Bab Xi Gangguan Mata: Tujuan Belajar Tujuan Kognitif
Bab Xi Gangguan Mata: Tujuan Belajar Tujuan Kognitif
Ked (406080047)
BAB XI
GANGGUAN MATA
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
membaca bab ini dengan seksama diharapkan anda sudah dapat :
1. Mengetahui Anatomi Organ Mata
Menceritakan kembali anatomi organ mata
Mengetahui fisiologi organ mata.
2. Mengetahui perubahan organ mata pada lanjut usia.
Mengetahui perubahan anatomi mata pada lanjut usia
Mengetahui perubahan fungsi mata pada lanjut usia
3. Mengetahui penyakit-penyakit yang mengenai organ mata yang biasanya terdapat
pada lanjut usia dan penanganannya, seperti pada :
Presbiopia
Entropion
Ektropion
Blefaroptosis Akuisita
Dermatokalasis
Dacryostenosis Akuisita
Arcus Senilis
Penurunan Sensitivitas Kornea
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah
akan dapat :
1. Mengerti betapa kompleksnya gangguan organ mata pada Lanjut Usia
1.1 Mencoba menggali lebih jauh permasalahan pada Lanjut Usia berkaitan
dengan mata.
1.2 Mencoba menangani permasalahan Lanjut Usia dengan gangguan mata
2. Menunjukan besarnya perhatian pada lanjut usia akan permasalahnnya yang
berkaitan dengan gangguan pada mata.
I. PENDAHULUAN
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya
usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli,
bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia
seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi keluar, untuk
lebih aktif atau bergerak ke sana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan untuk
membaca atau melihat televisi. Kesemua ini akan menurunkan aspek sosialisasi dari
para lanjut usia, mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya akan
menyebabkan depresi dan berbagai akibatnya. Atas berbagai alasan itulah maka
masalah gangguan penglihatan merupakan topik penting bagi disiplin geriatri.
PRESBIOPIA
Merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat :
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan berupa :
mata lelah, berair dan sering terasa pedas setelah membaca
membaca selalu dijauhkan agar lebih jelas
sukar melihat dekat terutama pada malam hari atau pada ruangan yang kurang
terang.
Terapinya adalah :
kacamata lensa spheris positif dengan kekuatan tertentu sesuai dengan usia,
biasanya :
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun ke atas
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 D adalah lensa positif terkuat yang
dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila
membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0
Dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja
pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subyektif sehingga angka-angka di atas
tidak merupakan angka yang tetap.
ENTROPION
EKTROPION
Ektropion merupakan keadaan dimana tepi kelopak mata membeber atau mengarah
keluar sehingga bagian dalam kelopak atau konjungtiva tarsal berhubungan langsung
dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan mata selalu berair karena air mata tidak dapat
disalurkan ke punctum lakrimalis inferior. Pada lanjut usia ektropion disebabkan
oleh relaksasi atau kelumpuhan otot orbicularis okuli, disebut EKTROPION
SENILIS.
Gajala dan tanda :
epifora
konjungtiva palpebra hiperemi dan
hipertrofi
konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganannya adalah dengan koreksi
ektropion dengan cara :
lazy – T Gambar 5. Ektropion Senilis
eksisi>diamond tarsokonjungtiva
pemendekkan>palpebra horisontal
BLEFAROPTOSIS AKUISITA
Kelainan ini terjadi karena aponeurosis m. levator palpebra mengalami disinsersi dan
terjadi penipisan akibat bertambahnya usia. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis
m. levator palpebra namun m. levatornya sendiri relatif stabil sepanjang usia. Bila
blefaroptosis ini mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan dapat
diatasi dengan tindakan operasi.
DERMATOKALASIS
Pada lanjut usia kulit palpebra mengalami atrofi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik
ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut
sebagai dermatokalasis.
Merupakan suatu keadaan di mana kulit kelopak atas maupun bawah menjadi longgar
karena proses penuaan, sehingga kelopak mata tampak menggantung.
Gejala dan tanda :
kesulitan mengangkat palpebra superior
rasa tidak enak di daerah preorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot
orbicularis occuli dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra
terbatasnya lapangan pandang superior
keluhan kosmetik.
Penanganan :
dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan.
DACRYOSTENOSIS AKUISITA
Kegagalan fungsi pompa pada sistem lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan
palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan epifora.
Namun sumbatan sistem kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering
juga dijumpai pada usia lanjut, dimana dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut
lebih banyak dijumpa pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesis yang pasti
terjadinya sumbatan duktus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena
terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar
lakrimal secara progresif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada
duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya
sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistem lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan
mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir,
mata terasa lelah dan keringbahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan
diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal, kadang hiperemi, pada kornea terdapat
erosi dan filamen. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, ” Tear
film break up time”.
ARCUS SENILIS
Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai.
Keberadaan arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering
menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang berwarna keputihan,
berbentuk cincin di bagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya di bagian inferior kemudian
diikuti bagian superior, berlangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.
Etiologi arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolesterol dan Low
Density Lipoprotein ( LDL ). Bahan-bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari
ester kolesterol, kolesterol dan gliserid.
Arcus senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40 – 60 tahun dan terjadi pada
hampir semua orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya
dibanding wanita.
KATARAK
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
( penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya. Merupakan
kelainan lensa dimana lensa yang seharusnya bening dan transparan berubah menjadi keruh
sehingga kehilangan daya akomodasinya.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital atau penyakit penyulit mata lokal menahun.
Etiologinya dapat berupa proses penuaan, kongenital, penyakit lain ( Diabetes melitus,
Glaukoma, Uveitis, Ablatio retina ), keracunan obat, dan kecelakaan.
Tanda dan gejala :
penurunan penglihatan secara perlahan-lahan tanpa disertai dengan mata merah
lebih nyaman pada daerah yang lebih redup ( sore hari lebih nyaman daripada malam
hari )
Myopia → karena hidrasi, lensa menjadi lebih cembung
Tidak ada gangguan lapangan pandang
Gejala Subyektif didapatkan :
Penglihatan berkurang atau menurun
Pada permulaan perlu ganti kacamata yang lebih sering karena lensa cepat menjadi
tidak lentur dan kehilangan daya akomodasinya
Silau
Karena cahaya yang masuk akan pecah. Pandangan mula-mula berasap, kemudian
berkabut, dan akhirnya terhalang sama sekali
Perubahan tajam penglihatan atau visus terjadi perlahan
Tidak ada rasa sakit
Terjadi miopisasi
Gejala Obyektif didapatkan :
Lensa menjadi keruh. Kekeruhan lensa dapat bermacam-macam tingkat, bentuk, dan
lokasinya.
KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Katarak developmental : kongenital atau juvenil
Katarak degeneratif : katarak senile
Katarak komplikata
Katarak traumatik
Katarak sekunder
Katarak Senille secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu :
Stadium Insipien
Stadium Intumesen
Stadium Imatur
Stadium Matur
Stadium Hipermatur
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,
celah terbentuk antara selat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni)
pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama
pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
Masuknya air ke dalam celah lensa mangakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan
normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slit lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel
serat lensa.
Katarak Senille Stadium Imatur
Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa, hanya sebagian lensa yang keruh.
Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Kekeruhan ini dapat terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama
akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalamam bilik mata depan akan normal kembali,
tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa (wrinkled capsul ). Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan Zonulla Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut
terus disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan mencair tidak
dapat keluar. Maka korteks akan memperlihatkan bentuk seperti sekantung susu disertai
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, dan
korteks tersebut akan membentuk air fluid level. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni. Pada keadaan ini dapat timbul berbagai macam komplikasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat katarak adalah :
Glaukoma
Ada beberapa fase dari katarak yang dapat menyebabkan glaukoma, yaitu :
1. Phacomorphic Glaucoma
Pada keadaan ini, lensa menjadi bertambah besar ukurannya akibat menyerap
cairan → iris terdorong ke depan → pendangkalan dari bilik mata depan → sudut
bilik mata depan menjadi sempit bahkan menutup → menghambat trabecular
meshwork → aliran aqueous humor terhambat → tekanan intraokuler meningkat
→ glaukoma sudut tertutup sekunder
2. Phacolytic Glaucoma
Pada katarak stadium hipermatur, terjadi pengkerutan korteks diikuti keluarnya
masa lensa ke bilik mata depan → iris terdorong ke belakang → trabecular
meshwork tehambat → aliran aqueous humor terhambat → tekanan intraokuler
meningkat → glaukoma sudut terbuka sekunder
3. Phacotopic Glaucoma
Uveitis anterior.
Subluksasi dan dislokasi lensa
Komplikasi ini timbul pada keadaan katarak stadium hipermatur. Hal ini terjadi akibat
Zonula Zinn yang merupakan penggantung lensa menjadi lemah atau rapuh dan rusak
pada keadaan katarak stadium hipermatur, sehingga dapat menyebabkan subluksasi
atau dislokasi lensa.
INDIKASI OPERASI
Indikasi operasi atau ekstraksi pada katarak dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu :
Indikasi optik
Operasi katarak atas indikasi optik dilakukan apabila visus
dari pasien menurun sehingga menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari-harinya. Hal ini dikeluhkan oleh pasien
sendiri.
Indikasi medis
perasi katarak atas indikasi medis dilakukan apabila katarak
dapat menimbulkan komplikasi pada pasien, bila tidak
dilakukan tindakan operasi akan menimbulkan kebutaan. Hal
ini atas anjuran dari dokter.
Indikasi kosmetik
Operasi katarak atas indikasi kosmetik dilakukan apabila
terjadi perubahan warna pupil, dimana pupil menjadi
berwarna putih akibat dari proses katarak yang sudah terjadi
kehilangan penglihatan yang permanen. Hal ini semata-mata
dilakukan hanya untuk mengembalikan warna pupil menjadi
hitam, tetapi tidak memperbaiki penglihatan.
TERAPI
Pengobatan katarak senille adalah pembedahan atau ekstraksi, dimana lensa yang sudah
keruh tersebut diangkat.Dapat dilakukan dengan teknik intrakapsular ekstraksi dan
ekstrakapsular ekstraksi.
VISUAL REHABILITASI
GLAUKOMA
Glaukoma adalah penyakit mata yang umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun,
ditandai dengan :
Glaukoma Primer
Glaukoma primer ada 2 macam yaitu :
Glaukoma sudut sempit atau tertutup Glaukoma sudut lebar atau terbuka
4. Stadium Absolut
Terjadi kebutaan ( Ophtalmological Blind ) dengan visus nol, tidak dapat melihat atau
menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.
Upaya pencegahan kebutaan dan glaukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada
stadium prodormal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi perubahan ( Atrophy ) pada
papil saraf optik visus tidak lagi dapat normal.
Gambar 13. Retina Normal Pada Funduskopi Gambar 14. Retina AMD Pada
Funduskopi
Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusia pun mengalami
perubahan. Salah satu bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu retina.
Perubahan retina karena usia merupakan hal yang fisiologis, berupa Degenerasi Retina
Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus senilis berupa Fundus
Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal adalah :
Darah di dalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid merupakan
komponen merah.
Kepadatan pigmen dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan koroid merupakan
komponen coklat.
Jenis dan intensitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan pemeriksaan
merupakan sinar gelombang panjang ( merah – kuning ).
Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah dan kuning
mendapatkan hasil merah jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus mata normal.
Gambar 15. Gambaran DRP pada Gambar 16. Gambaran angiografi pada
funduskopi DRP
Pada usia lanjut, retina di bagian perifer ( antara Ora Serata dan Equator ) mengalami
proses degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Jenis-jenis yang sering ditemukan :
1. Paving Stone Degeneration ( Meyer Schwickerath, 1960 )
2. Cystoid Degeneration
3. Retinoschisis
Paving Stone Degeneration
Terjadi pada 40 % populasi usia di atas 45 tahun, lesi mulai di sebelah bawah.
Degenerasi jenis ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya sejumlah sel reseptor,
membrana limitans luar serta sejumlah sel RPE, retina kurang melekat pada membran
Bruch dan adanya perubahan Chorio – Capillaris. Lesi permulaan berbentuk bulat, diameter
kira-kira 1,5 mm, melebar dan bergabung ( Confluency ) menjadi lebih besar. Tidak ada
terapinya.
Cystoid Degeneration
Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area temporo-
inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang
menjadi Retinoschisis.
Retinoschisis Senilis
Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai
perluasan dari degenerasi Cystoid yang progresif. Dinding retinoschisis dapat robek
dan terjadi retinal Detachment. Retinoschisis yang meluas kebelakang equator
menimbulkan gangguan lapangan pandang. Setiap ada lesi retinoschisis perlu tindakan
untuk mencegah retinal detachment, yaitu dengan laser fotokoagulasi.
III. KESIMPULAN
Pada lanjut usia terdapat banyak gangguan penglihatan yang disebabkan
karena adanya proses degenerasi seperti katarak, ARMD, penurunan tajam
penglihatan seperti presbiopia dll. Adanya gangguan penglihatan ini tidak hanya
berakibat secara fisik tetapi juga secara psikis dan sosial. Karena itulah maka masalah
gangguan penglihatan merupakan topik penting bagi disiplin geriatri. Gangguan
tersebut harus ditangani secara holistik, baik secara medis dan non medis sehingga
dapat membantu para lanjut usia agar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta, Sp.M. Ilmu penyakit mata. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2003
Lonergan, Edmund T. Et. Al., Geriatrics : A lange clinical manual. International edition.
Prentice-hall International Inc. 1996
Darmajo, R. Boedhi, H. Hadi Martono. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi kedua/
Balai Penerbit FKUI. 2000
http://www.emedicine.com
http://www.yahoo/images
http://www.google/images