Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

DisusunOleh :
ERVIN ROMYANTI
SN102037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tenteram.Kenyamanan adalah suatu keadaan
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman atau suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari, kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi) ( Potter & Pery, 2016).
Gangguan rasa nyaman dibedakan menjadi tiga yaitu: kenyamanan fisik,
kenyamanan lingkungan dan kenyamanan sosial.
Gangguan rasa nyaman fisik meliputi gangguan rasa nyaman, mual,
nyeri akut, nyeri kronis.Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari
sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri
sangat bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat berupa
stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat
terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu
(Tamsuri, 2014).
Faktor – faktor yang mempengaruhi keamanan dan keamanan adalah:
emosi ( kecemasan, depresi, dan marah akan mempengaruhi keamanan
dan kenyamanan), gangguan persepsi sensori, tingkat kesadaran,
informasi atau komunikasi, usia, jenis kelamin, dan kebudayaan.
2. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam 2 golongan yaitu:
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan
psikis.
a. Secara fisik misalnya penyebab adalah trauma (mekanik, thermal,
kimiawi maupun elektrik).
1) Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun
luka.
2) Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor
mendapat rangsangan akibat panas atau dingin.
3) Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa
yang kuat.
4) Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh
aliran listrikyang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Neoplasma meyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga terikan, jepitan
atau metaphase.
c. Peradangan adalah nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan
ujung-ujung saraf reseptor akibat pembengkakan.
d. Gangguan sirkulasi dan kelainan pembuluh darah, biasanya pada pasien
infark miokard dengan tanda nyeri pada dada yang khas.
3. Patofisiologi
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna
abu-abu di medula spinalis. Nyeri dapat berinteraksi dengan inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan kekorteks cerebral. Sekali stimulus nyeri mencapai
korteks cerebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu
serta asosiasi kebudayaan dalam upayamempersepsikan nyeri.Semua
kerusakan selular disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi,
atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri.
4. Manifestasi Klinik
a. Vakolasi: mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur
b. Ekspresi Wajah: meringis, mengeletuk gigi, mengernyit dahi, menutup
mata dan mulut dengan rapat, menggigit bibir
c. Gerakan Tubuh: gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan, gerakan ritmik atau gerakan menggosok,
gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interaksi Sosial: menghindari percakapan, focus hanya pada aktifitas
untuk menghilangkan nyeri, menghindar kontak sosial, penurunan
rentang perhtian
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan agar dapat
mengetahui apakah ada perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh
pasien yang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri seperti:
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1). Ringan = Skala nyeri 1-3: Secara obyektif pasien masih dapat
berkomunikasi dengan baik.
2). Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara obyektif pasien dapat
menunjukan lokasi nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti
instruksi yang diberikan
3). Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara obyektif pasien masih bisa
merespon, namun terkadang klien tidak mengikuti instruksi
yang diberikan
4). Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara obyektif pasien tidak
mampu berkomunikasi dan klien merespon dengan cara
memukul
6. Penatalaksanaan
a. Keperawatan ( non farmakologis )
1) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stress. Tehnik relaksasi memberikan individu
kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri stress fisik
dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi terbimbing klien
menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada kesan
tersebut sehingga secara bertahap klien dapat mengurangi rasa
nyerinya.
2) Tehnik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan
dengan memberikan individu informasi tentang respon fisiologis
misalnya tekanan darah.
Hipnosis diri dapat membantu mengubah persepsi nyeri
melalui pengaruh sugesti positif dan dapat mengurangi ditraksi.
Mengurangi persepsi nyeri adalah suatu cara sederhana untuk
meningkatkan rasa nyaman dengan membuang atau mencegah
stimulus nyeri.
3) Tehnik distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian
terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Ada beberapa jenis
distraksi yaitu distraksi visual (melihat pertandingan, menonton
televisi, dll), distraksi pendengaran (mendengarkan music, suara
gemericik air), distraksi pernapasan ( bernapas ritmik), distraksi
intelektual ( bermain kartu).
4) Immobilisasi
Biasanya pasien tidur di splint yang biasanya diterapkan pada
saat kontraktur atau terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegah
terjadinya penyakit baru seperti decubitus.
b. Medis
Pemberian obat analgesic sangat membantu dalam manajemen
nyeri seperti pemberian obat analgesic non opioid( aspirin,
ibuprofen) yang bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan
menurunkan tingkatan inflamasi, dan analgesic opioid ( morfin,
kodein) yang dapat meningkatkan mood dan perasaan pasien
menjadi lebih nyaman walaupun terdapat nyeri.
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Nama pasien, umur, pendidikan, penanggung jawab, alamat, diagnosa
medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik.
a. Mengkaji perasaan klien
b. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
c. Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
d. Mengkaji status nyeri dengan pendekatan PQRST, yakni Profocate
(faktor pencetus nyeri), Quality (kualitas nyeri), Region (lokasi
nyeri), Skala ( ringan, sedang, berat, atau sangat nyeri), dan Time
(kapan dirasakan dan berapa lama)
e. Mengkaji respon fisiologis, yakni meliputi respon simpatik dan
respon parasimpatik
f. Mengkaji respon perilaku
g. Mengkaji Pola Fungsi Gordon ( kualitas, intensitas, durasi, skala,
dan cara mengurangi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat
c. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Resiko injury berhubungan dengan imobilisasi
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan ( Tujuan dan kriteria hasil menggunakan
pendekatan NOC. Sedangkan intervensi menggunakan pendekatan
NIC

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management


berhubungan tindakan (NIC):
dengan agen keperawatan 3 - Kaji tingkat nyeri,
cedera fisik hari diharapkan meliputi: lokasi,
atau trauma nyeri karakteristik, durasi,
berkurang,dengan kualitas, intensitas
kriteria: - Kontrol faktor-faktor
- Kontrol nyeri lingkungan yang dapat
- Mengenal mempengaruhi respon
faktor penyebab pasien terhadap
- Mengenal ketidaknyamanan
reaksi serangan - Berikan informasi
nyeri tentang nyeri
- Mengenali - Ajarkan tehnik
gejala nyeri relaksasi bila nyeri
- Melaporkan timbul
nyeri terkontrol - Tingkatkan tidur /
istirahat yang cukup
- Turunkan dan
hilangkan faktor yang
dapat meningkatkan
nyeri
Analgetik
Administration
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
- Berikan analgetik yang
tepat sesuai dengan
resep

2 Nyeri kronis Setelah dilakukan Pain management


berhubungan keperawatan - Kaji tingkat nyeri,
dengan selama 3 hari, meliputi: lokasi,
kontrol nyeri diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
yang tidak berkurang dengan kualitas, intensitas
adekuat kriteria: - Kontrol faktor-faktor
- Kontrol Nyeri lingkungan yang dapat
- Mengenal mempengaruhi respon
faktor penyebab pasien terhadap
- Mengenal ketidaknyamanan
reaksi serangan - Ajarkan tehnik
nyeri nonfarmakologi untuk
- Mengenali mengurangi nyeri
gejala nyeri (relaksasi, distraksi)
- Melaporkan - Perhatikan tipe dan
nyeri terkontrol sumber nyeri
- Turunkan dan
hilangkan faktor yang
dapat meningkatkan
nyeri
- Lakukan tehnik variasi
untuk mengurangi
nyeri
- Tingkatkan istirahat
atau tidur untuk
memfasilitasi
manajemen nyeri
Analgetik
Administration
- Cek obat,dosis,
frekuensi, pemberian
analgesik
- Cek riwayat alergi obat
- Pilih analgetik atau
kombinasi yang tepat
apabila lebih dari satu
yang diresepkan
- Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik

4. Evaluasi
a. Diagnosa 1: Nyeri akut berhubngan dengan agen cedera fisik atau
trauma
Evaluasi : Nyeri dapat berkurang, nyeri dapat terkontrol, ekspresi
wajah tampak rileks
b. Diagnosa 2: Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang
tidak adekuat
Evaluasi : Nyeri dapat berkurang, mengenali gejala nyeri
c. Diagnosa 3: Cemas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
Evaluasi : Kecemasan menurun atau pasien dapat tenang, tidak ada
manifestasi perilaku kecemasan
d. Diagnosa 4: Resiko injury berhubungan dengan imobilisasi
Evaluasi : Tidak terjadi cedera atau bebas dari cedera
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, W.I. (2016). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan rasa nyaman.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017,
Edisi 10. Jakarta: EGC
Price, S.A., & Lorraine M.W. (2014).Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai