Non Farmakologi
- Pengaturan asupan cairan, mengurangi konsumsi minuman yang mengandung
kafein seperti teh, kopi dan minuman soda
- Terapi perilaku (kegel exercise, latihan otot dasar panggul)
- Rujuk ke spesialis urologi
- Penjadwalan BAK
2. Insomnia
 Anamnesis
o Pasien sering kesulitan tidur dan sering terbangun di malam
hari karena pipis sebanyak 4-5x
 Pemeriksaan Fisik
o Tidak ada
 Pemeriksaan Penunjang
o Tidak ada
 Dipikirkan insonia

 Tata Laksana
o Membuat kondisi tidur yang nyaman, menggunakan lampu
tidur, mencuci wajah dan tangan sebelum tidur
28
29

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Menurut WHO, diabetes melitus adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi saat pancreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah
cukup atau saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan pancreas
secara efektif.2,3
3.2 Epidemiologi
Secara global, pada tahun 2014 diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup
dengan diabetes. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 1980 dimana
terdapat 108 juta orang dewasa yang hidup dengan diabetes. Prevalensi global
dari diabetes naik hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, dari 4.7% menjadi
8.5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor
risiko terkait seperti obesitas. Selama decade terakhir, prevalensi diabetes telah
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah dari pada
di negara berpenghasilan tinggi.1,3
Prevalensi diabetes di Indonesia berkisar antara 1.4 – 1.6%. Menurut
penelitian yang dilkaukan tahun 1995, jumlah penduduk Indonesia yang
menderita diabetes sebanyak 4.5 juta jiwa, sehingga Indonesia menempati
peringkat ke-7 di dunia untuk diabetes. Pada tahun 2025 diprediksi meningkat
hingga 12.4 juta jiwa dan menempati peringkat ke-5 dunia. Menurut IDF, jumlah
penderita diabetes di Indonesia tahun 2017 sebanyak 10.2 juta jiwa. Selain itu
pada penelitian ini jumlah terbanyak kasus diabetes ditemukan di daerah
perkotaan atau kota-kota besar seperti Jakarta dan Makasar dibandingkan
wilayah rural. Meningkatnya jumlah penderita diabetes antara lain disebabkan
factor demografi yaitu jumlah penduduk meningkat, penduduk usia lanjut
30

bertambah banyak, dan urbanisasi yang semakin tak terkendali. Selain factor
demografi, gaya hidup yang ke barat-baratan seperti penghasilan perkapita tinggi,
banyaknya restoran siap santap, kurangnya bergerak juga berperan meningkatkan
jumlah penderita diabetes.1,3,4

3.3 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association, secara umum diabetes dapat
diklasifikasikan ke dalam kategori berikut :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada DM tipe 1 terjadi destruksi sel beta akibat proses imunologik atau
idiopatik, namun umumnya disebabkan oleh reaksi autoimun. Sistem imun yang
diproduksi tubuh menyerang sel beta pancreas sehingga kerusakan menjurus ke
defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 umumnya ditemukan pada anak-anak atau
terdeteksi sejak usia dini.1,5
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe yang umum ditemukan. Penyebabnya bervariasi,
mulai yang pedominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.1,5
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes ini didiagnosis pada ibu hamil trimester dua atau tiga dan tidak
diketahui adanya diabetes tipe 1 atau 2 sebelumnya. DMG adalah gangguan
toleransi glukosa yang pertama kali ditemukan saat usia kehamilan <20 minggu.1
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Merupakan tipe lain selain DM tipe 1 dan DM tipe 2. Berikut DM tipe lain
dibedakan bersarkan etiologinya :
a. Defek genetic fungsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, dll.
c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dll.
31

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,


hipertioidisme somatostatinoma, aldosteronoma, dll.
e. Karena Obat/Zat Kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiorid, diazoxid, aldosteronoma, dll.
f. Infeksi: rubella congenital, CMV, dll.
g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffmann”, antibody anti reseptor insulin, dll.
h. Sindroma genetic lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindom Turner,
sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom
Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, dll.1

3.4 Faktor Risiko


Diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling banyak
memicu terjadinya diabetes mellitus adalah faktor genetik dan gaya hidup.
Beberapa hal yang termasuk faktor predisposisi diabetes diantaranya :
a. Pola Makan
Pola makan yang berlebih dan melebihi kebutuhan kalori tubuh perhari
akan dapat memicu diabetes. Hal ini terjadi akibat sekresi berlebih dari sel
beta pankreas yang akan membuat kondisi hiperinsulinemia.
b. Indeks Massa Tubuh
Individu yang mengalami obesitas akan lebih berisiko mengalami
diabetes dibandingkan orang yang memiliki berat badan ideal
(normoweight).
c. Faktor Genetik
Faktor genetik memiliki peran sebagai faktor penyebab diabetes yang
diturunkan dari orang tua ke anak bahkan sampai ke cicit. Beberapa
penelitian membuktika bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga
menderita DM lebih berisiko daripada yang tidak. Risiko DM tipe II akan
meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung
mengalami penyakit ini. Sedangkan DM tipe I, sekitar 50% pasiennya
memiliki orang tua yang juga menderita DM tipe I
32

d. Penyakit pada Pankreas


Terganggunya organ pankreas penurunan fungsi pankreas. Fungsi yang
terganggu salah satunya adalah produksi insulin dari sel beta pankreas,
sehingga akan menyebabkan defisiensi insulin.
3.5 Patofisiologi
Pada kasus diabetes yang paling umum dijumpai yaitu DM tipe II ditandai
dengan gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin (resistensi insulin)
pada organ target terutama liver dan otot. Hal inilah yang mendasari patofisiologi
dari DM tipe II. Namun, selain resistensi insulin di liver dan otot dan kegagalan
sel beta pankreas, ternyata terdapat juga kelainan yang terjadi pada organ lain
seperti jaringan adiposa (peningkatan lipolysis), gastrointestinal (defisiensi
incretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorbsi
glukosa) dan otak (resistensi insulin). Delapan organ yang mengalami gangguan
toleransi glukosa ini disebut ominous octet.1,2,6

Gambar Ominous Octet pada pathogenesis DM tipe II


Sumber : Adi Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P. Konsensus: Pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015. PB PERKENI; 2015 .

Delapan patogenesis DM tipe II sebagai berikut :


33

1. Sel Beta Pankreas


Fungsi sel beta pankreas sudah berkurang sejak saat ditegakannya diagnosis
DM tipe II. Sel beta pankreas yang seharusnya mensekresikan hormon insulin
dalam jumlah tertentu sesuai dengan makanan yang masuk ke tubuh tidak
mencukupi. Hal ini menyebabkan keadaan defisiensi insulin. Sehingga glukosa
tidak bisa masuk ke dalam sel yang mengakibatkan hiperglikemia.2
2. Liver
Salah satu patogenesis terjadinya DM tipe II adalah resistensi insulin.
Resistensi insulin terjadi dimana insulin diproduksi dalam jumlah cukup namun
tidak bekerja optimal sebagaimana fungsinya, sehingga menyebabkan glukosa
tidak dapat masuk ke sel untuk dimetabolisme menjadi energi. Hal ini memicu
terjadinya glukoneogenesis pada liver sehingga meningkatnya produksi glukosa
basal atau HGP (Hepatic Glucose Production).2
3. Otot
Pada penderita DM tipe II, terdapat gangguan kerja insulin multiple di
intramioselular. Hal ini diakibatkan karena terjadi gangguan fosforilasi tirosin
sehingga menyebabkan gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen dan penurunan oksidasi glukosa.2
4. Sel Lemak
Pada sel lemak terjadi resistensi dari efek anti-lipolisis dari insulin.
Resistensi anti-lipolisis ini menyebabkan peningkatan lipolisis dan kadar asam
lemak bebas atau FFA (Free Fatty Acid) dalam plasma yang merangsang proses
gluconeogenesis dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. Selain itu
FFA juga menganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxicity.2
5. Gastrointestinal
Dari makanan atau minuman yang mengandung glukosa dan masuk ke
sistem gastrointestinal akan diserap melalui usus dan memicu sekresi insulin oleh
pankreas. Glukosa yang masuk ke tubuh melalui saluran gastrointestinal akan
memicu respon insulin yang jauh leih besar dibandingkan melalui intravena. Efek
34

ini dikenal sebagai efek incretin yang diperankan oleh hormone GLP-1
(Glucagon-like Polypeptide 1) dan GIP (Glucose-dependent Insuloinotropic
Polupeptide atau Gastric Inhibitory Polypeptide). Pada penderita DM tipe II
terjadi defisiensi GLP-1 dan resistensi GIP. Selain itu, saluran gastrointestinal
juga memiliki peran penyerapan karbohidrat melaluin enzim alfa-glukosidase
yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang lalu akan di absorbs
oleh vili-vili usus. Mekanisme penyerapan monosakarida dengan enzim alfa-
glukosidase menjadi salah satu mekanisme yang digunakan dalam terapi
farmakologi DM.2
6. Sel Alfa Pankreas
Selain sel beta pankreas ternyata diketahui bahwa sel alfa pankreas juga
memiliki kontribusi dalam patogenesis DM tipe II yaitu hiperglikemia. Sel alfa
pankeas berfungsi mensintesis glukagon, sehingga dalam keadaan puasa kadar
glukagon meningkat. Peningkatan glukagon menyebabkan HGP (Hepatic
Glucose Production) basal meningkat secara signifikan dibandingkan individu
normal.2
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang melakukan filtrasi terhadap glukosa. Sekitar
90% dari glukosa yang terfiltrasi ini akan kembali diserap atau reabsorbsi di
tubulus kontortus proksimal melalui transporter SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter), sedangkan 10% sisanya akan di absorbs oleh SGLT-1 pada tubulus
ascendence dan descendance sehingga nantinya pada urin sama sekali tidak
mengandung glukosa. SGLT-2 merupakan salah satu target obat anti diabetik
oral.2
8. Otak
Salah satu fungsi insulin lain adalah sebagai penekan nafsu makan yang
kuat. Hiperinsulinemia merupakan kompensasi dari resistensi insulin. Resistensi
insulin tidak hanya terjadi pada liver , otot dan sel adiposit, namun terjadi juga di
sel-sel otak. Akibat dari resistensi insulin pada sel otak, mekanisme inhibisi
nafsu makan kurang berjalan optimal sehingga terjadi polifagi.2
35

Pada awal terjadi resistensi insulin, sel beta pankreas akan berusaha
mencukupi kadar insulin dalam tubuh dengan cara mensekresikan insulin dalam
jumlah banyak, sehingga terjadi hiperplasia sel beta pankreas. Akibat kompensasi
tersebut pada awalnya kadar glukosa darah akan normal sehingga terjadi keadaan
normoglikemia. Namun lama-kelamaan terjadi early fatigue atau kelelahan dari
sel beta pankreas yang menyebabkan toleransi glukosa terganggu. Jika kondisi
semakin berlanjut maka sel beta pankreas tidak dapat melakukan kompensasi lagi
sehingga terjadi kondisi hiperglikemia yang merupakan tanda dari diabetes.7

3.6 Gejala Klinis


Adanya defisiensi insulin akut mengakibatkan metabolism glukosa
terganggu sehingga terjadilah hiperglikemia. Akumulasi ekstraseluler glukosa
akan mengakibatkan hiperosmolaritas. Transpor glukosa di ginjal melebihi
batasnya pada ginjal sehingga glukosa dieksresi di urin (glukosuria). Akibatnya
terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan dikeluarkannya air (poliuri), Na+, K+
dari ginjal dan menyebabkan dehidrasi serta rasa haus (polidipsi). Kehilangan
kalori akibat glukosuria disertai hiperglikemia akan merangsang terjadinya
polifagi.1–3
Dengan adanya defisiensi insulin, protein dipecah menjadi asam amino di
otot dan jaringan lainnya, protein akan dipecah menjadi asam amino di otot dan
jaringan lainnya. Pemecahan otot yang disertai abnormalitas elektrolit hingga
dehidrasi menyebabkan penurunan berat badan. Pada wanita, glukosuria dapat
menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri sehingga pasien
dapat datang dengan keluhan keputihan (candidal vulvovaginitis). Pada pria
yang belum disirkumsisi dapat terjadi candida balanitis.1
Walaupun terjadi pengeluaran zat dari renal termasuk kalium, tetapi pada
pasien diabetes jarang terjadi hipokalemia karena berkurangnya kerja insulin
mengakibatkan berkurangnya aktivitas kontraspor Na+-K+-2Cl- dan Na+-K+-
ATPase. Konsentrasi K+ ekstraseluler lebih tinggi menyamarkan keseimbangan
36

negatif K+. Dehidrasi mengakibatkan terjadi hipovolemia yang mengganggu


sirkulasi. Akibatnya terjadi pelepasan aldosterone yang mengakibatkan
defisiensi kalium.1,2

3.7 Diagnosis
Pemeriksaan glukosa digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler dengan glucometer.1,2
Uji diagnosis dan pemeriksaan penyaring merupakan hal yang berbeda. Uji
diagnositik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyairng bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang mempunya faktor risiko DM. PERKENI membagi alur
diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas
DM. Gejala khas DM terdiri dari polyuria, polydipsia, polifagia, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya
lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria), dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
meegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.1,2
Kriteria Diagnosis DM
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dl dengan keluhan
klasik.
4. Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6.5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
37

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard


NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1C. Pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfuse darah 2 – 3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang mempengaruhi umur ertitrosit dan gangguan fungsi ginjal maka
HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.2

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
1. Glukosa Dara Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140mg/dl
2. Toleransi Glukosa Terganggu : Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-jam
setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100mg/dl
3. Bersama-sama dapat didapatkan GDPT dan TGT
4. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukan angka 5.7 – 6.4%.2

Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes


HbA1C (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2
puasa (mg.dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥6.5 ≥126 ≥200
Prediabetes 5.7 – 6.4 100 – 125 140 – 199
Normal <5.7 <100 <140

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan IMT


> 25kg/m2 dengan faktor risiko antara lain sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi
38

4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000 gram atau
riwayat DMG
5. Hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
anti hipertensi)
6. Kolesterol HDL <35 mg/dl dana tau trigliserida >250mg/dl
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistansi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
Untuk penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringan negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.1
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudan dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pada keadaan yang
tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO maka
pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Namun harus diperhatikan adanya
perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah
kapiler sepeti pada table dibawah ini.1,2
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/d)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100 – 199 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90 – 199 ≥200
Kadar glukosa Plasma Vena <100 100 – 125 ≥126
39

darah puasa Darah kapiler <90 90 – 99 ≥100

3.8 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.2

Pada pasien DM tahap awal, terapi yang dilakukan adalah terapi non-
farmakologi, yaitu dengan menerapkan gaya hidup sehat dengan terapi nutrisi
medis dan latihan fisik bersamaan dengan pemberian terapi farmakologi berupa
obat anti hiperglikemia baik secara oral maupun suntik. Selain itu penting bagi
pasien untuk mengetahui tentang penyakitnya, komplikasi serta pencegahannya
dan keadaan gawat darurat yang mungkin ditimbulkan selama menderita DM dan
selama mengkonsumsi obat anti hiperglikemia. Maka pentinglah peranan edukasi
bagi pasien. Berikut akan dijelaskan mengenai terapi non farmakologi dan
farmakologi bagi pasien diabetes.1

2.8.1 Non Farmakologi


Terapi non farmakologi pada dasarnya adalah perubahan gaya hidup yang
mencakup perubahan pola makan atau terapi nutrisi medis, latihan fisik dan
edukasi. Terapi non farmakologi ini dilakukan terus menerus mendampingi terapi
farmakologi atau dilakukan pada pasien dengan pre-diabetes agar tidak berlanjut
ke diabetes.1,2
1. Terapi nutrisi medis (TNM)
Terapi nutrisi medis atau terapi pola makan merupakan bagian
penatalaksanaan DM. Keberhasilan terapi ini didukung oleh beberapa pihak yaitu
tim dokter, ahli gizi, keluarga pasien dan pasien sendiri. Tujuan dari terapi nutrisi
40

medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal atau mendekati normal tanpa efek samping hipoglikemia, menjaga
kadar profil lipid dalam batas normal untuk mencegah risiko penyakit
kardiovaskuler dan agar memperlambat terjadinya berbagai komplikasi DM.1,2
Terapi nutrisi medis pada tiap penderita DM berbeda-beda diatur sesuai
kebutuhannya perhari. Prinsipnya adalah pengaturan kalori dan keseimbangan zat
gizi sesuai masing-masing individu. Penderita DM perlu diberikan edukasi
mengenai keteraturan jadwal makan, jenis makanan yang baik dan tidak baik
dikonsumsi serta jumlah asupan kalori perhari. Pertama perlu ditentukan jumlah
kalori yang dibutuhkan perhari. Kebutuhan kalori dapat dihitung menggunakan
berat badan ideal (25-30 kal/kgBB ideal/hari).2
BB ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg

Selain itu dapat juga dengan cara menghitungnya menggunakan indeks


massa tubuh (IMT) atau berat badan relatif (BBR).1,2
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
IMT = 𝑇𝐵 𝑥 𝑇𝐵 (𝑚) x 100%

atau
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
BBR = 𝑇𝐵−100 (𝑚) x 100%

Keterangan IMT :
 IMT < 18.5 : BB kurang (underweight)
 IMT 18.5 - 22.9 : BB normal (normoweight)
 IMT 23.0 - 24.9 : BB lebih (overweight)
 IMT 25.0 - 29.9 : Obes I
 IMT > 30 : Obes II

Keterangan BBR :
 Gizi buruk : < 90%
 Normal : 90 – 110%
41

 Gizi lebih : 110 – 120%


 Gemuk (obesitas) : > 120%

Kemudian setelah diketahui IMT atau BBR, hitung kebutuhan kalori perhari
:
1. Berat badan kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori 40-60 kal/kgBB/hari
2. Berat badan normal (BBR 90-100%) kebutuhan kalori 30 kal/kgBB/hari
3. Berat badan lebih (BBR 110-120%) kebutuhan kalori 20 kal/kgBB/hari
4. Gemuk atau obesitas (BBR > 120 %) kebutuhan kalori 10-15 kal/kgBB/hari

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


a. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total kebutuhan kalori.
Karbohidrat yang dianjurkan adalah karbohidrat yang mengandung serat tinggi.2
b. Lemak
Lemak yang dianjurkan seberar 20-25% dari kebutuhan kalori. Tidak
diperbolehkan melebihi 30% dari total kalori perhari. Komposisinya adalah
lemak jenuh < 7%, lemak tidak jenuh ganda sebanyak < 10% dan selebihnya
lemak tidak jenuh tunggal. Sumber lemak yang perlu dibatasi adalah lemak jenuh
seperti daging yang berlemak dan susu full cream. Konsumsi kolesterol harian
dibatasi < 200 mg/hari.2
c. Protein
Kebutuhan protein bagi penderita DM tipe II yang belum mengalami
komplikasi sekitar 10-20% total kalori harian. Sumber protein yang baik adalah
makanan laut atau ikan-ikanan, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Apabila pasien DM sudah
mengalami komplikasi ginjal yaitu nefropati diabetik, maka asupan protein
menjadi 0.8 g/kgBB/hari atau hanya 10% dari total kalori harian, kecuali apabila
sudah menjalani terapi hemodialisa maka asupan protein harian dinaikan menjadi
1-1.2 g/kgBB/hari.2
42

d. Natrium
Anjuran asupan natrium penderita DM sama dengan orang tanpa DM yaitu <
2300 mg/hari. Penderita DM yang juga memiliki hipertensi dianjurkan
mengurangi konsumsi natrium. Sumber natrium adalah garam dapur, penyedap
rasa masakan, soda dan pengawet.2
e. Serat
Konsumsi serat yang dianjurkan bagi penderita DM adalah 20-35 gram/hari.
Sumber serat yang disarankan adalah serat yang berasal dari kacang-kacangan,
sayur mayur dan buah-buahan.2
f. Pemanis alternative
Pemanis alternatif aman bagi penderita diabetes asal tidak melebihi batas
aman atau accepted dialy intake (ADI). Terdapat 2 jenis pemanis alternatif; yang
berkalori seperti glukosa alkohol (isomalt, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol) & fruktosa dan yang tidak berkalori seperti aspartame, sakarin,
acesulfame, potassium, sukralose dan neotame. Namun, fruktosa tidak dianjurkan
bagi penderita DM karena dapat meningkakan kadar LDL.2
2. Latihan fisik
Latihan jasmani yang dianjurkan 3-5 kali/minggu yang tiap sesinya berjalan
selama 30-45 menit dengan total 150 menit/minggu. Jeda antar latihan tidak
boleh lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik yang disarankan adalah latihan
yang bersifat aerobik intensitas sedang seperti jalan cepat, sepeda santai, jogging
dan berenang.2
Sebelum melakukan latihan fisik dianjurkan untuk mengecek kadar glukosa
darah terlebih dahulu. Bila kadar glukosa darah sebelum olah raga <100 mg/dL
pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu. Namun bila kadar
glukosa darah >250 mg/dL pasien dianjurkan untuk menunda latihan jasmani
untuk menghindari komplikasi. Selain itu penting untuk mengukur denyut nadi
permenit saat berolahraga untuk menentukan keberhasilan latihan fisik. Denyut
jantung maksimal selama olah raga dihitung dengan cara 220 – usia pasien.2
43

3. Edukasi
Edukasi yang dilakukan adalah edukasi yang bertujuan untuk hidup sehat
agar mencegah komplikasi penyakit terhadap pasien. Materi edukasi DM dibagi
menjadi materi pada tingkat awal dan tingkat lanjutan. Pada tingkat awal
dilakukan edukasi mengenai materi tetang penyakit DM, perjalanan penyakit,
manfaat pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan risiko DM,
intervensi terapi farmakologis dan non farmakologis serta target terapi, cara
pemantauan kadar gula darah, gejala dan tanda hipoglikemia dan cara perawatan
kaki diabetik pada pasien DM dengan keluhan kaki diabetik. Pada tingkat lanjut,
edukasi yang dilakukan meliputi pengenalan dan mengenali penyulit DM,
penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain, kondisi khusus yang
dihadapi dan pengetahuan terbaru tentang DM.2
Pada edukasi pasien DM perlu diberi tahu mengenai edukasi kaki DM.
elemen edukasi kaki DM diberikan secara rinci kepada semua pasien DM dengan
ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease (PAD). Elemen
edukasinya sebagai berikut :
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki.
2) Periksa kaki setiap hari, apakah ada kulit yang terkelupas/kemerahan/luka
dan melaporkannya bila terdapat kelainan tersebut kepada dokter.
3) Memeriksa alas kaki sebelum dipakai apakah ada benda asing atau tidak.
4) Menjaga kaki selalu dalam keadaan bersih, tidak basah dan mengoleskan
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5) Memotong kuku secara teratur.
6) Mengeringkan kaki dan sela-sela jari kaki setelah dari kamar mandi.
7) Menggunakan kaos kaki berbahan katun yang tidak menyebabkan lipatan
pada ujung jari kaki.
8) Apabila terdapat kalus/mata ikan, ditipiskan secara teratur.
9) Bila ada kelainan bentu kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10) Sepatu tidak boleh terlalu sempit/terlalu longgar. Jangan menggunakan hak
tinggi.
44

11) Hindari menggunakan bantal/botol berisi air pabas/batu untuk


menghangatkan kaki.2

2.8.2 Farmakologi

Terapi farmakologis terdiri dari:2,8

1. Obat Antihiperglikemik Oral


Berdasarkan cara kejarnya obat antihiperlikemia oral dibaggi menjadi 5
golongan, yaitu:
a) Pemacu sekresi insulin
 Sulfonilurea
Sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin dari pancreas, mekanisme lainnya
ialah dengan menurunkan kadar glukagon dan menutup kanal kalium di
jaringan ekstrapankreas. Efek samping dari mekanisme tersebut ialah berat
badan naik dan hipogglikemia. Sulfonilurea dapat menurunkan kadar
HbA1c 1,0-2,0%.2
 Glinid
Glinid bekerja dengan cara yang serupa dengan sulfonilurea dengan
peningkatan sekresi insulin fase pertama dan merupakan derivate d-
fenilalanin. Efek samping yang dihasilkan sama dengan sulfonilurea tetapi
lebih rendah dalam menurunkan kadar HbA1c 0,5-1,5%.2

b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin


 Biguanid
Metformin bekerja dengan menurunkan glukoneogenesis hepar dan renal,
memperlambat absorpsi glukosa di saluran cerna dan meningkatkan konversi
glukosa menjadi laktat di enterosit, merangsang glikolisis di jaringan, dan
mengurangi kadar glucagon. Efek samping yang dihasilkan ialah dyspepsia,
diare, dan asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan kadar HbA1c 1,0-
2,0%.2
45

 Tiazolidindion
Tiazolindindion bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dengan
meregulasi gen yang berperan dalam metabolism lipid dan glukosa serta
diferensiasi adiposity. Tiazoldindion merupakan ligan PPAR-γ yang
mengatur ekspresi gen metabolism lipid dan glukosa. Efek samping obat
tersebut ialah edema. Kadar HbA1c yang dapat diturunkan 0,5-1,4%.2

c) Penghambar absorpsi glukosa di saluran pencernaan


Obat-obat golanggan ini ialah penghambat alfa glucosidase yang
menghambat absorpsi glukosa. Efek samping dari obat-obat golongan ini ialah
flatulen dan tinja lembek. Kadar HbA1c dapat diturunkan 0,5-0,8%.2

d) Penghambat DPP-IV
Penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim tersebut sehingga Glucose
Like Peptide-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon berantung kadar
glukosa darah. Efek samping yang disebabkan ialah muntah. Kadar HbA1c
yang dapat diturunkan 0,5-0,8%.2

e) Penghambat SGLT-2
Obat ini mengghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus distal gginjal
denggan menghambat kerja transporter glukosa SGLT-2. Efek samping obat ini
ialah dehidrasi dan infeksi saluran kemih. Penurunan HbA1c sebesar 0,8-1,0%.2

2. Obat Antihiperglikemik Suntik


Indikasi pemberian insulin ialah pada keadaan:
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hipergglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis hiperglikemia
46

 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal


 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
 Kehamilan dengan DM
 Anggguan fungsi ginjal atau hhati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperative sesuai dengan indikasi
47
48
49
50
51

3.9 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes mellitus terdiri atas komplikasi akut dan kronik.
Komplikasi akut terbagi atas hipoglikemia dan krisis hiperglikemik. Krisis
52

hiperglikemik terdiri atas ketoasidosis diabetikum dan status hiperglikemik


hyperosmolar. Sementara komplikasi kronik terbagi atass mikroangiopati dan
makroangiopati.
2.9.1 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemik merupakan keadaan yang disebabkan oleh menurunnya kadar
glukosa dalam darah hingga tingkat tertentu sehingga memberikan keluhan
(symptom) dan gejala (sign). Diagnosis hipoglikmia ditandai dengan menurunnya
glukosa darah < 70 mg/dl. Untuk menentukan diagnosis hipoglikemia ini dapat
ditegakan berdasarkan whipple’s triad yaitu terdapat gejala gejala hipoglikemia,
kadar glukosa darah yang rendah, dan gejala berkurang setelah diberikan
pengobatan dengan pemberian glukosa.1
Obat-obatan yang bekerja meningkatkan inslin serum seperti insulin dan
sulfuniulurea merupakan penyebab tersering hipoglikemia. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea dapat belangsung lama, sehingga harus diawasi hingga seluruh obat
dieksreksi.1

Tabel Tanda dan gejala pada orang hipoglikemik:


Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, Pucat, takikardia,
elisah, parasthesia, palpitasi, widened pulse-
tremulousness preassure
Neuroglikopenik Lemah, lesus, dizziness, Critical blindness,
pusing, confusion, hipotermia, kejang,
perubahan sikap, gangguan dan koma
kognitif, pandangan kabur,
diplopia
53

Tatalaksana pada pasien dengan hipoglikemia ringan dengan gambaran


klinis pasien sadar, kooperatif, penanganan biasanya cukup dengan memberikan
makanan atau minuman yang manis yang mengandung gula. An Pasien datap
diberikan glukosa 15-20 gram (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air
kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah dalam 15 menit, apabila hipoglikemia
masih tetap ada maka ulangi pemberian makanan. Kemudian jika hasil
pemeriksaan gula darah sudah kembali normal, pasien diminta untuk
mengonsumsi snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemik.1

Pada pasien dengan hipoglikemia berat diberikan dextrouse 20% sebanyak


50 cc (bila terpaksa dextrouse 40% sebanyak 25 cc) kemudian diikuti dengan
pemberian D5% atau D10%.1

Periksa glukosa darah setiap 15 menit, bila belum tercapai dapat diberikan
kembali dextrouse 20%. Selanjutnya dilakukan monitoring glukosa darah setiap 1-
2 jam, namun jika masih hipoglikemik dapat diulang pemberian dextrouse 20%.1

Komplikasi aku hipoglikemik ini dapat dicegah dengan memberikan edukasi


kepada pasien mengenai tanda dan gejaal hipoglikemia serta penanganan
sementaranya, anjurkan pemantauan glukosa darah mandiri, edukasi mengenai
obat-obatan tentang dosis, waktu mengonsumsi, dan efek samping obat-obatan,
dan lakukan evaluasi mengenai program pengobatan yang diberikan.1

b. Krisis Hiperglikemik
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah komplikasi akut pada DM akibat
defisiensi insulin absolut atau relatif yang mengakibatkan lipolisis berlebihan
dengan akibat terbentuknya badan keton. Menurut PERKENI 2015, KAD ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.1
54

Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetus lainnya


diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi insulin, infark miokard akut,
stroke akut, pankreatitis, dan obat-obatan.1
Pada KAD kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan kadar kormon kontra regulator (glukoagon, katekolamin, kortisol,
hormone pertumbuhan dan somatostatin) akan merangsang kondisi katabolik dan
inflamasi berat sehingga terjadi peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal
(melalui glikogenolisis dan gluconeogenesis) disertai dengan gangguan utilisasi
glukosa di perifer sehingga berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Selain
itu, defisiensi insulin dan peningkatan hormone kontraregulator juga mengaktivasi
hormone lipase sensitif pada jaringan lemak sehingga meningkatkan lipolisis,
peningkatan lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis
metabolik.1
Penegakan diagnosis KAD juga dapat dibantu berdasarkan anamnesis
didapatkan adanya riwayat DM, pada keadaan berat dapat ditemukan keluhan
penurunan kesadaran atau bahkan koma. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
tanda-tanda dehidrasi, nafas Kussmaul jika asidosis berat takikaria, hipotensi atau
syok, flushing, penurunan BB, dan tanda-tanda dari penyakit yang menyertainya,
Pada KAD kuncinya adalah ditemukan trias KAD yaitu hiperglikemia, ketonemia
dan atau ketonuria, serta asidosis metabolik.1
KAD ini harus dibedakan dengan status hiperglikemik hyperosmolar (SHH),
pada SHH hiperglikemik biasanya lebih berat , dehidrasi juga lebih berat, selalu
disertai penurunan kesadaran tanpa ketoasidosis yang berat. Menurut PERKENI
2015, dapat terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl),
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sangat meningkat.1
Tatalaksana keduanya memiliki prinsip yang sama yaitu koreksi terhadap
dehidrasi, koreksi hiperglikemia, dan koreksi gangguan elektrolit. Berikut
merupakan tatalaksana pada KAD maupun SHH.1
55
56

Skema penatalaksanaan ketoasidosis dan sindroma hiperosmolar hiperglikemik

2.9.2 Komplikasi kronik


Jika tidak dikelola dengan baik, diabetes mellitus akan menyebabkan
berbagai komplikasi kronik, baik makroangiopati maupun mikroangiopati.
Pertumbuhan sel dan kematian sel merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik
pada diabetes mellitus. Mekanisme terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus
ini dipertarai oleh beberapa jalur seperti jalur reduktase aldose, jalur pembentukan
produk akhir glikasi lanjut, jalur protein kinase, jalur stress oksidatif, inflamsasi,
peptide vasoaktif, dan jalur prokoagulan.1
Pada jalur reduktase aldose yang terjadi adalah glukosa oleh enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol, kemudian sorbitol oleh enzim sorbitol
dehydrogenase akan dioksidasi menjadi fruktosa, sorbitol dan fruktosa bersifat
hidrofilik sehingga akan menarik cairan kedalam intrasel sehingga akan terjadi
edema sel, keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel terkait.1
Pada jalur protein kinase, hiperglikemia intraseluler (hiperglisolia) akan
menyebabkan meningkatnya diasilgliserol (DAG) intraseluler dan akan
57

meningkatkan protein kinase C (PKC). Peningkatan PKC ini akan menyebabkan


proliferasi sel otot polos, terbentuknya berbagai sitokin, dan berbagai faktor
pertumbuhan, menurunkan aktivitas fibrinolisis, semua perubahan akibat PKC
tersebut akan mengarah pada proses angiopati diabetik.1
Proses glikasi protein non enzimatik atau modifikasi protein akibat proses
glikasi ini akan menyebabkan perubahan jaringan dan perubahan sifat sel.
Perubahan ini akan menyebabkan perubahan fungsi sel secara langsung maupun
tidak langsung melalui perubahan pengenalan oleh reseptronya atau perubahan
pada tempat pengenalan reseptornya.1
Jalur stress oksidatif, proses glikasi lanjut akan memfasilitasi pembentukan
sepsis oksigen reaktif,sebaliknya spesies oksigen reaktif akan memfasilitasi
pembentukan produk glikasi lanjut. Spesies oksigen reaktif ini akan merusak lipid
dan protein melalui proses oksidasi, kerusakan ini akan menyebabkan perubahan
pembuluh darah dan membrane sel.1
Pada jalur inflamasi, berbagai mekanisme dasar diatas yaitu reduktase
aldose, stress oksidatif, terbentuknya produk akhir glikasi lanjut, aktivasi PKC
semuanya akan menyebabkan disfungsi endotel, mengganggu dan mengubah sifat
protein dan memacu terbentuknya sitokin proinflamasi seperti ICAM, VICAM, E-
selectin, P-selectin, dsb.1
Jalur lainnya yaitu peptida vasoaktif, insulin memiliki peranan sebagai
hormone vasoaktif , melalui NO dari endotel mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Pada keadaan resistensi insulin, maka
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah akan menurun.1
Komplikasi mikroangiopati terdiri atas retinopati diabetik, nefropati, dan
neuropati. Komplikasi makroangiopati terdiri atas coronary artery disease,
cerebrovascular disease, dan peripheral artery disease.1

c. Retinopati Diabetik
Berbagai kelainan pada DM dapat terjadi pada retina mulai dari retinopati
diabetic non proliferatif, ablasio retina, bakan hingga kebutaan. Dianjurkan untuk
58

melakukan pemeriksaan retina pada kesempatan pertama saat di diagnose DM.


kriteria rujukan untuk kasus retinopati diantaranya adalah:
a. Rujukan harus sesegera mungkin: retinopati proliferative,rubeosis iridis,
perdarahan vitreous.
b. Rujukan sedini mungkin: perubahan-perubahan pre-proliveratif, maulopati,
menurunnnya tajam penglihatan lebih dari 2 baris pada kartu Snellen.
c. Rujukan rutin: katarak, retinopati diabetic non proliferative yang tidak
mengancam macula/fovea.1

d. Nefropati
Kelainan yang terjadi apda penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, emudian proteinuria, lalu berlanjut dengan penurunan fungsi
laju filtrasi glomerulus dan berakhir dengan gagal ginjal yang memeperlukan
pengelolaan subtitusi.1
Nefropati DM ditandai dengan adanya mikroalbuminuria (30mg/hari atau
20µg/menit) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatan tekanan
darah sehingga mengakibatkan menurunnnya laju filtrasi glomerulus dan akhirnya
menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Pemeriksaan untuk mencari adanya
mikroalbuminuria dilakukan saat pertama kali diagnosis DM ditegakan dan
diulang setiap tahunnya.1

e. Neuropati diabetic
Neuropati diabetic ditandai dengan adanya gangguan klinis maupun
subklinis yang terjadi pada diabetes tanpa penyebab neuropati perifer lainnya.
Neuropati diabetik ini merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
pasien DM, resiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati adalah ulkus yang
tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menabah
morbiditas dan mortalitas pada penyandang DM.1
59

Manifestasi neuropati bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan, dan
hany abisa di deteksi dengan elektrofisiologis hingga keluhan nyeri hebat, bisa
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal maupun sistemik.1
Strategi penanganan pada neuropati yaitu meliputi mendiagnosis neuropati
sedini mungkin, kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan kendali
keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik. Kendali nyeri paa neuropati diabetik
umumnya dpat dimulai dengan pemberian obat ani-depresan atau anti-konvulsan.1

f. Coronary artery disease


Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah
coroner harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang memiliki resiko tinggi
ternjadinya atherosclerosis seperti mereka yang memiliki riwyat keluarga dengan
penyakit pembuluh darah coroner. Jika ada kecurigaan seperti misalnya
ketidaknyamanan pada daerah dada, harus setidaknya segera dilakukan
pemeriksaan EKG. Namun perlu diingat bahwa pada penderita DM mungkin rasa
nyeri tidak nyata akibat danya neuropati.1
g. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Mengenali dan mengelola bebragai faktor resiko terkait terjadinya kaki
diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling penting dalam usaha
pencegahan terjadinya masalah akki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki
(callus, kapalan, dll), neuropati dan adanya penurunana suplai darah ke kaki
merupakan hal yang ahrus selalu dicari dan diperhaikan pada praktik pengelolaan
DM.1
Untuk mendiagnosis dini penggunaan monofilament SemmesWeinsten perlu
digalakan untuk mendeteksi insensitivitas pada kaki yang rentan mengalami kaki
diabetes. Demikian pula dengan pengukuran secara rutin indeks ankle-brachial
merupakan hal yang harus dilakukan pada setiap kunjungan poliklinik DM.1
60
61

BAB IV

KESIMPULAN

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan


karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya. Penegakan diagnosis diabetes mellitus ditegakan berdasarkan
pemeriksaan gula darah puasa, gula darah 2 jam post TTGO, gula darah sewaktu
disertai dengan adanya gejala klasik diabetes mellitus, dan pemeriksaan HbA1C yang
sesuai standar NGSP. Komplikasi diabetes mellitus meliputi mikroangiopati dan
makroangipoati. Terapi diabetes mellitus meliputi pemberian edukasi, terapi nutrisi
dan farmakologi dengan antihiperglikemik.

Pada pasien ini dengan diagnosis diabetes mellitus tipe II, overweight,
terkontrol dengan obat anti hiperglikemik oral diamicrone 2x80 mg, akarbose 3x100
mg, metformin 3x500 mg dengan tinea cruris dd candidiasis intertriginosa dan tinea
unguium dd onikomikosis. Pasien dengan hipertensi terkontrol dengan dengan obat
antihipertensi amlodipine 1x10 mg, dan riwayat stroke dengan pengobatan saat ini
miniaspi 1x80 mg. Pasien dengan infeksi jamur dd candidiasis intertriginosa dd tinea
cruris diberikan terapi ketokonazol cream 2% dioleskan 2 kali sehari dan loratadine
1x10 mg. Infeksi jamur pada kuku diobati dengan itrakonazol dengan teknik denyut
yaitu diberikan 3 tahapan, dengan interval 1 bulan, masing-masing tahapan diberikan
itrakonazol 2x200 mg selama 1 minggu.
62

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, W. Sudoyo A, Simadibrata M. Buku ajar : Ilmu penyakit dalam.


VI. Vol. II. Jakarta: Interna Publishing; 2015. 3217–2434 hlm.

2. Adi Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P. Konsensus: Pengelolaan


dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015. PB PERKENI; 2015.

3. Roglic G, World Health Organization, editor. Global report on diabetes. Geneva,


Switzerland: World Health Organization; 2016. 86 hlm.

4. World Health Organization. Diabetes country profile : Indonesia. 2016 [dikutip


21 Januari 2019]; Tersedia pada: https://www.who.int/diabetes/country-
profiles/idn_en.pdf?ua=1

5. American Diabetes Association. 2. Classification and Diagnosis of Diabetes:


Standards of Medical Care in Diabetes—2018. Diabetes Care. Januari
2018;41(Supplement 1):S13–27.

6. Abbas A., Aster J., Kumar. Buku ajar patologi Robbins. 9 ed. Singapore:
Ellsevier; 2015.

7. Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006.

8. Gan Gunawan S, Setiabudi R, Nafrialdi, Eliesabet. Farmakologi dan terapi. 5 ed.


Jakarta: Departemen Farmakalogi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012.

Anda mungkin juga menyukai